Anda di halaman 1dari 13

Islam di Spanyol

Sumbangan umat Islam Spanyol dalam pengembangan intelektual dan berbagai penelitian
ilmiah tidak hanya berguna bagi umat Islam di negeri Masyriq tetapi juga bagi seluruh anak
manusia. Cordova merupakan sentral intelektual di Eropa dengan hadirnya perguruan-
perguruan tinggi Islam yang amat terkenal dalam berbagai bidang. Ketika itu orang-orang
Eropa datang belajar di Cordova dan mereka bangga belajar di negeri tersebut sebagaimana
kebanggaan umat Islam yang pada saat sekarang belajar di Eropa. Islam pada waktu itu
menjadi guru bagi orang-orang Kristen Eropa.

Spanyol merupakan tempat paling strategis bagi Eropa pada waktu itu untuk menggali
peradaban Islam yang tak tertandingi baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun
perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menjadi saksi sejarah bahwa
Spanyol dibawah panji Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya di Eropa
terutama di bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.[1]

Islam di Spanyol telah melahirkan pancaran kemajuan dan kemilauan peradaban yang agung.
Masjid Agung Cordova, sejumlah pertamanan, pancuran dan alun-alun istana al-Hambra,
kemajuan ilmu pengetahuan, filsafat, sains dan lain-lain, menjadi bukti sejarah atas kemajuan
yang telah dicapai Islam di Spanyol.[2].

Spanyol mencapai puncak keemasan dibawah pemerintahan keluarga Bani Umayyah


terutama pada masa Abd Rahman I (756-788), Abd Rahman III (921-961), dan al-Hakam II
(961-976 M), ketika itu ibukota Spanyol, Cordova bersinar bagai cahaya gemilau, sementara
bumi Eropa tenggelam dalam kegelapan.[3]

Meskipun Islam di Andalusia pada waktu itu maju sedemikian rupa, namun akhirnya juga
mengalami banyak kelemahan akibat persatuan yang mulai tidak terpelihara, terutama dalam
menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat munculnya kerajaan-kerajaan kecil (al-
Muluk al-Thawaif).

Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam mulai kurang
bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih mementingkan keluarga (keturunan)
atau suku daripada umat yang banyak dalam sebuah negara yang berbentuk kerajaan.
Akibatnya, kehidupan keagamaan yang harmonis dan peradaban Islam yang cemerlang
selama ini, akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Sebagian dari sisa kehancuran
itu hanya menjadi kenangan sejarah Islam.

Dari uraian diatas penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana perkembangan peradaban
Islam di Andalusia pada masa Bani Umayyah hingga munculnya kerajaan-kerajaan Islam
kecil (al-Muluk al-Thawaif). Namun, sebelumnya penulis akan memaparkan terlebih dahulu
bagaimana proses masuknya Islam di Spanyol.

Sejarah Masuknya Islam ke Spanyol

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M),[4] salah seorang
Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol
Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
Dinasti Bani Umayyah. Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, wilayah ini
menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yakni kerajaan Ghotik. Kerajaan ini (Ghotik)
sering menjadi provokator penduduk untuk membuat kerusuhan-kerusuhan menentang Islam.
setelah daerah ini benar-benar telah dikuasai, barulah umat Islam memusatkan perhatiaannya
untuk menaklukkan Spanyol.[5] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Afrika Utara
menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid, umat Islam mulai melancarkan ekspansi ke
Barat (baca; Spanyol). Dalam proses ekspansi ke Spanyol, ada tiga kesatria Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana, mereka adalah: Tharif bin
Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa Ibn Nushair. Tharif bin Malik dikenal sebagai perintis
dan penyelidik masuknya Islam di Spanyol. Sedangkan Tariq bin Ziyad adalah panglima
perang yang menaklukkan Spanyol. Sementara Musa bin Nushair adalah pemegang tampuk
kekuasaan di Afrika Utara ketika itu yang menjadi pusat gerakan ekspansi ke Spanyol.

Menurut catatan sejarah bahwa ketika Musa Ibn Nushair memerintah di Afrika Utara, terjadi
perselisihan antara Gubernur Cueta (Yulian) dengan Roderik raja Spanyol.[6] Raja Roderick
memerintah sewenang-wenang, ia telah memecat dan membunuh raja Witiza, sehingga
Gubernur Cueta yakni Yulian menjadi marah dan meminta bantuan dan perlindungan kepada
Musa Ibn Nushair dalam membebaskan negaranya (Spanyol) dari tirani Rodericak. Inilah
yang telah membuka pintu bagi daulah Umayyah untuk menguasai Spanyol khususnya dan
Eropa umumnya.[7]

Kerjasama antara Yulian dengan Musa Ibn Nushair, telah mendapat persetujuan (izin) dari
khalifah al-Walid. Atas dasar itulah sehingga Musa Ibn Nushair memerintahkan (mengirim)
Tarif Ibn Malik untuk melakukan penjajakan atau penyelidikan di pantai selatan (Spanyol)
dan sekaligus untuk mengkaji kesetiaan Yulian terhadap kerjasama yang telah dicetuskan.
Maka disusunlah suatu kekuatan militer yang terdiri dari 400 orang tentara infanteri dan 100
orang kavalery serta diberangkatkan dengan menggunakan kapal laut milik Yulian,
memasuki pantai selatan Spanyol pada bulan Juli 710 M. Misi Tarif berhasil dengan baik dan
lancar. Sebagai bukti kedatangan Tarif ke Spanyol, maka diabadikanlah namanya menjadi
nama sebuah semenanjung di Spanyol, yaitu semenanjung “Tarifah”.[8]

Sebagai tindak lanjut dari penyerangan Tharif, maka pada tahun 711 M, Musa Ibn Nushair
mengutus panglima Tarq Ibn Ziyad, untuk melakukan agresi ke Andalusia (Spanyol), dengan
jumlah pasukan yang lebih besar, yakni sekitar 7.000 pasukan. Pasukan Tariq memasuki
Spanyol melalui Cuetadan berhasil mendarat di daerah perbukitan, yang hingga kini
dinamakan dengan Gibraltar atau Jabal Thariq.[9]

Melihat hal itu, Raja Rodertick menyadari ancaman dan bahaya yang menghadangnya, maka
iapun mempersiapkan 100.000 pasukan. Tariq dan pasukannya didaratan Spanyol dihadang
oleh 25.000 pasukan raja Roderick. Melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka
Thariq minta bantuan kepada Musa Ibn Nushair, tetapi Musa hanyha dapat mengirim 5000
prajurit, sehingga jumlah pasukan Tariq berjumlah 12.000 pasukan.[10]

Selisih jumlah pasukan yang tidak berimbang itu, tidak menjadikan Thariq surut dan gentar.
Pasukan berani mati Thariq bin Ziyad terus bergerak maju sampai bertemu dengan angkatan
perang raja Roderick di tepi sungai kecil (orang Arab menyebutnya dengan Wadi Bakka)
dekat Guadalete yang mengalir ke selat Cape Trafalagar. Dalam pertempuran itu, Thariq dan
pasukannya berhasil mengalahkan Roderick dan iapun terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 M.
dengan kekalahan Roderick, pintu Spanyol terbuka lebar. Thariq dan pasukannya yang terdiri
dari bangsa Barbar,[11] terus bergerak maju menaklukkan kota-kota penting di Cordova,
Granada, dan Toledo.[12] Selanjutnya dengan penuh keberanian pasukan Islam terus
menaklukkan satu persatu sebagian besar daerah Spanyol, antara lain Avignori Lyons dan
pulau-pulau yang terdapat di laut tengah seperti Majorca, Corsica, Sardini, Crete, Rhodes,
Cyrus dan lain-lain.

Melihat keberhasilan pasukan Tariq Ibn Ziyad dalam melaksanakan operasinya di Spanyol,
maka pada bulan Juni 712 M, Musa Ibn Nushair mengarahkan pasukannya pula ke Spanyol
sebanyak 10.000 orang prajurit, melaui jalan yang tidak dilalui oleh Tariq Ibn Ziyad.

Pasukan Musa melalui pantai Barat Spanyol dan berhasil menaklukkan kota-kota Madinah
Sidonia, Carmona, Merida, dan Sevilla. Pasukan ini akhirnya bertemu dengan pasukan Tariq
di dekat kota Teledo. Dengan bergabungnya kedua pasukan ini, maka kedudukan angkatan
perang muslim di Spanyol semakin kuat. Mereka meneruskan ekspansinya ke bagian utara
Spanyol yaitu Saragoza,Tarrogana, Barcelona, Aragon, Leon, Austria, dan Galecia, bahkan
mereka telah sampai ke perbatasan Spanyol dan Perancis. Pada waktu Tariq Ibn ziyad dan
Musa Ibn Nushair memenangkan pertempuran dan menguasai kota-kota Andalusia. Sejak
itulah Spanyol mulai dikuasai oleh Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat
di Damaskus. Dari sini dibangun peradaban yang menjadikan bangsa Spanyol mencapai
kemajuan yang signifikan.

Periodisasi Perkembangan Islam di Spanyol

Sejak pertama kali islam menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih
dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol dapat dibagi
menjadi enam periode[13], yaitu :

1. Periode pertama (711-755 M)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali, yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas pemerintahan dan ekonomi
belum tercapai dengan baik. Karena masih banyak gangguan baik dari dalam maupun dari
luar. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada
tahun 755 M.
2. Periode kedua (755-912 M)

Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan yang bergelar amir (panglima atau
gubernur), akan tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika itu
dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama diberi gelar Abdurrahman I yang
memasuki Spanyol tahun 755 M. pada fase ini umat Islam telah mencapai kemajuan-
kemajuan baik dari segi politik maupun sosial kebudayan. Berdiri misalnya masjid Cordova,
dan lembaga-lembaga militer yang kokoh serta ilmu pengetahuan.

3. Periode ketiga (912-1013 M)

Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar An-Nashir,
sampai kemudian munculnya raja-raja kelompok (Muluk al-Thawaif) . Khalifah-khalifah
yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu :

– Abdurrahman An-Nashir (912-961 M)

– Hakam II (961-976 M)

– Hisyam II (976-1009 M)

Pada periode ini, Spanyol mencapai puncak kejayaan dan menyaingi kejayaan Dualah
Abbasiyah di Baghdad. Spanyol mencapai kecemerlangannya di berbagai bidang, baik
pengetahuan, politik, agama dan budaya. Penerjemahan kitab-kitab secara besar-besaran
dilakukan.

4. Periode keempat (1013-1086 M)

Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang berpusat disuatu kota seperti
Sevilla, Cordova, Toledo dan sebagainya. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun
kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[14]
5. Priode kelima (1086-1248 M)

Pada periode ini, Islam Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M)
dan Muwahidun (1146-1235 M). Meskipun demikian pada akhirnya umat Islam tidak mampu
membendung serangan umat Kristen yang semakin besar. Sehingga pada tahun 1238 M
Corodova jatuh setelah kejatuhan Seville pada tahun 1248 M. Pada fase ini Seluruh Spanyol
kecuali Granad jatuh ke tangan Kristen.

6. Periode Keenam (1248-1492 M)

Pada periode ini, Islam hanya berkuasa didaerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1429 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-
Nashir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena
perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.

Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Umat Islam
setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam di Spanyol

Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
menunjukkan prestasi gemilang yang mengantarkan Spanyol mencapai puncak kejayaannya.
Bahkan pengaruhnya telah membawa Eropa mencapai kemajuan-kemajuan[15]. Diantara
prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat Islam di Spanyol adalah :

a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan yang meliputi; Filsafat, Sains, Fiqhi, bahasa, Sastra,
Musik dan lain-lain. tempat-tempat pendidikan dibangun seperti sekolah, perpustakaan dan
lain-lain.

b. Prestasi di bidang perdagangan dan pertanian, seperti pasar-pasar, dan jalan dibangun,
sistem irigasi dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.
c. Prestasi di bidang keagamaan, misalnya dibangun masjid-masjid Cordova, masjid Seville,
bahkan menurut sejarah bangunan masjid yang indah mencapai 491 buah.

d. Prestasi di bidang pembangunan fisik, seperti dibangun Istana al-Hamra, kota zahrah,
istana Ja’fariyah, istana al-Makmun, istana Toledo dan lain-lain.

Dari beberap prestasi yang telah dicapai tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :

a. Adanya pemerintahan kuat dan berwibawah yang mampu mempersatukan kekuatan-


kekuatan Islam, seperti Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith, Abdurrahman al-
Nashier.

b. Adanya penguasa pelopor bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya adalah penguasa


dinasti Umayyah di Spanyol Muhammad Ibnu Abd. Rahman dan al-Hakam II al-Muntashir.

c. Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa penganut agama Kristen dan Yahudi.
Sehingga dengan penuh rasa tanggung jawab mereka ikut berpartisipasi dalam membangun
peradaban di Spanyol.

d. Adanya hubungan intelektual yang baik antara Spanyol dan Baghdag dalam membangun
peradaban dan kesatuan budaya dunia Islam. kendatipun keduanya mempunyai persaingan
politik yang sengit. Terbukti, tidak jarang buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa
ke barat, demikian pula sebaliknya.

Pusat-pusat Peradaban Pada Masa pemerintahan Islam di Spanyol

1. Kordova

Kota Kordova dijadikan ibukota oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (822-852 M), kemudian
mencapai puncak keindahannya pada masa Abdurrahman III yang bergelar An-Nashir (911-
961 M). Kordove menjadi kota teladan diseluruh Eropa, karena waktu itu kota-kota di Eropa
masih becek, gelap, sepi, sedang di Kordova sudah ramai dan teratur serta indah di pandang
mata. Walaupun kotanya ramai dan besar, namun tidak ada gejala kerusakan moral atau
akhlak.[16]

Ditengah kota Kordova terdapat istana Khalifah dan di dalamnya terdapat 340 rumah yang
indah-indah, memiliki gaya cipta sendiri. Diantaranya adalah Al-Mubarak, Al-Kamil, Al-
Masruq, Al-Mujaddid dan Al-Khair serta yang lainnya.

Diantara kebanggan kota Kordova lainnya adalah masjid Kordova. Menurut Ibn Al-Dala’i,
terdapat 491 masjid disana. Pendiri masjid Kordova adalah Abdurrahman Ad-Dakhil. Tempat
masjid itu semula adalah gereja kecil, atas persetujuan umat Kristen lalu kemudian gereja itu
dipindahkan. Masjid ini dapat menampung 80.000 orang. Masjid Kordova sekarang ini
dijadikan gereja Nasrani dan diberi nama “MOSQUITA”.

2. Granada

Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-
sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam.Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal diseluruh
Eropa. Disana terdapat sebuah istana yang indah yang dibuat oleh raja-raja Bani Ahmar yang
diberi nama “AL-HAMRA”. Istana Al-Hamra terdidir dari beberapa ruangan, antara lain:

• Qa’at Shafra (ruangan kuning). Ruangan ini yang paling indah dan dibuat oleh sultan Abu
Al-Hujaj Yusuf bin Al-Ahmar.

• Qa’at Hukmi (ruangan pengadilan).

• Taman Singa (taman hiburan).

• Qa’at Bani Siraj.

• Qa’at Al-ukhtain (ruang dua bersaudara perempuan)


• Hausy Ar-Raikhan (ruang istirahat Sultan).

• Di sana terdapat menara Al-Hamra yang tingginya 26 cm.

Pada setiap tanggal 2 januari terdengar bunyi lonceng raksasa yang beratnya 1200 kg, sebab
pada tanggal tersebut merupakan jatuhnya Granada ketangan orang-orang Kristen pada tahun
899 H (1492 M), dan selanjutnya masjid Al-Mulk di Granada di jadikan gereja “SANTA
MARIA”.[17]

3. Sevilla

Sevilla merupakan kota yang indah, terletak di tepi sungai Guadal Quivir. Pernah dijadikan
ibukota kerajaan Muluk At-Thawaif. Pada masa kerajaan Muwahidun dibawah pemerintahan
Sultan Yusuf Abu Ya’kub (1163-1184). Sevilla merupakan kota kedua setelah Madrid.
Didalamnya banyak sekali terdapat bangunan-bangunan peninggalan Islam, karena Islam
pernah menguasainya selama 5 abad.

Dan yang merupakan sumbangan terhadap dunia ialah di dirikannya banyak universitas,
misalnya universitas Kordova, Sevilla, Malaga dan Granada. Siswa-siswa dari luar negeri
menyukai Universitas Granada dengan jurusan-jurusan ilmu ketuhanan, falsafah, kedokteran,
kimia, astronomi dan yurisprudensi. Pada waktu Islam meninggalkan Sevilla, kunci kota ini
diserahkan kepada Raja Ferdinand, kemudian masjid Sevilla dijadikan gereja Santa Maria de
La Sade.

Kemunduran Islam dan Runtuhnya Peradaban di Spanyol

a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran

Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa
kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal lenyapnya Islam secara total di Spanyol.
Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1). Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas dengan hasil
upeti yang mereka dapat dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah ditaklukkan, sehingga
upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Kristen tetap mempertahankan hukum dan adat
mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam di Spanyol secara tidak langsung
membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam
di Spanyol yang berbatasan dengan Kristen di Utara, selalu mendapat serangan dimana ada
kesempatan. Serbuan yang dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari
dinasti Zunniyah pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Kristen juga berhasil menguasai
Sevilla dan menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[18] setelah Cordova jatuh di tangan
Kristen, Islam masih dapat bertahan di Granada selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa
kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal 2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, setelah
kerajaan Aragon dan Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya
Granada menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian
seterusnya sampai Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol.

2). Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa hanya
mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara serius. Sementara
sektor ekonomi tidak diperhatikan, akibatnya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan
mempengaruhi kondisi politik dan militer.

3). Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di
Damaskus adalah orang-orang Arab (Islam) dan tidak pernah menerima orang pribumi
sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat,
suatu perilaku politik yang dinilai merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-
kelompok non Arab selalu menggerogoti dan merusak perdamaian.

4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya perebutan
kekuasaan oleh para ahli waris.

5). Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di Spanyol menyebabkan


terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol.
Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa di daerah bagian Spanyol. Terjadinya
persaingan antara dinasti kecil yang ada, memberikan peluang bagi umat Kristiani untuk
melaksanakan politik adu domba.[19]

6). Keterpencilan Spanyol menyebabkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara politik
selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian tidak ada kekuatan alternatif yang dapat membendung kekuatan Kristen di Spanyol.
[20]

b. Kehancuran peradaban Islam di Spanyol

Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780
tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam
hanya mampu mengenang sejarah suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi
yang dapat dibanggakan. Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam
secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya
menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran
terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran
tersebut:

1). Kondisi Kehidupan Keagamaan

Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif
singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam
dihadapkan ke Mahkamah Taftis (Pengadilan Berdarah). Pengadilan menetapkan tiga
alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol,
atau (3) dibunuh.[21]

Bagi mereka yang imannya lemah, mereka memilih alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun
mereka yang imannya kuat dan memiliki perbekalan yang memadai, mereka memilih pindah
ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua ini, pada umumnya mereka
berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak memiliki
perbekalan memadai, maka mereka memilih mati syahid. Umat Islam yang terpaksa
menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para agresor Kristen.

Menurut pendataan para sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan
penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka
disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi
berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan
pula karena sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[22]
Dengan keadaan seperti itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang tentang
agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun karena takut terhadap
penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan mereka
menjadi lenyap.

2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan

Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk kegiatan
ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus
pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[23]

Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah
dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui lembaga suci Kristen. 5.000 (lima
ribu) copy Alquran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari tulisan tangan para
cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.
[24]

Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh
memiliki atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para
cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dilarang beredar.
[25]

Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat
Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan berbagai
ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk belajar
di dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti biologi, hukum,
ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan
dengan hancurnya kota Granada dari serangan orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.
[26]

Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah


lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail,
Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak wafatnya Ibnu Rusyd
(595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam, khususnya di
Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[27]
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan
dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu
pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan
beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh
penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.

3). Keadaan Seni dan Budaya

Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami
kemajuan yang sangat pesat, karena perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara
kesenian yang sangat maju adalah seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan
penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair
yang dibahasakan secara halus dan indah.[28]

Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan.
Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan
sastra lain, seperti sastra Latin dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan yang melarang
penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat berpengaruh
terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah
menjadi ke dalam bahasa Latin.

Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol,
seperti: alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare berasal dari kata al-abyar, dan alcasare
berasal dari kata al-qashru.Sebagian ahli pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang
pandai dalam seni ukir, ditangkap lalu diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan
sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja, membuat patung-patung dan ukiran-ukiran,
atau memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[29]

Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya agar semua mesjid yang
ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[30]

Anda mungkin juga menyukai