Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah hadits maudhu berawal dari pertentangan politik yang terjadi pada
masa khalifah Ali Bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits
palsu yang tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-
orang tertentu. Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat
hadits maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.

Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat
menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah mengenai hadits maudhu
yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya
dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan
dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara langsung.

Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan


memahami polemik problematika umat yang salah satunya ditimbulkan dari
adanya hadits maudhu.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu?
2. Mengapa muncul hadits maudhu?
3. Bagaimana realitas hadis maudhu?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hadits Maudu’

Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari ‫ وضع يضع وضعا‬menurut bahasa seperti
(meletakan atau minyimpan)

Sedangkan menurut istilah hadits maudu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau


diciptakan atau didustakan atas nama nabi

Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:

ُ‫إختِالَقًا َو ِك ْذبًا ِم َّما لَ ْم يَقُ ْلهُ َأوْ يَ ْف َع ْلهُ َأوْ يُقَ َّره‬
ْ ‫صلَّى هّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ب ِإلَى َرسُوْ ِل هّللا‬
َ ‫ه َُو َما نُ ِس‬

“hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan”

‫ك َع ْمدًا اَوْ خَ طًَأ‬


َ ِ‫صلَّى هّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم زوْ رًا َوبُ ْهتَانًا َس َوا ٌء َكانَ َذل‬
َ ‫ع ْال َم ْنسُوْ بُ اِلَى َرسُوْ ُل هَّللا‬
ُ ْ‫َو ْال ُم ْختَلَ ُع ْال َمصْ نُو‬

“hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini
dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun
tidak”

Dari pengertian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’


adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perbuatan, perkataan maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata.
Dalam penggunaan masyarakat islam,hadits maudhu’ disebut juga dengan Hadits
palsu.

B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu

Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang


merupakan dari keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara
tidak langsung menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa
menafikan bahwa masuknya mereka keislam,disamping ada yang benar-benar
ikhlas, ada juga segolongan mereka yang mennganut agama islam hanya karena
terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golomngan ini kita kenal
dengan kaum Munafik.

Golongan tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap


islah dan senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan
menimbulkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka datanglah waktu
yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin
Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama.
salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa
Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’, seorang yahudi yang menyatakan
telah memeluk islam.

Dengan bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia


menabur fitnah untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih
berhak menjadi khalifah dari pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu
Bakar dan Umar. Halitu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan
wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat
suatu haditds maudhu’ yang artinya “ setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan
penerima mwasiatku dalahali”.

Namun penyebaran hadits Maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas
karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan
penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu,
penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan
bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung telah
menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat.
Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin
hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba
bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.
C. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits maudhu’

Terdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul,


antara lain sebagai berikut:

1. Pertentangan politik dalamm soal pemilihan khalifah

Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh
para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa
golongan. Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya
masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama yang paling banyak
membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan Rafidhah.

Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah:

‫ ِه َوِإلَى‬vِ‫ى فِى هَ ْيبَت‬v‫ ِه َوِإلَى ُموْ َس‬v‫را ِه ْي َم فِي ِع ْل ِم‬vْ ٍ ْ‫و‬vvُ‫َم ْن اَ َرا َد َأ ْن يَ ْنظُ َر إلَى اَ َد َم فِى ِع ْل ِم ِه َوِإلَى ن‬
َ ‫ َواهُ وَِإلَى ِإب‬v‫ح فِى تَ ْق‬
‫ِع ْي َسى فِي ِعبَا َدتِ ِه فَ ْليَ ْنظُرْ ِإلَى َعلِ ِّي‬

“Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya,


ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa tentang
ibadahnya, hendaklah melihat Ali.

ِ ‫ِإ َذ ّرَأ ْيتُ ْم ُم َع‬


ُ‫اويَهَ فَا ْقتُلُوْ ه‬

Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.

Gerakan-gerakan orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur


yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan
membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu

‫ ُر‬v‫ ُع َم‬,ُ‫ ِّد ْيق‬v‫الص‬


ِّ ‫ر‬v ٍ v‫وْ بَ ْك‬vvُ‫ َأب‬, ‫وْ ُل هّللا‬v‫هَ ِإالَّ هَّللا ُم َح َّم ٌد َر ُس‬vَ‫ الَِإل‬:‫ا‬vvَ‫َما فِى ْال َجنَّ ِة َش َج َرةٌ ِإالَّ َم ْكتُوْ بٌ َعلَى ُك ِّل َو َرقَ ٍة ِم ْنه‬
‫ ع ُْث َمانُ ُذوْ النُّوْ َري ِْن‬,ُ‫الفَارُوْ ق‬. ْ

Tak ada satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap
dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq,
Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.
Golongan yang fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang
menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya:

ِ ‫ َأنَا َو ِجب ِْر ْي ُل َو ُم َع‬v:ٌ‫اَُأل َمنَا ُء ثَالَثَة‬


ُ‫اويَة‬

Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.

2. Adanya Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam

Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani
yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu
untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan
yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan
tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang
Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani
menciptakan hadits Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup.
Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut,
adalah:

َ‫ق ْال ُم َشاة‬


ُ ِ‫صافِ ُح الرُّ ْكبَانَ َو يُ َعان‬ ٍ ‫يَ ْن ِز ُل َربُّنَا َع ِشيَّةً َعلَى َج َم ٍل اَوْ َر‬
َ ُ‫ ي‬,‫ق‬

Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan
Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan
dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.

ْ َّ‫الن‬
ٌ‫ظ ُر ِإلَى ْال َوجْ ِه ْال َج ِم ْي ِل ِعبَا ّدة‬

Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.

Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits Maudhu’ dari kalangan Zindiq,


adalah:

a) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits
Maudhu tentang hukum halal-haram.
b) Muhammad bin Sa’id Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far
Al-Mansur
c) Bayan bin Sam’an Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid
bin Abdillah.

3. Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam

Mereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang


menganggaptidak sah shalat mengagkut kedua tangan shalat, membuat hadits
Maudhu’sebagai berikut.

ُ‫صالَةَ لَه‬
َ َ‫صالَ ِة فَال‬
ّ ‫ه فِي ال‬vِ ‫َم ْن َرفَ َع يَ َد ْي‬

“Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.”

4. Membangkitkan gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah

Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk


lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka
ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh
hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya
melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati manusia telah berpaling
dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik
minat umat kembali kepada Al-qur’an.

5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.

Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul
mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits
dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada nabi Saw., bahwasanya
beliau bersabda:

ٍ ‫ق ِإالَّ فِ ْي نَصْ ٍل َأوْ ُخفٍّ َأوْ َحافِ ٍر َأوْ َجن‬


‫َاح‬ َ َ‫الَ َسب‬
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang
kuda, atau burung yang bersayap.

Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkanAl-Mahdi,


lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir
berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama
Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.

D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’

Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad

a) Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang
rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia
b) Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru
tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-
Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini
kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami
ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an),
agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c) Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada
pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir
sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-
Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada
Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?”
Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban
berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d) Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits
maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia
berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung
merpati yang berkata:
ٍ ‫ق ِإالَّ فِى نَصْ ٍل َأوْ ُخفٍّ َأوْ َحافِ ٍر َأوْ َجن‬
‫َاح‬ َ َ‫الَ َسب‬

“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu
kuda, atau mengadu burung

Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk


menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah
ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk
pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang
kemaudhu’an suatu Hadits.

Ciri-ciri yang terdapat pada Matan

a) Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita


mendalami ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan
merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW,
dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW.
b) Kerusakan maknanya.
1) Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:

‫ت بِ ْال َمقَ ِام َر ْك َعتَ ْي ِن‬


ْ َّ‫صل‬
َ ‫ت َس ْبعًا َو‬ ِ ‫ح بِا ْلبَ ْي‬
ِ ‫ت َس ْب‬ ٍ ْ‫ان َسفِ ْينَةَ نَو‬
َّ

“Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan


bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.”

2) Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi


kenyataan, seperti Hadits:

ٌ‫الَيُوْ لَ ُد بَ ْع َد ْال ِماَئ ِة َموْ لُوْ ٌد هّلِل ِ فِ ْي ِه َحا َجة‬

Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan
bagi Allah.
3) Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:

‫اَ ْلبَا ِذ ْن َجانُ ِشفَا ٌء ِم ْن ُكلِّ َش ْي ٍء‬

Buah terong itu penawar bagi penyakit.

4) Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan


akal kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa
dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits
berikut ini:

‫ق نَ ْف َسهَا ِم ْنهَا‬ ْ َ‫س فََأجْ َراهَا فَ َع ِرق‬


َ َ‫ت فَ َخل‬ َ ‫ق ْالفَ َر‬
َ َ‫ِإ َّن هلَّلا َ َخل‬

Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka


berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.

5) Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti


hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang
tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata:
“ketika topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan,
ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu membakar ikan yang
diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung
tangannya.
6) Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama
sekali, seperti hadits:

‫ك اَأْل ْبيَضُ ّحبِ ْيبِ ْي و َحبِيْبُ َحبِ ْيبِ ْي‬


ُ ‫اَل ِّد ْي‬

Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.

7) Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan


kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:

‫الزنَا الَيَ ْد ُخ ُل ال َجنَّةَ ِإلَى ّس ْب َع ِة أ ْبنَا ٍء‬


ِّ ‫َولَ ُد‬

“Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.”
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:

‫از َرةٌ ِو ْز َرُأ ْخ َرى‬


ِ ‫َوالَت َِز ُر َو‬

“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada
orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.

8) Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-


perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap
perbuatan yang kecil. Contohnya:

‫ َكانَ هُ َو َو َموْ لُوْ ُدهُ فِى ْال َجنَّ ِة‬،‫َم ْن ُولِ َد لَهُ َولَ ٌد فَ َس َّماهُ ُم َح َّمدًا‬

Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari
kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.

E. Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’

Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits
maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah
mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan
tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan
sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.

Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya.
Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia
ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia
tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak
ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.

F. Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’

Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis


hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang
cukup banyak, di antaranya;

Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis
dalam ilmu ini).

Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti


(Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).

Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah,


karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).

Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani

G. Cara mengetahui hadits maudhu


a) Adanya pengakuan dari pembuatannya
b) Maknanya rusak, dalam arti bertentangan dengan alqur’an, hadits
mutawatir dan hadits shahih
c) Matannya menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil.
d) Rawinya pendusta.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengertian hadits maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat, walaupun


demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis palsu yang
dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar
belakangnya hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan atau
pembencian terhadap suatu golongan tertentu.

Hadits maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya


berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat
pada sanad dan matannya.

Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok


orang yang menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada
pula yang menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang
tidak menerimanya sama sekali.

B. Saran

Demikianlah makalah Ulumul Hadits yang membahas tentang “Hadits Maudhu”


ini, semoga dapat jadikan informasi untuk kita semua. Pemakalah menyadari
masih banyak kekurangan dalm makalah ini baik dari segi penulisan maupun
isinya, oleh karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari teman-teman
maupun dosen pengampu yang bersifat membangun untuk lebik baik dimasa yang
akan datang.

Akhirnya dengan kerendahan hati pemakalah mengucapkan ribuan terimakasih


atas semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir kata
billahitaufik walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah Abu Ghuddah, lamhat Min Tarikh As-Sunnah wa Ulum Al-Hadits

Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahahul Hadits, Bandung: Al-Ma’arif, 1974

Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja
grapindo persada, Jakarta, 1993

Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits,
Bandung: Pustaka Setia, 2009

Khusniati Rofiah, studi ilmu Hadits, stain po prees, bandung, 2010

Mahmud abu rayah, adlwa’ ‘ala sunnah al muhammadiyah, Dar al-Ma’arif,


Mekah, 1997

Mahmud At-Tahhan, Tafsir Musthalah Al-Hadits, Beirut: Dar Al-Qur’an Al-


Karim, 1979

M. ‘Ajjaj Al-Khatib. Ushul Al-Hadits. Terj. H. M. Qodirun dan Ahmad


Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997

M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta: Bulan


Bintang, 1987

Subhi as-Salih, ‘ulum al-hadits wa Mustalahahuh, Dar al-ilm al-malayin, 1997

Anda mungkin juga menyukai