Anda di halaman 1dari 7

KODE ETIK PERTEMUAN 3

Nama : Eriawan Dwi Putra

Nim : 7111191117

Kelas : 6.C

NILAI, NORMA, HAK, KEWAJIBAN, & ETIKA TERAPAN

PENGANTAR ETIKA 2

Nilai ialah sesuatu yang nenarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disenangi dan diinginkan,
sesuatu yang baik
Muncul istilah nilai positif dan nilai negatif
Nilai setidaknya memiliki 3 ciri:
1. Berkaitan dengan subyek. Perlu adanya kehadiran subyek yang menilai
2. Tampil dalam konteks praktis, di mana subyek ingin membuat sesuatu
3. Menyangkut sifat-sifat yang ditambahkan oleh subyek terhadap sifat-sifat yang dimiliki
obyek

Nilai moral ialah nilai yang memperoleh suatu bobot moral karena diikutsertakan dengan tingkah
laku moral yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, mewajibkan secara absolut dan
tidak bisa ditawar, serta bersifat formal.
Norma, adalah aturan atau kaidah yang digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu atau
bisa disebut Norma itu mengatur tingkah laku manusia:
Jika secara umum, norma itu menyangkut tingkah laku manusia secara keseluruhan. Jika secara
khusus, hanya menyangkut aspek tertentu dari apa yang dilakukan manusia. Misal, norma bahasa

Ada berbagai macam norma, antara lain :


 Norma umum: norma kesopanan (etiket), norma hukum, dan norma moral
 Norma etiket, menjadi tolok ukur untuk menentukan perilaku sopan atau tidak, yang belum
tentu sama dengan etika
 Norma hukum, norma penting dalam mengatur tatanan masyarakat; tetapi kadang juga tidak
sama dengan etika
 Norma moral, menentukan apakah perilaku kita buruk atau baik dari sudut etika. Norma
moral seringkali digunakan untuk menilai norma-norma lainnya
 Norma moral bentuk positif: perintah yang menyatakan apa yang harus dilakukan
 Norma moral bentuk negatif: larangan yang menyatakan apa yang tidak boleh dilakukan

Norma moral pada dasarnya adalah absolut, bersifat objektif dan universal. Namun manusia
tidak bisa sesuka hati menentukan apa yang baik atau buruk baginya, tidak bergantung pada
selera subyektif manusia. Nilai dan norma justru memberikan semacam kewajiban bagi manusia
dalam menentukan tingkah lakunya, seperti sifatnya yang absolut , maka norma moral harus
universal, berlaku selalu dan dimana pun. Meskipun sifatnya absolut, namun norma moral juga

1
KODE ETIK PERTEMUAN 3

masih memandang penerapannya dalam situasi yang ekstrem; sebab tidak ada penegakan norma
moral yang buta.
Contohnya ialah :
Kejujuran adalah norma moral yang umum. Mencuri barang milik orang lain tidak pernah
dibenarkan. Tapi dalam kasus orang mencuri ayam karena miskin dan lapar, tentunya mengalami
penilaian moral yang berbeda dengan koruptor kelas kakap yang menyelewengkan uang
masyarakat

Namun dalam pengaplikasian moral juga harus melihat dan mempertimbangkan keadaan
konkret, kebenaran norma moral tidak dapat diukur melalui kenyataan.

Seperti dalam Pengujian moral itu perlu melihat konsistensi dan generalisasi, yang dimana
Konsistensi. Norma moral bersifat konsisten, dan konsisten terhadap norma-norma lain. Namun,
konsistensi belum cukup untuk menguji kebenaran norma moral, karena kadang terjadi apa yang
disebut sebagai dilema atau konflik moral. Dan Generalisasi. Bahwa norma berlaku untuk setiap
orang. Generalisasi norma moral ini menjadi dasar etika, yang disebut sebagai the golden rule 🡪
hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan .

Norma dasar terpenting adalah “Martabat Manusia”, martabat tidak sama dengan Harga. Jika
harga bisa digantikan dengan apa pun selama bernilai sama dan relatif, sedangkan martabat
merupakan sesuatu yang unik, intrinsik dan tidak pernah disetarakan atau diganti dengan hal lain,
namun martabat manusia mengandung pengertian bahwa manusia harus dihormati sebagai
manusia, yang menunjukkan adanya persamaan derajat. Martabat juga menyangkut kewajiban
individu terhadap dirinya sebagai manusia, sebagai dasar moralitas tidak hanya diterapkan
kepada orang lain di sekitar individu, tetapi juga terhadap dirinya sendiri.

Kewajiban menghormati manusia berarti “memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri sendiri
maupun orang lain, selalu menjadi tujuan pada diri individu dan tidak pernah sebagai sarana
belaka ”. Mengingat bahwa manusia juga bagian dari alam, maka manusia tidak boleh
memperlakukan alam sebagai sarana belaka bagi kepentingan manusia. Alam tidak bisa
dikorbankan untuk kepentingan manusia.

Makna kata “hak” mengalami sejumlah perkembangan, dari yang semula bermakna sebagai
hukum (law) kemudian bergerak menjadi kesanggupan seseorang untuk menguasai atau
melakukan sesuatu (right). Kata “Hak” pun banyak berhubungan dengan pengakuan manusia
sebagai makhluk yang bebas dan otonom, yang merupakan klaim yang sah atau klaim yang dapat
dibenarkan, sehingga harus dipenuhi. Dua jenis “hak” penting: hak legal dan hak moral.

Hak legal adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Berasal dari undang-
undang, peraturan hukum atau dokumen legal lainnya. Hak moral berfungsi dalam sistem moral,
didasarkan pada prinsip atau peraturan etik. Hak moral belum tentu adalah hak legal, meskipun
banyak hak moral yang sekaligus menjadi hak legal. Ada juga hak legal yang belum tentu
mengandung hak moral, meskipun idealnya hak legal juga merupakan suatu hak moral. “Hak-

2
KODE ETIK PERTEMUAN 3

hak konvensional”, merupakan hak yang tidak bersifat legal maupun moral, yaitu hak yang
tunduk pada aturan atau konvensi yang disepakati bersama, yang tidak tercantum dalam suatu
sistem hukum.

Ada beberapa jenis hak yang lain:


 Hak khusus dan hak umum. Hak khusus adalah hak yang diperoleh karena suatu relasi
khusus antara beberapa orang atau karena fungsi khusus yang dimiliki orang satu terhadap
orang lain. Hak umum adalah hak yang dimiliki semata-mata karena ia manusia.
 Hak individual dan hak sosial. Hak individu adalah hak yang dimiliki individu terhadap
negara. Seperti, hak mengikuti hati nurani, hak beragama, hak berserikat, dan hak
mengungkapkan pendapat. Hak sosial adalah hak masyarakat bersama dengan anggota-
anggota lain. Misalnya, hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak pelayanan kesehatan.

Walaupun hak itu sangat penting, namun tidak sampai bersifat absolut, karena terjadinya konflik
antara hak-hak. Pasti selalu ada hubungan timbal balik antara hak dengan kewajiban. Hak yang
tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut sebagai “hak”, dan setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan sebaliknya, setiap hak seseorang
berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Namun, hak dan
kewajiban tidak selalu berhubungan.

Jika dipandang dari sisi kewajiban, Tidak selalu kewajiban satu orang sepadan dengan hak orang
lain. Misalnya, kewajiban dalam konteks legal, tidak selalu ada hak yang sesuai dengannya.
Namun ada juga kewajiban moral tanpa ada hak yang sepadan dengannya.

Jika dipandang dari sisi hak, korelasi antara hak dengan kewajiban paling jelas terlihat dalam
kasus hak-hak khusus, lalu terkait dengan hak sosial, maka pemerintah berkewajiban untuk untuk
menciptakan tatanan sosial sehingga para warga negara dapat terpenuhi hak sosialnya. Sebab,
pada satu titik, hak sosial ekuivalen dengan keadilan sosial.

Lalu bagaimana sih hak dan kewajiban pada diri sendiri?


Nyatanya tidak ada yang disebut hak terhadap diri sendiri, karena “hak” selalu mengandung
hubungan dengan orang lain, sedangkan kewajiban terhadap diri sendiri masih ada kemungkinan,
sebab di dalamnya juga terkandung hubungan dengan orang lain. Sejak awal para filsuf mencoba
mencari apa hal terbaik bagi manusia.

Salah satu jawabannya adalah “kesenangan” (hedone), adalah baik untuk menemukan apa yang
memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan dalam diri kita
disampaikan pertama kali oleh filsuf Yunani, Aristippos (433 – 355 SM)

Namun, kesenangan tetap memiliki batas, yaitu pengendalian diri. Bukan berarti meninggalkan
kesenangan, tetapi bagaimana mempergunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan
diri terbawa olehnya 🡪 menguasai kesenangan menurut kehendak kita. Ada kalanya kesenangan

3
KODE ETIK PERTEMUAN 3

yang melebihi tahap badani, yaitu kesenangan rohani. Aliran ini menilai setiap kesenangan
adalah baik, namun juga menyetujui bahwa tidak semua kesenangan harus dimanfaatkan

Menurut Epikorus pada tahun 341 – 270 SM, membagi kesenangan atas 3 bentuk:
 Keinginan alamiah yang perlu (seperti ,makanan)
 Keinginan alamiah yang tidak perlu (seperti, makanan enak)
 Keinginan yang sia-sia (seperti, kekayaan)

Epikorus menganjurkan “pola hidup sederhana”, sehingga mampu mencapai jiwa seimbang yang
tidak membiarkan diri terganggu oleh hal-hal yang lain

Berasal dari pandangan filsus Aristoteles (384 – 322 SM), bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan; dan tujuan tertinggi (makna hidup manusia) adalah
“kebahagiaan” (eudaimonia). Lalu menurut Aristoteles, manusia mencapai tujuan terakhir
dengan cara menjalankan fungsinya secara baik. Jika dilihat Fungsi khas manusia, fungsinya
adalah akal budi atau rasio, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia mencapai kebahagiaan
dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya yang harus dijalankan dengan
disertai keutamaan

Menurut Aristoteles, ada macam-macam keutamaan yaitu :


 Keutamaan intelektual, menyempurnakan secara langsung rasio itu sendiri
 Keutamaan moral, membantu rasio menjalankan pilihan-pilihan yang perlu diadakan dalam
kehidupan sehari-hari
 Keutamaan seperti keberanian dan kemurahan hati merupakan pilihan yang dilaksanakan
oleh rasio, yang membantu menentukan jalan tengan antara dua pilihan ekstrem yang
berlawanan
 Keutamaan adalah keseimbangan antara “kurang” dan “terlalu banyak”
 Keutamaan yang menentukan jalan tengah ini disebut Aristoteles sebagai phronesis
(kebijaksanaan praktis), yang menentukan apa yang bisa dianggap sebagai keutamaan dalam
situasi konkret

Keutamaan (phronesis), merupakan inti seluruh kehidupan moral. Pilihan rasional yang tepat
tidak serta merta menjadi keutamaan, melainkan dibutuhkan suatu sikap yang tetap. Menurut
Aristoteles “ manusia adalah baik dalam arti moral, jika selalu mengadakan pilihan-pilihan
rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam
penalaran intelektual tercapailah kebahagiaan ”

Aliran ini berkembang dari pemikiran moral di Inggris, dan menyebar di sejumlah negara
jajahannya, Tokohnya antara lain David Hume dan Jeremy Bentham. Utilitarisme muncul
bertujuan untuk memperbarui hukum Inggris, khususnya hukum pidana

4
KODE ETIK PERTEMUAN 3

Betham (1748 – 1832), berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para
warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah Ilahi, atau melindungi yang disebut hak-
hak kodrati
Betham mengusulkan suatu klasifikasi kejahatan yang didasarkan pada berat-tidaknya
pelanggaran, dan diukur berdasarkan kesusahan atau penderitaan yang diakibatkan terhadap para
korban dan masyarakat
Pelanggaran yang tidak merugikan orang lain sebaiknya tidak dianggap sebagai kriminal.
Misalnya: pelanggaran seksual yang dilakukan suka sama suka

Betham : umat manusia menurut kodratnya berada di bawah 2 penguasa yang berdaulat:
Ketidaksenangan
Kesenangan
Kebahagiaan manusia tercapai bila ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan
Tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau
buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang
Moralitas suatu tindakan ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai
kebahagiaan umat manusia

Pada prinsip utility : the greatest happiness of the greatest number

Betham menilai bahwa prinsip kegunaan secara kuantitas. Moralitas dihitung berdasarkan
seberapa besar dampak negatif dan positif suatu perbuatan. Namun hal itu dibantahkan oleh John
Stuart Mill (1806 – 19873), bahwa kesenangan dan kebahagiaan bukan hanya diukur secara
kuantitas, tetapi juga kualitas. Kesenangan ada yang lebih tinggi mutunya, dan ada yang lebih
rendah. Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat
dalam suatu kejadian, bukan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai
pelaku utama

Suatu sistem etika berdasarkan maksud dari pelaku dalam melakukan perbuatannya, yaitu wajib-
tidaknya perbuatan dan keputusan individu (deon = apa yang harus dilakukan, kewajiban)

Tokohnya: Immanuel Kant (1726 – 1804) dan William David Ross (1877 – 1971)

Hal yang dapat disebut baik bergantung pada kehendak baik, dan kehendak menjadi baik jika
bertindak karena kewajiban. Kant berpendapat bahwa jika suatu perbuatan baik dilakukan karena
semata-mata oleh kecenderungan atau watak , maka tidak bisa dikatakan perbuatan tersebut
adalah baik; dan secara moral bersifat netral saja. Belum cukup jika sebuah perbuatan sesuai
dengan kewajiban, melainkan suatu perbuatan dilakukan karena berdasarkan kewajiban. Jika
bertindak sesuai kewajiban, menurut Kant, disebut legalitas; yang membantu manusia untuk
memenuhi norma hukum. Suatu perbuatan bersifat moral jika dilakukan semata-mata “karena
hormat untuk hukum moral”, yaitu kewajiban. Dalam bertindak secara moral, kehendak yang
dimunculkan haruslah bersifat otonom, ditentukan oleh diri sendiri. Bukan heteronom,
membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar dirinya.

5
KODE ETIK PERTEMUAN 3

Otonom kehendak = kebebasan manusia


Otonomi manusia adalah bahwa rasio manusia pada umumnya membuat hukum moral dan
kehendak menaklukan diri kepadanya, yang artinya, dengan hidup menurut hukum moral,
manusia tidak menyerahkan diri kepada sesuatu yang asing baginya (heteronom), melainkan
mengikuti hukumnya sendiri
Menurut Kant, kebebasan tidak berarti bebas dari segala hukum moral. Sebaliknya, manusia itu
bebas dengan menaati hukum moral. Kehendak bebas dan kehendak yang menundukkan diri
kepada hukum moral, bagi Kant mempunyai arti yang sama

Makroetika, membahas masalah moral dalam skala besar, masalah menyangkut suatu bangsa
keseluruhan, atau bahkan seluruh umat manusia. Misalnya: ekonomi dan keadilan, lingkungan
hidup, sarana pelayanan kesehatan. Mikroetika, membicarakan sejumlah pertanyaan etis di mana
individu terlibat. Seperti, kewajiban dokter atas pasiennya, kewajiban pengacara atas kliennya.
Mesoetika, menyoroti masalah-masalah etika terapan yang berkaitan dengan suatu kelompok
atau profesi

Sejumlah aturan moral yang ditetapkan suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok tsb

Contoh kode etik profesi tertua: “Sumpah Hippokrates”

Profesi adalah suatu masyarakat moral yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Profesi
juga disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama dan memiliki keahlian yang tertutup
bagi orang lain punya kekuasaan tersendiri sehingga memiliki tanggung jawab khusus. Monopoli
atas keahlian tertentu dapat mendatangkan bahaya bagi klien yang menggunakan jasanya, bila
mereka menutup diri dari orang luar dan menjadi kelompok yang sulit ditembus perlu kode etik
untuk mengimbangi kondisi tsb.

Kode etik membantu klien untuk mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin,
lalu kode etik akan menjadi penunjuk arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjadi
jaminan mutu moral profesi tsb di mata masyarakat. Kode etik dapat dipandang sebagai produk
etika terapan, karena dihasilkan dari penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu
profesi. Setelah kode etik ada, bukan berarti pemikiran etis berhenti. Kode etik tidak akan
menggantikan pemikiran etis, tetapi selalu didampingi oleh refleksi etis 🡪 kode etik yang ada
sewaktu-waktu harus dinilai kembali, dan jika perlu, direvisi atau disesuaikan 🡪 terkait juga
dengan perubahan situasi. Kode etik juga dapat berubah, atau dibuat baru bila sebelumnya tidak
ada, setelah terjadi penyalahgunaan yang meresahkan masyarakat dan membingungkan profesi
itu sendiri 🡪 dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi tsb.

Supaya berfungsi efektif, maka kode etik harus disusun oleh profesi itu sendiri, sebab kode etik
yang diberikan atau diturunkan oleh pihak lain untuk suatu profesi tertentu, tidak akan memuat
cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam profesi tsb. Kode etik berfungsi dengan baik bila
menjadi regulasi-diri dari profesi, dan kode etik merupakan cerminan profesi dalam mewujudkan

6
KODE ETIK PERTEMUAN 3

nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Selain itu, kode etik akan berfungsi baik bila ada
pengawasan . Itu sebabnya, di dalam kode etik juga tercantum sanksi-sanksi yang dikenakan
terhadap pelanggar etika 🡪 dicantumkan kewajiban melapor bila mengetahui adanya
pelanggaran kode etik. Fungsi kontrol teman sejawat sering kali menjadi tidak efektif karena
penempatan rasa solidaritas profesi yang salah. Solidaritas yang salah kaprah justru bertentangan
dengan tujuan awal penyusunan kode etik profesi, yaitu menempatkan etika profesi di atas
pertimbangan lainnya dalam mengambil putusan perilaku

Ada Empat Unsur Pembentuk dalam Etika Terapan


 Sikap awal, bagaimana individu mengambil sikap tertentu atas permasalahan yang ada.
Terbentuk dari berbagai faktor, seperti: pendidikan, kebudayaan, agama, pengalaman
pribadi, media massa, kepribadian, dll. Sikap awal biasanya bertahan, sampai individu
berhadapan dengan peristiwa yang menggugah refleksi diri
 Informasi. Sikap awal tidak jarang sifatnya emosional dan subyektif. Informasi yang tepat
akan membantunya menjadi lebih objektif, sehingga pertimbangan etis yang dilakukan akan
lebih tepat. Mengingat informasi yang dibutuhkan sering kali bermacam jenisnya, maka
perlu adanya kerja sama multidisipliner
 Norma-norma moral yang relevan dengan masalah. Norma menjadi norma moral setelah
diterima oleh semua orang dan berlaku untuk kasus atau bidang tertentu. Pembentukan
penilaian moral sering kali dimulai dari suatu kelompok kecil, yang memperjuangkan suatu
pandangan etis tertentu; sehingga akhirnya diterima dan berlaku umum
 Logika, yang memperlihatkan bagaimana dalam suatu argumentasi tentang masalah moral
yang berhubungan dengan kesimpulan etis dan premis-premisnya. Penyimpulan tersebut
juga harus tahan uji jika diperiksa menurut aturan-aturan logika

Anda mungkin juga menyukai