Anda di halaman 1dari 6

Jahil Terhadap Dien Adalah Musuh Kita

Kamis, 29 Juli 04

Saudara-saudara sidang Jum’at rahimakumullah

Dienul Islam, sebelum memfardhukan syiar-syi’arnya lebih dulu


memperbaiki bagian dalam (fikrah/hati) pemeluknya. Dienul Islam
sebelum memperbaiki sisi luarnya (lahiriyah), lebih dulu
memperhatikan akarnya. Rukun Islam dan syiar-syiarnya yang dhohir
adalah tiang Islam seperti shalat yang difardhukan pada malam isra,
12 tahun setelah bi’tsah (masa kenabian), puasa setelah 15 tahun,
zakat sesudah 15 tahun dan haji sesudah 23 tahun dari bi’tsah. Apa
rahasia semua ini?

Beliau Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melakukan usaha yang


sangat melelahkan dalam nenancapkan akar-akar (pondasi) keimanan,
memperbaiki jiwa pemeluk Islam, mengkokohkan tauhid, menjelas-
kan makna kalimat laailaha illallah, mempertautkan hati para shahabat
dan mengukuhkan ikatan dengan Sang Penciptanya, dan memperbaiki
bathiniyah mereka. Dan yang menciptakan fitrah ini mengetahui
bahwa yang dhohir harus ditegakkan di atas yang bathin, syiar-syiar
ibadah harus ditegakkan berdasarkan ilmu.

Suatu pelajaran berharga dari hikmah turunnya wahyu pertama adalah


“IQRO”. Maka dari sini, jelaslah bahwa yang dida’wahkan oleh Islam
yang pertama kali adalah belajar dan menyingkirkan kebodohan.
Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:

.‫الظ ْل ُم هُ َما َأصْ لُّ ُك ِّل َش ٍّر‬


ُّ ‫اَ ْل َج ْه ُل َو‬

“Kebodohan dan kezhaliman adalah pangkal dari segala keburukan”.


Umar bin Khathab berkata:

.َ‫ْرفُ ْال َجا ِهلِيَّة‬


ِ ‫ْرفُ ْاِإل ْسالَ َم َم ْن الَ يَع‬
ِ ‫الَ يَع‬

“Seseorang tidak bisa mengenal Islam apabila dia tidak mengerti


jahiliyah”.

Wahai saudara-saudaraku ...

Perkataan ini berlaku untuk sejarah kapanpun dan manusia manapun.


Sejauh mana kita mengenal jahiliyyah, sejauh itu pulalah kita
mengenal Islam.
Kita dapat mengerti definisi jahiliyah dalam Al-Qur’an. Yang pertama
kita harus tahu bahwa lafazh jahiliyah merupakan istilah Al-Qur’an.
Semua istilah Al-Qur’an digunakan secara khusus, dengan
menggunakan lafazh tertentu, yang dikhususkan dengan pengertian
tertentu pula.

Sebagaimana lafazh Ash-shalat, Az zakat, Al-Iman, Al-Kufru dan lain-


lain. Lafazh shalat menurut bahasa adalah doa, tetapi bila dalam Al-
Qur’an disebut lafad Ash shalat, pikiran kita langsung faham bahwa
shalat adalah melakukan gerakan tertentu, mengha-dap kibat, ada
takbiratul ikhram, ruku’, sujud, hingga salam.

Demikian pula jahiliyah, Jahil menurut bahasa adalah lawan dari kata
ilmu atau lawan dari kata sopan santun, tetapi apabila Al-Qur’an
menyebutkan jahiliyah, maka jahiliyah tersebut bermakna tertentu.
Antara lain:

 Tidak mengetahui hakekat Uluhiyyah


Dan Kami seberangkan Bani Isra’il keseberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap
menyembah berhala mereka. Bani Isra’il berkata: “Hai musa,
buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana
mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Allah)”. (QS. Al-A’raf:138)

 Terjebak dalam perbuatan yang menyalahi perintah Allah dan


yang diharamkanNya. “Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara
lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipudaya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)
dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS.
Yusuf: 33).
 Berhias dan bertingkah laku menyalahi perintah Allah.
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-
orang jahiliyah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab:33).
 Berhukum dengan selain hukum yang ditetapkan Allah.
Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki. Dan hukum
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-
orang yang yakin? (Al-Maidah: 50).

Saudara seiman rahimakumullah ...

Kondisi semacam ini banyak terjadi di perbagai belahan dunia Islam.


Bahkan semangat di negeri ini untuk mendalami keduniaan mendapat
perhatian besar dan digalakkan. Sebenarnya masing-masing kita bisa
menggambarkan betapa ketidaktahuan umat Islam akan ajaran
diennya dewasa ini telah sampai pada ‘titik’ yang sangat
mengkhawatirkan. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah
mengecam manusia yang semacam ini dalam firmanNya:

Janji Allah, yang Allah tidak akan menyelisihi janjiNya. Tetapi


kebanyakan menusia tidak mengerti, mereka (hanya) mengetahui
secara lahir (saja) dari kehidupan dunia, mereka lalai terhadap
akhirat. (QS. Ar Ruum: 6-7).

Imam Ibnu Katsir dalam menafsiri ayat yang ketujuh mengatakan:


”Maksudnya kebanyakan manusia seakan tidak punya ilmu kecuali
ilmu dunia dengan segala ragamnya. Dalam masalah ini mereka
cendekia tetapi mereka lalai (bodoh) terhadap perkara-perkara dien
dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di akherat. Mereka dalam
hal ini bagai orang dungu yang tak punya nalar dan akal pikiran!”.

Demi Allah, wahai saudara-saudaraku ...


Kebodohan adalah sumber penyimpangan. Dapat kita ketahui tragedi
penyimpangan dalam sejarah Islam.

Bila penyimpangan yang dilakukan Iblis merupakan penyim-pangan


perdana dalam sejarah, maka penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum khawarij tercatat sebagai yang pertama dalam sejarah umat
Nabi Muhammad n.

Ketika itu Dzil Khuwaisharah At-Tamimi berkata kepada Rasulullah


Shalallaahu alaihi wasalam: “Berbuat adillah hai Muhammad,
sesungguhnya engkau tidak berbuat adil”.

Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam


membagi ghanimah (rampasan perang) hunain kepada para sahabat
yang ikut pada peristiwa peperangan hunain. Maka muncullah protes
itu, sampai sahabat Umar bin Khathab Radhiallaahu anhu berkata:
“Bagaimana kalau orang ini saya bunuh ya Rasulullah?”, lalu
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Dari jenis orang ini,
akan muncul suatu kaum yang keluar dari Islam sebagaimana
melesatnya anak panah dari busurnya…!”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).

Jelas bahwa protes yang semacam itu adalah penentangan terang-


terangan terhadap Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang lahir
dari sikap takabur dan mengikuti hawa nafsu serta kebodohan.

Saudaraku seiman...

Telah kami sebutkan bahwa syi’ar-syi’ar ibadah harus ditegakkan


berdasarkan ilmu, demikian pula amal harus didasari ilmu jika tidak
akibatnya akan terjerumus ke dalam bid’ah, syirik yang akan
membuat sia-sianya amal.

Berkata Fudhail bin Iyadh: “Sesungguhnya amal yang dikerjakan


dengan ikhlas tetapi tidak benar tidak akan diterima begitu juga jika
amal itu ikhlas namun tidak benar, ikhlas hendaklah amal itu hanya
untuk Allah dan benar hendaklah tegak berdasarkan sunnah”.

Dari perkataan Fudhail bin Iyadh dapat kita jabarkan lagi,


sesungguhnya ibadah (amal) dalam Islam mempunyai dua syarat
mutlak untuk bisa diterima di sisi Allah azza wa jalla. Yang keduanya
harus dipadukan tidak boleh diambil sebagian dan ditinggalkan
sebagian. Adapun dua syarat yang dimaksud adalah:

 Ikhlas ; adalah memfokuskan tujuan ibadah (amal) hanya


kepada Allah semata tidak memalingkan kepada selainNya
sekecil apapun. Syarat ini berkaitan erat dengan niat yaitu
dorongan awal dari dikerjakannya semua amal.
Sesungguhnya setiap amal itu disesuaikan dengan niatnya dan
setiap orang akan diganjar sesuai dengan niatnya pula. (HR. Al-
Bukhari dan Muslim).

 Mutaba’ah ; yaitu mengikuti sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi


wasalam . Seseorang yang mau beramal dalam Islam harus
menyelaraskan amalnya dengan sunnah Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam . Sebab jika tidak demikian akan menjerumuskan
ke dalam kubangan bid’ah. Bid’ah adalah suatu cara dalam dien
yang diciptakan untuk menandingi syari’at dengan maksud untuk
dipraktekkan dalam ibadah.

Banyak sekali orang yang mengerjakan ibadah dengan ikhlas


tetapi sungguh sayang mereka bodoh, tidak berilmu, tidak
faham dengan sunnah sehingga sia-sia amalnya. Ali bin Abi
Thalib Radhiallaahu anhu berkata:

ٌ ِّ‫ص َم ظَه ِْريْ َر ُجالَ ِن؛ عَالِ ٌم ُمتَهَت‬


ٌ ‫ك َو َجا ِه ٌل ُمتَنَ ِّس‬
.‫ك‬ َ َ‫ق‬
“Dua orang yang membuat lemah punggungku, orang berilmu
yang merusak dan orang bodoh yang rajin beribadah.”

Akibat lain dari kebodohon terhadap dien adalah terperosok ke dalam


penghambaan kepada selain Allah. Ketika Adi bin Hatim menghadap
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , di lehernya tergantung salib
dari perak, kemudian Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membacakan
ayat:

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka


sebagai tuhan selain Allah. (QS. At-Taubah: 31)

Maka jawab Adi bin Hatim: “Sesungguhnya mereka tidak


menyembahnya!” Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam : “Benar,
tetapi sesungguhnya mereka mengharamkan yang halal, dan
menghalalkan yang haram, lalu mereka mengikuti, itulah ibadah
kepada mereka”. (HR. At-Tirmidzi).

Dari kisah ini nampak ketidaktahuan Adi bin Hatim tentang hakekat
ibadah, Adi mengira bahwa ibadah hanya ruku’ dan sujud, tetapi
dibantah oleh Rasulullah, bahwa ketaatan atas ketentuan selain yang
diputuskan oleh Allah juga termasuk ibadah.

Berkata Imam Sufyan Ats Tsauri: “Bid’ah itu lebih dicintai iblis dari
pada kemaksiatan, karena orang yang berbuat maksiat mempunyai
keinginan untuk bertaubat dari nya.”

Sedang perbuatan bid’ah yang salah dianggap hasanah dan ibadah,


mana mungkin orang ini bertaubat dari kesalahannya, kalau kesalahan
itu dianggap hasanah. Sehingga ahlul bid’ah lebih dicintai oleh iblils
la’natullah, naudzubillah. Orang seperti ini akan bertaubat bila diberi
ilmu dan hidayah oleh Allah. Kita berdo’a semoga kita semua
senantiasa ditunjuki ke jalan yang lurus. Amiiin.

‫ َوتَقَبَ َّل هللاُ ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم‬،‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫بَا َركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
.‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫تِالَ َوتَه‬

Khutbah Kedua

‫ض َّل‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬


ِ ‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْست َِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر ْه َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا‬
ُ‫صلى هللا‬ َّ َ ُ‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ له‬
ُ َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد‬
َ‫ق تُقَاتِ ِه َوال‬ َّ ‫ يَا َأيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َح‬:‫ قَا َل تَ َعالَى‬. ‫َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا‬
‫ق هللاَ يُ َكفِّرْ َع ْنهُ َسيَِّئاتِ ِه‬
ِ َّ‫ { َو َمن يَت‬:‫ال‬ َ َ‫ق هللاَ يَجْ َعل لَّهُ َم ْخ َرجًا} َوق‬ ِ َّ‫ { َو َمن يَت‬:‫ال تَ َعالَى‬ َ َ‫ ق‬. َ‫تَ ُموْ تُ َّن ِإالَّ َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬
}‫َويُ ْع ِظ ْم لَهُ َأجْ رًا‬
‫ُصلُّوْ نَ َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا َأيُّها َ الَّ ِذ ْينَ‬ ‫صالَ ِة َوال َّسالَ ِم َعلَى َرسُوْ لِ ِه فَقَا َل‪ِ{ :‬إ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ ي َ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُموْ ا فَِإ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بِال َّ‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬
‫َءا َمنُوْ ا َ‬
‫ار ْك َعلَى‬ ‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَ ِ‬ ‫َّ‬
‫صليْتَ َعلَى ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ِ ،‬إن َ‬ ‫َّ‬ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫اَللَّهُ َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد ‪ .‬اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ‬
‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ِ ،‬إنَّ َ‬
‫ق َحقّا َوارْ ُز ْقنَا اتِّبَا َعهُ‪،‬‬ ‫ً‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ‪ .‬اَللَّهُ َّم َأ ِرنَا ْال َح َّ‬ ‫ت‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫ت اَْألحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَْأل ْم َوا ِ‬
‫ت‪َ ،‬و ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ار‪َ .‬ربَّنَا هَبْ لنَاَ‬ ‫َّ‬
‫اب الن ِ‬ ‫َوَأ ِرنَا ْالبَا ِط َل با ِطال َوارْ زقنَا اجْ تِنَابَهُ‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّدنيَا َح َسنَة َوفِي اآل ِخ َر ِة َح َسنَة َوقِنَا َعذ َ‬
‫َ‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ً‬ ‫َ‬
‫صفُوْ نَ ‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ْال ُمرْ َسلِ ْينَ‬ ‫ك َربِّ ْال ِع َّز ِة َع َّما يَ ِ‬ ‫ِم ْن َأ ْز َوا ِجنَا َو ُذ ِّريَّاتِنَا قُ َّرةَ َأ ْعيُ ٍن َواجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‪ُ .‬س ْب َحانَ َربِّ َ‬
‫َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ ‪.‬‬
‫صالَةَ‪.‬‬ ‫صحْ بِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وَأقِ ِم ال َّ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َ‬ ‫َو َ‬

‫‪Bacaan Khutbah Pertama :‬‬

‫ان ال َّر ِحي ِْم الرَّحْ َم ِن‪َ ،‬أحْ َم ُدهُ ُس ْب َحانَهُ َوتَ َعالَى َح ْمدًا يَ ُدوْ ُم َعلَى ال َّد َو ِام‪َ ،‬وَأ ْش ُك ُرهُ َعلَى‬ ‫ك ال َّديَّا ِن ْال َك ِري ِْم ْال َمنَّ ِ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ ْال َملِ ِ‬
‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ‬‫ب‪َ .‬أ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬ ‫ْال َخي ِْر َو ْاِإل ْن َع ِام‪َ ،‬وَأتُوْ بُ ِإلَ ْي ِه ِمنَ ُّ‬
‫الذنُوْ ِ‬
‫صالَةً َو َسالَ ًما دَاِئ َمي ِْن َمتُالَ ِز َم ْينَ َعلَى‬ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َ‬ ‫ي بَ ْع َدهُ‪ .‬اَللَّهُ َّم فَ َ‬ ‫َو َرسُوْ لُهُ‪ ،‬الَ نَبِ َّ‬
‫َأ‬ ‫َّ‬
‫ان‪َ ،‬و َسل َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا‪َّ .‬ما بَ ْعدُ؛‬ ‫َم َم ِّر اللَّيَالِ ْي َوال َّز َم ِ‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن ِإالَّ َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ نَ ‪.‬‬
‫قَا َل تَ َعالَى‪ :‬يَا َأيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َح َّ‬

‫‪Oleh: Richana Widayani‬‬

Anda mungkin juga menyukai