D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Dinamakan Dinasti Abbasiyah dinisbahkan kepada paman Nabi Muhammad SAW Abbas bin
Abdul Mutholib karena para pendiri dan khalifahnya merupakan keturunan darinya. Khalifah
yang pertama kali menduduki jabatan adalah Abdul Abbas Asy Syafah.
Khalifah yang terakhir adalah Al Mu’tazim dan mati terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan
Hulogu Khan. Hulogu Khan adalah cucu dari Jengis Khan.
Khalifah-khalifah besar pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Abu Abbas As Safa, Abu Jafar al-
Mansyur, Harun ar-Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tazim dan Al Watsik. Mereka adalah para
khalifah yang telah menghantarkan ke puncak masa kejayaan dan keemasan daulah Dinasti
Abbasiyah. Setelah itu hampir tidak ada khalifah yang besar lagi. Hal ini dikarenakan mereka
lebih banyak disibukkan dengan hal duniawi dan saling berebut kekuasaan.
Selama berkuasa Dinasti Abbasiyah mengalami masa kejayaannya, mulai dari berdirinya hingga
sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al Watsik Billah. Masa tersebut merupakan masa
yang gemilang, bahkan dapat dikatakan masa keemasan dan kejayaan bagi umat Islam hampir di
segala bidang terutama bidang keilmuan dan menjadi pusat peradaban dunia.
Dalam aktifitas pemerintahannya Dinasti Abbasiyah mengambil pusat kegiatan di kota Bagdad
dan sekaligus dijadikan sebagai ibukota negara. Dari sinilah segala kegiatan baik politik, sosial,
ekonomi, kekuasaan, pengetahuan, kebudayaan, dan lain-lain dijalankan.
Kota Bagdad dijadikan sebagai kota pintu terbuka, artinya siapapun boleh memasuki dan tinggal
di kota tersebut. Akibatnya semua bangsa yang menganut berbagai agama dan keyakinan
diijinkan bermukim di dalamnya. Bagdad pun menjadi kota internasional yang sangat ramai dan
di dalamnya berkumpul berbagai unsur, seperti Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, dan
sebagainya.
c. Ahli Sejarah
Ibnu Qutaibah
d. Ahli Fikih
e. Ahli Tasawuf
1. Rabi’ah Adawiyah
2. Abu Hamid bin Muhammad bin ahmad Ghozali
3. Abdul Farid Zunnun Al Misri
Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga yang berdiri setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad,
Abbas bin Abdul-Muttalib. Selama masa pemerintahannya, Kekhalifahan Abbasiyah
menerapkan pola pemerintahan yang berbeda-beda, sesuai perubahan politik, sosial, dan budaya.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia. Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir
Kekuasaan Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah Pada masa Bani
Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang. Ini terjadi karena
perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-
Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul hikmah yang menjadi
pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama
dan sains. Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam
Bukhari dan Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam
hingga saat ini. Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu
pengetahuan masa kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan
terhadap jasa para ilmuwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah
membangun berbagai infrastruktur dan lembaga, termasuk lembaga pendidikan. Semangat
mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas. Para
khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan kebijakan-
kebijakannya. Alhasil, penduduk berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu,
sementara para ilmuwan memiliki kedudukan penting dan derajat yang tinggi. Baca juga: Sejarah
Singkat Khulafaur Rasyidin Kebijakan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan Beberapa
langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah
adalah sebagai berikut. Menggalang penyusunan buku Penyusunan buku pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran. Hasil penelitian para ulama
kemudian disusun dalam sebuah buku sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh generasi
penerus. Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing Khalifah
Bani Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan dari bahasa
asing ke Bahasa Arab. Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam semakin
luas dan berkembang. Menghidupkan kegiatan-kegiatan ilmiah Kegiatan ilmiah menjadi salah
satu kebutuhan primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah. Hampir di setiap majelis hingga
tempat-tempat umum seperti pasar, para ilmuwan menyampaikan pengetahuan mereka miliki.
Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan Kekhalifahan Abbasiyah gencar
membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi perpustakaan.
Pada periode ini, perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas di masa sekarang.
Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu cermin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa tersebut. Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan
Akhir Kekuasaan Faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
Abbasiyah Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain Terjadinya asimilasi
antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam
bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, banyak bangsa
non-Arab yang masuk Islam dan memberi warna baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Contohnya bangsa Persia berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra serta pengaruh
budaya India yang terlihat pada bidang kedokteran, matematika, dan astronomi.
Gerakan penerjemahan yang berlangsung dalam tiga fase Fase pertama pada masa
Khalifah al-Mansur hingga Harun ar-Rasyid. Pada periode ini yang diterjemahkan adalah karya-
karya dalam bidang astronomi dan mantik (logika). Fase kedua berlangsung sejak masa Khalifah
al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang diterjemahkan adalah buku dalam bidang
filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan pun semakin beragam, mengikuti
perkembangan. Baca juga: Khulafaur Rasyidin: Tugas dan Kebijakannya Ilmu yang berkembang
pada masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah Ilmuwan-ilmuwan muslim beserta ilmu yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut. Ilmu Tafsir Pada masa Dinasti
Abbasiyah, berkembang dua aliran ilmu tafsir yang terus digunakan hingga sekarang, yaitu tafsir
bi al-ma’tsur yang menekankan pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan hadis dan pendapat
para sahabat, dan tafsir bi ar-ra’yi yang berpijak pada logika daripada nas syariat. Sementara
tokoh ilmuwan dalam bidang tasfir adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, As-
Suda, Mupatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Ishak. Filsafat Islam Perkembangan filsafat
Islam dimulai saat penerjemahan filsafat Yunani dalam Bahasa Arab sekaligus diadakan
penyesuaian dengan ajaran Islam. Beberapa ilmuwan muslim dalam ilmu filsafat Islam adalah
Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Abu Bakar Ibnu Tufail, Al-Ghazali, dan Abu Bakar
Muhammad bin as-Sayig (Ibnu Bajjah). Ilmu Hadis Beberapa karya para ilmuwan muslim
terkenal dalam bidang ilmu hadis adalah sebagai berikut. Sahih Bukhari, disusun oleh Imam
Bukhari Sahih Muslim, disusun oleh Imam Muslim Sunan Abu Daud, disusun oleh Imam Abu
Daud Sunan at-Tirmizi, disusun oleh Imam at-Tirmizi Surat an-Nasa'i, disusun oleh Imam an-
Nasa'i Baca juga: Sifat 4 Khulafaur Rasyidin Ilmu Fikih Setelah Nabi Muhammad wafat, muncul
para ulama ahli fikih yang menjadi andalan bagi umat Islam dalam menjelaskan persoalan fikih.
Beberapa di antaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali.
Ilmu Kalam Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Ilmuwan termasyur
dalam bidang ini adalah Wasil bin Ata', Abu Hasan al-Asy'ari, Imam al-Ghazali, Abu Huzail al-
Allaf, dan Ad-Dhaam. Ilmu Tasawuf Tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara ber-
taqarub dengan benar kepada Allah SWT. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Al
Gazali, Al-Qusyairy, dan Syahabbudin. Ilmu Tarikh (Sejarah) Sejarah termasuk cabang ilmu
yang mengalami perkembangan terus-menerus. Para ilmuwan muslim dalam bidang ilmu tarikh
adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Khatib Bagdadi, Ibnu Hayyan, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun.
Ilmu Kedokteran Ilmu kedokteran dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Orang-orang Barat
bahkan juga menuntut ilmu di universitas milik umat Islam. Para dokter muslim yang terkenal
adalah sebagai berikut. Ibnu Sina, dikenal sebagai bapak dokter Islam Jabir bin Hayyan dikenal
sebagai bapak kimia Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak dan
cacar Baca juga: Faktor Kemunduran Peradaban Islam Ilmu Geografi Ilmu Geografi berkembang
seiring dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam serta perdagangan. Pada saat itu, sering
diadakan perjalanan ilmiah juga perjalanan untuk pesiar, dan pengetahuan yang diperoleh akan
dituangkan ke dalam kitab. Beberapa ilmuwan dalam bidang geografi adalah Al-Muqaddasy,
Yaqut al-Hamawy, dan Ibnu Khardazabah. Ilmu Bahasa Pada masa pemerintahan Kekhalifahan
Abbasiyah, Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi negara. Ilmu bahasa yang berkembang
meliputi ilmu nahwu, saraf, ma'ani, bayan, dan badi. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini
adalah Sibawaihi, Muaz al-Harra', dan Al-Kisai. Ilmu Astronomi Ilmu Astronomi atau falak
adalah ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet. Beberapa
contoh ilmuwan dari bidang ini adalah sebagai berikut. Ibnu Haitam, ilmuwan muslim pertama
yang mengubah konfigurasi Ptolomeus Abu Ishaq az-Zarqali, menemukan bahwa orbit planet
adalah edaran eliptik, bukan sirkular Ibnu Rusyid, ilmuwan yang menentang paham astronomi
oleh Ptolomeus Ibnu Bajjah, yang mengemukakan gagasan adanya galaksi Bimasakti Ilmu
Matematika Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh sebagai
berikut. Al-Khawarizmi, penemu angka nol dan dikenal sebagai Bapak Aljabar Umar bin
Farukhan Banu Musa