PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah hadits maudhu berawal dari pertentangan politik yang terjadi pada
masa khalifah Ali Bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits
palsu yang tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-
orang tertentu. Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat
hadits maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat
menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah mengenai hadits maudhu
yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya
dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan
dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara langsung.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu?
2. Mengapa muncul hadits maudhu?
3. Bagaimana realitas hadis maudhu?
BAB II
PEMBAHASAN
Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari وضع يضع وضعاmenurut bahasa seperti
(meletakan atau minyimpan)
ُإختِالَقًا َو ِك ْذبًا ِم َّما لَ ْم يَقُ ْلهُ َأوْ يَ ْف َع ْلهُ َأوْ يُقَ َّره
ْ صلَّى هّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ب ِإلَى َرسُوْ ِل هّللا
َ ه َُو َما نُ ِس
“hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan”
“hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini
dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun
tidak”
Namun penyebaran hadits Maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas
karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan
penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu,
penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan
bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung telah
menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat.
Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin
hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba
bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.
C. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits maudhu’
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh
para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa
golongan. Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya
masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama yang paling banyak
membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan Rafidhah.
ِه َوِإلَىvِى فِى هَ ْيبَتv ِه َوِإلَى ُموْ َسvرا ِه ْي َم فِي ِع ْل ِمvْ ٍ ْوvvَُم ْن اَ َرا َد َأ ْن يَ ْنظُ َر إلَى اَ َد َم فِى ِع ْل ِم ِه َوِإلَى ن
َ َواهُ وَِإلَى ِإبvح فِى تَ ْق
ِع ْي َسى فِي ِعبَا َدتِ ِه فَ ْليَ ْنظُرْ ِإلَى َعلِ ِّي
Tak ada satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap
dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq,
Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.
Golongan yang fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang
menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya:
Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.
Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani
yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu
untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan
yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan
tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang
Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani
menciptakan hadits Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup.
Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut,
adalah:
Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan
Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan
dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
ْ َّالن
ٌظ ُر ِإلَى ْال َوجْ ِه ْال َج ِم ْي ِل ِعبَا ّدة
a) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits
Maudhu tentang hukum halal-haram.
b) Muhammad bin Sa’id Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far
Al-Mansur
c) Bayan bin Sam’an Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid
bin Abdillah.
ُصالَةَ لَه
َ َصالَ ِة فَال
ّ ه فِي الvِ َم ْن َرفَ َع يَ َد ْي
“Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.”
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul
mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits
dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada nabi Saw., bahwasanya
beliau bersabda:
a) Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang
rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia
b) Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru
tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-
Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini
kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami
ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an),
agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c) Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada
pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir
sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-
Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada
Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?”
Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban
berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d) Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits
maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia
berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung
merpati yang berkata:
ٍ ق ِإالَّ فِى نَصْ ٍل َأوْ ُخفٍّ َأوْ َحافِ ٍر َأوْ َجن
َاح َ َالَ َسب
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu
kuda, atau mengadu burung
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan
bagi Allah.
3) Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
“Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.”
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada
orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
َكانَ هُ َو َو َموْ لُوْ ُدهُ فِى ْال َجنَّ ِة،َم ْن ُولِ َد لَهُ َولَ ٌد فَ َس َّماهُ ُم َح َّمدًا
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari
kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits
maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah
mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan
tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan
sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya.
Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia
ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia
tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak
ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.
Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis
dalam ilmu ini).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. Saran
Abdul Fatah Abu Ghuddah, lamhat Min Tarikh As-Sunnah wa Ulum Al-Hadits
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja
grapindo persada, Jakarta, 1993
Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits,
Bandung: Pustaka Setia, 2009