Anda di halaman 1dari 8

Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan sedikit dari Sejarah Kebudayaan Islam di masa

Daulah Abbasiyah. Seperti yang sudah diketahui bersama, kekhalifahan Daulah Abbasiyah
merupakan bagian ketiga dalam periodesasi peradaban Islam setelah masa kekhalifahan Daulah
Umayyah. Di masa itu, perkembangan peradaban Islam sudah mencapai puncaknya serta menjadi
catatan para pakar sejarah sebagai zaman kejayaan umat Islam. Hal ini didukung dengan hadirnya
peradaban Islam yang baru, sehingga menjadi teladan bagi peradaban-peradaban di kota-kota lain
diseluruh penjuru dunia.

Daulah Abbasiyah menjadikan Kota Baghdad sebagai kawasan untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Kota Baghdad pada waktu itu menjadi sentra aktivitas politik, sosial, serta  kebudayaan, juga
dijadikan sebagai kota Internasional yang terbuka untuk berbagai negara, seperti Arab, Romawi,
Persia, Turki, Hindi, Qibthi, Barbari, Kurdi, dan lain-lain. Sebelum memasuki pembahasan, penulis
akan menyampaikan sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah.

Sejarah Berdirinya Daulah Abbasiyah

Daulah Abbasiyah didirikan setelah Daulah Umayyah ditaklukkan. Keturunan Al-Abbas menjadi
pendiri Daulah Abbasiyah, yaitu Abdullah Al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas.
Sejak Abbasiyah datang dari Daulah Hasyim, keturunan yang dekat dengan Nabi Muhammad merasa
lebih berharga untuk memegang pilar kekuasaan daripada Daulah Umayyah. Sejak saat itu Daulah
Abbasiyah merencanakan untuk menaklukan kekuasaan Daulah Umayyah yang pada periode
terakhir pemerintahannya mengalami kemunduran oleh beberapa faktor, salah satunya dari khalifah
terakhir Dinasti Umayyah itu sendiri. Mengetahui kekacauan tersebut, akhirnya Daulah Abbasiyah
menyerang pusat kepemimpinannya sehingga Dinasti Umayyah dapat ditaklukan.

Daulah Abbasiyah berkembang pesat pada saat itu, menjadikan Islam sebagai pusat ilmu
pengetahuan dunia. Pemerintahannya dimulai setelah menjatuhkan Daulah Umayyah dan
menaklukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Keturunan Daulah Umayyah yang selamat
semuanya melarikan diri dari Damaskus, menyeberangi Laut Tengah dan mendirikan Dinasti di
wilayah-wilayah Andalusia, mereka memerintah wilayah Andalusia dalam waktu yang cukup lama.

Kekhalifahan Daulah Abbasiyah menjadi kekhalifahan terpanjang dalam sejarah berdirinya Islam,
yang memimpin antara tahun 750-1258 M, dan pusat kota pemerintahannya adalah Baghdad yang
sebelumnya terletak di Damaskus, yang dipindahkan pada tahun 762 M. Daulah Abbasiyah
menguasai seluruh dataran Asia Barat dan Afrika Utara. Daulah Abbasiyah berfokus pada dataran
Irak dan Iran daripada daerah pesisir seperti Israel, Suriah, Lebanon dan Mesir. Selama 5 abad, Bani
Abbasiyah mempertahankan kekuasaan kekhalifahan dan memimpin para pemimpin Islam untuk
mempromosikan pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya di Timur Tengah.

Tokoh-Tokoh Pendiri Daulah Abbasiyah;


1. Al-Saffah (132-136 H atau 749-754 M).

2. Al-Mansur (136-158 H atau 754-775 M).

3. Al-Mahdi (158-169 H atau 775-785 M).

4. Al-Hadi (169-170 H atau 785-786 M).

5. Harun Al-Rashid (170-193 H atau 786-809 M).

6. Al-Amin (193-198 H atau 809-813 M).

7. Al-Ma'mun (198-218 H atau 813-833 M).

8. Al-Mu'tasim (218-227 H atau 833-842 M).

9. Al-Wathiq (227-232 H atau 842-847 M).

10. Al-Mutawakkil (232-247 H atau 847-861 M).

11. Al-Muntasir (247-248 H atau 861-862 M).

12. Al-Musta'in (248-252 H atau 862-866 M).

13. Al-Mu'tazz (252-255 H atau 866-869 M).

14. Al-Muhtadi (255-256 H atau 869-870 M).

15. Al-Mu'tamid (256-279 H atau 870-892 M).


16. Al-Mu'tadid (279-289 H atau 892-902 M).

17. Al-Muktafi (289-295 H atau 902-908 M).

18. Al-Muqtadir (295-320 H atau 908-932 M).

19. Al-Qahir (320-322 H atau 932-934 M).

20. Al-Radi (322-329 H atau 934-940 M).

21. Al-Muttaqi (329-333 H atau 940-944 M).

22. Al-Mustakfi (333-334 H atau 944-946 M).

23. Al-Muti' (334-363 H atau 946-974 M).

24. Al-Ta'i' (363-381 H atau 974-991 M).

25. Al-Qadir (381-422 H atau 991-1031 M).

26. Al-Qa'im (422-467 H atau 1031-1075 M).

27. Al-Muqtadi (467-487 H atau 1075-1094 M).

28. Al-Mustazhir (487-512 H atau 1094-1118 M).

29. Al-Mustarshid (512-529 H atau 1118-1135 M).

30. Al-Rashid (529-530 H atau 1135-1136 M).

31. Al-Muqtafi (530-555 H atau 1136-1160 M).


32. Al-Mustanjid (555-566 H atau 1160-1170 M).

33. Al-Mustadi' (566-575 H atau 1170-1180 M).

34. Al-Nasir (575-622 H atau 1180-1225 M).

35. Al-Zahir (622-623 H atau 1225-1226 M).

36. Al-Mustansir (623-640 H atau 1226-1242 M).

37. Al-Musta'sim (640-656 H atau 1242-1258 M).

Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya karena diterapkannya berbagai
bentuk pemerintahan sebagai respon terhadap perubahan politik, sosial, dan budaya. Saat itu pusat
pemerintahan berada di Kufah. Kemudian dipimpin oleh Abu Ja'far al-Mansur, saudara  Abu Abbas
(754-775 M). Beliau membangun sebuah kota baru, yaitu Baghdad yang diberi gelar Darus Salam
(Kota Damai). Pada awal tahun 750-847 M, perluasan wilayah masih menjadi hal yang utama oleh
Dinasti Abbasiyah dan memperkuat sistem pemerintahan untuk membimbing pemimpin berikutnya.
Pada masa kekhalifahan ini juga hasil pemikiran manusia dan para pakar ilmu yang berasal dari
berbagai bangsa di dunia yang ketika itu berkembang saling melengkapi serta menambah kemajuan
ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.

Yang menarik asal-usul perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah adalah
bahwa sebagian besar orang-orang yang berkiprah pada bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa
Arab muslim atau dikenal dengan kaum Mawali. Kaum Mawali merupakan kaum muslim yang
berasal dari bangsa non-Arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia. Para ilmuwan muslim
pada masa Daulah Abbasiyah menjelajah 3 benua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga benua
yang dipilih adalah benua Asia, Eropa, serta Afrika. Dari ketiga benua ini semuanya diklaim
mengalami kemajuan yang sangat pesat dari seluruh ilmu pengetahuan. Setelah pulang dari daerah
pengembaraannya, para ilmuwan muslim membaca dan  menerjemahkan kitab-kitab tersebut.
Dalam waktu yang usang mereka berusaha menggali berbagai pengetahuan serta kemudian menulis
banyak sekali buku terutama buku-buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih dikenal
menggunakan sebutan Ensiklopedia.

Setelah khalifah Abu Ja'far, Baghdad dipimpin oleh khalifah Harun ar-Rasyid, yang mendirikan
perpustakaan terbesar saat itu, yang bernama Baitul Himah atau Rumah Kebijaksanaan, antara 786-
809 M, dan orang-orang terdidik dari kalangan Barat dan orang-orang Muslim datang ke Baghdad
untuk mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan. Daulah Abbasiyah kemudian dipimpin oleh
putra khalifah Harun ar-Rasyid, yaitu al-Amin dan al-Makmun ar-Rasyid. Khalifah Al-Makmun
memimpin Daulah Abbasiyah pada tahun 813-833 M, kebijakannya adalah memperluas Baitul
Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan sehingga menjadi akademi sains pertama di dunia. Beliau pun
mendirikan Majaris Al-Munazharah, yang melakukan belajar-mengajar di rumah khilafah, masjid dan
istana, dan merupakan tanda kebangkitan kekuatan penuh dari Timur, yang memiliki pusat budaya
dan puncak kemajuan Islam yang terletak di Baghdad.

Pada saat itu, buku-buku karya Yunani dan Syiria kuno juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pemahaman Muktazilah diinternalisasikan oleh khalifah al-Makmun sebagai mazhab umum yang
menggunakan akal sebagai dasar untuk memahami dan menyelesaikan solusi teologis yang telah
memajukan perdebatan teologis secara rinci dan filosofis. Dan lahirlah ilmu filsafat Islam. Selain itu,
berbeda dari khalifah sebelumnya karena dikhususkan untuk menggunakan pemikiran Sunni dalam
sejarah Daulah Abbasiyah yang dipimpin di bawah bimbingan khalifah al-Mutawakkil dari tahun 847-
861 M. Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, beliau hidup se-zaman dengan pemikir besar
Islam, seperti Abdul Malik bin Habib (Imam mazhab Maliki), Abdul Malik bin Yahya Al-Ghul (murid
Imam Syafi'i), Abu Utsman bin Manzini (ahli bidang ilmu nahwu), Ibnu Kullab (ahli dalam bidang ilmu
kalam), dan lain-lain.

Perkembangan Islam Di Masa Daulah Abbasiyah

Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Pada bidang pendidikan sudah dibangun kurang lebih 30.000 masjid di Baghdad yang berfungsi
sebagai forum pendidikan serta pengajaran pada taraf dasar. Perkembangan pendidikan di masa
Daulah Abbasiyah dibagi jadi dua masa, yaitu pada abad ke 7-10 M (pendidikan spesial Arabia) dan
abad 11 M. Dalam perkembangannya secara alamiah, sistem aktivitas pendidikan dan pengajaran
diatur oleh pemerintah serta di masa ini telah dipengaruhi unsur dari non-Arab. Terdapat beberapa
forum pendidikan di masa Daulah Abbasiyah, antara lain yaitu:

Mendirikan Kuttab;

Al-Hawanit al-Warraqien (Toko Kitab);

Manazil al-Ulama (Rumah-Rumah Ulama);

Al-Sholahun al-Adabiyah (Sanggar Sastra);

Madrasah Pendidikan;

Pendidikan Rendah di Istana; dan


Al-Ribath.

Perkembangan pada Bidang Militer

Khalifah Al-Mu'tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk pada
pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tak seperti di masa Daulah
Umayyah, Daulah Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang
muslim mengikuti perang telah terhenti. Tentara dibina secara spesifik agar menjadi prajurit-prajurit
profesional. Kekuatan militer Daulah Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Perkembangan dalam Bidang Ekonomi

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai semakin tinggi dengan peningkatan pada sektor pertanian,
malalui irigasi dan peningkatan hasil penambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi.
Penghasilan gandum, beras, kurma dan zaitun. Perkembangan dagang transit antara Timur dan Barat
juga membawa kejayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang krusial pada masa pemerintahan al-
Mahdi. Kekayaan Abbasiyah dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit,
forum pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya ada kurang lebih 800 orang
dokter, dibangunnya pemandian-pemandian umum. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan,
ilmu pengetahuam,dan budaya serta kekuasaan menjadi penekanan pemerintah. Sumber utama
pendapatan Abbasiyah diambil dari pemungutan pajak, dan zakat yang wajib bagi setiap umat Islam.
Zakat hanya dibebani pada pemilik tanah produktif, hewan-hewan ternak, logam mulia seperti emas
dan perak, barang-barang dagangan dan harta benda lainnya yang bisa berkembang dan
menghasilkan. seluruh harta yang terkumpul dari umat Islam akan dibagikan oleh kantor
perbendaharaan pemerintah untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam itu sendiri yaitu
digunakan untuk orang miskin, anak yatim, musafir, orang yang ikut dalam perang suci, para budak,
dan untuk tawanan yang harus ditebus dari musuh.

Perkembangan dalam Bidang Politik

Pada masa pemerintahan Abbasiyah kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan antara lain:

1. Ibu kota Negara dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad.

2. Menumpas semua keturunan Bani Umayyah yang membahayakan.


3. Dalam rangka politik, Dinasti Abbasiyah memperkuat diri dengan merangkul orang-orang Persia,
Abbasiyah juga memberi peluang dan kesempatan kepada kaum Mawali.

4. Menumpas pemberontakan-pemberontakan dalam kekuasaan pemerintahan.

5. Menghapus politik kasta yang membahayakan pemerintahan.

Terdapat langkah-langkah lainnya yang digunakan dalam politik yaitu:

1. Para khalifah tetap berasal dari bangsa Arab, sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang
dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali.

2. Kota Baghdad ditetapkan sebagai Ibukota Negara dan juga menjadi sentra aktivitas politik,
ekonomi, dan kebudayaan.

3. Kebebasan berfikir dan berpendapat untuk mendapat bagian yang tinggi.

Kemunduran Daulah Abbasiyah

Kekhalifahan berlanjut sebelum khalifah al-Mutawakkil meninggal, dan dia ingin menyampaikan
misinya kepada anak-anaknya, yaitu al-Muntashir, al-Mu'taz, dan al-Muhtadi. Namun setelah itu,
sistem penerusnya diubah menjadi al-Mu'taz terlebih dahulu, sedangkan al-Muntashir tidak
menerimanya. Kemudian posisi al-Muntashir dengan cepat dicopot jabatannya secara paksa. Di sisi
lain hal itu berbarengan dengan ketidaksukaan orang-orang Turki karena membenci khalifah al-
Mutawakkil karena beberapa alasan. Kemudian, al-Muntashir dan orang-orang Turki merencanakan
pembunuhan untuk membunuh al-Mutawakkil. Setelah pembunuhannya, al-Muntashir menjadi
pemimpin kekhalifahan Daulah Abbasiyah, tetapi hanya selama enam bulan saja sebab dia kemudian
membelakangi dan menjelekkan orang-orang Turki dan akhirnya dibunuh oleh mereka. Sejak itu,
sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah telah menurun. Banyak faktor lain yang mempengaruhinya
karena kurangnya perhatian terhadap isu-isu politik, seperti mundurnya dari Afrika Utara untuk
membentuk pemerintahan Daulah Fatimiyah yang merdeka. Gubernur dari berbagai negara bagian,
seperti Daulah Samanid, mulai bertindak lebih bebas, dan para jenderal Turki dari Daulah Abbasiyah
juga menjadi semakin sulit bagi para khalifah untuk diperintah. Komunikasi antara pemerintah pusat
sulit pada waktu itu, karena jangkauan kekuasaan begitu luas bahkan kepercayaan antara penguasa
dan pejabat pemerintah sangat rendah. Faktor-faktor kemundurannya antara lain:
Adanya tekanan dari orang-orang Turki

Adanya tekanan dari Daulah Buwaihi

Tekanan dari Turki Saljuk

Ketidakmampuan para khalifah

Rasa tidak puas rakyat terhadap pemerintah

Luasnya wilayah kekuasaan dan lemahnya perekonomian

Persaingan Sunni dan Syi'ah

Serangan dari bangsa Mongol

Kesimpulan

Zaman pemerintahan Daulah Abbasiyah yang pertama merupakan puncak masa Dinasti ini. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat serta merupakan pusat kekuasaan politik dan
kepercayaan sekaligus. Pada sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai taraf tertinggi. Selain itu
Daulah Abbasiyah juga merupakan Daulah yang menghasilkan konsep-konsep Islam dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Zaman-zaman Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu
pengetahuan di berbagai sektor sudah membawa kemakmuran tersendiri terhadap rakyat pada saat
itu. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh Daulah Abbasiyah menempatkan bahwa Daulah
Abbasiyah lebih baik dari Daulah Umayyah. Di samping itu pada masa Dinasti ini banyak melahirkan
tokoh-tokoh muslim intelektual yang relatif penting hingga hari ini.

Anda mungkin juga menyukai