Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KLIPING

D
I

S
U
S
U
N

OLEH:

NAMA : HANIF DWI SAFRIANSYAH


KELAS : VIII. 4

JUDUL : PERTUMBUHAN ILMU


PENGETAHUAN PADA MASA DINASTI
ABBASIYAH
SEJARAH SINGKAT DINASTI/DAULAH ABBASIYYAH

Dinamakan Dinasti Abbasiyah dinisbahkan kepada paman Nabi Muhammad SAW Abbas bin
Abdul Mutholib karena para pendiri dan khalifahnya merupakan keturunan darinya. Khalifah
yang pertama kali menduduki jabatan adalah Abdul Abbas Asy Syafah.
Khalifah yang terakhir adalah Al Mu’tazim dan mati terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan
Hulogu Khan. Hulogu Khan adalah cucu dari Jengis Khan.
Khalifah-khalifah besar pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Abu Abbas As Safa, Abu Jafar al-
Mansyur, Harun ar-Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tazim dan Al Watsik. Mereka adalah para
khalifah yang telah menghantarkan ke puncak masa kejayaan dan keemasan daulah Dinasti
Abbasiyah. Setelah itu hampir tidak ada khalifah yang besar lagi. Hal ini dikarenakan mereka
lebih banyak disibukkan dengan hal duniawi dan saling berebut kekuasaan.
Selama berkuasa Dinasti Abbasiyah mengalami masa kejayaannya, mulai dari berdirinya hingga
sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al Watsik Billah. Masa tersebut merupakan masa
yang gemilang, bahkan dapat dikatakan masa keemasan dan kejayaan bagi umat Islam hampir di
segala bidang terutama bidang keilmuan dan menjadi pusat peradaban dunia.
Dalam aktifitas pemerintahannya Dinasti Abbasiyah mengambil pusat kegiatan di kota Bagdad
dan sekaligus dijadikan sebagai ibukota negara. Dari sinilah segala kegiatan baik politik, sosial,
ekonomi, kekuasaan, pengetahuan, kebudayaan, dan lain-lain dijalankan.
Kota Bagdad dijadikan sebagai kota pintu terbuka, artinya siapapun boleh memasuki dan tinggal
di kota tersebut. Akibatnya semua bangsa yang menganut berbagai agama dan keyakinan
diijinkan bermukim di dalamnya. Bagdad pun menjadi kota internasional yang sangat ramai dan
di dalamnya berkumpul berbagai unsur, seperti Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, dan
sebagainya.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada masa itu
dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum muslimin telah menggapai puncak kemuliaan
dan kekayaan, baik itu di bidang kekuasaan, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam bidang
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang ilmu agama dan ilmu pengetahuan
umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai ilmu telah lahir pada zaman tersebut.
Hal ini dikarenakan antara lain:
Berbagai macam penelitian dan kajian tentang ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para kaum
muslimin itu sendiri, kegiatan penerjemahan buku berbahasa asing seperti Yunani, Mesir, Persia,
India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab dengan sangat gencar. Buku-buku yang diterjemahkan
antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq (logika), filasat al jabar, ilmu falak,
matematika, seni, dan lain-lain. Penerjemahan dan penelitian tersebut pada umumnya
dilaksanakan pada masa kekhalifahan Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid, al-Makmum, dan Mahdi.
Khalifah Harun ar-Rasyid sangat concern dalam memajukan pengetahuan tersebut. Beliau
mendirikan lembaga ilmu pengetahun yang diberi nama “BAITUL HIKMAH” sebagai pusat
penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga pendidikan
(Perguruan Tinggi).
Buah dari perhatian tersebut kaum muslimin dapat mempelajari berbagai ilmu dalam bahasa
Arab. Dan hasilnya bermunculan sarjana-sarjana besar muslim dari berbagai disiplin ilmu yang
sangat terkenal juga ulama-ulama besar yang sangat tersohor seperti halnya Imam Abu Hanafi-
Imam Malik-Imam Syafei-Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam Muslim.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan
pembesar lainnya membuka peluang sebesar-besarnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama-ulama yang mencintai ilmu,
menghormati para sarjana dan memuliakan para pujangga.
Mereka sungguh menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mereka menerapkan subtansi dari
mempraktikkan syariat Islam: bahwa tinggi rendahnya derajat dan martabat seseorang tergantung
pada banyak sedikitnya pengetahuan yang ia miliki di samping ketakwaannya pada Allah swt.
Allah swt. berfiman dalam Q.S al-Mujaddalah/58: 11: Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat
(derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. (Q.S al-Mujadalah/58: 11)
Para khalifah dalam memandang ilmu pengetahuan sangat menghargai dan memuliakannya.
Oleh karena itu, mereka membuka peluang seluas-luasnya terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan kepada seluruh mahasiswa baik dari kalangan Islam maupun kalangan lainnya. Para
khalifah sendiri pada umumnya seorang ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan
para pujangga. Kebebasan berfikir sangat dijunjung tinggi. Para sarjana (ulama) dibebaskan
untuk berijtihad mengembangkan daya intelektualnya dan bebas dari belenggu taqlid. Hal ini
menjadikan ilmu pengetahuan umum atau agama berkembang sangat tinggi. Sebagai bukti antara
lain:
Didirikanlah Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan, penelitian dan pengkajian ilmu
pengetahuan baik agama maupun umum.
Didirikan ‘Majelis Munazarat’ yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim, untuk
membahas ilmu pengetahuan, para sarjana muslim diberi kebabasan berfikir atas ilmu
pengetahuan tersebut.

Hasil Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah sangat
pesat, sehingga lahir beberapa ilmu dalam agama Islam, antara lain sebagai berikut.
a. Ilmu Hadis
Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sunat, perawinya, isi, dll. Ibnu
Majah dengan kitab hadisnya Sunan Ibnu Majah.
b. Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang makna/kandungan ayat Al-Qur’an. Sebab-
sebab turunnya ayat/Asbabun nuzulnya, hukumnya, dan lain-lain. Abu Jarir at-Tabari dengan
tafsirnya Al-Qur’anul Azim sebanyak 30 juz.
c. Ilmu Fikih
Ilmu fikih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam (segala sesuatu yang
diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama Islam).
d. Filsafat Islam
Filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala
sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan
hadis. Manfaat filsafat Islam adalah untuk menemukan hakikat segala sesuatu sebagai ciptaan
Allah dan merupakan bukti kebesaran-Nya. Allah swt. berfirman: Artinya: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (Q.S. Ali-‘Imran/3: 190)
e. Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu yang mengajarkan cara-cara membersihkan hati, pikiran, dan ucapan
dari sifat yang tercela sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada Allah swt. Untuk dapat
mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin). Orang muslim yang menjalani kehidupan
tasawuf disebut sufi.
f. Sejarah
Sejarah ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang meliputi
waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan disusun secara sistematis.
Dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengambil pelajaran, manfaat, dan hikmahnya dari
peristiwa tersebut. Allah swt. berfirman dalam Surah Yusuf ayat 111 : Artinya: “Sungguh, pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12:
111)
g. Kedokteran
Pada masa Dinasti Abbasiyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan, khususnya
tatkala pemerintahan Harun ar-Rasyid dan khalifah-khalifah besar sesudahnya. Pada waktu itu
sekolah-sekolah tinggi kedokteran didirikan sehingga banyak mencetak sarjana kedokteran.
h. Matematika
i. Astronomi
Astronomi ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang serta
planet-planet yang lain.

Ilmuwan/Tokoh-Tokoh Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah

a. Ahli Filsafat Islam antara lain:


Al-Kindi
Al Farabi
Ibnu Sina
Ibnu Rusyd.
b. Ahli Kedokteran Muslim
Ibnu Sina

c. Ahli Sejarah
Ibnu Qutaibah

d. Ahli Fikih

1. Imam Abu Hanifah


2. Imam Malik Bin Anas
3. Imam Syafii
4. Imam Hambali

e. Ahli Tasawuf

1. Rabi’ah Adawiyah
2. Abu Hamid bin Muhammad bin ahmad Ghozali
3. Abdul Farid Zunnun Al Misri

PENGERTIAN DINASTI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga yang berdiri setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad,
Abbas bin Abdul-Muttalib. Selama masa pemerintahannya, Kekhalifahan Abbasiyah
menerapkan pola pemerintahan yang berbeda-beda, sesuai perubahan politik, sosial, dan budaya.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia. Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir
Kekuasaan Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah Pada masa Bani
Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang. Ini terjadi karena
perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-
Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul hikmah yang menjadi
pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama
dan sains. Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam
Bukhari dan Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam
hingga saat ini. Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu
pengetahuan masa kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan
terhadap jasa para ilmuwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah
membangun berbagai infrastruktur dan lembaga, termasuk lembaga pendidikan. Semangat
mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas. Para
khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan kebijakan-
kebijakannya. Alhasil, penduduk berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu,
sementara para ilmuwan memiliki kedudukan penting dan derajat yang tinggi. Baca juga: Sejarah
Singkat Khulafaur Rasyidin Kebijakan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan Beberapa
langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah
adalah sebagai berikut. Menggalang penyusunan buku Penyusunan buku pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran. Hasil penelitian para ulama
kemudian disusun dalam sebuah buku sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh generasi
penerus. Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing Khalifah
Bani Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan dari bahasa
asing ke Bahasa Arab. Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam semakin
luas dan berkembang. Menghidupkan kegiatan-kegiatan ilmiah Kegiatan ilmiah menjadi salah
satu kebutuhan primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah. Hampir di setiap majelis hingga
tempat-tempat umum seperti pasar, para ilmuwan menyampaikan pengetahuan mereka miliki.
Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan Kekhalifahan Abbasiyah gencar
membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi perpustakaan.
Pada periode ini, perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas di masa sekarang.
Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu cermin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa tersebut. Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan
Akhir Kekuasaan Faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
Abbasiyah Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain Terjadinya asimilasi
antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam
bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, banyak bangsa
non-Arab yang masuk Islam dan memberi warna baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Contohnya bangsa Persia berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra serta pengaruh
budaya India yang terlihat pada bidang kedokteran, matematika, dan astronomi.
Gerakan penerjemahan yang berlangsung dalam tiga fase Fase pertama pada masa
Khalifah al-Mansur hingga Harun ar-Rasyid. Pada periode ini yang diterjemahkan adalah karya-
karya dalam bidang astronomi dan mantik (logika). Fase kedua berlangsung sejak masa Khalifah
al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang diterjemahkan adalah buku dalam bidang
filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan pun semakin beragam, mengikuti
perkembangan. Baca juga: Khulafaur Rasyidin: Tugas dan Kebijakannya Ilmu yang berkembang
pada masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah Ilmuwan-ilmuwan muslim beserta ilmu yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut. Ilmu Tafsir Pada masa Dinasti
Abbasiyah, berkembang dua aliran ilmu tafsir yang terus digunakan hingga sekarang, yaitu tafsir
bi al-ma’tsur yang menekankan pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan hadis dan pendapat
para sahabat, dan tafsir bi ar-ra’yi yang berpijak pada logika daripada nas syariat. Sementara
tokoh ilmuwan dalam bidang tasfir adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, As-
Suda, Mupatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Ishak. Filsafat Islam Perkembangan filsafat
Islam dimulai saat penerjemahan filsafat Yunani dalam Bahasa Arab sekaligus diadakan
penyesuaian dengan ajaran Islam. Beberapa ilmuwan muslim dalam ilmu filsafat Islam adalah
Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Abu Bakar Ibnu Tufail, Al-Ghazali, dan Abu Bakar
Muhammad bin as-Sayig (Ibnu Bajjah). Ilmu Hadis Beberapa karya para ilmuwan muslim
terkenal dalam bidang ilmu hadis adalah sebagai berikut. Sahih Bukhari, disusun oleh Imam
Bukhari Sahih Muslim, disusun oleh Imam Muslim Sunan Abu Daud, disusun oleh Imam Abu
Daud Sunan at-Tirmizi, disusun oleh Imam at-Tirmizi Surat an-Nasa'i, disusun oleh Imam an-
Nasa'i Baca juga: Sifat 4 Khulafaur Rasyidin Ilmu Fikih Setelah Nabi Muhammad wafat, muncul
para ulama ahli fikih yang menjadi andalan bagi umat Islam dalam menjelaskan persoalan fikih.
Beberapa di antaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali.
Ilmu Kalam Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Ilmuwan termasyur
dalam bidang ini adalah Wasil bin Ata', Abu Hasan al-Asy'ari, Imam al-Ghazali, Abu Huzail al-
Allaf, dan Ad-Dhaam. Ilmu Tasawuf Tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara ber-
taqarub dengan benar kepada Allah SWT. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Al
Gazali, Al-Qusyairy, dan Syahabbudin. Ilmu Tarikh (Sejarah) Sejarah termasuk cabang ilmu
yang mengalami perkembangan terus-menerus. Para ilmuwan muslim dalam bidang ilmu tarikh
adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Khatib Bagdadi, Ibnu Hayyan, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun.
Ilmu Kedokteran Ilmu kedokteran dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Orang-orang Barat
bahkan juga menuntut ilmu di universitas milik umat Islam. Para dokter muslim yang terkenal
adalah sebagai berikut. Ibnu Sina, dikenal sebagai bapak dokter Islam Jabir bin Hayyan dikenal
sebagai bapak kimia Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak dan
cacar Baca juga: Faktor Kemunduran Peradaban Islam Ilmu Geografi Ilmu Geografi berkembang
seiring dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam serta perdagangan. Pada saat itu, sering
diadakan perjalanan ilmiah juga perjalanan untuk pesiar, dan pengetahuan yang diperoleh akan
dituangkan ke dalam kitab. Beberapa ilmuwan dalam bidang geografi adalah Al-Muqaddasy,
Yaqut al-Hamawy, dan Ibnu Khardazabah. Ilmu Bahasa Pada masa pemerintahan Kekhalifahan
Abbasiyah, Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi negara. Ilmu bahasa yang berkembang
meliputi ilmu nahwu, saraf, ma'ani, bayan, dan badi. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini
adalah Sibawaihi, Muaz al-Harra', dan Al-Kisai. Ilmu Astronomi Ilmu Astronomi atau falak
adalah ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet. Beberapa
contoh ilmuwan dari bidang ini adalah sebagai berikut. Ibnu Haitam, ilmuwan muslim pertama
yang mengubah konfigurasi Ptolomeus Abu Ishaq az-Zarqali, menemukan bahwa orbit planet
adalah edaran eliptik, bukan sirkular Ibnu Rusyid, ilmuwan yang menentang paham astronomi
oleh Ptolomeus Ibnu Bajjah, yang mengemukakan gagasan adanya galaksi Bimasakti Ilmu
Matematika Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh sebagai
berikut. Al-Khawarizmi, penemu angka nol dan dikenal sebagai Bapak Aljabar Umar bin
Farukhan Banu Musa

Anda mungkin juga menyukai