Anda di halaman 1dari 9

HAK DAN KEWAJIBAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Pendidikan Nilai dan Moral
Dosen Pengampu:
1. Dr. Iim Siti Masyitoh, M.Si.

2. Syaifullah, S.Pd., M.Si.

Disusun oleh :
1. Hapid
2. Jihan Nurhasanah NIM : 1704809
3. Pipid Mupidin NIM : 1705841
4. Ria Aulia Markum NIM : 1701214
5. Salsa
6. Tiyara

DEPATERMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul "Hak dan
Kewajiban" ini.yang diampu oleh Dr. Iim Siti Masyitoh, M.Si., dan Syaifullah, S.Pd.,
M.Si.

Makalah ini merupakan bentuk pemenuhan tugas Mata kuliah Pendidikan Nilai
dan Moral. Dalam proses penyusunannya, penyusun berusaha menyusun makalah ini
dengan baik. Beberapa sumber penulis gunakan untuk membantu dalam penyusunan
makalah ini. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.

Besar harapan penulis bahwa makalah ini dapat bernilai baik dan dapat membantu
menambah wawasan serta pengalaman pembaca dan penulis sendiri.

Penyusun menyadari bahwa laporan yang disusun ini belum sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan untuk membuat
makalah selanjutnya.

Bandung, 12 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI
BAB II

KAJIAN TEORI

1.2 Pengertian Hak


Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah
ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki
pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb),
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Hak juga didefinisikan sebagai kekuasaan moral untuk berbuat, mempertahankan, atau
menuntut sesuatu. Ini disebut hak subjektif. Hak objektif adalah hal yang hal yang atas
tersebut kita mempunyai hak

Ada dua macam kekuasaan :


1. Kekuasaan fisik atau kekuasaan, artinya kekuasaan badani yang dibutuhkan untuk
mendapatkan suatu tujuan. Ini tidak hanya mencangkup kerangka kita dan ottot-
otot kita berserta semua alat senjata yang kita paka, tetapi juga kekuatan badani
dari semua orang di bawah perintah kita, dan kekuatan alat-alat yang mereka
gunakan untuk menolong kita dalam mencapai tujuan.
2. Kekuasaan moral, artinya hak diartikan kekuasaan moral atas sesuatu yang
menjadi milik seseorang, atau lebih ditegaskan : hak adalah kekuasaan moral
untuk berbuat, memperthankan atau menuntut sesuatu.

2.2 Komponen suatu hak


Komponen hak adalah hal yang mencangkup sejumlah hubungan dan suatu dasar
yang mendasari hubungan-hubungan tersebut. Hak mempunyai 4komponen, yaitu subjek.
Yakni
1. Pribadinya yang memiliki hak.
2. Mereka yang wajib menghormati atau memenuhu hak.
3. Hak atas sesuatu yang dimiliki seseorang.
4. Penyebab si subjek ini memiliki hak ini.

Subjek suatu hak hanya milik seseorang pribdadi. Hak itu ada karena kita wajib
mencapai tujuan terakhir kita dengan mematuhi hukum moral. Dalam hal ini, hak adalah
pokok. Sebab, jika kita harus membimbing diri kita sendiri ke arah tujuan kita dengan
memakai kehendak bebas kita, kekebalan kita harus dijamin dari kalangan dalam memilih
sarana atau jalan yang diperlukan.
Subjek suatu hak bioleh jadi tidak hanya merupakan suatu pribadi fisik ata kodrat,
yakni individu yang berakal budi, tetapi juga pribadi moral atau juridis, seperti
masyarakat, suatu firma, atau pemerintah. Bisa jadi orang berbuat secara perseorangan
atau perkelompok, berbuatlangsung sendiri atau melalui wakinya, dan aksi kelompo
adalah sesui dengan kodrat sosial manusia. Yang wajib menghormati hak haruslah juga
seseorang pribadi. Dan hanya pribadilah yang mempunyai kehausan-keharusan moral.

2.3 Hak-hak kodrat

Kita tidak perlu membuktikan adanya hak, karena sepanjang pengertian kita, tidak
seorang pun yang menolak bahwa hak itu ada. Menolak segala hak berarti harus menolak
segala hukum. Tidak ada hak kecuali jika terdapat seorang yang diberi kekuasaan moral
untuk menutut kepatuhan terhadap hokum, yakni dengan hak untuk memaksakannya. Bila
ada suatu hokum kodrat maka harus terdapat hak-hak kodrat. Bila tidak, maka juga tidak ada
hak kodrat.
a. Negara
b. Kontrak
c. Konsep kemerdekaan

1. Hak dan kekuatan


Pemisahan tertib yuiridis dari tertib etis, pemisahan hak dari moral, praktis sama
dengan mengidentikan hak dan kekuatan. Kita mendefinisikan hak sebagai
kekuasaan moralk, sedangkan kekuatan sebagai kekuatan fisik. Tetapi kini saaatnya
kita mendalami lebih lanjut hubungan antara keduanya. Kita berpendapat:
1. Hak dan kekuatan tidaklah sama
2. Beberapa hak, tetapi tidak semua, mencakup hak untuk memakai kekuatan
(kekuatan fisik)

2. Hak yuridis dan non yuridis


Dalam soal ini terdapat kekacauan terminology yang hebat sekali. Sebagai
ekuivalennya akan kita pakai sebagai berikut;
1. Hak yuridis, koaktif atau hak sempurna
2. Hak nonyuridis, nonkoaktif atau hak tidak sempurna
Sebagian hak mencakup hak memakai kekuatan guna mempertahankannya atau
pemulihannya. Hokum kodrat yang memberi manusia hak harus juga memberi
manusia hak tau sarana yang diperlukan guna mempertahankan atau memulihkan
hak-hak ini. Jika tidak demikian, akan tidak akan bermanfaat.

3. Pengukuhan hak-hak
Pengukuhan hak-hak yuridis biasanya dipercayakan kepada pemerintah. Soal ini akan
kita paparkan dalam etika tentang masyarakat, yakni bahwa melindungi hak-hak
warga Negara adalah salah satu fungsi utama Negara. Hak-hak manakah yang
yuridis? Hak-hak yang bersifat terbit dari kedilan komulaif dan keadilan distributive,
bukannya yang terbit dari kedilan distributive atau dari suatu kebijakan yang bukan
keadilan.

4. Kewajiban
Kewajiban adalah keharusan moral untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu. Kewajiban ini bila dipandag secara subjektif. Kewajiban secara objektif
adalah hal yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakan. Perbedaannya itu nampak
dalam kalimat, “ia berkewajiban”, yang berarti: secara moral ia wajib. Dan “ia
mengerjakan kewajibannya”, artinya: ia mengerjakan sesuatu hal yang wajib ia
kerjakan.
Hak dan kewajiban adalah korelatif, dan masing-masing merupakan komplemen. Hal itu
karena suatu hak secara moral tidak dapat diperkosa. Apabila saya mempunyai suatu hak,
orang lain berkewajiban menghormati hak saya.

2.4 Konflik antara hak dan kewajiban

sebab kadang-kadang bisa terjadi seseorang mempunyai hak mengerjakan suatu hal orang
lain berhak untuk menghalangi perbuatannya hal itu bisa juga terjadi seseorang yang sama-sama
berkewajiban kepada seseorang untuk mengerjakan sesuatu hal, tetapi juga berkewajiban kepada
seseorang lainnya untuk tidak mengerjakan hal tersebut, dan lain lan.

semua hak dan kewajiban disimpulkan dari hukum kodrat yang berdasar tidak ada
aktivitas yang mungkin kecuali dengan maksud pada hukum Abadi dalam Tuhan. Apa tujuan
hukum kodrat tidak dapat sekaligus memerintah dan melarang hal yang sama. sebab pada
akhirnya akan berarti adanya suatu kontradiksi dalam kehendak Tuhan. Maka konflik tersebut
hanya nampaknya. Hak atau kewajiban yang lebih kuat akan menang sedangkan yang lebih
lemah sama sekali berhenti sebagai hak atau kewajiban. Dalam keadaan lain mungkin
merupakan suatu hak dan kewajiban yang benar benar, tetapi dalam keadaan ini lenyap karena
tuntutan yang lebih tinggi.hak atau kewajiban yang lebih kuat tidak berkonflik dengan yang lebih
lemah tetapi menhapuskannya.

Salah satu fungsi hukum positif yang utama, yang dibuat oleh ahli-ahli hukum dan
diterapkan melalui pengadilan, adalah untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang
diperselisihkan. Hukum kodrat mengatakan bahwa kita hendaknya membuat sarana semacam itu
Justru untuk menentukan hak dan kewajiban mana yang harus menang. Den dalam kebanyakan
hal yang berada di bawah yuridiksinya, keputusan keputusan pengadilan, kecuali jika dengan
jelas tidak adil adalah mengikat hati nurani. Tetapi tidak semua hal disubordinasikan pada
hukum sipil dan pengadilan nya. Sering terjadi bahwa keputusan harus dibuat atas dasar etika
kodrati (natural etics).

Kita kita dapat memberikan hanya beberapa norma umum.

1. Pribadi yang lebih agung: Tuhan di depan manusia, orang tua di depan anak-anaknya.

2. Hukum yang lebih tinggi: hukum kodrat di depan hukum positif ini berita depan
inalienable rights di depan alienable rights.

3. Kebaikan bersama yang lebih tanah air: di depan keluarga, keluarga di depan individu

4. Hal yang lebih serius: jiwa di depan badan, hidup di depan hak milik.

5. Hal yang lebih jelas: hal yang pasti di depan hal yang meragukan, membayar hutang di
depan memberi hadiah.
6. Hubungan yang lebih dekat: keluarga yang lebih dekat di depan yang jauh, kawan di
depan orang asing

7. Kepentingan mendesak yang lebih besar memadamkan kebakaran di depan membaca


buku, menyelamatkan yang hidup daripada mengubur yang mati.

Apa yang membuat norma-norma ini sulit diterapkan adalah karena dalam kejadian-kejadian
konkret hal-hal lainnya tidaklah sederajat. Suatu hak atau kewajiban mungkin nampak lebih kuat
dari hak dan kewajiban yang merupakan lawannya. Setiap kejadian harus dipandang dalam
keadaan konkret konkretnya dan masing-masing karena dipertimbangkan dengan hati-hati.

2.5 Alasan-alasan bebas dari kewajiban

Kewajiban dibebankan oleh hukum menurut yang menurut definisinya bersifat sesuai akal
sehat demi kebaikan bersama. Maksudnya bukan untuk menindas orang dengan beban beban
yang tidak masuk akal lepas dari kebaikan yang dituju. Menurut prinsip akibat rangkap
keburukan-keburukan Piece kadang-kadang tidak dapat dihindari dalam pemenuhan kewajiban.
Maka haruslah merupakan hal yang insidental dalam pencapaian hal yang baik dan bukan tidak
seimbang. Maka di sini ada sebab-sebab yang dapat memberikan alasan bebas dari kewajiban,
karena dalam kasus-kasus ini kewajiban tersebut sesungguhnya melanggar hak kita.

Alasan-alasan yang sah untuk bebas dari Kewajiban adalah bilang sesuatu praktis tidak
mungkin dan atau kesulitan yang tidak seimbang. Jelas tidak ada orang yang dapat mengerjakan
hal yang tidak mungkin. Tetapi kesulitan yang intrinsik pada kewajiban itu sendiri tidak pernah
merupakan alasan bebas dari kewajiban sebab, tidak demikian tidak ada kewajiban.

Seorang Prajurit tidak bebas keluar dari pertempuran hanya karena alasan membahayakan
hidupnya. juga seorang karyawan tidak bebas dari tugas pekerjaannya karena alasan yang
mengakibatkan lelah. banyaknya kesulitan ekstrinsik dituntut guna alasan bebas dan kewajiban
harus tali kur dengan pentingnya kewajiban dari mana hukum datangnya.

1. Suatu kewajiban negatif yang terbit dari hukum kodrat tidak menerima alasan bebas
apapun. kewajiban semacam itu meliputi hal-hal yang dilarang oleh hukum kodrat
sebagai hal yang intriksik buruk dan Tuhan tidak dapat memberi izin kepada siapapun
untuk mengerjakan hal itu. Dan kita wajib dengan ancaman kehilangan tujuan terakhir
kita, memilih mati daripada menjelaskannya.

2. Suatu kewajiban affirmative yang terbit dari hukum kodrat penerima alasan bebas karena
suatu ketidakmungkinan atau kesulitan berlebihan. Tetapi di dalamnya tidak boleh
terdapat perkosaan kewajiban kuadrat yang negatif. Karena kewajiban affirmative tidak
menuntut pemenuhan terus-menerus setiap saat seringkali perbuatannya bisa ditunda
sampai waktu yang lebih baik, yakni manakah yang tidak ada kesulitan bila begini
keadaannya maka perbuatan-perbuatan itu harus dijalankan. Bila tidak dapat ditunda
keharusannya berhenti sama sekali.

3. Suatu kewajiban yang muncul dari hukum positif manusiawi entah affirmatif ataupun
negatif, mengizinkan alasan bebas karena ketidak mungkinan atau kesukaran yang
berlebihan. Juga di sini perkosaan kewajiban kuadrat yang negatif harus juga tidak ada.
Hanya kewajiban manusia yang menunjukkan kewajiban negatif menyangkut hal
intriksik Salah. Hukum manusiawi yang mengorbankan kewajiban itu dimaksudkan
untuk membantu bukan untuk penghalang hidup manusia.

Anda mungkin juga menyukai