Anda di halaman 1dari 6

F.

Peradaban Dinasti Umayyah di Andalusia (750-1031 M)


1. Berdirinya Dinasti Umayyah
a. Islam masuk di Andalusia
Andalusia adalah nama bagi semenanjung Iberia (Spanyol) pada
zaman kejayaan Umayyah. Andalusia berasal dari Vandal yang berarti
Negara bangsa Vandal; karena semenanjung Iberia pernah dikuasai oleh
bangsa Vandal, Sebelum terusir oleh bangsa Ghotia Barat pada abad ke-2
sampai ke-5 masehi merupakan wilayah kekuasaan Romawi kemudian
ditaklukan oleh bangsa Vandal pada awal abad ke-5 Masehi. Pada awalnya
bangsa Gothia ini kuat sekali, tapi kemudian setelah Witiza, raja Gothia
meninggal digantikan Roderick. Kenaikan Roderick merebut singgasana
Spanyol setelah meninggalnya raja Gothia Barat “Witiza” peristiwa ini
menyebabkan putra-putra raja Witiza sagat marah dan mereka meninggalkan
Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan perjanjian persekutuan
dengan kaum muslimin. Begitu juga dengan Ratu Julian ingin membalas
dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya berusaha mendorong
dan meminta kaum Muslimin untuk menyerbu ke Spanyol.
Umat Islam mulai menaklukan semenanjung Iberia pada zaman
khalifah al-Wahid Ibn Abdul Malik (705-715). Khalifah al-Malik mengirim
pasukan sebanyak 500 orang di bawah piimpinan Tharif bin Malik pada
tahun 710 dan mendarat di suatu tempat yang kemudian diberi nama Tarifa.
Ekspedisi ini dianggap berhasil dan Tharif kembali ke Afrika Utara dengan
banyak membawa harta rampasan (Ghanimah). Pada tahun 711, Ibn Nushair
(Gubernur Afrika Utara), mengirim pasukan sebanyak 7000 orang di bawah
pimpinan Thariq bin Ziyad dan mendarat di suatu tempat yang kemudian
terkenal dengan selat Gibraltar atau Jabal Thariq. Akhirnya Thariq bin Ziyad
berhasil menguasai hamper seluruh kota yang ada di semenanjung Iberia atas
bantuan Musan Ibn Nusyair. Akhirnya Musan Ibn Nusyair mendeklarasikan
semenanjung Iberia sebagai bagian dari kekuasaan Dinasti Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Ketika Dinasti Umayyah di Damaskus dihancurkan
oleh Bani Abbas, Abdurahman Ibn Muawiyyah berhasil meloloskan diri dan
menginjakkan kakinya di Andalusia pada tahun 750 M. Ia diberi gelar al-
Dakhil, karena beliau adalah pangeran Dinasti Umayyah pertama yang
menginjakan kakinya di semenanjung Iberia. Abdurrahman al-Dakhil,
berhasil menyingkirkan Yusuf Ibn Abdurrahman al-Fihri yang menyatakan
diri tunduk kepada Dinasti Abbasiyah pada tahun 756 M. Abdurrahman al-
Dakhil memproklamirkan, bahwa Andalusia lepas dari kekuasaan Dinasti
Abbasiyah dan dia memakai gelar amir.
Selama 32 tahun berkuasa, Abdurrahman al-Dakhil bverhasil
mengatasi berbagai ancaman. Baik dari dalam maupun dari luar. Karena
ketangguhannya, kemudian ia diberi gelar Rajawali Quraisy. Karena
kekuatan Dinasti Abbasiyah sepeninggalan al-Mutawakil (861 M) semakin
merosot, Abdurrahman al-Dakhil memproklamirkan diri sebagai khalifah
dan memakai gelar amir al-mukminin.
2. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya
kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar.
Masa itu berlangsung selama hampir 8 abad (711-1429), sejarah panjang yang
dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
a. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali
yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali akibat
gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini adalah
masa peletakkan dasar, asas, dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai
dengan adanya gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada
Islam.Sentralisasi kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di
Damaskus.
b. Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat
pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di
Baghdad.
Pada masa ini umat Islam di Spanyol mulai memeroleh kemajuan-
kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban, serta pendidikan.
Abdurrahman mendirikan mesjid Cordova dan sekolah-sekolah besar di
Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti Hisyam dikenal
sebagai pembeharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrahman
al-Ausath ini pemikiran filsafat mulai masuk, maka ia mengundang para
ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol mulai semarak.
c. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III,
yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya muluk at-thawaif (raja- raja
kelompok). Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan
gelar “Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Baghdad.
Abdurrahman an-Nasir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya
memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku
dan pendiri perpustakaan.
d. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil
di bawah pimpinan raja-raja golongan atau al-muluk at-thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Toledo, dan sebagainya. Yang
terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville.
e. Periode Kelima (1086-1248 M) Masa Dinasti Kecil
Pada periode ini terdapat suatu kekuatan yang masih dominan, yaitu
kekuasaan dinasti Murabbitun (1146-1235 M). Dinasti Murabbitun pada
mulanya adalah sebuah gerakan agama di Afrika Utara yang didirikan
oleh Yusuf ibn Tasyifin. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesh. Ia masuk ke Spanyol atas
undangan penguasa-penguasa Islam yang tengah mempertahankan
kekuasaannya dari serangan raja-raja Kristen.
Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabbitun berakhir, baik di
Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti
Muwahhidun. Dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di bawah pimpinan
Abdul Mun'im sekitar tahun 1114 M dan 1154 M, kota-kota penting umat
Islam di Cordova, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya.
Untuk beberapa dekade dinasti ini mengalami banyak kemajuan.
f. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah
dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Namun secara politik
dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
3. Masa Kejayaan Daulah Umayyah II di Andalusia
a. Perkembangan Kota dan Seni Bangun
Kemajuan Dinasti Umayyah di Andalusia (Barat) dicapai pada zaman al-
Muntashir, pengganti Abdurrahman al-Dakhil. Kemajuan Cordova
ditandai dengan pembangunan peradaban sebagai berikut:
1) Al-Qashr al-Kabir adalah kota satelit yang dibangun oleh Ad-Dakhil
dan disempurnakan oleh penggantinya, yang didalamnya terdapat
gedung-gedung istana megah.
2) Al-Rushafah adalah istana yang dikelilingi taman yang luas dan indah,
yang dibangun al-Dakhil disebelah barat laut Cordova. Istana ini
mencontoh bentuk istana dan taman Rushafah yang pernah dibangun
oleh nenek moyangnya di Syria.
3) Masjid Jami' Cordova dibangun tahun 786, hingga kini masih tegak.
4) Al-Zahra adalah kota satelit di bukit pegunungan Sierra Morena, nama
tersebut diambil dari nama salah seorang selir al-Nashir pada tahun
936. Kota ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya)
dan air mengalir di tengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan
yang indah, taman hewan, pabrik senjata, dan pabrik perhiasan. Selain
membangun al-Zahra, al-Nashir membangun saluran air yang
menembus gunung sepanjang 80 km, karena Wadi al-Kabir yang
mengaliri al-Zahra dan Cordova pada musim kemarau airnya tidak bisa
diminum
5) Al-Zahirah, dibangun Al-Manshur di pinggir Wadi Al-Kabir, tidak
jauh dari Cordova. Didalamnya dibangun istana besar dan indah
tempat kediaman al-Manshur, gedung-gedung pemerintahan, gudang
makanan dan gudang senjata, tempat tinggal para menteri, perwira,
militer,dan pegawai tinggi lainnya. Sebagaimana halnya al-Zahra, al-
Zahirah dilengkapi taman-taman indah, pasar-pasar, toko-toko, masjid-
masjid, dan bangunan umum lainnya. Perkembangan al-Zahirah begitu
pesat, sehingga pada satu sisinya kemudian bersambung dengan
Cordova, sedang sisinya yang lain bersambung dengan al-Zahra yang
dalam perkembangan selanjutnya telah menjadi bagian depan kota
Cordova.
6) Istana Alhambra,di Granada di bangun pada abad ke 13 M.

b. Perkembangan Ilmu Bahasa dan Sastra


Salah satu ciri Dinasti Umayyah adalah Arabisasi. Bahasa resmi di
Andalusia (Spanyol) adalah Bahasa Arab. Oleh karena itu, pada abad 9 M,
seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat ke dalam bahasa Arab,
karena hanya Bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh murid-muridnya. Al-
Sibai menjelaskan bahwa penduduk setempat yang beragama Kristen lebih
fasih berbahasa Arab daripada orang Arab sendiri.
Pada Zaman Dinasti Umayyah II di Andalusia, tercatat ulama-ulama
besar yang melahirkan karya-karya di Cordova, yaitu:
1) Al-Zabidi (guru Ibn Quthiyah) diantara karyanya Mukhtashar al- 'Ayn
dan Akhbar al-Nahwiyin;
2) Ali al-Qali diantara karyanya adalah al-'amali dan al-Nawadlir;
3) Ibn al-Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar (w.367 H/977 M)
diantara karyanya adalah al-Af'al dan Fa'alta wa af'alat.

c. Seni Musik Modern


Perkembangan sastra dan syair mendorong juga pertumbuhan ilmu
music dan seni suara di Andalusia. Pada zaman Abdurrahman II al-Awsath,
Hasan Ibn Nafi (dikenal juga dengan nama Ziryab) tiba di Cordova.
Keahliannya di bidang musik membekas hingga sekarang dan bahkan ia
dianggap sebagai peletak dasar musik Spanyol modern (Hasan Ibn Nafi
mendapat julukan, Bapak musik modern). Sigrid Hunke dan Abdul Mun'im
Maguid menginformasikan bahwa ulama Arablah yang memperkenalkan not
lagu: do-re-mi-fa-so-la-si. Not itu diambil dari bunyi-bunyi huruf Arab dal,
ra, mim, fa, shad, lam, sin.
d. Perkembangan Ilmu Fikih
Mazhab fiqih yang berkembang di Cordova adalah Mazhab Malki.
Mazhab ini diperkenalkan oleh Ziyad Ibn Aburahman Ibn Ziyad al-Lahmi
pada zaman khalifah Hisyam I Ibn Abdurrahman al-Dakhil. Yahya Ibn
Yahya al-Laitsi dikenal sebagai mufti Dinasti Umayyah.
Ulama besar di bidang fiqih yang hidup pada zaman Dinasti Umayyah
di Andalusia adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm. (455 H/1063 M). Pada
awalnya, beliau adalah pengikut imam al-Syafi'i, kemudian ia pindah ke
mazhab al-Zhahiri. Di samping itu, beliau juga yang memperkenalkan ajaran
Asy'ariyah di Eropa. Dalam bidang fiqih, Ibn Hazm menulis kitab al-
Muhalla, dalam bidang ilmu ushul fiqih menulis kitab al-Ihkam fi Ushul al-
Ahkam, dan dalam bidang ilmu kalam menulis kitab al-Fashl fi al-Milal wa
Ahwa fi al-Nihal. Menurut catatan sejarah, beliau menulis sekitar 400 buku
tentang teologi, fiqih, hadits, dan puisi.

e. Perkembangan Filsafat dan Ilmu Eksakta


Pada abad 10 Masehi, para pelajar Andalusia banyak yang pergi ke
Baghdad untuk belajar filsafat. Di antara mereka adalah Abu al-Qasim
Maslamah Ibn Ahmad al-Majriti (w.1007). ia mempelajari manuskrip-
manuskrip Arab dan Yunani, kemudian mengembangkan ilmu yang
diperolehnya di Andalusia. Ia berjasa dalam bidang ilmu matematika,
astronomi, kedokteran, dan kimia dan ia merupakan ulama pertama yang
memperkenalkan ajaran Rasa 'îl Ikhwan al-Shafa di Eropa.
Perkembangan filsafat mendorong berkembangnya ilmu eksakta,
antara lain matematika. Ilmu pasti yang dikembangkan orang Arab
berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad, yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Arab oleh Ibrahim al-Farazi pada tahun 771 M. Dengan perantara
penerjemahan buku ini, kemudian Nasawi (pakar matematika)
memperkenalkan angka-angka India (0,1,2, hingga 9); hingga angka-angka
India di Eropa lebih dikenal dengan angka Arab (Arabic number). Di
samping itu, ulama Arab telah menciptakan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk
kepentingan pengobatan, sehingga melahirkan ilmu apotek dan farmasi.

4. Runtuhnya Daulah Umayyah II


Keruntuhan daulah Umayyah II di Andalusia dipengaruhi oleh banyak
faktor, faktor-faktor tersebut antara lain.
a. Konflik Islam dengan Kristen
Pada penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna.
Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-
kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan
hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada
perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah
memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu
menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol, tidak pernah berhenti
dari pertentangan tentara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M, umat
Kristen memeroleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang
mengalami kemunduran.
b. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang
Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani
Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-
orang pribumi setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih
member istilah 'ibad dan muwalladun kepada para mukalaf, suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis
non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu
mendatangkan dampak besar, terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri
tersebut. Hal ini, menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi
personifikasi ideologi itu.
c. Kesulitan Ekonomi
Di paruh ke dua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun
kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius",
sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya, timbul kesulitan
ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan
militer.
d. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris.
Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-
Thawif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir
di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya juga
disebabkan permasalahan ini.
e. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu
berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara.
Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung
kebangkitan Kristen disana.

Anda mungkin juga menyukai