Anda di halaman 1dari 12

Makalah Hadis Sosial Politik

HADIS SYARAT KEPEMIMPINAN

DISUSUN OLEH :

Nama : Khaliqi al Kharidi (3042019002)

Dosen pengampu : Muhammad Abrar,M.Pd,M.Ag

Prodi/Semseter : Ilmu Hadis/ Semester 5

Kelompok : 3 (Tiga)

JURUSAN ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

T.A 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia diciptakan oleh Allah Swt. ke muka bumi ini sebagai khalifah (pemimpin), oleh
sebab itu manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin yang merupakan peran
sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat
dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan
seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi.
Dalam menyoroti pengertian dan hakekat kepemimpinan, sebenarnya dimensi
kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta merupakan proses yang
melibatkan berbagai komponen di dalamnya dan saling mempengaruhi. Kalau kita
mendengar perkataan kepemimpinan dalam Islam biasanya asosiasi pertama terarah pada
“kepemimpinan tertinggi bagi umat Islam” yang terkenal dengan sebutan khalifah, imamah,
dan sebagainya. Artinya, kepemimpinan tertinggi bagi umat Islam dalam urusan Agama dan
dunia.
Dari kepemimpinan tertinggi, kemudian berkembang ke seluruh aspek kehidupan
manusia, sampai ke kelompok yang paling kecil, keluarga dan individunya. Dalam hal ini,
tentu kita tidak akan membahas masalah suksesi pimpinan nasional dan sebagainya, akan
tetapi kita hanya akan membahas syarat menjadi pemimpin dan mempelajari secara sepintas
bagaimana mestinya kalau kita kebetulan diserahi tugas untuk memimpin satu lembaga atau
organisasi. Oleh karena itu, perlu kita ketahui adalah sifat-sifat pemimpin yang sesuai
dengan Syarat-syarat kepemimpinan, sehingga kita dapat meneladaninya atau memudahkan
kita untuk memilih seorang pemimpin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana maksud Kepemimpinan yang Adil?
2. Bagaimana Kepemimpinan yang bertanggung jawab?

C. Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana pemimpin yang adil?
2. Untuk mengetahui bagaiman pemimpin yang bertanggung jawab?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Adil
1. Hadis tentang kepemimpinan yang adil

‫س ْبعَةٌ يُ ِظلُّ ُه ُم هللاُ فِ ْي‬


َ : ‫سلَّ َم قَا َل‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ُ‫ع َْن أَبِ ْي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي هللا‬
َ ‫ع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِِّي‬
‫ق فِي‬ ٌ َّ‫ َو َر ُج ٌل قَ ْلبُهُ ُمعَل‬، ِ‫شأ َ بِ ِعبَا َد ِة هللا‬ ٌّ ‫ َوش‬،‫ ا َ ْ ِْل َما ُم ا ْلعَا ِد ُل‬:ُ‫ِظ ِلِّ ِه يَ ْو َم ََل ِظ َّل إِ ََّل ِظلُّه‬
َ َ‫َاب ن‬
ُ‫عتْهُ ا ْم َرأَةٌ ذَات‬ َ ‫علَ ْي ِه َوتَفَ َّرقَا‬
َ ‫ َو َر ُج ٌل َد‬، ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ َو َر ُج ََل ِن ت َ َحابَّا فِي هللاِ اِجْ ت َ َمعَا‬، ‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫ا ْلـ َم‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة فَأ َ ْخفَا َها َحتَّى ََل ت َ ْعلَ َم‬
ُ‫ش َمالُه‬ َ ِ‫ق ب‬ ُ ‫ إِنِِّ ْي أ َ َخ‬: ‫ فَقَا َل‬، ‫ب َو َج َما ٍل‬
َ َ ‫ َو َر ُج ٌل ت‬، َ‫اف هللا‬
َ ‫ص َّد‬ ٍ ‫َم ْن ِص‬
َ ْ‫ َو َر ُج ٌل ذَك ََر هللاَ َخا ِل ًيا فَفَاضَت‬، ُ‫ق َي ِم ْينُه‬
‫ع ْينَا ُه‬ ُ ‫َما ت ُ ْن ِف‬
Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda “Tujuh golongan yang dilindungi Allah dalam perlindungan-Nya pada hari
kiamat, yaitu suatu hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya: Penguasa
yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seorang yang selalu
mengingat Allah dalam kesendirian(nya) sampai menetaskan air mata, seorang yang
hatinya selalu terpaut pada masjid, dua orang yang saling menyintai karena Allah, seorang
pria yang “diajak” oleh wanita kaya dan cantik, (namun) pria itu berkata: Aku takut kepada
Allah, dan seorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang telah dilakukan tangan kanannya.”(HR.Bukhari dan muslim)

2. Penjelasan Hadis
Ada tujuh kelompok yang mendapat dzillullâh (naungan Allah), penguasa yang adil
yaitu: pemuda yang taat, orang yang selalu ingat kepada Allah, orang yang punya orientasi
kemasjidan, orang yang bercinta karena Allah, orang yang mampu menahan diri dari
kemaksiatan dan takut kepada Allah, dan seorang yang bersedekah tanpa sepengetahuan
orang lain. Istilah “naungan Allah” dalam hadis tersebut dipahami secara beragam oleh para
ulama, misalnya: naungan ‘Arsy, surga, kemuliaan, pertolongan, dan perlindungan dari hal-
hal yang tidak sukai pada hari kiamat, demikian menurut al-Qadhi ‘Iyadh dan Ibn Dinar.
Imam ‘adil (penguasa yang adil) adalah golongan pertama yang disebutkan dalam hadis di
tersebut. Sebab, golongan ini lebih banyak peranannya dan manfaatnya dirasakan oleh
banyak orang.1 Yang dimaksud dengan Imam yaitu seorang yang mempunyai kekuasaan
besar seperti raja, presiden atau yang mengurusi urusan kaum Muslimin. Yang dimaksud
adil yaitu seorang imam yang tunduk dan patuh dalam mengikuti perintah Allâh Azza wa
Jalla dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya, tanpa melanggar atau melampaui batas
dan tidak menyia-nyiakannya. Keadilan seorang imam yaitu dengan menegakkan kalimat
Tauhid di muka bumi dan menyingkirkan segala perbuatan syirik, dan melaksanakan
hukum-hukum Allâh Azza wa Jalla , sebab kezhaliman yang paling zhalim adalah perbuatan
menyekutukan Allah.
Dengan demikian, dari hadis ini bisa dipahami bahwa penguasa yang berlaku adil akan
mendapat perlindungan dari Allah pada urutan yang pertama dibandingkan pelaku-pelaku
kebaikan lainnya. Sebaliknya, penguasa yang zalim akan berada pada kondisi paling sulit di
hari kiamat kelak, dibandingkan pelaku-pelaku kejahatan lainnya. Nabi saw. berpesan
kepada ‘Ali bin Abi Thalib: Apabila ada dua orang laki-laki yang meminta keputusan
kepadamu maka janganlah engkau memberikan keputusan kepada laki-laki yang pertama
sampai engkau mendengarkan pernyataan dari laki-laki yang kedua. Maka engkau akan tahu
bagaimana engkau memberikan keputusan.2
Perintah tersebut, tidak hanya disampaikan kepada ‘Ali, Nabi Saw. sendiri juga
melakukan hal yang sama. Dalam posisi Nabi Saw. sebagai hakim, beliau tidak menghukum
seorang tersangka berdasarkan tuduhan dari satu pihak saja, tanpa mendengarkan pembelaan
dari pihak lain. Dan dalam sebuah hadits diriwayatkan tentang imbalan bagi pemimpin yang
adil, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Yang Artinya : Diriwayatkan abu bakar bin abi
syaibah dan Zahair bin Harb idan ibnu numair berkata Sufyan bin Uyainah dari Amr dan
yakni bin Dinar dari amr bin Aws dari Abdullah bin ‘amru bin al ‘ash r.a berkata:
rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, kelak disisi Allah
ditempatkan diatas mimbar dari cahaya, ialah mereka yang adil dalam hukum terhadap
keluarga dan apa saja yang diserahkan (dikuasakan) kepada mereka. (HR. Muslim).3

1
Maktabah Tahqiq al-Turats al-Islami, ed. Sunan al-Nasa’i bi Syarh al-Hafidz Jalal al-Dîn al-Suyuthi
jilid 4 (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, t.th.), h. 613.
2
Al-Tirmidzî, al-Jami‘, juz 3, h. 618. Menurut al-Tirmidzi, hadis ini hasan.
3
Ahmad Soenarto, TerjemahanRiyadus Shalihin (Jakarta: Pustaka Amin, 1999), hlm.153.
Betapa penting pemimpin itu adil, karena pada hakekatnya pemimpin yang adil itu
bisa menjamin tegaknya demokrasi. Dalam konteks ini pemimpin seharusnya lebih
mengutamakan layanan untuk memenuhi hak yang dilayani (staf atau rakyat). Keberadaan
dan kemajuan suatu organisasi atau institusi sangatlah tergantung pada pemimpinnya. Baik
itu berkenaan dengan sifat maupun sikap pemimpin. Adil merupakan salah satu sifat dan
sikap pemimpin yang sangat penting, selain jujur, bertanggung jawab, kreatif, visioner,
perduli, komunikatif, dan sebagainya. Pemimpin yang adil tidak hanya berurusan secara
horizontal, melainkan juga berurusan secara vertikal. Justru pemimpin yang adil ada di mata
Allah swt. Dengan begitu betapa berartinya pemimpin yang adil. Kita bisa amati, mengapa
masih banyak praktek korupsi di tanah air. Berdasarkon kondisi yang ada, dapat diduga
secara hipotetik bahwa penyebab utama tindakan korupsi itu adalah kepemimpinan yang
tidak adil.
Ronald E Riggio Ph.D. (2018) menjelaskan sejumlah alasan yang menyebabkan
pemimpin bertindak tidak adil, di antaranya: Pertama, pemimpin kurang empati. Pemimpin
yang berada di posisi tinggi cenderung kurang sensitif terhadap persoalan yang dihadapi staf
paling bawah. Kedua, pemimpin cenderung bias. Pemimpin tidak menyadari bahwa mereka
berpotensi melakukan bias tertentu yang menjadikan dirinya menyukai orang-orang tertentu
daripada yang lainnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari adanya praktek “suka” dan “tidak
suka”. Ketiga, pemimpin tidak dikehendaki untuk bersikap adil. Jika organisasi tidak
menekankan perlakuan adil, maka pemimpin merasa bebas untuk melakukan apa saja yang
mereka inginkan. Keempat, pemimpin sama sekali kurang panduan. Beberapa pimpinan
tidak menyadari bahwa mereka bertindak secara tidak adik dan berbuat apa saja yang
disukai. Terakhir, pekerja itu merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, padahal pada
kenyataannya tidak. Terlalu sering pekerja meyakini bahwa mereka diperlakukan secara
tidak adil, tetapi pada kenyataannya tidak. Betapa penting pemimpin itu adil, karena pada
hakekatnya pemimpin yang adil itu bisa menjamin tegaknya demokrasi. Dalam konteks ini
pemimpin seharusnya lebih mengutamakan layanan untuk memenuhi hak yang dilayani (staf
atau rakyat). Memuaskan orang lain lebih diutamakan daripada memuaskan dirinya,
keluarganya, koleganya, atau golongannya. Berbuat adil tidak lagi menjadi bisnis
duniawiyah melainkan juga bisnis ukhrawiyah.
Ingat firman Allah swt, “Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.” (QS Al Hujurat: 9). Allah swt tidak hanya perintahkan untuk
menjadi pemimpin yang adil, melainkan Allah memberikan jaminan di hari akhir secara
eksplisit.Pemimpin yang adil di urutan pertama, menunjukkan betapa Allah swt memberikan
perhatian yang khusus. Bagaimana mengimplementasikan kepemimpinan yang adil,
sehingga amanah bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Kita sebenarnya sudah
memiliki rambu-rambu oleh Allah swt, sehingga kita bisa terhindar dari tindakan yang
maksiat. Allah swt berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu kerana ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (katakata) atau enggan menjadi saksi,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS.
An-Nisa‟: 135).
Walaupun sudah ada rambu, ternyata yang memiliki pengetahuan agama yang cukup
pun masih terpeleset, sehingga tidak bisa menegakkan keadilan. Maka selalu berlindunglah
kepada Allah swt, semoga hidup kita selamat di dunia dan akhirat. Untuk menjadi pemimpin
yang adil dalam suatu organisasi atau institusi, maka ia harus peka terhadap semua orang
yang dipimpin, bahkan pihak lain yang terkait. Harus banyak mengamati, mendengar dan
bersikap terbuka, jika perlu bersikap proaktif, sehingga dalam memutuskan suatu kebijakan
atau keputusan bisa matching dengan apa yang menjadi kebutuhan semua dan dinikmati
hasilnya oleh seluruh orang yang dipimpinnya. Tanpa ada salah satu pihak yang
diuntungkan ataupun dirugikan. Singkatnya mereka semua harus sama bisa menikmati hasil
kerja bersamatanpa ada diskrimasi dan rasa kecewa di salah satu pihak. Memang tidak
semua pemimpin bisa berlaku adil. Untuk berbuat adil tidaklah mudah. Kita perlu
mengetahui sanksi dan akibat pemimpin yang tidak adil. Rasulullah Saw bersabda “Awal
(dari ambisi terhadap kekuasaan) adalah rasa sakit, lalu kedua diikuti dengan penyesalan,
setelah itu ketiga diikuti dengan siksa pada hari kiamat, kecuali bagi yang mampu berbuat
adil.”(HR At Thantani). Demikian pula ada peringatan keras bagi pemimpin yang tidak
amanah. Nabi Saw. bersabda “Sebaik-baik perkara adalah kepemimpinan bagi yang
menunaikannya dengan cara yang benar. Sejelek-jelek perkara adalah kepemimpinan bagi
yang tidak menunaikannya dengan baik dan kelak ia akan merugi pada hari kiamat” (HR At
Tabrani). Dengan begitu para pemimpin di sektor manapun bertanggung jawab menegakkan
keadilan dan melayani dengan baik dan profesional. Jika tidak mampu maka akibatnya berat
di belakang. Demikian sekedar catatan pinggir tentang pemimpin yang adil. Secara konsep
sudah banyak yang bisa dipedomani untuk menjadi pemimpin yang adil. Namun dalam
implementasi tidaklah mudah. Karena banyak faktor yang bisa menggerus sikap adil. Bisa
dari pemimpin sendiri yang tidak mampu mengendalikan diri, tidak disiplin, dan tak
berintegritas. Juga bisa berasal dari keluarga dan handai taulan. Bisa juga dari pihak lain
yang memaksa dan menjerat pemimpin. Apapun alasannya, yang pokok adalah kuncinya di
pemimpin sendiri. Bertanya pada hati nurani sendiri. Sudah adilkah saya. Sudah bebaskah
saya dari sikap diskriminatif, menganakemaskan seseorang, kelompok atau institusi. Yang
jelas adanya keberanian melayani orang atau pihak lain satu strip di atas kita, keluarga kita,
kelompok kita, fraksi kita atau partai kita. Dengan begitu insya Allah pemimpin bisa
menenuhi sikap adil, di samping melayani.4
Demikianlah betapa pentingnya persoalan keadilan pemimpin dalam Islam. Terlebih
keadilan yang ditekankan pada persoalan-persoalan hukum, seperti yang telah dijelaskan di
atas.
B. Tanggung jawab
1. Hadis pemimpin yang bertanggung jawab

ِ ْ ‫سئ ُو ٌل ع َْن َر ِع َّي ِت ِه‬


‫اْل َما ُم‬ ْ ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم‬
ٍ ‫سلَّ َم َيقُو ُل ُكلُّ ُك ْم َر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬
ِ َّ ‫سو َل‬ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َ
‫سئ ُو ٌل ع َْن َر ِع َّي ِت ِه َوا ْل َم ْرأَةُ َرا ِع َيةٌ ِفي‬ ْ ‫اع ِفي أ َ ْه ِل ِه َو ُه َو َم‬
ٍ ‫الر ُج ُل َر‬ َّ ‫سئ ُو ٌل ع َْن َر ِع َّي ِت ِه َو‬
ْ ‫اع َو َم‬
ٍ ‫َر‬
ٌ ْ ‫ت َز ْو ِج َها َو َم‬
‫سئ ُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ْ ‫س ِيِّ ِد ِه َو َم‬ ٍ ‫سئ ُولَة ع َْن َر ِعيَّتِ َها َوا ْل َخا ِد ُم َر‬
َ ‫اع فِي َما ِل‬ ِ ‫بَ ْي‬
Artinya :

"Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah
pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah

4
Artikel prof.dr. rochmat wahab,m.pd.,ma
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban
atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta
tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut."
(HR al-Bukhari dan HR Muslim).

Selain dari hadits di atas, terdapat juga perintah untuk bertanggung jawab di dalam al-
Qur’an, yang berbunyi. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. Al-Anfal : 27)

2. Penjelasan Hadis
Hadis tersebut menganjurkan agar setiap pemimpin masyarakat, keluarga, dan rumah
tangga mampu bertanggungjawab atas segala yang dipimpinnya. Dalam skala yang lebih
besar, seorang pemimpin negara harus bertanggungjawab atas rakyatnya. Nabi saw. juga
bersabda:”Tidaklah setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak
berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada
mereka, kecuali dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu”.5Tidak hanya
sekedar bertanggung jawab, pemimpin juga diharapkan menangani segala persoalan
persoalan rakyatnya, baik terkait dengan ekonomi, sosial, maupun politik.

Dalam kaitannya dengan usaha tersebut, pemimpin harus menjaga diri dari hal-hal dapat
dinilai mengelabui rakyatnya. Sebab pemimpin yang mengelabui rakyatnya, maka
ganjarannya adalah seperti yang disabdakan Nabi saw. berikut ini:” Tiada seorang yang
diamanati oleh Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya,
melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga”.6 Bahkan tindakan tersebut bisa
dianggap sebagai sebuah pengkhianatan. Nabi saw. bersabda:“Ketahuilah tidak ada peng-
khianatan yang lebih besar daripada pengkhianatan penguasa terhadap rakyatnya”.7
Jika hal ini terjadi, maka akan hilanglah kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya dalam
upaya penanggulangan masalah-masalah yang mereka hadapi. Akibat terburuknya adalah
5
Muslim, Shahîh , juz 3, h. 1459, juz 1, h. 125
6
Muslim, Shahih, juz 1, h. 125, juz 3, h. 1459. ‘Abdullah bin ‘Abd al-Rahman Abu Muhammad al-Darimi,
Sunan al-Darimi, juz 2 (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.th), h. 417.
7
Muslim, Shahih , juz 3, h. 1361
akan muncul berbagai bentuk kemungkaran di tengah-tengah masyarakat, yang pada
akhirnya menambah masalah baru. Hal tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan. Sebuah hadis
menyebutkan:” Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah
dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu (juga),
maka dengan hatinya. Demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.8 Sampai di sini dapat
dikatakan bahwa tanggungjawab pemimpin harus dilakukan maksimal, demi untuk
menumbuhkan serta mempertahankan kepercayaan rakyatnya. Sehingga pemimpin juga
mendapat dukungan moril dari rakyatnya, dan bila perlu saling memberi masukan atau
solusi satu dengan yang lain.
a. Tanggung Jawab Kepemimpinan Dalam Islam
Posisi pemimpin adalah di depan agar menjadi petunjuk bagi anggota-anggotanya dalam
kebaikan dan menjadi pembimbing bagi mereka kepada kebenaran. Tanggung jawab
manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia memiliki kesadaran yang
mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat
keyakinannya terhadap suatu nilai. Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang
lain agar dapat berbuat sesuai dengan kemamuan yang dikehendakinya. Dengan kata lain
pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang lain menuju kepada tujuan yang
dikehendakinya. Banyak teori tentang pemimpin dan kepemimpinan (leadership), namun
teori tersebut pada intinya adalah sebagai seni mempengaruhi orang lain. Wahab Abdul
Kadir mendefinisikan pemimpin adalah orang yang memiliki kesanggupan, mempengaruhi,
member contoh, mengarahkan orang lain atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan baik
formal maupun non formal. Pemimpin juga diartikan sebagai seseorang yang
berkemampuan mengarahkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja bersama dengan
kepercayaan serta tekun mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya. Memimpin adalah
sebuah aksi mengajak sehingga memunculkan interaksi dalam struktur sebagai dari proses
pemecahan masalah bersama. Pada hakekatnya setiap manusia adalah pemimpin, paling
tidak ia sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, hati memimpin di dalam tubuh manusia,
sebab segala sesuatu manusia perbuat adalah berdasarkan petunjuk dan kemauan dari hati

8
Muslim, Shahih, juz 1, h. 69. Al-Timidzi, al-Jami‘, juz 4, h. 469. Muhammad bin Yazid Abû ‘Abdullih al-
Qazwini, Sunan Ibn Majah, juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 406. Abu Dawud, Sunan, juz 1, h. 443. Al-Nasa’i, al-
Mujtaba, juz 8, h. 111.
nurani, sebagaimana hadits rasulullah SAW. ‫ رعيته عن مسؤل كلكم و راع كلكم‬Artinya: “ Setiap
kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban pada yang
dipimpinnya. Dari hadits tersebut tanpak bahwa setiap jiwa manusia itu akan diminta
pertanggungjawaban atas segala aktifitas hidupnya selama di dunia, bahkan seseorang akan
ditanya masing-masing anggota tubuhnya nanti dihari pengadilan sementara mulut itu
membisu.9 sebagaimana firman Allah dalam (QS.Yasin : 65) yang Artinya: “Pada hari ini
Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi
kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.Pengertian
pemimpin secara umum adalah orang yang mampu membimbing, mengontrol dan
mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin merupakan seseorang yang
menyebabkan seseorang atau kelompok lain untuk bergerak menuju kearah tujuan-tujuan
tertentu sehingga ia memiliki tanggung jawab agar orang yang dipimpinnya dapat meraih
tujuan yang akan dicapainya.10 Sedangkan pengertian dari kepemimpinan adalah suatu
proses yang membutuhkan tanggung jawab dalam membimbing, mengontrol dan
mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang ataupun kelompok sehingga
dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan akan membawa seseorang atau kelompok
tersebut menuju kearah yang lebih baik dan selalu berada dalam jalan kebenaran.11
Tanggung jawab juga berkaitan dengan kewajiban.
Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan
bandingan terhadap hak dan dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab
dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari
ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusanya diharapkan dapat mendatangkan
manfaat bagi kesejateran manusia.

9
Abul A’la Al-Maududi. (2007). Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Karisma., hal 178
10
Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-Asy’at alSajistami al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, Indonesia: Maktabah
Dahlan h.150
11
Ahmad Ibrahim Abu Sinn. (2006). Manajemen Syariah Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, Hal 260
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Betapa penting pemimpin itu adil, karena pada hakekatnya pemimpin yang adil itu bisa
menjamin tegaknya demokrasi. Dalam konteks ini pemimpin seharusnya lebih
mengutamakan layanan untuk memenuhi hak yang dilayani. Keberadaan dan kemajuan
suatu organisasi atau institusi sangatlah tergantung pada pemimpinnya. Baik itu berkenaan
dengan sifat maupun sikap pemimpin. Adil merupakan salah satu sifat dan sikap pemimpin
yang sangat penting, selain jujur, bertanggung jawab, kreatif, visioner, perduli, komunikatif,
dan sebagainya. Pemimpin yang adil tidak hanya berurusan secara horizontal, melainkan
juga berurusan secara vertikal. Justru pemimpin yang adil ada di mata Allah swt. Dengan
begitu betapa berartinya pemimpin yang adil. Kita bisa amati, mengapa masih banyak
praktek korupsi di tanah air. Berdasarkon kondisi yang ada, dapat diduga secara hipotetik
bahwa penyebab utama tindakan korupsi itu adalah kepemimpinan yang tidak adil.
Tanggung jawab berkaitan dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang
dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak dan
kewajiban. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusnya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejateran manusia. Pemimpin adalah orang yang dapat
mempengaruhi orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan kembanuan yang
dikehendakinya. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang sanggup membawa orang
lain menuju kepada tujuan yang dikehendakinya.
Dari sini pemakalah dapat menyimpulkan Bahwa pemimpin yang Adil ialah pemimpin
yang mampu bertindak dan menjalankan suatu Kepemerintahannya dengan seadil-adilnya
dan memperlakukan dengan sama setiap masyarakat atau warganya tidak membedakan
Ras,suku,maupun Agama.sedangkan Pemimpin yang bertanggung jawab ialah seorang
pemimpin yang mampu melaksanakan tugas dengan baik dan dapat mengambil kesimpulan
dari resiko terjadi atau juga pemerintah mampu membangun suatu pengaruh yang kuat di
kalangan pengikutnya, maka pasti pemimpin itu mendapatkan otoritas dari masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ibrahim Abu Sinn. (2006).Manajemen Syariah Sebuah Kajian Historis dan
Kontemporer. Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, Hal 260
Abul A’la Al-Maududi. (2007). Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Karisma., hal 178
Ahmad Soenarto, TerjemahanRiyadus Shalihin (Jakarta: Pustaka Amin, 1999), hlm.153
Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-Asy’at alSajistami al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, Indonesia:
Maktabah Dahlan h.150
Maktabah Tahqiq al-Turats al-Islami, ed. Sunan al-Nasa’i bi Syarh al-Hafidz Jalal al-Din
al-Suyuthi jilid 4 (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, t.th.), h. 613.
Muslim, Shahih, juz 1, h. 125, juz 3, h. 1459. ‘Abdullah bin ‘Abd al-Rahman Abu
Muhammad al-Darimi, Sunan al-Darimi, juz 2 (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.th), h. 417.
Muslim, Shahih , juz 3, h. 1361
Muslim, Shahîh , juz 3, h. 1459, juz 1, h. 125

Anda mungkin juga menyukai