Anda di halaman 1dari 4

Khutbah I

َ‫ أَ ْش هَ ُد أَ ْن الَ إِلَ هَ إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ ال‬.‫ت‬ ِ ‫ أَ َم َرنَ ا بِتَ رْ ك ْال َمنَ ا ِه ْي َوفِ ْع ِل الطَّا َع ا‬  ْ‫الح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذي‬ َ
‫ اَللَّهُ َّم‬.‫َّش ا ِد‬
َ ‫اعى بِقَ ْولِ ِه َوفِ ْعلِ ِه إِلَى الر‬ ِ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن َسيِّدنا ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ ال َّد‬، ُ‫ْك لَه‬ َ ‫َش ِري‬
‫ب َو َعلَى التَّابِ ِعي َْن لَهُ ْم‬ ِ ‫لص َوا‬ َّ ِ‫ص َحاِب ِه الهَ ا ِدي َْن ل‬ ْ َ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى َس يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوأ‬ َ َ‫ف‬
ِ ‫ان إِلَى يَ ْو ِم ْال َمآ‬
.‫ب‬ ٍ ‫بِإِحْ َس‬
ُ‫ال هللا‬ َ َ‫ق تُقَاتِ ه َوالَتَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَ ْنـتُ ْم ُم ْس لِ ُم ْو َن فَقَ ْد ق‬ َّ ‫ اِتَّقُ ْوا هللاَ َح‬،‫ فَيَااَيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُم ْو َن‬،‫اَ َّما بَ ْع ُد‬
‫ ْاليَ ْو َم نَ ْختِ ُم َعلَى أَ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُ َكلِّ ُمنَا أَ ْي ِدي ِه ْم َوتَ ْش هَ ُد أَرْ ُجلُهُ ْم بِ َم ا َك انُوا‬:‫الى فِي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم‬ َ ‫تَ َع‬
َ ‫يَ ْك ِسب‬
‫ُون‬
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Persoalan pemimpin dalam Islam sangat krusial. Ia dibutuhkan dalam masyarakat atau komunitas bahkan
dalam lingkup yang sangat kecil sekalipun. Adanya pemimpin mengandaikan adanya sistem secara lebih
terarah. Tentu saja pemimpin di sini bukan seseorang dengan otoritas mutlak. Ia dibatasi oleh syarat-syarat
tertentu yang membuatnya harus berjalan di atas jalan yang benar.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda:

‫ان ثَالَثَةٌ فِي َسفَ ٍر فَ ْلي َُؤ ِّمرُوا أَ َح َدهُ ْم‬


َ ‫إِ َذا َك‬
“Bila ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi
pemimpinnya.” (HR Abu Dawud)

Hadits ini memuat pesan bahwa kepemimpinan adalah hal penting dalam sebuah aktivitas bersama.
Perjalanan tiga orang bisa dikatakan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tim kecil. Artinya, perintah Nabi
tersebut tentu lebih relevan lagi bila diterapkan dalam konteks komunitas yang lebih besar, mulai dari tingkat
rukun tentangga (RT), rukun warga (RW), desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga negara. Juga ada
lingkup-lingkup aktivitas lainnya yang memperlukan kebersamaan. Hadirnya pemimpin membuat kerumunan
massa menjadi jamaah yang terorganisasi: ada tujuan, pembagian peran, dan aturan yang ditegakkan
bersama.

Bisa dibayangkan seandainya sebuah wilayah dengan populasi yang banyak tanpa pemimpin. Tentu kekacauan
aka terjadi di mana-mana karena kehidupan sosial tidak terkontrol, kejahatan tanpa sanksi, dan sumber daya
alam tidak terkelola secara tertib. Tak heran jika ada pendapat yang mengatakan bahwa pemimpin yang zalim
lebih baik daripada tanpa kepemimpinan. Tentu ini bukan hendak menoleransi karakter pemimpin yang
sewenang-wenang melainkan petunjuk betapa pentingnya mengangkat pemimpin dalam Islam.

Imam Al-Ghazali mengaitkan pentingnya pemimpin dengan kelestarian agama sebagai berikut:

ْ َ‫ارسٌ َو َم ا اَل أ‬
‫ص َل لَ هُ فَ َم ْه ُد ْو ٌم َو َم ا اَل‬ ُ َ‫الس ْلط‬
ِ ‫ان َح‬ ْ َ‫ان فَال ِّدي ُْن أ‬
ُّ ‫ص ٌل َو‬ ِ ‫ك َوال ِّدي ُْن تَ ْوأَ َم‬ُ ‫ال ُم ْل‬
 ‫ضائِ ٌع‬ َ َ‫س لَهُ ف‬ َ ‫ار‬ِ ‫َح‬
“Kekuasaan dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama sebagai landasan dan kekuasaan sebagai
pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki landasan pasti akan tumbang. Sedangkan sesuatu yang tidak
memiliki pengawal akan tersia-siakan.” (Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ Ulumiddin, tt, Beirut: Darul Ma’rifah, Juz 1,
h. 17)

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

4
Dengan demikian, kita sebagai Muslim sekaligus warga negara yang baik punya tanggung jawab untuk
mengangkat pemimpin. Dalam sistem pemilihan umum yang dianut di Indonesia, partisipasi masyarakat
dalam memilih sangat signifikan. Pilihan mereka menentukan kualitas kepemimpinan di masa-masa yang akan
datang. Pertanyaannya adalah pemimpin seperti apa mesti kita pilih? 

Sebagaimana yang tersemat dalam diri Rasulullah, kriteria pemimpin setidaknya memiliki empat sifat,
yakni shiddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab dan dapat terpercaya), tabligh (aspiratif dan dekat dengan
rakyat), fathanah (cerdas, visioner). Inilah sifat-sifat ideal yang mesti ada dalam diri pemimpin, di mana pun
levelnya, apa pun jenis institusinya.

Kita bisa saja pesimis terhadap pilihan-pilihan yang ada di hadapan kita karena tidak memenuhi idealitas
empat kriteria tadi. Tapi keputusan untuk diam sama sekali, misalnya dengan menjadi golput, jelas tidak lebih
baik. Sebab, umat tidak dipaksa memenuhi idealitas ketika hal itu tidak memungkinkan, tapi ia berkewajiban
berikhtiar membuat pilihan yang “paling ideal” di antara orang-orang yang tak ideal. Atau dengan bahasa lain,
memilih terbaik di antara yang terburuk.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Lantas dari mana kita mengetahui kriteria-kriteria itu? Cara paling mudah adalah pertama dengan melihat
rekam jejaknya. Sebagai rakyat yang bakal dipimpin, pemilik hak suara mesti aktif mencari tahu tentang
kualitas calon pemimpin yang hendak mereka pilih. Sebab, sikap pasif tidak hanya membuat seseorang buta
informasi tapi juga mudah dibohongi, bahkan diadu-domba.

Musyawarah Alim Ulama NU pada tahun 2012 pernah mendiskusikan persoalan ini dan berujung pada
kesimpulan tidak boleh mencalonkan diri, dicalonkan, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik (urusan
rakyat/umat), orang yang terkena satu di antara beberapa hal berikut: (1) terbukti atau diduga kuat pernah
melakukan korupsi, (2) mengabaikan kepentingan rakyat, (3) cenderung memanfaatkan jabatannya untuk
kepentingan pribadi, (4) gagal dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan sebelumnya.

Dasar tentang hal ini sangat jelas: 

‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُم وا بِ ْال َع ْد ِل ۚ إِ َّن‬ ِ ‫إِ َّن هللاَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
ِ َّ‫ت إِلَ ٰى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَي َْن الن‬
‫صيرًا‬
ِ َ‫ان َس ِميعًا ب‬ َ ‫هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ۗ إِ َّن هَّللا َ َك‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil...” (QS an-Nisa: 58)

Kedua, cara calon pemimpin untuk naik ke kursi kepemimpinan. Secara ideal pemimpin tidak dianjurkan
mencalonkan atau mengajukan dirinya sendiri, melainkan dicalonkan atau diajukan oleh masyarakat. Namun,
bila hal ini tidak terlaksana, setidaknya ia menggunakan cara-cara bersih dalam menunaikan proses
pencalonan, kampanye, hingga prosedur pemilihan yang disepakati bersama.

Calon pemimpin wajib mengedepankan watak kejujuran (shiddiq) karena ini bekal paling mendasar dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang bersih nanti. Kejujuran tersebut diaplikasikan mulai dari tidak
melakukan politik uang (risywah), tidak membual dengan janji-janji palsu, dan sejenisnya. Juga menandakan
sebagai pribadi yang amanah, tidak menyeleweng dari tanggung jawab. Pemimpin memang memiliki hak
politik, kewenangan-kewenangan, tapi jangan lupa bahwa ia juga memiliki tanggung jawab untuk berbuat adil
dan berpihak pada kesejahteraan umum.

Calon pemimpin yang baik juga merupakan mereka yang aspiratif terhadap cita-cita rakyat (tabligh). Ia dekat
dengan masyarakat, mau bertukar pikiran (musyawarah), dan peduli terhadap kepentingan publik. Tindak
lanjut dari hal ini terencananya program-program bermanfaat yang hanya bisa dilakukan oleh pemimpin-
pemimpin yang visoner dan cerdas (fathanah).

4
Bila sejak pencalonan saja, seseorang terindikasi kuat bakal menyalahgunakan wewenang—misalnya
dengan money politics—rakyat yang memilih calon tersebut sejatinya sedang berbuat zalim. Pertama, zalim
kepada dirinya sendiri karena menjatuhan dirinya pada “politik dagang sapi”. Kedua, zalim kepada orang lain
sebab ia mengorbankan masa depan kepentingan publik dengan memilih calon pemimpin yang kotor.

Ibnu ‘Asyur dalam kitab tafsir at-Tahrîr wat Tanwîr, mengutip pernyataan Imam Fahruddin ar-Razi,
mengatakan:

‫الظ ْل َم‬
ُّ ‫َّعيَّةُ أَ ْن يَتَ َخلَّصُوا ِم ْن أَ ِمي ٍْر ظَالِ ٍم فَ ْليَ ْت َر ُك ْوا‬
ِ ‫ إِ ْن أَ َرا َد الر‬: ‫ال الفَ ْخ ُر‬
َ َ‫ق‬
“Jika rakyat ingin terbebas dari pemimpin yang zalim maka ia harus meninggalkan perbuatan zalim itu
sendiri.”

Pernyataan ini dilontarkan saat memberikan tafsir ayat:

َ ‫ْض الظَّالِ ِم‬


َ ‫ين بَ ْعضًا بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسب‬
‫ُون‬ َ ‫ك نُ َولِّي بَع‬
َ ِ‫َو َك َذل‬
“Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain
disebabkan amal yang mereka lakukan.” (QS al-An’am: 129)

Demikianlah, partisipasi masyarakat dalam hal kepemimpinan amatlah penting, dan lebih penting lagi memilih
pemimpin yang benar-benar berpihak pada kemaslahatan orang banyak. Hal itu tentu tak akan terwujud bila
tidak dimulai dari diri kita sendiri. Sekali lagi, “Jika rakyat ingin terbebas dari pemimpin yang zalim maka ia
harus meninggalkan perbuatan zalim itu sendiri.” 

Kita berdoa semoga pemilihan umum di Indonesia, di mana pun berada, berjalan dengan aman, damai, adil,
dan jujur. Kita sebagai warga negara semoga dapat memberikan hal terbaik bagi bangsa dan negara
ini. Wallahu a’lam.

ُ‫ َونَفَ َعنِي َوإِيَّا ُك ْم ِب َمافِ ْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم َوتَقَب ََّل هللا‬،‫آن ْال َع ِظي ِْم‬
ِ ْ‫ك هللا لِي َولَ ُك ْم فِى ْالقُر‬ َ ‫ار‬
َ َ‫ب‬
‫أس تَ ْغفِ ُر هللاَ ال َع ِظ ْي َم إِنَّهُ هُ َو‬ ْ َ‫ َوأَقُ ْو ُل قَ ْولِي هَ َذا ف‬،‫الس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‬ َّ ‫ِمنَّا َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ َوإِنَّهُ هُ َو‬
ِ ‫ال َغفُ ْو ُر الر‬
‫َّحيْم‬

4
‫‪Khutbah II‬‬

‫لى تَ ْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‪َ .‬وأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِلَهَ إِالَّ هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ‬ ‫لى إِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ َع َ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َع َ‬
‫ص لِّ َعلَى‬ ‫ض َوانِ ِه‪ .‬اللهُ َّم َ‬ ‫إلى ِر ْ‬ ‫اعى َ‬ ‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ ال َّد ِ‬ ‫ْك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد َّ‬ ‫الَ َش ِري َ‬
‫َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا‬
‫أَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما أَ َم َر َوا ْنتَه ُْوا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُم ْوا أَ َّن هللاَ أَ َم َر ُك ْم بِ أ َ ْم ٍر بَ َدأَ‬
‫لى النَّبِى ي آ اَيُّهَ ا‬ ‫ُص لُّ ْو َن َع َ‬ ‫ال تَعاَلَى إِ َّن هللاَ َو َمآلئِ َكتَ هُ ي َ‬ ‫ِف ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى ِب َمآلئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَ َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َس لِّ ْم‬ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬اللهُ َّم َ‬ ‫الَّ ِذي َْن آ َمنُ ْوا َ‬
‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَ ا ِء‬ ‫ك َو َمآلئِ َك ِة ْال ُمقَ َّربِي َْن َوارْ َ‬ ‫ك َو ُر ُسلِ َ‬ ‫آل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِ َ‬ ‫َو َعلَى ِ‬
‫الص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِعي َْن َوتَ ابِ ِعي التَّابِ ِعي َْن‬ ‫َّاش ِدي َْن أَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َم ر َو ُع ْث َم ان َو َعلِى َو َع ْن بَقِيَّ ِة َّ‬ ‫الر ِ‬
‫ك يَاأَرْ َح َم الر ِ‬
‫َّاح ِمي َْن‬ ‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِ َ‬ ‫ان اِلَى يَ ْو ِم ال ِّدي ِْن َوارْ َ‬ ‫لَهُ ْم ِباِحْ َس ٍ‬
‫ت اللهُ َّم أَ ِع َّز‬‫ت اَالَحْ يآ ُء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا ِ‬ ‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬ ‫اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ص َر‬ ‫ص رْ َم ْن نَ َ‬ ‫ك ْال ُم َوحِّ ِديَّةَ َوا ْن ُ‬‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َوا ْنصُرْ ِعبَا َد َ‬ ‫ْا ِإل ْسالَ َم َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َوأَ ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬
‫ك إِلَى يَ ْو َم ال ِّدي ِْن‪ .‬اللهُ َّم‬ ‫اخ ُذلْ َم ْن َخ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو َد ِّمرْ أَ ْع َدا َء ال ِّدي ِْن َوا ْع ِل َكلِ َماتِ َ‬ ‫ال ِّدي َْن َو ْ‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َح َن َوس ُْو َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َح َن َم ا ظَهَ َر ِم ْنهَ ا َو َم ا بَطَ َن‬ ‫ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬
‫ان ْال ُم ْس لِ ِمي َْن عآ َّمةً يَ ا َربَّ ْال َع الَ ِمي َْن‪َ .‬ربَّنَ ا آتِن ا َ فِى‬ ‫صةً َو َسائِ ِر ْالب ُْل َد ِ‬ ‫َع ْن بَلَ ِدنَا اِ ْن ُدونِي ِْسيَّا خآ َّ‬
‫اإن لَ ْم تَ ْغفِ رْ لَنَ ا‬ ‫ار‪َ .‬ربَّنَ ا ظَلَ ْمنَ ا اَ ْنفُ َس نَا َو ْ‬ ‫اب النَّ ِ‬ ‫آلخ َر ِة َح َس نَةً َوقِنَ ا َع َذ َ‬ ‫ال ُّد ْنيَا َح َس نَةً َوفِى ْا ِ‬
‫ْ‬
‫ان َوإِيْت آ ِء ِذي‬ ‫اس ِري َْن‪ِ .‬عبَا َدهللاِ ! إِ َّن هللاَ يَأ ُم ُرنَ ا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِإلحْ َس ِ‬ ‫لخ ِ‬ ‫َوتَرْ َح ْمنَ ا لَنَ ُك ْونَ َّن ِم َن ْا َ‬
‫بى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ ش آ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن َو ْاذ ُك رُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم‬ ‫ْالقُ رْ َ‬
‫هللا أَ ْكبَرْ‬
‫لى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر ِ‬‫يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوهُ َع َ‬

‫‪4‬‬

Anda mungkin juga menyukai