Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan, dan Keruntuhan Pemerintahan
Islam di Andalusia
1. Pertumbuhan Islam di Andalusia
a. Andalusia sebelum kedatangan Islam
Andalusia terletak di Benua Eropa Barat Daya, dengan batas-batas di
Timur dan Tenggara adalah Laut Tengah, di Selatan Benua Afrika yang terhalang oleh selat Gibraltar, di barat Samudra Atlantik, dan di Utara Teluk Biscy. Pegunungan Pyneria di Timut Laut membatasa Andalusia dengan Prancis. Perlu dijelaskan, bahwa Andalusia adalah sebutan pada masa Islam bagi daerah yang dikenal dengan sebutan Semenanjung Iberia (kurang lebih 93 % wilayah Spanyol, sisanya Portugal) dan Vandalusia.
Sebelum ditaklukkan oleh bangsa Visighots (Gothik) pada tahun 507
M, Semenanjung Iberia, didiami oleh bangsa Vandals. Dari kata Vandals inilah mereka disebut dengan Vandalusia, dengan menguah ejaan dan cara menyembunyikannya, Bangsa Arab menyebut Semenanjung Iberia dengan sebutan Andalusia.
Kondisi sosial Masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam
sangat memprihatinkan. Masyarakat terpolarisasi ke dalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang sosialnya, sehingga ada Masyarakat kelas 1 yakni penguasa terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama, dan tuan tanah besar. Kelas 2 terdiri atas tuan tanah kecil yaitu golongan rakyat kelas 2, dan kelompok kelas 3 terdiri atas budak termasuk budak Tani yang nasibnya tergantung pada tanah, pengembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi dan kaum buruh dengan imbalan makan dua kali sehari. Demi mempertahankan hidup, mereka terpaksa harus mencari nafkah dengan jalan membunuh, merampas, atau membajak.
b. Masuknya Islam ke Andalusia.
Sebelum penaklukan Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah. Penguasaan sepenuhnya salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah itu. Islam mulai memasuki Andalusi pada masa Khalifah Al-Wahid (705-715M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damsakus, melalui tangan panglima Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad pada tahun 92 H, bertepatan dengan tahun 711 M. Setelah itu Andalusia terus berada di bawah kekuasaan Islam di Andalusia tahun 897 H, bertepatan dengan 1492 M. Masuknya Islam ke Andalusia bukan sebagai penjajah militer, tetapi futuh Islami berperadaban, yang pengaruhnya menyebar ke barat Eropa. Selama futuh ini terjadi interaksi antara kaum Kristen Andalusia yang belum masuk Islam tetapi diperbolehkan menjaga keyakinan mereka. Maka terwujutlah keadilan sosial di Tengah Masyarakat. Karena letaknya yang strategis, maka Andalusia terus menjadi daerah interaksi antara Islam dan Kristen. Andalusia menjadi daerah yang strategis dan terus menjadi interaksi antara Islam dan Kristen. Hal ini membuat wilayah tersebut mempunyai karakter dan ciri tersendiri yang menegaskan bahwa peradaban Andalusia adalah peradaban Islami yang mempunyai interaksi budaya. Peraadaban Islam mencapai puncaknya di Andalusia pada paruh kedua dari abad kesepuluh Masehi. Ada tiga pahlawan Islam dalam penaklukan Andalusia yang berjasa dalam memimpin pasukan-pasukan ke sana yaitu Thariq bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Tharif bin Malik dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di Maroko dan benua Eropa dengan satu pasukan perang, lima ratus diantaranya adalah tantara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika utaramembawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam kerajaan Visigothic yang berkuasa di Andalusia saat itu, serta dorongan untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Andalusia (Spanyol) sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Thariq bin Ziyad dikenal sebagai penakluk Andalusia, karena pasukannya lebih besar hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari Sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nushair dan Sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid dan menyeberangi selat. Tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya adalah disebuah gunung yang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia. Dalam pertempuran disuatu tempat yang Bernama Bakkah, Raja redorick dapat dikalahkan. Dari wilayah tersebut Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordoba, Granada, dan Tolelo (Ibu kota Kerajaan Gothik saat itu). Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Itulah sebabnya Musa bin Nushair berusaha membantu perjuangan Thariq dengan membawa pasukan yang besar, ia memimpin langsung pasukan dan berangkat menyebarangi selat, dan satu persatu kota yang dilewatiny dapat ditaklukkan. Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmora, Sevilla, dan Merida, serta mengalahkan penguasaan Kerajaan Gothik, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Andalusia, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre. Sesudah itu masih terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirgion pada tahun 734 M, ke lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Chyprus dan Sebagian dari SIlcilia jatuh ke tangan Islam pada masa Bani Umayyah. Beberapa faktor yang mendorong keberhasilan dan kemudahan perluasan wilayah Andalusia di antaranya adalah tokoh-tokoh pejuang dan prajurit Islam yang kuat, kompak, dan penuh percaya diri, sekaligus faktor-faktor yang menguntungkan Islam, yakni kondisi sosial, politik, dan ekonomi Andalusia yang buruk waktu itu.
c. Berdirinya Pemerintahan Islam di Andalusia
Pada waktu Bani Umayyah (661-750 M) yang berpusat di Damaskus jatuh pada tahun 132 H/750 M, lalu digantikan oleh Bani Abbasiyah yang berkedudukan di Baghdad, terjadi pembunuhan masal serta pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah. Ketika itu ada seorang Amir yang dapat meloloskan diri dan selamat dari pembantaian. Ia Bernama Abdurrahman bin (Muawiyyah bin Hisyam bin Abdil Malik. Ia memasuki Mesir, Barca (Libya), dan Afrika Utara. Selama berjuang sekitar enam tahun ia berhasil memasuki Andalusia. Pada awalnya amir yang memegang kekuasaan terakhir di Andalusia menjelang tahun 138 H/756 M adalah seorang wali Bernama Yusuf bin Abdirrahan al-Fahri dari suku Mudhori yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan 3 tahun. Namun pada tahun 740-an M, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan khalifah. Dan pada tahun 756 M, Abdurrahman melengserkan Yusuf, sehingga menjadi seorang penguasa yang tidak terikat pada pemerintahan di Damaskus.