Nim:201210185
Kelas:Pai 2F
1.hadist matrik
َوإِذَا َج َّه ْرت ِب ِق َرا َءتِ ْي فَ َل يَ ْق َرأَ َّن َم ِع ْي أَ َحد،س َر ْرت ِب ِق َرا َءتِ ْي فَا ْق َرؤ ْوا َم ِع ْي
ْ َ إِذَا ا-
أخرجه الدارقطني في السنن
"Ketika aku menyamarkan bacaanku, maka membacalah kalin bersamaku. Dan ketika
aku mengeraskan bacaanku, maka sungguh jangan seorang pun yang menyertai
bacaan bersamaku (HR. Daraquthni dalam Kitab Sunannya)".
Imam Daraquthni menjelaskan bahwa dalam riwayat hadits tersebut seorang rawi
bernama Zakariyah Al-Waqar melakukan penyendirian, dan hadits itu tergolongan
hadits munkar yang matruk.
2. Hadits mungkar
َّة
ََ لَال َْجن
َ َد َخ,َ
َ ف َ ض ْي
َّ َو َق َرىَال, َ ْ م
َ امَ ص
َ َو,َ
َ ت َ َو َح َّجَال َْب ْي,َ
َ كا َة
َ َوآ َتىَال َّز,َ
َ صلا َة
َّ امَال
َ نَأ َق َ
AbuَHatimَberkata,َ”Iniَhaditsَmunkarَkarenaَparaَperawiَlainَyangَtsiqatَ
meriwayatkannya dari Abu Ishaq secara mauquf (berhenti pada sahabat
Nabiَ )ﷺdanَinilahَyangَma’ruf.”
1. Hadits mudallas
1.Contoh Mudallas Isnad :
ْٰ صلى
اللُ َعلَيهْ َو َسل َْم أَوَْلَ َعلَى َ ْالزهريْ َعنْ أَنَسْ بنْ َمالكْ أَنْ النب
ُّ َْعنْ ُسفيَانْ ب ُْن عُيَ ي نَْةَ َعن
ْسويقْ َوََتر
َ صفي ْةَ بنتْ ُحيَيْ ب
َ
"Dari Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Sahabat Anas bin Malik, sesungguhnya
Nabi SAW membuat walimah atas pernikahan (Beliau dan) Shafiyah dengan memasak
gandum dan kurma". (sanad lengkap bisa dilihat pada HR. Tirmidzi No. 1015).
Abu Isa mengatakan bahwa Sufyan bin Uyainah melakukan tadlis pada hadits
tersebut, di mana dia terkadang tidak menyebutkan dari Wa'il bin Dawud dari
anaknya (Dawud) dan dia terkadang menyebutkannya.
Hadits tersebut merupakan Mudallas Syuyukh, karena Ali bin Ja'd merekayasa nama
rawi sesudahnya, yaitu Abu Ishaq yang memiliki nama asli Ibrahim bin Harasah. Hal
itu dilakukan karena Ibrahim bin Harasah dianggap berbohong sebagai seorang rawi.
ْ َحدثَنَا ال َولي ُْد ب ُْن ُمسلم،َْ َعنْ ُُمَمدْ بنْ َوهبْ بنْ َعطية، َعنْ الط َحاويْ َعنْ أَبْ أ َُمي ْةَ الطر ُسوسي،
َْ قَال،ال
َ َ َعنْ ابنْ عُ َم َْر ق،ْب اْلَُرشي
ْ ان بنْ َعطي ْةَ َعنْ أَبْ ُمني
ْ َعنْ َحس،َحدثَنَا اْلَوَزاع ُّي
ْ َو ُجعْ َْل رزقي،ُك لَه َْ للاُ َْل َشريْ ت ِبلسيفْ َحّتْ يُعبَ َْد ُْ بُعث: ْللاُ َعلَيهْ َو َسل َم
ْ صلى َ َْر ُسولُْ للا
ْشب ْهَ ب َقومْ فَ ُه َْو من ُهم
َ َ َوَمنْ ت،َف أَمري َْ ار َعلَى َمنْ َخال
ُْ َ َو ُجع َْل الذل ْةُ َوالصغ،ت ظلْ ُرُميَْ ََت
"Dari At-Thajawi, dari Abu Umayyah At-Tharsusi, dari Muhammad bin Wahab bin Athiyah,
Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Al-Auza'i menceritakan kepada kami, dari
Hassan bin Athiyah, dari Abu Munib Al-Jurasyi, dari Ibnu Umar berkata, Rosulullah SAW
bersabda, ""Aku diutus (menjelang hari kiamat) dengan pedang sehingga Allah disembah
tanpa ada sekutu bagi-Nya, rizkiku ditempatkan di bawah bayang-bayang tombakku.
Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa
menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka"".
Dalam hadits tersebut, Walid bin Muslim sengaja menggugurkan seorang rawi yang dhaif di
antara Al-Auza'i dan Hassan bin Athiyah, rawi dhaif tersebut bernama Abdur Rahman bin
Tsabit. Hal itu dilakukan agar hadits tersebut terbebas dari sanad yang dhaif, sebagaimana
pengakuan Walid bin Muslim sendiri ketika Hutsaim bin Kharijah menanyakan kepadanya.
2. Hadits mudraj
Perkataan:
“Sempurnakanlah wudhu.”
Sebenarnya bukan termasuk matan hadits. Dari mana hal itu bisa diketahui?
Tidak lain karena adanya hadits semisal yang diriwayatkan melalui sanad yang lain.
Dalam masalah ini yaitu sanad dari hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
Di mana dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Abu Hurairah
berkata:
Jadi rupanya, dalam hadits yang pertama itu, ada perawi yang kurang cermat dalam
memahami matan. Dia memasukkan perkataan Abu Hurairah sebagai matan hadits.
Sehingga terjadi kesalahan dalam matan hadits itu.
Nama perawi itu adalah Abu Qatthan dan Syubabah. Sebagaimana hal ini dijelaskan
dalam kitab Tadribur-Rawi, karya Imam as-Suyuthi.
Adalah Nabi Muhammad Saw. biasa bertahannuts di Gua Hira’, yaitu beribadah, selama
beberapa malam.
َوه َو التَّعَبد
“Yaitu beribadah.”
ََلَحْ َببْت أَنْ أَموتَ َوأَ َنا، َو ِبر أ ِمي، َوا ْلحَج،ِس ِبي ِل للا
َ لَ ْو َل ا ْل ِجهَاد فِي،ِِي ِب َي ِده ِ ِح أَجْ َر
ْ َوالَّذِي َن ْفس،ان ْ ا ْلعَ ْب ِد ا ْل َم ْمل ْوكِ ا ْلم
ِ صل
َم ْملوك
“Seorang hamba sahaya yang berbakti pada tuannya, maka baginya dua pahala. Demi Dzat
yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah bukan karena jihad di jalan Allah, haji dan
berbakti pada ibuku, tentu aku lebih meyukai mati dalam keadaan sebagai seorang hamba
sahaya.”
Dalam matan hadits di atas terdapat idraj atau tambahan yang sebenarnya bukan
bagian dari matan hadits itu. Yaitu kalimat:
ََلَحْ َببْت أَنْ أَموتَ َوأَ َنا َم ْملوك، َو ِبر أ ِمي، َوا ْلحَج،ِس ِبي ِل للا
َ لَ ْو َل ا ْل ِجهَاد فِي،ِِي ِب َي ِده
ْ َوالَّذِي َن ْفس
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah bukan karena jihad di jalan Allah,
haji dan berbakti pada ibuku, tentu aku lebih meyukai mati dalam keadaan sebagai seorang
hamba sahaya.”
– Mustahil Nabi Muhammad Saw. mengharap dirinya menjadi seorang hamba sahaya.
– Ibunda Siti Aminah telah wafat sejak Nabi Muhammad Saw. masih kecil. Sehingga
beliau tidak perlu menjadi hamba sahaya untuk berbakti pada Ibunda.
Oleh karena itu, jelas bahwa kalimat itu merupakan tambahan dari Abu Hurairah sendiri.
Bukan sabda Nabi Muhammad Saw.
3. Hadits maktub
Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah tentang 7 golongan yang dinaungi Allah SWT
di hari kiamat :
Dari hadits tersebut, terlihat beberapa rawi telah melakukan kemaqluban, padahal
dalam riwayat lainnya adalah sebagai berikut :
ُّت َْل تَعلَ َْم ِشَال ُْهُ َما تُنف ُْق ََْيي نُْه
ْ اهْا َح
َ ص َدقَةْ فَأَخ َف
َ قب
َْ صد
َ ََوَر ُجلْ ت
"(Golongan keenam) dan seseorang yang melakukan shadaqah, lalu ia
menyamarkannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah
diinfaqkan oleh tangan kananya" (HR. Malik No. 1501, Nasai No. 5285, Bukhari No.
6308, No. 1334, dan No. 620).
ِن
ْ َل تَ ُقوُموا َحّتْ تَ َرو
َْ َإذَا أُقي َمتْ الص ََل ْةُ ف
"Ketika didirikan sholat, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku" (lihat
pada HR. Tirmidzi No. 475).
Hadits tersebut diriwayatkan dari Jarir bin Hazim, ia melakukan kesalahan dengan
menukarnya pada sanad dari Tsabit dari Anas bin Malik dari Nabi SAW. Padahal
seharusnya, sanad yang shahih dalam hadits tersebut adalah dari Hajjaj As-
Shawwaf, dari
Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya (Abu Qatadah), dari
Nabi SAW.
4. Hadits mazid
Dari beberapa riwayat dalam Kitab Sunan, baik Sunan Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud,
dan lain sebagainya, sanad-sanad dalam hadits tersebut memiliki perbedaan dan
penambahan rawi. Ada 2 penambahan rawi dalam sanad hadits di atas, yaitu Sufyan
dan Abu Idris.
5. Hadits muktorib
"Tidak ada hak di dalam harta selain zakat" (HR. Ibnu Majah No. 1779).
"Sesungguhnya di dalam harta kalian ada hak selain zakat". (Ad-Darimi No. 1581)
"Sesungguhnya di dalam harta ada hak selain zakat" (HR. Tirmidzi No. 595 dan No.
596).
Para ulama' ahli hadits sendiri juga memperselisihkan riwayat sanadnya, ada yang
meriwayatkan dari Ikrimah dari Abu Bakar, ada yang meriwayatkan dari Ibnu
Juhaifah dari Abu Bakar, ada yang meriwayatkan dari Bara' dari Abu Bakar, ada
yang me
riwayatkan dari Alqamah dari Abu Bakar, dan ada yang meriwayatkan dari Abu
Maisarah dari Abu Bakar. Sedangkan Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa rawi-
rawi hadits tersebut adalah tsiqqah (terpercaya), yang tidak mungkin ditarjih salah
satunya.
6. Hadits musohhaf
Abu Bakar As-Shuli pernah meriwayatkan hadits tersebut, namun kekeliruannya adalah pada
lafadz "( "سِ تًّاenam hari) yang diriwayatkan dengan lafadz "( " َش ْيئًاsesuatu). Tentu saja hadits
di atas adalah hadits yang kuat dan dinilai diterima untuk diamalkan, namun jika
periwayatannya menggunakan lafadz "" َش ْيئًا, maka menjadi sebuah kedhaifan yang parah,
dikhawatirkan orang awam menerimanya akan gagal faham.
7. Hadits majhul
Hafsh bin Haasyim adalah majhuul al-‘ain, hanya ada seorang perawi yang
meriwayatkan darinya, yaitu ‘Abdullah bin Lahii’ah. Ibnu
Hajar rahimahullah memperkirakan bahwa Ibnu Lahii’ah telah melakukan
kekeliruan. Yahyaa bin Ishaaq As-Sailahiiniy termasuk murid Ibnu Lahii’ah yang
terdahulu, dan ia (Yahyaa) telah menghapal darinya (Ibnu Lahii’ah) Habbaan bin
Waasi’. Adapun Hafsh bin Haasyim, maka tidak ada penyebutan tentangnya
sedikitpun dalam kitab-kitab taariikh. Dan tidak ada seorang pun yang
menyebutkan Ibnu ‘Utbah mempunyai anak bernama Hafsh [lihat : Tahdziibut-
Tahdziib, 2/420].
َّ َِّعَنَّأَب،
َّي ْ نِ ص ْي
َ ح ْ ن
ُ َّال ِ َّعَنَّدَا ُودََّ ْب،
ْ َ َّنَّأَبِي
حبِيبَ َة ِ َّعَنَّا ْب،َّ
ْ ُّ َِش ُكر
ي ْ ِيلََّّ ْالي
َّ سمَاع ْ ِنََّّإ ُ ُحَدَّثَنَاَّأَب
َُّ َّحَدثَنَاََّّإِ ْبرَاه،ٍوَّك َر ْيب
َُّ ِيمََّّ ْب
ُ َس
َّ ُولََّّللاَِّصَلىَّهللا َ َطَأَُّالطرِيقَ َّالنجِسَ َة
ُ َّف َقالََّر، َ َسجِد
َّ ََّفن ْ َّالم ْ يد
ُ َِسولَََّّللاَِّإِناَّنُر
ُ َّقِيلََّيَاَّر:ََّقال، َ يَّه َر ْي َر َة
ُ َ ْ
َِّعَنَّأب، َ س ْفي
َان ُ
"َّا
َّ ض ً ضهَاَّب َْع ُ ط ِهرَُّب َْع ُ ََّ"َّاْل:َم
َ ُرْضَّي ْ َ
عَل ْيهَِّوَسَ ل
Ibraahiim bin Ismaa’iil Al-Yasykuuriy[2] adalah majhuul al-haal. Ada dua orang
perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu : Abu Kuraib Muhammad bin Al-‘Alaa’
Al-Hamdaaniy dan Ma’mar bin Sahl Al-Ahwaaziy.
Referensi:
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006).