Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Dinasti Murabithun

Dinasti Al-Murabithun merupakan sebuah dinasti Islam yang pernah berkuasa di Afrika Utara, dinasti
ini didirikan oleh Abdullah bin Yasin melalui dakwah Islamnya. Nama Al- Murabithun berkaitan
dengan nama tempat tinggal mereka yang pada awalnya mereka menempati Ribat (sejenis surau).
Asal-usul dinasti ini dari Lemtuna, salah satu dari suku Sanhaja, Mereka juga disebut al-Mulassimun
(orang-orang bercadar). Di tempat itulah mereka mendapat pengikut. dan kemudian terbentuklah
suatu masyarakat keagamaan. Atas dasar motivasi keagamaan, maka mereka mengorganisir diri
untuk melakukan jihad ke berbagai wilayah suku Sanhaja.

Dari sinilah gerakan dakwah agama itu kemudian bergeser kearah gerakan politik. Abdullah bin Yasin
dan para pengikutnya (kelompok murabithun) kemudian mengadakan penyerangan terhadap suku
Barbar lainnya yang mereka anggap sesat. Di bawah pimpinan Abdullah bin Yasin dan komando
militer Yahya bin Umar mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara,
dan kerajaan Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas'ud bin Wanuddin.

Para Pemimpin Dinasti Muwahhidun

1. Abdullah bin Yasin 1056-1059 M

2. Abu Bakar bin Umar 1056-1061 M

3. Yusuf bin Tasfin 1061-1107 M

4. Ali bin Yusuf 1107-1143 M

5. Ibrahim bin Tasyfin 1143-1145 M

6. Ishak bin Tasyfin 1145-1147 M

Kemajuan Dinasti Murabithun

Dinasti Murabithun mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Yusuf bin Tasyfin (1061–
1107), ditandai dengan dibangunnya Marakesh sebagai pusat pemerintahan.

Dinasti ini juga berhasil menguasai Aljazair hingga kekuasaannya menyeberang ke Spanyol bagian
selatan.

Di bidang ekonomi, Dinasti Murabithun juga mengalami perkembangan pesat berkat tanaman
gandum dan kurma yang diproduksi oleh para petani.

Selain itu, tanaman seperti semangka, labu, zukini, dan mentimun juga mampu mendongkrak
perekonomian Dinasti Murabithun.

Kemunduran Dinasti Murabithun

1. Meninggalnya Yusun bin Tasyfin membuat pemerintahan Dinasti Murabithun melemah


hingga akhirnya diruntuhkan oleh Dinasti Muwahiddun.
2. sikap dan mental para penguasa yang lemah sepeninggal Yusuf bin Tasyfin, akibat terlena
dengan kemewahan.

3. Pemimpin terakhir Dinasti Murabithun adalah Ishak bin Ali, yang di masa pemerintahannya
dikalahkan oleh Dinasti Muwahiddun pimpinan Abdul Mun'im.

4. Dinasti Muwahiddun menaklukkan pusat pemerintahan Murabithun di Kota Marakesh pada


1147, dengan ditandai terbunuhnya Ishak bin Ali.

Cordoba, Riwayat Kejayaan dan Keruntuhannya. Foto: Indahnya kota Cordoba dari tepi sungai Al-
Wadi al-Kabir, yang dilafalkan orang Spanyol sebagai Guadalquivir.

Jejak kejayaan Islam tak hanya meninggalkan bangunan-bangunan megah, namun mewariskan
peradaban dan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya. Secara geografis, Cordoba terletak di
Provinsi Andalusia, sebelah Barat Spanyol. Kota bersejarah itu bertengger di sepanjang tebing sungai
Guadalquivir.

Kota yang awalnya bernama Iberi Baht itu dibangun pada masa pemerintahan Romawi berkuasa di
Guadalquivir. Sejak saat itu, nama Cordoba mulai termasyhur. Penguasa Romawi bernama Lotheo
pernah menguasai kota itu dan menjadikannya sebagai ibu kota negara Meridional Spanyol pada 169
SM. Julius Caesar, panglima militer dari Romawi juga sempat menaklukan Cordoba pada tahun 45 M.
Lima abad kemudian, Cordoba berada dalam kekuasaan Bizantium di bawah komando Raja Goth
Barat.

Sejarah Cordoba memasuki babak baru ketika Islam datang ke wilayah itu pada 711 M atau 93 H. Di
bawah komando Tariq bin Ziad, tentara Islam yang membawa pesan dakwah dan berhasil
menaklukkan Spanyol dari Goth Barat, Kekaisaran Visigoth.

Misi penaklukan yang dilakukan Tariq bin Ziad itu dilakukan atas perintah Musa bin Nusair, gubernur
Afrika Utara, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705-715) dari Dinasti
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dengan dikuasainya Spanyol, 700 tentara kavaleri Islam yang
dipimpin panglima perang Mugith Ar- Rumi, seorang bekas budak, dengan mudah menguasai
Cordoba.

Penaklukan Cordoba dilakukan pada malam hari. Mugith Ar- Rumi dengan pasukan berkudanya
berhasil mendobrak tembok Cordoba. Selain menguasai Cordoba, pasukan tentara Islam juga
menaklukan wilayah-wilayah lain di Spanyol seperti, Toledo, Seville, Malaga serta Elvira. Selama
pemerintahan Umayyah berpusat di Damaskus, Toledolah yang menjadi ibu kota Spanyol.

Cordoba baru menjadi ibukota Spanyol, ketika Dinasti Umayyah ditumbangkan Abbasiyah dan pusat
kekuasaan bergeser dari Damaskus ke Baghdad. Setelah dikalahkan Abbasiyah, Dinasti Umayyah, lalu
membangun kekuasaannya di Spanyol. Cordoba pun mulai menjadi pusat kekuasaan Ummayah di
bawah pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I.

Masa masuk dan berkembangnya Islam di Cordoba itu berlangsung dari 711-912 M. Mulai dari 912
hingga 976M, peradaban Cordoba mulai menggeliat. As-Samah bin Malik Al- Khaulani merupakan
merupakan tokoh yang membangunkan dan mengembangkan Cordoba hingga menjadi salah satu
sebuah kota terbesar di Eropa.

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I, Cordoba disulap menjadi
pusat perkembangan ilmu, pengetahuan, kesenian dan kesusasteraan di seantero benua Eropa. Pada
masa kepemimpinannya, Abdurrahman I berupaya untuk mengundang dan mendatangkan ahli fikih,
alim ulama, ahli filasafat, dan ahli syair untuk bertandang dan mengembangkan ilmunya di Cordoba.

Puncak kejayaan dan masa keemasan Cordoba di bawah pemerintahan Islam mulai berlangsung
pada era pemerintahan Khalifah Abdul Rahman An-Nasir dan pada zaman pemerintahan anaknya Al-
Hakam. Ketika itu, Cordoba telah mencapai kejayaannya hingga pada taraf kekayaan dan
kemewahan yang belum pernah tercapai sebelumnya.

Tak heran, bila pada era itu Cordoba memapu mensejajarkan diri dengan Baghdad sebagai ibu kota
pemerintahan Abbasiyah. Tak cuma itu, Cordoba juga setaraf dengan Konstantinopel, ibu kota
kerajaan Bizantium sera Kaherah (Kairo), ibukota kerajaan Fatimiah.

Pada saat itu, Cordoba telah mampu menempatkan duta besarnya hingga ke negara yang amat jauh
seperti India dan Cina. Pada era kejayaan itu, Cordoba mengalami kemajuan pesat dalam bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan dan intelektual. Pada masa kekuasaan Abrurrahman III, berdirilah
Universitas Cordoba yang termasyhur dan menjadi kebanggaan umat Islam. Berbondong-bondong
mahasiswa dari berbagai wilayah, termasuk mahasiswa Kristen dari Eropa menimba ilmu.

Dari universitas inilah, Barat menyerap ilmu pengetahuan. Salah satu mahasiswa Kristen yang
menuntut ilmu di Spanyol adalah Gerbert d’Aurillac (945-1003), yang kemudian menjadi Paus
Sylvester II. Selepas belajar matematika di Spanyol, dia kemudian mendirikan sekolah katedral dan
mengajarkan aritmatika dan geometri kepada para muridnya.

Geliat pendidikan di Cordoba makin bersinar pada era pemerintahan Al-Hakam Al-Muntasir sehingga
digelari Khalifah yang alim. Sebanyak 27 sekolah swasta berdiri pada masa itu. Gedung perpustakaan
mencapai 70 buah menambah semarak perkembangan ilmu pengetahuan. Jumlah pengunjungnya
mencapai 400 ribu orang. Padahal, volume kunjungan perpustakaan besar di Eropa lainnya, kala itu,
paling tinggi mencapai 1.000 orang. Saat itu, terdapat 170 wanita yang berprofesi sebagai penulis
kitab suci Alquran dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak fakir miskin pun bisa belajar secara
gratis di 80 sekolah yang disediakan Khalifah. Pendidikan yang tinggi pun diimbangi dengan
kesejahteraan masyarakatnya.

Pembangunan pun tumbuh pesat. Bangunan-bangunan berarsitektur megah bermunculan. Ketika


malam tiba, jalan-jalan di kota hingga keluar kota diterangi lampu hias yang cantik dan anggun. Kota
Cordoba pun terbebas dari sampah. Taman-taman nan indah menjadi daya tarik bagi para
pendatang yang singgah di kota itu. Mereka bersantai di taman yang dipenuhi bunga dan tata
landskap.

Cordoba juga dihiasi Istana Az-Zahra yang indah. Kota ini didirikan Kalifah Abdurahman III dan
dilanjutkan Khalifah Alhakam II. Medina Azzahara, awalnya diperuntukan sebagai pusat
pemerintahan Andalusia. Letaknya sekitar 5 km dari pusat kota Cordoba. Sejarawan berkebangsaan
Turki, Zia Pasya melukiskan keindahan istana itu sebagai mukjizat yang belum pernah tergambar
dalam benak pembangunan manapun sejak dunia ada.

Pada masa itu, di Cordova terdapat 283 ribu unit rumah tinggal, 900 kamar mandi umum, 800 unit
sekolah serta 50 unit rumah sakit. Sebuah kota yang ideal. Pemerintahan Abdurrahman III telah
menciptakan ketentraman bagi rakyatnya. Sepertiga dari penerimaan tahunan yang mencapai 6,245
juta keping emas digunakan untuk belanja negara. Sisanya, dialokasikan untuk pengembangan
pertanian, industri dan perdagangan. Rakyat pun sejahtera.

Sayang, masa kejayaan itu hanya bertahan 320 tahun dan harus berakhir tragis. Dinasti Umayyah di
Spanyol pun runtuh akibat pertikaian dan perebutan. Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Amiriyah.
Hingga akhirnya pada 1031 M, Islam terusir dan terhapus dari Cordoba.

Kekhalifahan Kordoba adalah kekhalifahan yang memerintah di Semenanjung Iberia (Al-Andalus) dan
Afrika Utara dari tahun 929 hingga 1031, berpusat di Kordoba (sekarang terletak di Spanyol).

Pemerintahan Kordoba sebelumnya berbentuk keamiran (emirat), perubahannya menjadi sebuah


kekhalifahan terjadi pada 16 Januari 929, saat Amir Kordoba Abdurrahman III mengangkat dirinya
sebagai khalifah. Penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada
Abdurrahman III, bahwa Al-Muqtadir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh
pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana
pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan
saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929. Khalifah-khalifah besar yang
memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman III (931-961), Al-Hakam II (961-976),
dan Hisyam II (976-1009).
Periode pemerintahan ini ditandai dengan sukses besar di bidang perdagangan dan kebudayaan, dan
didirikannya banyak mahakarya bergaya Islami di Spanyol, misalnya Mezquita atau Masjid Raya
Kordoba. Abdurrahman III mendirikan Universitas Kordoba. Perpustakaannya memiliki koleksi
ratusan ribu buku. Al-Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini,
masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung
cepat.

Seluruh khalifah Kordoba berasal dari Dinasti Umayyah, yang sebelumnya menguasai Timur Tengah
tetapi dikalahkan oleh Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan Kordoba dianggap sebagai salah satu masa
kejayaan Islam di Iberia, namun mulai melemah pada tahun 1010. Awal dari kehancuran khilafah
Bani Umayyah di Al-Andalus adalah ketika Hisyam al-Mu'ayyad Billah naik tahta dalam usia sebelas
tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981, Khalifah
menunjuk Muhammad bin Abi 'Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang
ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam
dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia
mendapat gelar Al-Manshur. Ia mangkat pada tahun 1002 dan digantikan oleh puteranya 'Abdul
Malik al-Muzhaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan negara. Akan tetapi, setelah
mangkat pada tahun 1008, ia digantikan oleh 'Abdul Rahman Syanjul, adik tirinya yang tidak memiliki
kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda
kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1031, Khalifah Hisyam III mengundurkan diri.
Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki
keadaan. Akhirnya, dewan menteri yang memerintah Kordoba menghapuskan jabatan khalifah.
Ketika itu, Al-Andalus sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota
tertentu, yang disebut dengan nama taifa.

Budaya

Kordoba adalah pusat budaya Andalusia.[1] Masjid, seperti Masjid Agung, menjadi fokus utama bagi
khalifah. Istana khalifah, Madinah Azahara berada di pinggiran kota, dan memiliki banyak kamar
yang dipenuhi dengan kekayaan dari Timur. Kordoba adalah pusat intelektual Andalusia, dengan
terjemahan teks Yunani kuno ke dalam bahasa Arab, Latin dan Ibrani. Universitas di Córdoba
menjadi yang paling terkenal di dunia yang dikunjungi oleh para mahasiswa Kristen dari seluruh
Eropa Barat, serta oleh orang-orang Moor.

Ekonomi kekhalifahan didominasi dengan perdagangan yang beragam dan sukses. Rute perdagangan
Muslim menghubungkan Andalusia dengan dunia luar melalui Mediterania. Industri yang
direvitalisasi selama kekhalifahan termasuk tekstil, keramik, gelas, logam, dan pertanian. Orang-
orang Arab memperkenalkan tanaman seperti beras, semangka, pisang, terong dan gandum keras.

Agama dan etnis


Kekhilafahan memiliki masyarakat yang beragam secara etnis, budaya, dan agama. Seorang etnis
Muslim keturunan Arab menduduki posisi imam dan berkuasa, sedangkan Muslim lainnya terutama
tentara dan penduduk asli keturunan Hispano-Gothic (yang sebagian besar terdiri dari minoritas
Muslim) ditemukan di seluruh masyarakat. Yahudi terdiri sekitar sepuluh persen dari populasi: lebih
banyak sedikit daripada orang-orang Arab dan kira-kira sama jumlahnya dengan orang-orang Berber.
Mereka terutama terlibat dalam bisnis dan pekerjaan intelektual. Mayoritas pribumi Kristen
Muzarab adalah orang Kristen Katolik dari ritus Visigoth, yang berbicara dengan varian bahasa Latin
yang dekat dengan bahasa Spanyol, Portugis atau Catalan dengan pengaruh Arab. Muzarab adalah
lapisan masyarakat yang lebih rendah, dikenai pajak yang tinggi dengan sedikit hak sipil dan
dipengaruhi budaya oleh kaum Muslim.

Etnis Arab menduduki puncak hierarki sosial; Muslim memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi
daripada orang Yahudi, sedangkan Yahudi memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada
orang Kristen. Orang Kristen dan Yahudi dianggap Dzimmi, wajib membayar jizyah (pajak untuk
perang melawan kerajaan Kristen di utara).[5] Kata seorang Muslim dihargai lebih dari orang Kristen
atau Yahudi di pengadilan. Beberapa pelanggaran dihukum keras ketika seorang Yahudi atau Kristen
adalah pelaku terhadap seorang Muslim bahkan jika pelanggaran diizinkan ketika pelaku adalah
seorang Muslim dan korban seorang non-Muslim. Setengah dari populasi di Kordoba digambarkan
telah menjadi Muslim pada abad ke-10, dengan peningkatan hingga 70 persen pada abad ke-11. Hal
ini disebabkan migrasi Muslim dari sisa Semenanjung Iberia dan Afrika Utara dibandingkan
perpindahkan keyakinan warga lokal ke dalam agama Islam. Dikombinasikan dengan pengusiran
massal orang Kristen dari Kordoba setelah pemberontakan di kota, yang menjelaskan mengapa,
selama kekhalifahan, Kordoba adalah pusat Muslim terbesar di wilayah tersebut. Migrasi Yahudi ke
Kordoba juga meningkat pada waktu itu.

Keajaiban dunia, begitulah julukan yang disematkan untuk Cordoba di era tamadun Islam dari
seorang penulis barat bernama Stanley Lane-Pool. Tak ada satu kota pun yang dapat menyamai
Cordoba kala itu, Cordoba adalah seluruh keindahan yang menjadi satu. Meskipun Islam tidak lagi
berjaya di Cordoba, namun beberapa peninggalan dari masa lalunya bisa disaksikan.

Cordoba adalah sebuah kota di Andalusia, berada di sebelah barat Spanyol. Cordoba berdiri di
sepanjang tebing Sungai Guadalquivir. Sejarah peradaban Islam di Cordoba Spanyol dimulai pada
169 SM. Dahulu kota ini bernama Iberi Baht, dibangun oleh kekaisaran Romawi. Cordoba begitu
terkenal setelah menjadi ibukota kekaisaran Romawi di bawah pimpinan Kaisar Lotheo . Julius
Caesar, salah seorang panglima militer Romawi juga sempat menaklukannya pada tahun 45 M.
Lima abad setelahnya, Cordoba berada di bawah kekuasaan Bizantium saat pemerintahan Raja Goth
Barat. Cordoba memasuki era baru ketika Islam datang ke wilayah Eropa pada 711 M atau 93 H. Di
bawah pimpinan Tariq bin Ziad, tentara Islam dari Dinasti Umayah yang membawa misi dakwah
berhasil merebut Cordoba dan wilayah Spanyol dari kekuasaan Goth Barat, Kekaisaran Visigoth.

Penaklukan Cordoba oleh pasukan Tariq bin Ziad dilakukan atas perintah Musa bin Nusair, seorang
gubernur Afrika Utara, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Walid I (705-715 M) dari
Dinasti Umayah yang beribukota di Damaskus. Selain Cordoba, tentara Islam juga menguasai wilayah
lain di Spanyol, seperti Toledeo, Seville, Malaga, dan Elvira.

Cordoba menjadi ibukota kekhalifahan Dinasti Umayah setelah kerajaan tersebut kalah oleh Dinasti
Abbasiyah, pusat kekuasaan turut bergeser dari Damaskus ke Baghdad. Dinasti Umayah yang terusir
lalu membangun lagi kekuasannya di Spanyol. Cordoba dipilih sebagai pusat kekuasaan Dinasti
Umayah sejak pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I.

Masjid Agung Cordoba

Memang hampir tidak ada bangunan megah yang tersisa di Cordoba, namun warisan ilmu
pengetahuan dan peradaban dari masa kejayaan Islam juga memiliki nilai yang tinggi. Masjid Agung
Cordoba menjadi satu-satunya bangunan bersejarah di Spanyol yang masih tersisa, meskipun sudah
tidak lagi difungsikan sebagai sebuah masjid.

Masjid Agung Cordoba atau dikenal dengan Mezquita dan Masjid-Katedral Cordoba ini pada awalnya
adalah gereja peribadatan Visigoth. Setelah ada dalam kekuasan Islam Dinasti Umayah kemudian
sebagian bangunannya beralih fungsi menjadi masjid, sedangkan sebagian lain masih menjadi gereja.
Benar, dalam satu bangunan digunakan sebagai tempat ibadah dua agama. Tentu saja, ini menjadi
wujud toleransi yang luar biasa.

Sayang, pemerintahan Dinasti Umayah yang pluralis tidak berlangsung lama. Tahun 784 M, Khalifah
Abdurrahman I membeli sebagian bangunan lain yang difungsikan sebagai geraja dan
menjadikkannya sebagai masjid pada 787 M. Pembangunan dan perluasan pun terus berlangsung
hingga khalifah-khalifah Dinasti Umayah setelahnya.

Kejayaan Islam di Cordoba Berakhir

Seiring dengan melemahnya posisi Dinasti Umayah di Spanyol, pasukan kristen menyerang
Semenanjung Iberia yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Umayah dan menyulut terjadinya
peristiwa besar Reconquista. Dalam peristiwa tersebut, Dinasti Umayah kalah dalam Pertempuran
Covadonga di pegunungan Iberia dan tentara Kristen lalu mendirikan kepangeranan Kristen di
Asturias.

Dinasti Umayah yang kalah pun harus angkat kaki dari Spanyol. Cordoba berada di bawah pimpinan
Ferdinand III memutuskan untuk mengambil alih Masjid Agung Cordoba dan mengembalikannya ke
fungsi semula. Masjid Agung Cordoba kembali menjadi gereja dengan katedral gothik yang
dimasukkan ke bagian tengah gedung. Sekarang seluruh bangunan dipakai sebagai katedral diosese
Cordoba di Spanyol..

Anda mungkin juga menyukai