PEKAN 5
Disusun oleh
Pipid Mupidin
NIM 1705841
PKn 2017 B
Uswatun Hasanah berasal dari dua kata yaitu uswah yang berarti teladan, dan h}asanah,
berasal dari kata h}asuna, yah}sunu, h}usnan wa h}asanatan, yang berarti sesuatu yang baik,
pantas dan kebaikan. Menurut Raghib al-Asfahani (seorang pakar bahasa), h}asanah adalah
segala sesuatu kebaikan atau kenikmatan yang diperoleh manusia bagi jiwa, fisik, dan kondisi
perasaannya. Maka Uswatun Hasanah adalah suatu perilaku yang mulia yang menjadi teladan
bagi umat manusia.
اس@@ َمهَا َخوْ لَةَ بِ ْنتَ َح ِك ٍيم – َعلَى عَاِئ َش@@ةَ َو ِه َى بَا َّذةُ ْالهَيَْئ ِة ْ ُظعُ@@و ٍن – َأحْ ِس@@ب ْ @@رَأةُ ع ُْثمَانَ ْب ِن َم َ ت ا ْمِ َ” َد َخل:ع َْن عُ@@رْ َوةَ قَا َل
َّ َ
ف َدخَ َل النبِ ُّى.”ار َّ َّ ُ
َ َ” َزوْ ِجى يَقو ُم الل ْي َل َويَصُو ُم النه: فقالت.”ك ؟ ْ َ َ َ ْأ ْ َأ هَّللا
ِ ” َما َش ن: – ف َس لتهَاn – ِ ك لَهُ فَلَقِ َى َرسُو ُل
ُ َ َ َ ِت عَاِئ َشةُ َذل
ْ فَ َذ َك َر
َأ َأ ُأ
– n – ى س َْوةٌ فَ َوهَّللا ِ ِإنِّى ْخ َشا ُك ْم هَّلِل ِ َو حْ فَظُ ُك ْم لِ ُحدُو ِد ِه َأ ْ ْ
َّ ِ”يَا عُث َمانُ ِإ َّن ال َّر ْهبَانِيَّةَ لَ ْم تُ ْكتَبْ َعلَ ْينَا فَ َما لَكَ ف: “ عُث َمانَ فَقَا َل.
Dari ‘Urwah, dia berkata, “Istri ‘Utsman bin Mazh’un – menurutku namanya adalah
Dia menjawab, “Suamiku selalu (sibuk) sholat malam dan berpuasa di siang hari”.
kependetaan tidak diwajibkan atas kita. Tidakkah pada diriku terdapat uswah (teladan)
bagimu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan orang yang
paling menjaga hukum-hukumNya di antara kamu’. [ HR. Ahmad dan dishahîhkan oleh al-
bagimu?”
Wahai orang-orang yang menelantarkan keluarganya dengan alasan dakwah dan memikirkan
dengan hanya mengikuti seorang ustadz, kyai dan figur tertentu saja, tidakkah pada
Marilah kita perhatikan kejadian berikut ini : Sahabat ‘Ubaid bin Khaalid al-Muharibi
َص َر ٍة فَقَا َل ارْ فَ ْع ِإزَا َركَ فَِإنَّهُ َأ ْبقَى َوَأ ْنقَى( َأمَا لَك
َ ي بُرْ َدةٌ لِي َم ْل َحا ُء َأ ْس َحبُهَا قَا َل فَطَ َعنَنِي َر ُج ٌل بِ ِم ْخ ِ ُوق ِذي ْال َم َج
َّ َاز َعل ِ ِإنِّي لَبِس
اف َساقَ ْي ِه
ِ صَ ت فَِإ َذا ِإزَ ا ُرهُ ِإلَى َأ ْن
ُ ْصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَنَظَر ُ ْي ُأس َْوةٌ ) فَنَظَر
َ ِ ت فَِإ َذا َرسُو ُل هَّللا َّ ِف
Aku berada di pasar Dzil Majaz mengenakan burdah (semacam selimut) bergaris-garis hitam
dan putih milikku dengan menyeretnya. Lalu seorang laki-laki menekanku dengan
tongkatnya, sambil berkata : “Angkatlah sarungmu, itu (akan membuatnya) lebih awet dan
Lalu aku melihatnya, ternyata dia (lelaki itu) adalah Rasulullah ﷺ, lalu aku memandang
ternyata sarung beliau sampai pertengahan kedua betis beliau. [ HR. Ahmad, no:22007;
Maka, orang orang yang sengaja memanjangkan sarung atau celananya melebihi mata kaki,
Padahal, Sahabat Abu Bakar Radhiyallahu anhu selalu menjaga diri untuk tidak isbal, beliau
Aku melewati Rasulullah ﷺ, sedangkan sarungku turun, maka beliau bersabda : “Wahai
Lalu beliau bersabda; “Tambahlah (Naikkan lagi)!” Maka aku menambahkan (menaikkannya
lagi). Setelah itu aku selalu menjaganya.” Sebagian orang bertanya: “Sampai mana?” Ibnu
‘Umar berkata: “Pertengahan betis”. [ HR. Muslim, no: 2086. Riyadhus Shalihin, no: 800 ]
Kemudian beliau bertanya : “Siapa ini?” Aku menjawab: “’Abdullah”. Beliau bersabda :
“Jika engkau ‘Abdullah, maka angkatlah sarungmu!”, maka aku mengangkatnya. Kemudian
beliau bersabda; “Tambahlah (Naikkan lagi)!” Maka aku menaikkannya sehingga sampai
Namun Anda, wahai orang yang memanjangkan celana sampai menutupi mata kaki, sengaja
pernah memberikan rekomendasi kepada Anda bahwa anda tidak sombong! Jika Anda
beranggapan diri Anda seperti Abu BakarRadhiyallahu anhu – insan terbaik dari umat ini
Tidakkah Anda mengetahui bahwa isbal merupakan kesombongan atau sarana menuju
ُّار فَِإنَّهَا ِمنَ ْال َم ِخيلَ ِة َوِإ َّن هَّللا َ اَل يُ ِحب
ِ ال اِإْل َز َ اق فَِإ ْن َأبَيْتَ فَِإلَى ْال َك ْعبَي ِْن َوِإيَّا
َ َك َوِإ ْس@ب َّ ف
ِ @الس ْ َِوارْ فَ ْع ِإ َزا َركَ ِإلَى ن
ِ @ص
َْال َم ِخيلَة
Angkatlah sarungmu sampai pertengahan betis, jika engkau enggan maka sampai kedua mat
kaki. Janganlah engkau menjulurkan kain sarung, karena sesungguhnya itu termasuk
dengan ayat yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ﷺitu suri teladan
yang baik bagimu”. Contoh bagaimana mereka mengaplikasikan kaedah agung ini sangat
Marilah kita amati sikap ‘Abdullah bin ‘Umar Radhayallahu anhu yang tertuang dalam
riwayat berikut :
Dari Sa’id bin Yasar, dia berkata, “(Pernah) aku pergi bersama ‘Abdullah bin ‘Umar di suatu
jalan di kota Mekah. Ketika aku khawatir (masuk waktu) Subuh, aku turun (dari ontaku, lalu
aku mengerjakan shalat witir, kemudian aku menyusulnya”. ‘Abdullah bin ‘Umar bertanya,
‘Dimana saja engkau?’ Aku menjawab,”‘Aku khawatir (masuk waktu) Subuh, aku turun (dari
ontaku) untuk mengerjakan sholat witir”. ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Tidakkah pada
diri Rasulullah ﷺterdapat uswah (teladan baik) bagimu?” Maka aku menjawab, ‘Ya,
dengan kaedah yang agung ini. Karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti. Lihatlah
Dari Ibnu ‘Abbas, dia mengerjakan tawaf di Baitullah bersama Mu’awiyah. Lalu Mu’awiyah
mulai menyentuh semua sudutnya (sudut Kabah). Maka Ibnu Abbas berkata kepadanya,
“Mengapa Anda menyentuh dua pojok (Syami) ini, padahal Rasulullah ﷺtidak pernah
menyentuh keduanya?”.
Maka Ibnu ‘Abbas berkata kepadanya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ﷺitu
suri teladan yang baik bagimu”. Maka Mu’awiyah berkata, “Engkau benar!”. [ HR. Ahmad,
no. 1877 ]
masa kenabian, penguasa di zamannya, raja pertama dan terbaik di antara umat ini, beliau
tidak malu menerima kebenaran dari Sahabat yang usianya di bawahnya, yaitu Ibnu Abbas
Radhiyallahu anhu, karena memang “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri
teladan yang baik bagi orang beriman”, maka selayaknya kita tidak malu untuk terbuka
menerima kepada kebenaran. Karena berpaling dari kesalahan untuk kembali kepada
kehidupan mereka, generasi generasi berikutnya pun juga berjalan di atas jalan mereka
(para Sahabat) yang baik itu. Marilah kita perhatikan bagaimana sikap Imam Malik bin Anas
berikut ini :
lelaki, lalu bertanya : “Wahai Abu Abdullah, dari mana aku memulai ihrom?”
Beliau menjawab : “Dari Dzul Hulaifah, tempat berihrom Rasulullah ” ﷺ. Lelaki tadi
Imam Malik rahimahullah berkata: “Apakah ada musibah yang lebih besar dari anggapanmu
bahwa engkau meraih keutamaan yang tidak dapat diraih oleh Rasulullah ? ﷺSesungguhnya
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya (Rasul) takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih. ( Al Quran surat An Nuur [24] ayat63 ). [ Riwayat al
Khathib dalam al Faqih wal Mutafaqqih, 1/148; dll. Lihat ‘Ilmu Ushûl Bida’, hlm. 72 ]
contoh mulia dalam menasehati umat agar tetap mengikuti teladan terbaik mereka.