Anda di halaman 1dari 27

WAJIB BERDAKWAH MENGAJAK MANUSIA KEPADA KEBAIKAN DAN

HARAM BERDAKWAH MENGAJAK KEPADA KESESATAN

Oleh

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,

Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang
yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak
(manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 2674; Abu Dawud, no. 4611; At-
Tirmidzi, no. 2674; Ibnu Mjah, no. 206; Ahmad, II/397; Ad-Drimi, I/130-131; Abu Yala,
no. 6489) (649) tahqiq Husain Salim Asad; Ibnu Hibbn, no. 112-at-Talqtul Hisn; Al-
Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 109

KOSA KATA HADITS

: Petunjuk. Yaitu kebenaran dan kebaikan.


: Kesesatan. Yaitu kebathilan dan kejelekan (keburukan).[1]

SYARAH HADITS

Hadits ini dan juga hadits-hadits yang serupa dengannya- mengandung anjuran untuk
berdakwah yaitu mengajak manusia kepada petunjuk dan kebaikan, keutamaan dai. Hadits
ini juga peringatan dari perbuatan mengajak manusia kepada kesesatan dan penyimpangan,
serta besarnya dosa penyeru (kepada kejelekan) tersebut dan akibatnya.

Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas, yaitu Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:

Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan
pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari kiamat)
tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh
kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang
mengikutinya (sampai hari kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.[2]
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, Kedua hadits di atas jelas menunjukkan
anjuran dan disukainya memberikan contoh perkara-perkara yang baik dan haramnya
memberikan contoh perkara-perkara yang buruk. Orang yang memberi teladan perbuatan
yang baik, maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang
mengikutinya sampai hari kiamat. Dan orang yang memberikan contoh kejelekan, maka ia
akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya sampai
hari kiamat. Begitu juga orang yang mengajak kepada petunjuk, ia mendapat pahala seperti
pahala orang-orang yang mengikutinya, atau mengajak kepada kesesatan maka ia mendapat
dosa seperti dosa-dosa pengikutnya, baik petunjuk atau kesesatan tersebut ia yang pertama
kali memulainya, atau sudah ada sebelumnya (yang melakukannya). Dan baik itu dengan
mengajarkan ilmu, atau ibadah, ataupun adab dan lainnya.

Perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ( ) yang mengerjakannya


setelahnya, maknanya bahwa perbuatan teladan tersebut (diikuti oleh orang lain) baik
semasa hidupnya ataupun setelah ia meninggal dunia. Wallhu alam.[3]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan bahwa
orang yang mengajak kepada petunjuk dengan dakwahnya, ia mendapat ganjaran seperti
ganjaran orang yang mendapat petunjuk tersebut. Dan orang yang menyebabkan kesesatan
dengan seruannya, ia akan mendapat dosa seperti dosa orang yang ia sesatkan tersebut.
Karena orang yang pertama telah mencurahkan kemampuannya untuk memberikan petunjuk
kepada manusia, dan orang kedua mencurahkan tenaganya untuk menyesatkan manusia.
Maka masing-masing dari keduanya berkedudukan seperti orang yang melakukan perbuatan
tersebut.

Ini adalah kaidah syariat. Allh Azza wa Jalla berfirman:

Mereka pada hari kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian
dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka
disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu. [An-Nahl/16 :25]

Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain
bersama dosa mereka dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan
yang selalu mereka ada-adakan. [Al-Ankabt/29 :13]

Ini menunjukkan bahwa orang yang mengajak manusia kepada selain sunnah Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam , maka dialah musuh Beliau n yang sebenarnya. Karena ia
memutus sampainya pahala orang yang mendapat petunjuk dengan sunnah Beliau n
kepadanya. Dan ini merupakan sebesar permusuhannya.[4]

KEUTAMAAN BERDAKWAH MENGAJAK KEPADA KEBENARAN

Dakwah di jalan Allh Azza wa Jalla merupakan amal yang sangat mulia, ketaatan yang besar
dan ibadah yang tinggi kedudukannya di sisi Allh Subhanahu wa Taala.

Allh Azza wa Jalla berfirman:



Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung. [Ali Imrn/3:104]

Juga firman-Nya:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allh, dan
mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh aku termasuk orang-orang Muslim (yang
berserah diri). [Fushshilat/41:33]

Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
anhu :

Demi Allh, bila Allh memberi petunjuk (hidayah) lewat dirimu kepada satu orang saja,
lebih baik (berharga) bagimu daripada unta-unta yang merah.[5]

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Demi masa! Sungguh, semua manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shalih (kebajikan) serta saling menasihati untuk kebenaran
dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran. [Al-Ashr/103:1-3]

Berdasarkan ayat-ayat al-Qur-an dan hadits ini, yang dimaksud dengan adalah ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih.

Allh Subhanahu wa Taala berfirman:

Dialah Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allh sebagai saksi. [Al-Fath/48:
28]

Yang dimaksud dengan ( petunjuk) ialah ilmu yang bermanfaat, dan yang dimaksud
dengan ( agama yang benar) ialah amal shalih. Allh Azza wa Jalla mengutus Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan,
menjelaskan tentang Nama-Nama Allh Azza wa Jalla , Sifat-Sifat-Nya, perbuatan-
perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, memerintahkan semua yang
bermanfaat untuk hati, ruh dan jasad. Beliau n memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah
semata-mata karena Allh Azza wa Jalla , mencintai-Nya, berakhlak dengan akhlak yang
mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau n melarang perbuatan
syirik, perilaku dan akhlak yang buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan
akhirat.[6]

Maka setiap orang yang mengajarkan ilmu atau mengarahkan orang lain kepada jalan yang
bisa ditempuh untuk mendapatkan ilmu, maka dia disebut sebagai penyeru kepada petunjuk.
Dan setiap orang yang menyeru kepada amal shalih yang berkaitan dengan hak Allh atau
hak makhluk secara umum dan khusus, maka dia juga disebut sebagai penyeru kepada
petunjuk.

Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa menunjukkan (manusia) kepada kebaikan, maka ia memperoleh pahala seperti


pahala orang yang melakukannya.[7]

Setiap orang yang memberi nasehat berkaitan dengan agama atau dunia yang bisa
mengantarkannya kepada ajaran agama, maka orang itu adalah penyeru kepada petunjuk.

Setiap orang yang mendapat petunjuk dalam ilmu serta amalnya, lalu diikuti oleh orang lain,
maka dia adalah penyeru kepada petunjuk.

Dan setiap orang yang membantu orang lain dalam amal kebaikan atau proyek umum yang
bermanfaat, maka dia masuk dalam kategori hadits ini, seperti berdakwah, sedekah,
membangun masjid, sekolah, pondok pesantren dan lainnya.

Setiap orang yang menolong orang lain dalam kebaikan dan takwa, maka dia termasuk
penyeru kepada petunjuk.

Sebaliknya, setiap orang yang menolong orang lain dalam dosa dan permusuhan, maka dia
termasuk penyeru kepada kesesatan.

DEFENISI DAKWAH

Dakwah (mengajak manusia ke jalan Allh), yaitu mengajak manusia untuk beriman kepada
Allh Azza wa Jalla , mengimani apa yang dibawa para Rasul-Nya, dengan membenarkan
apa yang mereka kabarkan kepada manusia, mentaati mereka, mengucapkan dua kalimat
syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan, haji ke
Baitullah, mengajak manusia untuk beriman kepada Allh Azza wa Jalla , Malaikat-Malaikat-
Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir (dibangkitkannya
manusia sesudah mati), iman kepada qadar yang baik dan buruk, dan mengajak manusia
untuk beribadah hanya kepada Allh saja seolah-olah ia melihat-Nya.[8]

Jadi, yang dikatakan dakwah adalah mengajak manusia kepada Rukun Islam, Rukun Iman,
dan melaksanakan syariat Islam, taat kepada Allh dan Rasul-Nya, mengajak manusia untuk
mentauhidkan Allh Azza wa Jalla , melarang perbuatan syirik, mengajak umat untuk ittiba
(meneladani Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam ) dan melarang dari berbuat bidah.
Mengajak manusia ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan di akhirat dengan mengikuti
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat g .
Dakwah di jalan Allh merupakan sebesar-besar ketaatan kepada Allh Azza wa Jalla . Dan
perkataan yang paling baik adalah mengajak manusia ke jalan Allh dan beramal shalih.

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allh, dan
mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh aku termasuk orang-orang Muslim (yang
berserah diri). [Fushshilat/41:33]

RUKUN DAKWAH

Orang yang berdakwah di jalan Allh Azza wa Jalla harus mengetahui fikih dakwah serta
pokok-pokoknya agar dakwahnya berjalan di atas bashirah (ilmu dan keyakinan). Maka di
antara rukun dakwah, yaitu:

Rukun pertama, maudhu (tema) dakwah, yaitu agama Islam.

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Sesungguhnya agama di sisi Allh ialah Islam [Ali Imrn/3:19]

Allh Azza wa Jalla juga berfirman:

Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia
termasuk orang yang rugi. [Ali Imrn/3:85]

Rukun kedua, dai (penyeru) yaitu orang yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan.

Seorang dai hendaknya mengetahui bekal seorang dai dan senjatanya, apa tugasnya,
bagaimana seharusnya akhlak seorang dai, dan memahami itu semua merupakan hal paling
penting bagi seorang dai.

Di antara bekal yang harus dimiliki oleh seorang dai yaitu:

Pemahaman yang mendalam yang dibangun di atas ilmu sebelum beramal. Yaitu
memahami aqidah dengan pemahaman yang benar dengan dalil-dalil dari al-Quran,
hadits, serta ijma para Ulama ahlus sunnah. Juga memahami tujuannya dalam hidup
ini dan perannya di antara manusia, senantiasa terikat dengan akhirat dan tidak tertipu
dengan kehidupan dunia.

Iman yang mendalam dan berbuah cinta kepada Allh Azza wa Jalla , takut kepada
Allh Azza wa Jalla , berharap hanya kepada-Nya, bertawakkal, beristighatsah
kepada-Nya, ikhlas semata-mata karena-Nya, dan jujur dalam setiap perkataan dan
perbuatan.
Rukun ketiga, madu (orang yang diseru).

Seorang dai harus mengetahui bahwa dakwah Islam ini bersifat umum kepada seluruh
manusia, bahkan untuk jin dan manusia seluruhnya, di setiap waktu dan tempat sampai hari
Kiamat.

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [Al-
Anbiy/21:107]




Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh ummat manusia, sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui. [Saba/34:28]

Dan seorang dai harus mengetahui bahwa keadaan ummat yang diseru ini bermacam-
macam.

Rukun keempat, uslub (cara) berdakwah dan menyampaikannya.

Seorang dai harus memahami cara berdakwah dan menyampaikannya, agar ia mampu
menyampaikan dakwah dengan bijaksana, sempurna dan di atas bashirah (ilmu dan
keyakinan).[9]

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu, Dia-lah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk. [An-Nahl/16:125]

Sesungguhnya orang yang memperhatikan perjalanan para Ulama ahli hadits pada masa-masa
yang telah lewat, dia akan melihat bahwa mereka mengikuti metode yang sama dalam
berdakwah menuju Allh di atas cahaya dan bashrah (ilmu dan keyakinan).

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Katakanlah (Muhammad): Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allh dengan yakin, Mahasuci Allh, dan aku tidak termasuk
orang-orang musyrik. [Ysuf/12:108]
Yaitu metode yang meliputi ilmu, belajar dan mengajar. Karena sesungguhnya apabila
dakwah menuju Allh merupakan kedudukan yang paling mulia dan utama bagi seorang
hamba, maka hal itu tidak akan terjadi kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu seseorang dapat
berdakwah, dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi sempurnanya dakwah, haruslah
ilmu itu dicapai sampai batas usaha yang maksimal.

Syarat seseorang berdakwah harus berilmu dan paham tentang ilmu syari. Dengannya
ia dapat mengajak ummat kepada agama Islam yang benar.

Metode ilmiah ini dibangun di atas tiga dasar:

1. Al-Ilmu, yaitu mengetahui al-haq (kebenaran).

2. Dakwah menuju al-haq (mengajak manusia kepada kebenaran).

3. Teguh dan Istiqamah di atas kebenaran.

Berdakwah atau mengajak manusia kepada Islam yang benar, yaitu mengajak manusia
kepada cara beragama yang benar, baik tentang aqidah, manhaj, ibadah, akhlak, dan yang
lainnya menurut pemahaman as-salafush shalih. Dakwah ini harus memenuhi tiga syarat:

Pertama: Akidahnya Benar (


)

Maksudnya seseorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran akidah Salaf tentang tauhid
Rubbiyyah, Ulhiyyah, Asma dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah
akidah dan iman.


Kedua: Manhajnya Benar ( )

Yaitu memahami al-Qur-an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman as-Salafush Shalih.
Mengikuti prinsip dan kaidah yang telah ditetapkan oleh para Ulama Salaf.

Ketiga: Beramal dengan Benar (


)

Seorang yang berdakwah, mengajak umat kepada Islam yang benar, maka ia harus beramal
dengan benar yaitu beramal semata-mata ikhlas karena Allh dan ittiba (mengikuti) contoh
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam , tidak mengadakan bidah, baik itiqad (keyakinan),
perbuatan atau perkataan.

Dalam hadits di atas juga disebutkan tentang orang yang mengajak manusia kepada
kesesatan, dia akan mendapat dosa seperti dosa-dosa orang yang ia sesatkan. Mengajak
manusia kepada kesesatan dosanya besar sekali. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa mereka, yaitu para dai, ustadz, kyai, tuan guru, habib atau ulama yang
mengajak manusia kepada kesesatan, kesyirikan, bidah, dan maksiat, maka mereka adalah
penyeru manusia ke neraka Jahannam.

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu anhu, ia berkata:

.
:

:
. :
. : : . :
:
.
: :

: : :
.



: :
.

.

Orang-orang bertanya kepada Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam tentang kebaikan,


namun aku justru bertanya kepada Beliau tentang keburukan karena aku takut terjerumus
kepadanya. Maka aku berkata, Wahai Raslullh! Sesungguhnya kami dahulu berada di
masa Jahiliyyah dan masa penuh kejahatan (kejelekan), lalu Allh mendatangkan kepada
kami kebaikan ini (Islam). Apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan lagi?

Beliau menjawab, Ya.

Aku bertanya lagi, Apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan?

Beliau menjawab, Ya, tetapi kebaikan itu terselimuti kabut.

Aku bertanya, Bagaimana wujud kabut itu? Beliau menjawab, Adanya sekelompok orang
yang menjalani sunnah yang bukan sunnahku, mengambil petunjuk juga bukan dari
petunjukku. Kalian mengenali mereka, tetapi kalian mengingkari mereka.

Aku bertanya lagi, Apakah setelah kebaikan (berkabut) itu akan datang lagi keburukan
lain?

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Ya, adanya para dai yang mengajak ke
pintu-pintu Neraka Jahannam. Barangsiapa yang menjawab panggilan mereka, pasti
mereka akan mencampakkannya ke Neraka Jahannam tersebut.

Aku bertanya, Wahai Raslullh! Gambarkanlah ciri-ciri mereka kepada kami.

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Baiklah. Mereka adalah orang-orang yang
kulitnya sama dengan kita (berasal dari negeri kita), berbicara juga dengan bahasa kita.

Aku bertanya, Wahai Raslullh! Apa pendapatmu jika kami mendapati zaman tersebut?

Beliau menjawab, Hendaklah engkau bersatu dengan jamaah dan imamnya kaum
Muslimin. Aku berkata, Jika mereka sudah tidak memiliki jamaah dan imam lagi?

Beliau n menjawab, Jauhilah semua kelompok tersebut, meskipun harus mengigit akar
pohon hingga engkau mati dalam keadaan seperti itu.[10]

Yang paling Nabi Shallallahu alaihi wa sallam khawatirkan atas ummat Islam yaitu dai-dai
yang mengajak kepada kesesatan, yang mengajak kepada syirik, bidah, dan maksiat.
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah para pemimpin yang
menyesatkan.[11]
Pada hadits tersebut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengkhawatirkan atas ummat dari
bahaya pemimpin dan ulama yang sesat dan menyesatkan, karena manusia akan mengikuti
mereka dalam kesesatan mereka. Dan orang yang mengajak manusia kepada kesesatan dan
kebathilan, maka ia akan menanggung dosa orang-orang yang ia sesatkan.

Allh Azza wa Jalla berfirman:

Mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian
dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka
disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu. [An-Nahl/16 :25]

FAWA-ID

1. Wajib berdakwah menyeru manusia kepada kebenaran (kebaikan) dan petunjuk.

2. Wajib berdakwah menyeru manusia dengan dasar ilmu dan keyakinan.

3. Dakwah wajib dilakukan dengan ikhlas karena Allh dan ittiba kepada Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam .

4. Dakwah adalah mengajak manusia kepada agama Islam yang benar agar ummat
paham tentang Iman, prinsip-prinsip akidah Islam dan ibadah lainnya.

5. Wajib mengajak manusia ke jalan Allh Azza wa Jalla , kepada agam Islam yang
benar berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah menurut pemahaman assalafush shalih.

6. Seorang Muslim harus benar-benar memperhatikan akhir dari segala sesuatu (yang
dijalaninya) dan nilai-nilai amalnya, sehingga dia akan selalu berusaha berbuat
kebaikan agar menjadi teladan yang baik.

7. Orang yang mengajak kepada kebaikan dan petunjuk akan memperoleh pahala yang
berlipat ganda.

8. Orang yang paling baik perkataannya adalah orang yang berdakwah di jalan Allh dan
dia beramal shalih dengan ikhlas.

9. Haramnya berdakwah atau mengajak manusia kepada kesesatan dan kebathilan.

10. Orang yang menjadi penyebab dilakukannya suatu perbuatan dan orang yang
melakukan perbuatan tersebut diberi nilai yang sama, baik dalam hal siksaan maupun
pahala.

11. Hendaklah setiap Muslim menghindari seruan palsu dan teman yang buruk, sebab dia
ikut bertanggung jawab atas apa yang dikerjakannya.

12. Orang yang mengajak kepada kesesatan, kesyirikan, bidah, dan kebathilan akan
memperoleh siksaan yang berlipat ganda dan akan meikul dosa-dosa orang yang ia
sesatkan.
13. Peringatan dari para penguasa, ulama, ahli ibadah dan dai-dai yang sesat.

14. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan adanya dai-dai yang
sesat yang mengajak kepada kesyirikan, bidah, dan maksiat.

15. Setiap Muslim wajib berusaha menjadi pelopor dalam kebaikan, menjadi pintu-pintu
kebaikan dan menutup jalan-jalan keburukan.

MARAAJI

1. Kutubus sittah dan kitab hadits lainnya.

2. Shahh Muslim bi Syarh an-Nawawi.

3. Majm Fatw Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

4. Mifth Dris Sadah, Ibnul Qayyim.

5. Taisrul Karmir Rahmn fii Tafsr Kalmil Mannn, Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sadi

6. Bahjatu Qulbil Abrr fii Syarh Jawmiil Akhbr, Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sadi

7. Bahjatun Nzhirn Syarh Riydhish Shlihn, Syaikh Salim bin Ied al-Hilali.

8. Muqawwimt ad-Diyatin Njih fii Dhau-il Kitb was Sunnah, karya Said bin Ali
bin Wahf al-Qahthani

9. Dan lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Bahjatun Nzhirn, I/262

[2] Shahih: HR. Ahmad, IV/357, 358-359, 360, 361, 362; Muslim, no. 1017 [15]; an-
Nasa-I, V/76-77; ad-Drimi, I/130, 131; Ibnu Mjah, no. 203; Ibnu Hibbn, no. 3297-at-
Talqtul Hisn ala Shahh Ibni Hibbn; Ath-Thahawi dalam Musykilul tsr, no. 243; Ath-
Thaylisi, no. 705 dan al-Baihaqi, IV/175-176 dari Sahabat Jarir bin Abdillah Radhiyallahu
anhu

[3] Shahh Muslim bi Syarh an-Nawawi, XVI/226-227

[4] Mifth Dris Sadah, I/250-251, tahqiq Syaikh Ali Hasan.


[5]
Shahih: HR. Al-Bukhri, no. 2942, 3701 dan Muslim, no. 2406 dari Sahl bin Sad
Radhiyallahu anhu
[6]
Lihat Taisrul Karmir Rahmn fii Tafsr Kalmil Mannn oleh Syaikh Abdurrahman
bin Nashir as-Sadi , hlm. 795, cet. Darus Sunnah.

[7] Shahih: HR. Muslim, no. 1893 dari Abu Masud al-Anshari Radhiyallahu anhu
[8]
Majm Fatw, XV/157-158 karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

[9] Muqawwimt ad-Diyatin Njih fii Dhau-il Kitb was Sunnah, karya Said bin Ali
bin Wahf al-Qahthani, hlm. 82-92, dengan ringkas.

[10] Shahih: HR. Al-Bukhri, no. 3606, 7084 dan Muslim, no. 1847, dan ini lafazh dalam
riwayat Imam Muslim

[11] Shahih: HR. Ahmad, V/278; At-Tirmidzi, no. 2229 dan ad-Drimi, I/70 dan II/311,
dari Sahabat Tsaubn z . Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-
Ahdts ash-Shahhah, IV/109-111, no. 1582

Sumber: https://almanhaj.or.id/6354-wajib-berdakwah-mengajak-manusia-kepada-kebaikan-
danharam-berdakwah-mengajak-kepada-kesesatan.html
Hadits tentang Ajakan Kepada Kebaikan

00.59 Anshari88 2 comments

DOWNLOAD RATUSAN MAKALAH

AJAKAN KEPADA KEBAIKAN

A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Maruf
dan Nahi Munkar. Amar Maruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak
yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang
sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan
kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-
baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Taala, adalah saling menasehati,
mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-
Tahdzir (memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala
yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari
rahmat-Nya.Perkara al-amru bil maruf wan nahyu anil munkar (menyuruh berbuat yang
maruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat
Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan
beriman kepada Allah: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
(QS. Ali Imran: 110)
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar
dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar bisa menyelamatkan
orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah,
dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan
suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan
tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa
dan yang fasik.
B. Pengertian Amar Maruf Nahi Mungkar
Berkenaan dengan amar maruf nahi mungkar ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan
bahwa amar makruf adalah menghalalkan semua yang baik, sedangkan nahi mungkar
adalah mengharamkan segala bentuk kekejian.
M. Quraish Shihab menyatakan dalam tafsirnya, yaitu ketika menafsiri QS.
Luqman [30]: 17, bahwa menyuruh mengerjakan maruf mengandung pesan untuk
mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya.
Demikian juga ketika melarang kemungkaran juga menuntut agar yang melarang terlebih
dahulu mencegah dirinya.
Lebih lanjut, Quraish Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan maruf
adalah yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah mereka kenal luas,
dengan catatan selama masih sejalan dengan al-khair (kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka
serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Jadi, sangatlah wajar jika maruf itu diperintahkan,
karena merupakan kesepakatan umum masyarakat. Sedangkan mungkar yang juga telah
menjadi kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga keutuhan masyarakat dan
keharmonisannya. Di sisi lain, karena keduanya merupakan kesepakatan umum masyarakat,
maka ia bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslim yang lain
dalam satu wilyah/ masyarakat tertentu. Menurut Said bin Jubair seperti yang dikutip Imam
al-Qurthubi, amar Maruf nahi mungkar ini berjalan bersama kaum muslimin yang
melakukan kemaksiatan.

C. Mengajak Berbuat Baik dan Mencegah Berbuat Kejahatan


Para Ulama islam sepakat bahwa mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat
kejahatan atau al-Amr bi al-makruf wa al-nahyi an al-mungkar adalah keharusan setiap
muslim. Perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaanya. Berikut ini uraian amar makruf
nahi mungkar menurut al-Quran dan hadist nabi.

1. Quran surah Ali Imran ayat 104 dan ayat 110:





.
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka
itu lah orang-orang yang beruntung (Ali Imran :104)





Kamu umat islam adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk manusia, (karena
kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang pasik.(QS. Ali
Imran : 110)
Dalam ayat 104 di atas, Allah menganjurkan kepada orang-orang islam,
hendaklah diantara mereka ada orang-orang yang aktif berdakwah di jalan Allah, yaitu
memberikan penjelasan-pnjelasan tentang ajaran-ajaran agama yang harus di laksanakan dan
di berikan penerangan tentang larangan-larangan Allah bagi orang-orang islam. Tumbuhnya
amar makruf nahi mungkar di kalangan umat islam akan menjamin kebahagiaan hidup
mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan ayat 110, Allah menegaskan bahwa umat islam adalah memang
diciptakan untuk menjadi umat teladan bagi umat-umat yang lain karena mereka membawa
misi dakwah, yaitu mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, serta
mencegah segala perbuatan yang keji dan mungkar.
2. Hadist tentang perintah melakukan amal maruf nahi mugkar

:

:







) )
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
siapa saja yang mengajak kepada kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti
pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang
mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan
tanpa dikurangi sedikitpun (HR Muslim)

D. Perintah Mencegah Kemungkaran


Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran yang kita
saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi kebaikan sesuai dengan
kadar kemampuan kita.
Mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman sedang iman bisa
bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan perintah
syariat. Semakin banyak melakukan kebijakan maka iman pun semakin kuat, sebaliknya
semakin banyak melakukan maksiat maka iman pun semakin rapuh. Oleh sebab itu manusia
di haruskan selalu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar agar dapat
mempertebal keimanannya. Seperti sabda Rasulullah.



:




) )

Dari Abu Said Al Khudri ra, ia berkata saya telah mendengar Rasulullah saw
berabda: Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka
ubahlahkemungkaran tersebut dengan tangannya jika tidak mampu maka dengan lisanni,
jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah selamahnya iman. (HR.muslim).
Rasulullah bersabda siapa yang menyaksikan, yang di maksud oleh nabi adalah
siapa saja yang mengetahuinya, meskipun belum melihat dengan mata kepalanya. Jadi
mencakup orang yang melihat dengan matanya langsung atau mendengar dengan telinganya,
atau mendapat kabar yang meyakinkan dari orang lain. Maksud menyaksikan disini bukan
dengan mata kepala saja,. Meskipun zhahir hadist menunjukkan hal itu hanya penglihatan
dengan mata kepala saja, namun selama lafazhnya mencakup makna yang lebih umum maka
bisa dimaknai dengan umum.
Al-Quran dan as-Sunnah menyelarasi wajibnya menyuruh yang maruf dengan
mencegah yang mungkar.
Adapun yang dimaksud dengan menurut Imam Ibnu Daqiq
yang dikutip Al-Imam Al-Muhyiddin adalah perintah wajib berdasarkan ijma umat.
Kewajiban yang dibebankan terhadap seorang muslim hanyalah menyuruh yang maruf dan
mencegah yang mungkar. Jadi, ketika ia melakukannya, dan yang diajak tidak menaatinya,
maka ia tiada dicela setelah itu. Karena memang ia hanyalah diwajibkan menyuruh dan
melarang, bukan diterima (atau tidak diterima).
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah [5]: 105.




Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat
kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (Al-Maidah: 105)
Firman Allah ini merupakan dalil yang mewajibkan amar maruf nahi mungkar
(memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar). Menurut Al-Qurthubi,
memerintahkan kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar adalah sebuah
kewajiban jika ada harapan untuk diterima (oleh orang-orang yang diperintahkan), atau
diharapkan orang yang zhalim bisa dikembalikan (dari perbuatan zhalimnya) meski dengan
dengan kekerasan, selama tidak ada kekhawatiran timbulnya bahaya pada diri pelakunya atau
terjadinya fitnah di tengah-tengah kaum muslimin.
Kemudian, Al-Imam Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya Syarah Arbain
Nawawi mengutip pendapat Imam an-Nawawi, bahwa sabda Nabi SAW:
bukan berarti bahwa orang yang dengan hatinya memiliki iman yang lebih
lemah daripada keimanan lainnya. Akan tetapi, yang dimaksud adalah serendah-rendah iman.
Ini dikarenakan karena amal adalah buah keimanan, dan buah keimanan terbesar dalam
masalah mencegah kemungkaran adalah mencegah dengan tangannya. Jika ia terbunuh, maka
ia mati syahid.
Dalam riwayat lain disebutkan,



Selain dari itu, maka tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Sesungguhnya maksud dari hadits ini
adalah: Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati) sesuatu yang
dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin itu melakukannya, akan tetapi
mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari keimanan, bukanlah maksudnya,
bahwa barang siapa yang tidak mengingkari hal itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali,
oleh karena itu Rasulullah bersabda, Tidaklah ada sesudah itu, maka beliau menjadikan
orang-orang yang beriman tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan
keimanan yang wajib atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala
ia yang lebih mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari apa
yang wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib atas yang kedua
lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang terakhir, maka dengan demikian diketahui
bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan yang wajib atas mereka sesuai dengan
kemampuannya beserta sampainya khitab (perintah) kepada mereka.
Hampir senada dengan pendapat Ibnu Taimiyah di atas, Imam an-Nawawi pun
menyatakan demikian, bahwa sabda ( jika tidak sanggup, maka
dengan lisannya; dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya), menunjukkan bahwa orang
yang tidak mampu tidak boleh melakukan perubahan selain dengan hatinya. Memang,
pengingkaran dengan hati tidak akan merubah kemungkaran. Tapi, yang dimaksud dengan
pengingkaran hati adalah ia mengingkari hal itu dan tidak meridlainya serta sibuk dengan
berdzikir kepada Allah SWT.
Berdasarkan keterangan di atas, timbul pertanyaan apakah memang amar maruf
nahi mungkar hanya boleh dilakukan bagi yang mampu saja? Imam ibnu Daqiq menyatakan
bahwa menurut para ulama, tidak disyariatkan dalam amar maruf nahi mungkar pelakunya
harus sempuurna ikhwalnya, mengerjakan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang
dilarangnya. Tetapi ia wajib memerintahkan meskipun melakukan apa yang menyelisihi hal
itu, karena ia berkewajiban dua hal: memerintahkan terhadap dirinya dan mencegahnya, serta
menyuruh orang lain dan mencegahnya.
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tingkatan melarang dari
kemungkaran, yaitu:
1. Mengingkari dengan tangan.
2. Mengingkari dengan lisan.
3. Mengingkari dengan hati.
Dalam hadits lain nabi meriwayatkan perumpamaan orang-orang yang enggan
menyuruh kepada amar makruf nahi mungkar.


"

:



) )
Dari An-Numan Ibn Basyir ra, dari nabi saw beliau bersabda perumpamaan
orang yang teguh menjalanankan hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalam
adalah bagaikan satu kaum yang terbagi tempat dalam satu kapal sebagian mereka ada di
bagian atas kapal dan sebagian lagi ada di bagian bawah. Sedang orang di bagian bawah
jika memerlukan air mereka harus naik ke atas melewati orang-orang yang di atas. Maka
mereka berkata seandainya jika kita melobangi di bagian bawah, kita tidak lagi menunggu
orang-orang yang di atas kita. Maka jika mereka yang di atas membiarkan maksud mereka
(yang dibawah) pasti mereka semua binasa. Tetapi jika mereka mencegah tangan mereka,
tentu mereka selamat dan semuanya selamat. (HR.Bukhari).
Allah juga berfirman dalam surat Al-Araf : 165




Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingati kepada mereka, Kami
selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada
orng-orang yang zhalim siksaan yang keras, di sebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-
Araf : 165)

E. Larangan Melakukan Kemungkaran


Rasulullah saw bersabda:

:
:





) )
Dari Ibnu masud ra. Ia berkata: rasulullah saw bersabda : nabi-nabi yang
diutus sebulumku pasti didampingi sahabat-sahabat yang setia. Mereka mengikuti sunahnya
dan mengerjakan apa yang diperintahkan sesudah mereka, muncullah orang-orang yang
suka berbicara dan tidak suka beramal, mereka membuat sesuatu yang tidak diperintahkan.
Siapa saja yang memerangi mereka dengan tangannya (kekuasaannya), maka ia adalah
orang yang beriman, siapa saja yang memerangi mereka dengan lisan maka ia adalah orang
yang beriman, dan barang siapa yang memerangi dengan hatinya, maka ia juga orang yang
beriman, Selain itu, maka tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi (HR muslim)

F. Bahaya Orang yang Tidak Mencegah Kemungkaran


Musibah paling buruk yang menimpa suatu umat dan masyarakat adalah
berkuasanya diktator, mulut dikekang, lisan dipasung, dan pena dipatahkan, sehingga tidak
ada yang berani bersuara, atau menulis kata-kata untuk mengungkapkan kebenaran yang
disia-siakan, atau keinginan yang dikekang, atau nasihat yang tulus. Dengan demikian
kehidupan menjadi buruk, hidup menjadi susah, sumber-sumber kebaikan menjadi kering,
duri-duri kejahatan dan kerusakan tumbuh, kenistaan merajalela, dan tidak ada yang bisa
menghentikan, serta harga diri manusia diinjak-injak.
Apabila keburukan sampai ke batas ini, maka semua anggota masyarakat wajib
bergerak untuk memperbaikinya dan menyingkirkan kerusakan, jika tidak melakukanya,
maka mereka berhak mendapat balasan dan siksa dari Allah, dan Allah telah menurunkan
bencana dan kerusakan kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran dan yang
mendiamkannya:
ur ZpuZF w t? t%!$# (#qJn=s#$?(q#)
N3YB Zp!%s{ ( (#qJn=$#ur cr& !$#
x >$s)9$#
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.
(al Anfal: 25)
Dan Rasulullah saw bersabda:

:


" :

"


:


) .
) , ,
Abu Bakar Asshiddiq r.a berkata; hai sekalian manusia, hendaklah kalian
membaca ayat ini: YAAIYUHAL LADZINA AAMANU ALAIKUM ANFUSAKUM LAA
YADHURRUKUM MAN DHALLA IDZAH TADAITUM. (hai sekalian orang yang beriman,
jagalah dirimu tiadalah orang yang sesat itu akan memberikan mudharat kepadamu apabila
kamu telah mendapat petunjuk). Dan sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw
bersabda: sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang bertindak dhalim
(berbuat jahat) kemudian mereka tidak mencegahnya, maka sesungguhnya Allah akan
meratakan siksaan kepada mereka akibat perbuatan tersebut.
:
:
, .
:
, .

,

)): :
,
, ,
,
, ! :

, :
( ) .((
Usamah r.a ketika ditanya: mengapakah anda tidak pergi kepada fulan itu untuk
menasehatinya. Jawabnya: kalian mengira aku tidak bicara kepadanya melainkan jika kamu
dengar, sungguh aku telah menasehatinya dengan rahasia, jangan sampai akulah yang
membuka pintu, yang aku tidak ingin menjadi pertama yang membukanya, dan aku tidak
memuji orang itu baik meskipun ia pimpinanku setelah aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: orang bertanya: apakah yang anda dengar dari Rasulullah Saw? Jawab Usamah:
aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda; aku dihadapkan seorang pada hari qiamat
kemudian dibuang kedalam neraka, maka keluar usus perutnya dalam neraka, lalu ia
berputar-putar bagaikan himar yang berputar dipenggilingan, maka berkumpullah penghuni
neraka padanya dan berkata: hai fulan mengapakah anda? Tidakkah dahulu engkau
menganjurkan kami untuk berbuat baik dan mencegah dari yang munkar? Jawabnya: benar
aku menganjurkan kepadamu kebaikan tetapi aku tidak mengerjakannya, dan mencehgah
kamu dari yang munkar tapi aku melakukannya.
Ancaman atas Orang yang Perbuatannya Menyelisihi Ucapannya
Yang wajib bagi setiap muslim yang menegakkan amar maruf dan nahi mungkar
adalah mengikuti kebenaran yang dia perintahkan dan menjauhi larangan yang dia larang.
Dan telah datang nash-nash ancaman yang sangat pedih dan cercaan yang menghinakan atas
orang yang melakukan amar maruf dan nahi mungkar lantas perbuatan dan tindak-tanduknya
menyelisihi apa yang dia ucapkan. Berikut di antaranya:
1. Surah Al-Baqarah ayat 44:




Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian
melupakan diri-diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al Kitab (Taurat)? Maka
tidakkah kalian berpikir?. (Al-Baqarah: 44)
2. Surah Ash-Shoff ayat 2 dan 3:

.


Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak
kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang
tiada kalian kerjakan. (Ash-Shoff: 2-3)
Hadits Usamah bin Zaid -radhiallahu Taala anhu- secara marfu:

, ,
: , :







)(
Abu Zaid (usamah) bin Zaid bin Haritsah r.a berkata; saya telah mendengar
Rosulullah saw bersabda: Akan didatangkan seorang lelaki pada Hari Kiamat lalu dia
akan dilemparkan ke dalam neraka, maka keluarlah usus-usus perutnya kemudian dia
mengelilinginya seperti keledai mengelilingi penggilingan. Maka penduduk nerakapun
berkumpul di sekitarnya lalu mereka berkata, Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankan
dulunya (di dunia) kamu memerintahkan kepada yang maruf dan melarang dari yang
mungkar?, maka dia menjawab, Betul, dulu saya memerintahkan kepada yang maruf tapi
saya sendiri tidak mengerjakannya dan saya melarang dari yang mungkar tapi saya sendiri
yang melanggarnya. (HR. Bukhary dan Muslim)
Semua dalil-dalil di atas tidaklah menunjukkan bahwa pelaku maksiat tidak boleh
atau tidak wajib menegakkan amar maruf dan nahi mungkar dan tidak juga menunjukkan
bahwa jika seseorang belum sanggup melaksanakan suatu perintah dan masih mengerjakan
maksiat tertentu, maka tidak boleh atau tidak wajib baginya untuk memerintahkan kewajiban
tersebut kepada orang lain serta tidak boleh atau tidak wajib baginya melarang orang lain dari
maksiat tersebut. Tapi yang wajib baginya adalah tetap menegakkan amar maruf dan nahi
mungkar sambil menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke dalam suatu maksiat atau
meninggalkan suatu larangan, dan kapan dia melanggarnya apa yang dia sendiri telah
ucapkan -karena menyepelekan hal tersebut- maka ancaman-ancaman dalam dalil-dalil di atas
berlaku untuknya.

G. Kesimpulan
Maruf adalah yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah
mereka kenal luas, dengan catatan selama masih sejalan dengan al-khair (kebajikan), yaitu
nilai-nilai Ilahi. Sedangkan yang dimaksud dengan mungkar adalah sesuatu yang dinilai
buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. Jadi, sangatlah wajar jika
maruf itu diperintahkan, karena merupakan kesepakatan umum masyarakat. Sedangkan
mungkar yang juga telah menjadi kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga
keutuhan masyarakat dan keharmonisannya.
Para Ulama islam sepakat bahwa mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat
kejahatan atau al-Amr bi al-makruf wa al-nahyi an al-mungkar adalah keharusan setiap
muslim. Perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaanya.
Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran yang kita
saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi kebaikan sesuai dengan
kadar kemampuan kita. Mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman sedang
iman bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan
perintah syariat. Semakin banyak melakukan kebijakan maka iman pun semakin kuat,
sebaliknya semakin banyak melakukan maksiat maka iman pun semakin rapuh.
Apabila keburukan meraja lela, maka semua anggota masyarakat wajib bergerak
untuk memperbaikinya dan menyingkirkan kerusakan, jika tidak melakukannya, maka
mereka berhak mendapat balasan dan siksa dari Allah, dan Allah telah menurunkan bencana
dan kerusakan kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran dan yang mendiamkannya.
Yang wajib bagi setiap muslim yang menegakkan amar maruf dan nahi
mungkar adalah mengikuti kebenaran yang dia perintahkan dan menjauhi larangan yang dia
larang. Dan telah datang nash-nash ancaman yang sangat pedih dan cercaan yang
menghinakan atas orang yang melakukan amar maruf dan nahi mungkar lantas perbuatan
dan tindak-tanduknya menyelisihi apa yang dia ucapkan.

H. Daftar Pustaka
Abu Abdullah, dkk, Lulu Wal Marjaan (1882), Penerbit Darul Fikri..
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. 2005. Syarah Mukhtaarul Ahaadits, terj. Moch. Anwar, dkk., cet. VII.
Bandung: Sinar Baru Algesindo
Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1999. Riyadhus Shalihin, jilid 1, terj.
Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani
Al-Qurthubi, Syeikh Imam, 2008. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 6, terj. Ahmad Khotib, cet. VI. Jakarta:
Pustaka Azzam
http://sunniysalafiy.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Mei 2012.
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. 2006. Musnad Imam Ahmad, terj. Fathurrahman, dkk.,
cet. I. Jakarta: Pustaka Azzam
Imam Nawawi, Terjamah Riyadus Shalihin, Jakarta: Penerbit Pustaka Amani, 1999.
Muhyiddin, Al-Imam. 2006. Syarah Arbain an-Nawawi, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Darul Haq
Shihab, M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, volume 11,
cet. V. Jakarta: Lentera Hati
Taimiyyah, Ibnu. 1993. Etika Beramar Maruf Nahi Munkar, terj. Abu Fahmi, cet. V. Jakarta: Gema
Insani Press
Siapa yang Mengajak Petunjuk Ikutilah, Jika Mengajak Kesesatan,
Hadits Tirmidzi 2598








Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yg
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, & barangsiapa yg menyeru
kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yg mengikutinya tanpa
mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun. Abu Isa berkata; 'Hadits ini hasan shahih.
[HR. Tirmidzi No.2598].

Hadits Tirmidzi No.2598 Secara Lengkap

[[[Telah bercerita kepada kami [Ali bin Hujr] telah mengkhabarkan kepada kami [Isma'il bin
;Ja'far] dari [Al Ala' bin Abdurrahman] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah] dia berkata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menyeru kepada petunjuk
maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia
mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa
]]]mereka sedikit pun". Abu Isa berkata; 'Hadits ini hasan shahih".

Hadits Tirmidzi 2599

















Barangsiapa mensunnahkan sunnah kebaikan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan
pahalanya & seperti pahala orang yg mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit
pun, & barangsiapa mensunnahkan sunnah kejelekan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia
mendapatkan dosanya & dosa orang yg mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun. Dan dalam hadits bab tersebut dari Hudzaifah. Abu Isa berkata; 'Ini hadits hasan shahih,
& telah diriwayatkan tak hanya dari satu jalur saja, dari Jarir bin Abdullah dari Nabi seperti
hadits ini. Dan telah diriwayatkan hadits ini dari al Mundzir bin Jarir bin Abdullah dari
bapaknya dari Nabi , & telah diriwayatkan dari Ubaidullah bin Jarir dari bapaknya dari Nabi
juga. [HR. Tirmidzi No.2599].

Hadits Tirmidzi No.2599 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami
[Yazid bin Harun] telah mengabarkan kepada kami [al Mas'udi] dari [Abdul Malik bin
Umair] dari [Ibnu Jarir bin Abdullah] dari [bapaknya] dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mensunnahkan sunnah kebaikan, lalu dia diikuti
atasnya, maka dia mendapatkan pahalanya dan seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa mensunnahkan sunnah kejelekan,
lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." Dan dalam hadits bab tersebut dari Hudzaifah.
Abu Isa berkata; 'Ini hadits hasan shahih, dan telah diriwayatkan tidak hanya dari satu jalur
saja, dari Jarir bin Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits ini. Dan telah
diriwayatkan hadits ini dari [al Mundzir bin Jarir bin Abdullah] dari [bapaknya] dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, dan telah diriwayatkan dari Ubaidullah bin Jarir dari bapaknya
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga."]]]

Anda mungkin juga menyukai