Anda di halaman 1dari 5

ASAL MULA GHULUW

Firman Allāh Ta’ālā:

‫ني إِاَّل‬ ِ ِٰ ِ ۖ ‫﴾ وقَ ۡد أَض لُّواْ َكث‬٢٣﴿ ‫وق ونَ ۡسرا‬ ‫هِل‬
َ ‫ِري ا َواَل تَ ِزد ٱلظَّلم‬
ً َ َ ً َ َ ُ‫وث َو َيع‬ ً ‫َوقَ الُواْ اَل تَ َذ ُر َّن ءَا تَ ُك مۡ َواَل تَ َذ ُر َّن َو ًّدا َواَل ُس َو‬
َ ُ‫اعا َواَل َيغ‬
﴾٢٤﴿ ‫ض ٰلَاًل‬ َ
“Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya
´uq dan nasr’. Dan setelahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan”. [QS. Nuh: 23-24]

A. Makna Ayat Secara Global


Dalam ayat di atas, Allāh Subhānahu wa Ta’ālā mengabarkan kepada kita tentang keadaan orang-orang
musyrik dan usaha keras mereka terhadap berhala-berhala tersebut, ketika sebagian dari mereka berwasiat
kepada sebagian yang lain dengannya dan beribadah kepadanya, terlebih lagi terhadap berhala-berhala
yang lima tersebut, yang disebutkan nama-namanya di dalam ayat ini. Lalu dari segi apa yang disebutkan
oleh sebagian ulama tafsir, bahwa nama-nama yang disebutkan di dalam ayat ini, pada dasarnya adalah
nama-nama orang-orang shalih, yang dicintai secara berlebihan oleh kaum mereka. Setelah mereka wafat,
setan membisikkan kepada mereka agar mereka membuatkan patung (arca) seperti bentuk mereka supaya
dapat mengingatkan kepada mereka, keshalihan ulama-ulama tersebut, hingga setelah generasi itu telah
meninggal dunia dan ilmu hilang, maka generasi yang datang kemudian itu pun menyembah patung-
patung tersebut.
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā kemudian menjelaskan bahwa dengan berhala-berhala itu mereka
menyesatkan banyak orang, sehingga dengan itu mereka menyandang sifat zhalim dan berhak
memastikan diri mereka akan mendapatkan azab dan predikat jauh dari Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Hubungan ayat ini dengan tauhid adalah karena ayat di atas menunjukkan bahwa bersikap ghuluw
(berlebihan) terhadap orang-orang shalih merupakan suatu kesyirikan. Hal itu, karena sikap berlebihan
terhadap mereka memberikan mereka sebagian dari hak-hak yang khusus hanya bagi Allāh Ta’ālā. Dan
itu berarti menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu bagi Allāh Ta’ālā. [Al-Jadīd fī Syarh Kitābi at-
Tauhīd, hal 175-177]

B. Sejarah Ghuluw kepada orang Shalih Allāh Subhānahu wa Ta’ālā


1. Ghuluw periode awal di masa Nabi Nuh ‘Alaihis Salām
Sejak zaman Nabi Adam Alaihis Salām manusia senantiasa berada di atas agama yang lurus. Meskipun
mungkin ada di antara mereka yang jatuh dalam dosa atau kemaksiatan tetapi belum ada yang terjerumus
dalam kesyirikan. Jarak antara Nabi Nuh dan Nabi Adam ada 10 generasi. Sebelum Nabi Nuh diutus,
tidak ada satupun manusia yang berbuat syirik dan kufur kepada Allah. Keterangan ini disampaikan Ibnu
Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,

‫ فبعث اهلل النبيني مبشرين ومنذرين‬،‫ فاختلفوا‬.‫ كلهم على شريعة من احلق‬،‫كان بني نوح وآدم عشرة قرون‬

1
Antara Nuh dan Adam ada 10 generasi. Mereka semua berada di atas syariat yang benar. Kemudian
mereka saling berselisih. Kemudian Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi gambar gembira dan
kabar peringatan. (HR. At-Thabari dalam Tafsirnya no. 4048).
Ghuluw tidaklah terlahir secara tiba-tiba, dan tidak juga baru terjadi, tetapi ghuluw adalah penyakit lama
dari zaman Nabi Nuh ‘Alaihis Salām. Maka kaum Nabi Nuh ‘Alaihis Salām melampaui batas sebelum
datang kepada mereka dahulu orang-orang shalih, lalu kaum Nabi Nuh melampaui batas di dalam
kecintaan pada orang-orang shalih, hingga mereka menyembah orang-orang shalih di sisi Allah hingga
pada derajat uluhiyyah, kemudian kaum Nabi Nuh membuat patung untuk mengenang orang-orang shalih
tersebut, sampai muncul kebid’ahan mereka dan menjadi budaya jahiliyah Arab di masa Nabi Nuh. Lalu
di zaman Nabi-nabi setelah Nabi Nuh Alaihis Salām bertambahlah kebid’ahan mereka sampai menjadi
kesyirikan yang semakin parah, bahkan melebihi kesyirikan di zaman Nabi Nuh Alaihis Salām, dan
begitu seterusnya sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam hingga
menyebar ke seluruh dunia dan seluruh orang ‘Ajam (selain Arab). [Mukhtashar Shahih Tafsir Ibnu
Katsir, hal 620-621, Syaikh Mushtafa Al-‘Adawi hafizhahullah]
Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari Rahimahullāh dengan sanadnya sampai kepada Ibnu ‘Abbas
Radhiyallāhu ‘Anhuma, beliau berkata dalam menafsirkan surat Nuh ayat 23-24 di atas:

‫ وأ ََّما‬،‫ت هِلَُذيْ ٍل‬ ِ


ْ َ‫ وأ ََّما ُس َواعٌ َكان‬،‫ب َبد ْو َمة اجلَْن َد ِل‬ ٍ ‫ت لِ َك ْل‬
ْ َ‫ب َب ْع ُد َّأما ودٌّ َكان‬ ِ ‫وح يف العر‬
ََ ٍ ُ‫ت يف َق ْوِم ن‬ ْ َ‫األوثَا ُن الَّيت َكان‬
ْ ‫ص َارت‬
ِ
َ
ِ ‫آِل‬
‫ت ْمَيَر ِل ذي‬ ِ‫حِل‬ ‫هِل‬ ِ ِ
ُ ُ‫ وأ ََّما َيع‬،‫ عْن َد َسبٍَإ‬،‫ف باجلَ ْوف‬ ِ ٍ
ٍ ‫ مُثَّ لبيِن غُطَْي‬،‫ت لمراد‬ ِ
ْ َ‫ وأ ََّما نَ ْسٌر فَ َكان‬،‫ت َ ْم َدا َن‬ ْ َ‫وق فَ َكان‬ َ َ ُ ْ َ‫وث فَ َكان‬ ُ ُ‫َيغ‬
‫صبُوا إىل جَمَالِ ِس ِه ُم الَّيت َكانُوا‬ ِ ْ‫ ِأن ان‬،‫ َفلَ َّما هلَ ُكوا أوحى الشَّيطَا ُن إىل َقو ِم ِهم‬،‫وح‬
ْ ْ ْ َْ َ ٍ ُ‫ني ِمن َق ْوِم ن‬ ِ‫ أمْس اء ِرج ٍال حِل‬،‫الكَاَل ِع‬
َ ‫صا‬ َ َ َُ
ِ ِ
‫ت‬ ْ ‫ك وَتنَ َّس َخ الع ْل ُم عُبِ َد‬َ ِ‫ك أُولَئ‬َ َ‫ حىَّت إذَا َهل‬،‫ َفلَ ْم ُت ْعبَ ْد‬،‫ َف َف َعلُوا‬،‫وها بأَمْسَائِ ِه ْم‬
َ ُّ‫صابًا ومَس‬َ ْ‫جَيْل ُسو َن أن‬
“Berhala-berhala yang dahulu diagungkan oleh kaum Nabi Nuh, di kemudian hari tersebar di bangsa
‘Arab. Wadd menjadi berhala untuk kamu Kalb di Daumah Al-Jandal (kota antara Madinah dan Iraq.
Suwa’ untuk Bani Hudzail. Yaghuts untuk Murad dan Bani Ghuthaif di Jauf tepatnya di Saba`. Adapun
Ya’uq adalah untuk Bani Hamdan. Sedangkan Nasr untuk Himyar keluarga Dzul Kala’. Itulah nama-
nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘Alaihis Salām. Ketika mereka meninggal setan membisikkan
kepada kaum mereka agar mereka dibuat menjadi berhala (patung/tugu/prasasti) di tempat mereka
beribadah, berhala ini kemudian diberi nama dengan nama orang-orang shalih tersebut. Merekapun
melakukan apa yang dibisikkan setan. Namun mereka belum menyembahnya, beribadah kepada berhala
tersebut. Hingga saat mereka yang membuat berhala ini (generasi pertama) meninggal dan ilmu hilang
maka berhala itupun disembah, diibadahi”. [HR. Al-Bukhari: 4920, shahih]
Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa
dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di
antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh Alaihimas Salām. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh
mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita menggambar
rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam beribadah”. Maka akhirnya mereka pun
menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi
berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka (generasi
pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang- orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan
perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya”. [Shahih Bukhari dalam kitab tafsir
ath-Thabari]

2
Ibnul Qayyim berkata: “Banyak para ulama salaf megatakan: “Setelah mereka itu meninggal, banyak
orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi kuburan mereka, lalu mereka membuat patung-
patung, setelah beberapa waktu akhirnya patung-patung tersebut dijadikan sesembahan oleh anak
keturunan mereka yang jauh dari ilmu". [Al-Jadīd fī Syarh Kitābi at-Tauhīd, hal 175]

2. Ghuluw di masa Bani Isrāil Yahudi


Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai terjadi pula di masa Bani
Isrāil. Di masa bani Isrāil, kaum Yahudi yang menyatakan bahwa Nabi 'Uzair ‘Alaihis Salam adalah anak
Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan bahwa al-Masih adalah anak
Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam surat al-Baqarah ayat 259 dan dalam ayat berikut:

ۚ ‫ين َك َفُروا ِمن َقْب ُل‬ ِ َّ ِ ‫ت النَّصارى الْم ِسيح ابن اللَّ ِه ۖ َٰذلِك َقوهُل م بِأَ ْفو ِاه ِهم ۖ ي‬
ِ َ‫ت الْيهود عزير ابن اللَّ ِه وقَال‬
ِ
َ ‫ضاهئُو َن َق ْو َل الذ‬
َُ ْ َ ُ ْ َ ُْ ُ َ َ َ َ ُ ْ ٌ ْ َُ ُ ُ َ َ‫َوقَال‬
‫قَاَتلَ ُه ُم اللَّهُ ۚ أَىَّنٰ يُ ْؤفَ ُكو َن‬
“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’. Dan orang-orang Nashrani berkata: ‘Al-
Masih itu putera Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka sampai
berpaling?". [QS. At-Taubah: 30]
Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena mereka melihat dari
mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah
Taurat dihapus dari dada-dada orang-orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah
wafat seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan perbuatan dan
kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka mereka menyandarkan hal tersebut
kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas
menyatakan: "Sesungguhnya mereka (orang-orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah)
karena mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat dari dada-
dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah Taurat yang sudah dihapus dari
dada-dada mereka turun dari langit dan masuk ke dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh
kaumnya seraya berkata: ‘Allah telah memberi Taurat kepadaku’. Maka serta merta mereka mereka
menyatakan: ‘Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak Allah." Sedangkan di dalam riwayat
lain beliau berkata: ‘Bakhtanshar ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan
membunuh orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia dibiarkan
(tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun lamanya kemudian Allah
membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil, beliau berkata: ‘Saya adalah 'Uzair’. Mereka pun
tidak mempercayainya seraya menjawab: ‘Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di
Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada kami. Maka 'Uzair pun
menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan: ‘Inilah adalah anak Allah”. [Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi
At-Tafsir, oleh Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424]
Demikianlah asal usul orang-orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah daripada Nabi Allah.

3. Ghuluw pada masa Bani Isrāil Nashrani

3
Ghuluw pada Bani Isrāil Nashrani yaitu perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau
sebagai Allah, ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia mampu
menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah. [Kitab
Mahabbatu ar-Rasul hal. 155].
Yang menyatakan demikian bukanlah al-Hawariyyun (shahabat-shahabat Nabi Isa) sendiri, melainkan
orang- orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah selang beberapa waktu
mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu. Allah telah membantah serta menerangkan
sangkaan mereka yang tanpa dalil tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman:
“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam”.
[QS. al-Maidah: 72]
ِ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ ُ ِ‫لََق ْد َك َفر الَّ ِذين قَالُوا إِ َّن اهللَ ثَال‬
‫اب‬ َ ‫ث ثَالَثَة َو َما م ْن إلَه إالَّ إلَهٌ َواح ٌد َوإ ْن مَلْ َيْنَت ُهوا َع َّما َي ُقولُو َن لَيَ َم َّس َّن الذ‬
ٌ ‫ين َك َفُروا مْن ُه ْم َع َذ‬ َ َ
‫يم‬ ِ
ٌ ‫أَل‬
“Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga," padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti
dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang
pedih”. [QS. al-Maidah: 73]
Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah putra
Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka
tidak mengetahui bahwa Isa adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang
dimuliakan dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

ُّ ‫ت ِم ْن َقْبلِ ِه‬
٧٥ :‫ ﴿املائدة‬...‫الر ُس ُل َوأ ُُّمهُ ِصدِّي َقةٌ َكانَا يَأْ ُكالَ ِن الطَّ َع َام‬ ٌ ‫يح ابْ ُن َم ْرمَيَ إِالَّ َر ُس‬
ْ َ‫ول قَ ْد َخل‬
ِ
ُ ‫َما الْ َمس‬
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya
para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa memakan makanan". [QS. al-Maidah: 75]
Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam yaitu kesyirikan
disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih.

4. Ghuluw pada umat Islam


Kerusakan ghuluw seperti di atas tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana yang telah
disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat ini akan meniru peradaban kaum-
kaum sebelumnya. Beliau bersabda:
[

“Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan-jalan) orang-orang sebelum kalian,


sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak,
niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami (shahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Yahudi dan
Nashrani?’. Beliau menjawab: ‘Siapa lagi?". [HR. Bukhari dan Muslim]
Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat Islam akan mengikuti perilaku umat-umat sebelum
mereka seperti sikap ghuluw Yahudi dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap ghuluw kelompok

4
Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi) terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka
menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan
sebutan Syi'ah Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan
kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu.

C. Faidah-faidah Hadits
1. Ayat di atas menjelaskan bahwa syirik telah ada sejak dahulu pada umat-umat sebelumnya.
2. Bahwasanya nama-nama berhala yang lima tersebut adalah di antara sembahan-sembahan kaum
Nabi Nuh ‘Alaihis Salām.
3. Ayat di atas juga menjelaskan bahwa para pengikut kebatilan saling menopang dan saling
membantu di atas kebatilan mereka.
4. Boleh mendoakan keburukan menimpa orang-orang kafir secara umum.

‫و اهلل أعلم بالصواب‬

Anda mungkin juga menyukai