Anda di halaman 1dari 5

www.muslim.or.

id

Panutan Penyesat Umat


muslim.or.id/7373-panutan-penyesat-umat.html

Ahmad Zainuddin, Lc. November 23, 2011

Tulisan ini untuk setiap manusia yang menjadi panutan orang banyak…

Tulisan ini untuk setiap makhluk yang setiap perkataan dan perbuatannya diikuti
orang banyak…

Tulisan ini untuk setiap manusia yang menjadi trend made orang banyak…

Tulisan ini tertulis untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak
menjadikan seorang sebagai panutan yang menyesatkan mereka dari jalan Allah
Ta’ala, panutan yang sebenarnya hanyalah pembawa ke jalan syetan, jalan neraka.
Nau’dzubillah.

Tulisan ini ditulis ketika saking banyaknya panutan, tapi menyesatkan umat dari Jalan
1/5
Allah Ta’ala, baik dengan melakukan:

Kesyirikan dengan istighotsah dan tawassulnya kepada orang-orang yang sudah


mati.
Kesyirikan dengan mengambil barokah dari dzatnya orang-orang shalih.
Sarana penyebab kesyirikan dengan mencari-cari hari baik untuk pernikahan
atau hajat,…dan lain-lain.
Bid’ah dengan amalan-amalan dan shalawat-shalawat yang tidak pernah ada di
zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bid’ah dengan pembacaan dzikir-dzikir yang dikhususkan tempatnya, waktunya,
keadaannya, jumlah bilangannya yang tidak pernah dikhususkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maksiat dengan ta’arufnya padahal itu pacaran.
Maksiat dengan bersalaman dengan wanita bukan mahram padahal larangan
dan keharamannya jelas.
Maksiat dengan tidak menjaga pandangan, meluaskan pandangan kepada
wanita yang setengah telanjang.
Maksiat dengan berkumpul dengan wanita-wanita bukan mahram tanpa ada
penutup, bahkan wanitanya memakai pakaian yang tidak pantas dilihat kecuali
oleh suaminya.
Dan perbuatan dosa lainnya.

Takutlah kepada Allah Ta’ala jika Anda menjadi panutan orang banyak dalam dosa dan
maksiat, karena Anda akan:

1) Menjadi orang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu


‘alaihin wa sallam atas umatnya.
Intinya, Anda adalah orang sangat berbahaya bagi umat beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
َ
‫ﻦ‬
َ ‫ﻀﻠﻴ‬
ِ ‫ﻤ‬ َ ‫ف ﻋ َﻠ َﻰ أ ُﻣﺘ ِﻲ إ ِﻻ اْﻷﺋ ِﻤ‬
ُ ْ ‫ﺔ اﻟ‬ َ َ ‫ )إ ِﻧﻲ َﻻ أ‬:‫ﻢ‬
ُ ‫ﺧﺎ‬ َ َ‫ﻪ ﻋ َﻠ َﻴ ْﻪِ و‬
َ ‫ﺳﻠ‬ ُ ‫ﺻﻠ ﻰ اﻟﻠ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬
َ ِ‫ل ﻧ َﺒ ِﻲ اﻟﻠﻪ‬ َ ‫س ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺷ ﺪا د ﺑ‬
ِ ْ ِ َ ‫ﻦ‬
ٍ ْ ‫ﻦ أو‬ ْ َ‫ﻋ‬
َ ُ
‫ﻢ ﻳ ُْﺮﻓَﻊْ ﻋﻨﻬﻢ إﻟﻰ ﻳﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬ ْ ‫ﻒ ﻓِﻲ أﻣﺘ ِﻲ ﻟ‬ ِ ُ‫)وَإ ِذ َا و‬
ُ ْ ‫ﺿ ﻊ َ اﻟ ﺴﻴ‬

Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya aku tidak takut atas umatku kecuali para pemimpin yang
menyesatkan, dan jika diletakkan pedang pada umatku, maka tidak akan diangkat dari
mereka sampai hari kiamat”. (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan di dalam kitab Silsisilah
Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1582)

Makna pemimpin:

1. Para pemimpin negara yang sesat dan para ulama yang menyesatkan.

‫ وا ﻟ ﺬ ﻳ ﻦ ﻳ ﺄ ﺧ ﺬ و ن ا ﻟ ﻨ ﺎ س ﺑ ﺎ ﻟ ﻘ ﻬ ﺮ‬، ‫ ا ﻟ ﺬ ﻳ ﻦ ﻳ ﻘ ﻮ د و ن ا ﻟ ﻨ ﺎ س ﺑ ﺎ ﺳ ﻢ ا ﻟ ﺸ ﺮ ع‬: ” ‫ “ا ﻷ ﺋ ﻤ ﺔ ا ﻟ ﻤ ﻀ ﻠ ﻴ ﻦ‬: ‫وا ﻟ ﻤ ﺮا د ﺑ ﻘ ﻮ ﻟ ﻪ‬


‫ و ﻫ ﻢ‬، ‫ ا ﻟ ﺬ ﻳ ﻦ ﻳ ﺪ ﻋ ﻮ ن أ ن ﻣ ﺎ ﻫ ﻢ ﻋ ﻠ ﻴ ﻪ ﺷ ﺮ ع ا ﻟ ﻠ ﻪ‬، ‫ وا ﻟ ﻌ ﻠ ﻤ ﺎ ء ا ﻟ ﻤ ﻀ ﻠ ﻴ ﻦ‬، ‫وا ﻟ ﺴ ﻠ ﻄ ﺎ ن ; ﻓ ﻴ ﺸ ﻤ ﻞ ا ﻟ ﺤ ﻜ ﺎ م ا ﻟ ﻔ ﺎ ﺳ ﺪ ﻳ ﻦ‬
‫ أ ﺷ ﺪ ا ﻟ ﻨ ﺎ س ﻋ ﺪا و ة ﻟ ﻪ‬.

2/5
Yang dimaksud “‫ ”اﻷﺋﻤﺔ اﻟﻤﻀﻠﻴﻦ‬adalah orang-orang yang menuntun manusia dengan
membawa nama syariat, dan orang-orang yang membawa manusia dengan
kekuasaan, dan termasuk mereka ini adalah para pemimpin negara yang rusak dan
para ulama yang menyesatkan, orang-orang yang mengklaim bahwa apa yang mereka
lakukan adalah syariat Allah padahal mereka adalah orang yang paling keras
permusuhannya terhadapnya (syariat Allah) (Lihat kitab Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab At
Tauhid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin).

2. Para pemimpin kekuasaan, para ulama, para ahli ibadah yang menyesatkan.

“‫”اﻷﺋﻤﺔ‬, aimmah adalah jamak (bentuk plural) dari imam. Imam berarti panutan yang
diikuti baik dalam kebaikan atau keburukan.

Jika panutan dari orang-orang yang sesat maka umat akan tersesat, dan terjadi di
tengah-tengah mereka akan muncul keburukan, dan mereka yang dimaksudkan
adalah para pemimpin negara yang sesat, para ulama yang sesat, para ahli ibadah
yang sesat, dan para ahli dakwah yang sesat. Setiap dari mereka adalah para
pemimpin yang sesat, jika umat dituntun oleh mereka maka mereka akan menuntun
kepada kebinasaan. Adapun jika yang menuntun umat adalah para penyeru
kebenaran maka mereka akan menuntun umat kepada kebaikan dan keselamatan
(Lihat kitab I’anat Al Mustafid bi Syarh Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shalih Al Fauzan).

Mari perhatikan beberapa pernyataan yang sangat bermanfaat di bawah ini:

Bahwa para pemimpin itu ada tiga jenis: umara (pemimpin negara), ulama (para ahli
ilmu agama), ‘ubbad (para ahli ibadah). Mereka inilah yang ditakutkan akan mudah
menyesatkan orang lain karena mereka adalah orang-orang yang diikuti. Para umara,
mereka memiliki kekuasaan dan pelaksanaan. Para ulama mereka memiliki
penyuluhan dan pendidikan. Sedangkan para ahli Ibadah mereka kadang menipu
dengan keadaan mereka. Merekalah orang-orang yang ditaati dan jadi panutan, maka
pengaruh mereka sungguh amat mengkhawatirkan. Karena jika mereka sesat maka
mereka akan menyesatkan kebanyakan manusia. Namun, jika mereka mendapat
petunjuk pada kebaikan, maka banyak orang akan ikut mendapat petunjuk (Lihat kitab
Al Qaul Al Mufid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin).

Seorang yang berilmu yang diikuti dan dipandang dengan mata keshalihan, jika
mengerjakannya (shalat-shalat bid’ah), maka jelas akan memberikan kerancuan
terhadap orang awam bahwa hal tersebut adalah termasuk sunnah, jadilah dia
seorang yang berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
perbuatannya, yang terkadang bisa jadi penyebab langsung ia berdusta atas nama
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebanyakan manusia melakukan bid’ah dengan
sebab ini. Mereka mengira orang yang mereka ikuti termasuk orang berilmu dan
bertakwa. Padahal dia bukan orang seperti itu. Lalu mereka memperhatikan perkataan
dan perbuatannya. Kemudian mereka mengikutinya dalam hal tersebut dan akhirnya
rusaklah keadaan mereka.

Di dalam hadits riwayat Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk yang kukhawatirkan atas umatku adalah
para pemimpin yang menyesatkan”. (HR. Ibnu Majah dan At Tirmidzi dan beliau
3/5
mengatakan: “Hadits ini adalah hadits yang shahih”)

Dan di dalam kitab Ash Shahih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu tiba-tiba, tetapi mencabutnya dengan
mewafatkan para ulama, sampai tidak tersisa seorang berilmu. Akhirnya manusia
menjadikan orang-orang bodoh (sebagai ulama), akhirnya mereka (orang-orang bodoh
tadi) memberi fatwa tanpa ilmu dan mereka menyesatkan”.

Imam Ath Tharthusyi rahimahullah berkata, “Renungkanlah kalian semua hadits ini.
Sesungguhnya hadits ini menunjukkan bahwa bid’ah itu tidaklah muncul disebabkan
oleh para ulama mereka. Akan tetapi bid’ah muncul ketika wafat ulama-ulama mereka,
lalu orang yang tidak berilmu memberi fatwa. Akhirnya muncullah bid’ah dari orang
yang tidak berilmu itu.

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu memindahkan makna ini dengan berkata:
“Seorang yang amanah tidak akan pernah berkhianat. Akan tetapi jika diberi amanat,
orang yang tidak amanat akan terlihat hidung belangnya (sifat khianatnya)”. Kita pun
dapat mengatakan,“Tidak pernah seorang alim melakukan bid’ah. Akan tetapi orang
yang tidak berilmu dimintai fatwa. Lantas dia sesat dan menyesatkan orang lain.”

Dan demikianlah perbuatan Rabi’ah. Imam Malik berkata: “Suatu hari Rabi’ah
menangis dengan sekencang-kencangnya ketika ditanya, “Apakah ada musibah yang
menimpamu?” Beliau menjawab, “Tidak. Akan tetapi akan ditanya orang yang tidak
berilmu maka akhirnya muncul masalah yang amat besar” (Lihat Kitab Al Ba’its ‘Ala
Inkar Al Bida’, karya Abu Syamah).

2) Menanggung dosa seluruh orang yang mengikuti Anda dalam dosa


dan maksiat.
Al Mundzir bin Jarir medapatkan riwayat dari bapaknya, beliau meriwayatkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ُ ‫ﻞ ﺑﻬﺎ ﻻ َ ﻳﻨُﻘﺺ ﻣ‬ َ ُ ْ ‫ﻞ ﺑﻬﺎ ﻛ َﺎن ﻟ َﻪ أ َﺟﺮﻫَﺎ وﻣﺜ‬
‫ﺳﻦ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻣ‬َ َ‫ﺷﻴ ْﺌ ًﺎ و‬َ ‫ﻢ‬ ْ ِ ‫ﺟﻮرِﻫ‬ ُ ‫ﻦأ‬ ْ ِ ُ َْ َِ َ ‫ﻤ‬ِ َ‫ﻦ ﻋ‬ ْ ‫ﻣ‬َ ِ ‫ﺟﺮ‬ْ ‫ﻞأ‬ ِ َ ُ ْ ُ َ َِ َ ‫ﻤ‬ ِ ُ‫ﺔ ﻓَﻌ‬
ً َ ‫ﺴﻨ‬ َ ‫ﺣ‬ َ ‫ﺔ‬ ً ‫ﺳﻨ‬
ُ ‫ﺳﻦ‬ َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻣ‬
َ
‫ﺷﻴ ْﺌ ًﺎ‬
َ ‫ﻢ‬ ‫ﻫ‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫ز‬ ‫و‬َ ‫أ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺺ‬ ‫ﻘ‬
ُ ‫ﻨ‬ ‫ﻳ‬ َ ‫ﻻ‬ ‫ه‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺑ‬ َ
‫ﻞ‬ ‫ﻤ‬َ ‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ر‬ ‫ز‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫ﺎ‬َ ‫ﻫ‬ ‫ر‬ ‫ز‬ ‫و‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬َ ‫ﻠ‬َ ‫ﻋ‬ ‫ن‬ ‫ﺎ‬َ ‫ﻛ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺑ‬ َ
‫ﻞ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻌ‬ َ ‫ﻓ‬ ‫ﺔ‬
ً َ ‫ﺌ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺔ‬
ً ‫ﻨ‬ ‫ﺳ‬
ْ ِ ِ َْ ْ ِ ُ َْ ِ ِ َْ ْ ِ َِ ِ ْ َ ُ ِْ َ ُ ِْ ِ ْ َ َِ ِ ُ َ ُ

“Barangsiapa yang mensunnahkan (mencontohkan) kebiasaan yang buruk, lalu diamalkan,


maka dia akan menanggung dosanya dan dosa yang mengerjakannya setelahnya, tanpa
mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

3) Diadukan kepada Allah Ta’ala oleh orang yang mengikuti Anda di


dalam dosa dan maksiat agar Anda mendapat siksa berlipat dan
terlaknat, akibat kesesatan yang Anda sebarkan.
Allah Ta’ala berfirman,
َ َ
‫ﺐ‬ُ ‫م ﺗ َُﻘﻠ‬ َ ْ‫( ﻳ َﻮ‬65) ‫ﺼﻴًﺮا‬ ِ َ ‫ن وَﻟ ِﻴﺎ وََﻻ ﻧ‬ َ ‫ﺠﺪ ُو‬ ِ َ ‫ﻦ ﻓِﻴﻬَﺎ أﺑ َﺪ ًا َﻻ ﻳ‬
َ ‫ﺧﺎﻟ ِﺪ ِﻳ‬َ (64) ‫ﺳﻌِﻴًﺮا‬ َ ‫ﻢ‬ْ ُ‫ﻦ وَأﻋ َﺪ ﻟ َﻬ‬ َ ‫ﻦ اﻟ ْﻜ َﺎﻓِﺮِﻳ‬
َ َ‫ﻪ ﻟ َﻌ‬
َ ‫}إ ِن اﻟﻠ‬
َ َ َ
َ ‫( وَﻗَﺎﻟ ُﻮا َرﺑﻨ َﺎ إ ِﻧﺎ أﻃ َﻌْﻨ َﺎ‬66) ‫ﺳﻮَﻻ‬
‫ﺳﺎد َﺗ َﻨ َﺎ وَﻛ ُﺒ ََﺮاَءﻧ َﺎ‬ ُ ‫ﻪ وَأﻃ َﻌْﻨ َﺎ اﻟﺮ‬ َ ‫ن ﻳ َﺎ ﻟ َﻴ ْﺘ َﻨ َﺎ أﻃ َﻌْﻨ َﺎ اﻟﻠ‬
َ ‫ﻢ ﻓِﻲ اﻟﻨﺎرِ ﻳ َُﻘﻮﻟ ُﻮ‬ ْ ُ‫ﺟﻮﻫُﻬ‬
ُ ُ‫و‬
68) ‫ﻢ ﻟ َﻌْﻨ ًﺎ ﻛ َﺒ ِﻴًﺮا‬ َ
ْ ُ‫ب وَاﻟ ْﻌَﻨ ْﻬ‬ ِ ‫ﻦ اﻟ ْﻌَﺬ َا‬َ ‫ﻣ‬ِ ‫ﻦ‬ِ ْ ‫ﺿﻌَْﻔﻴ‬
ِ ‫ﻢ‬ ْ ِ‫( َرﺑﻨ َﺎ آﺗ ِﻬ‬67) ‫ﺿﻠﻮﻧ َﺎ اﻟﺴﺒ ِﻴَﻼ‬ َ ‫ﻓَﺄ‬

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang
menyala-nyala (neraka)”. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak
4/5
memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong”. “Pada hari ketika
muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai
kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”. “Dan mereka berkata: “Ya Rabb
kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar
kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”. (QS. Al Ahzab: 64-68).

Pesan Terakhir
Jadilah manusia yang menjadi kunci kebaikan bukan kunci kesesatan. Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ َ ‫ﺟﻌ‬
‫ﻞ‬ َ ‫ﻦ‬ َ ِ ‫ﺨﻴ ْﺮِ ﻓَﻄ ُﻮﺑ َﻰ ﻟ‬
ْ ‫ﻤ‬ َ ْ ‫ﻣﻐَﺎﻟ ِﻴﻖَ ﻟ ِﻠ‬
َ ‫ﺢ ﻟ ِﻠﺸﺮ‬ َ ‫ﻣَﻔﺎﺗ ِﻴ‬َ ‫س‬ ِ ‫ﻦ اﻟﻨﺎ‬ َ ‫ﻣ‬ِ ‫ﻣﻐَﺎﻟ ِﻴﻖَ ﻟ ِﻠﺸﺮ وَإ ِن‬ َ ْ ‫ﺢ ﻟ ِﻠ‬
َ ِ‫ﺨﻴ ْﺮ‬ َ ‫ﻣَﻔﺎﺗ ِﻴ‬
َ ‫س‬
ِ ‫ﻦ اﻟﻨﺎ‬
َ ‫ﻣ‬
ِ ‫إ ِن‬
َ
ِ‫ﺢ اﻟﺸﺮ ﻋ َﻠﻰ ﻳ َﺪ َﻳ ْﻪ‬ َ ‫ﻣَﻔﺎﺗ ِﻴ‬
َ ‫ﻪ‬ُ ‫ﻞ اﻟﻠ‬ َ َ ‫ﺟﻌ‬َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻤ‬
َ ِ‫ﻞ ﻟ‬ َ
ٌ ْ ‫ﺨﻴ ْﺮِ ﻋ َﻠﻰ ﻳ َﺪ َﻳ ْﻪِ وَوَﻳ‬ ْ
َ ‫ﺢ اﻟ‬ َ ‫ﻣَﻔﺎﺗ ِﻴ‬ َ ‫ﻪ‬ُ ‫اﻟﻠ‬

“Sesungguhnya dari manusia ada yang menjadi kunci kebaikan dan penutup keburukan.
Juga ada manusia yang menjadi kunci keburukan dan menjadi penutup kebaikan.
Bahagialah orang yang telah Allah anugerahkan ia sebagai kunci kebaikan melalui
tangannya dan celakalah bagi siapa yang telah Allah jadikan baginya kunci keburukan
melalui tangannya”. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits
Ash Shahihah, no. 1332).

Ahad, 17 Dzulhijjah 1432H, Dammam KSA.

Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc (Da’i di Islamic Cultural Center Dammam, KSA)
Artikel www.muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan
klik disini. Jazakallahu khaira

5/5

Anda mungkin juga menyukai