Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yusnani Jayanti

Nim : 19110063
Fak./jur : Hukum/ Ilmu Hukum
Semester : V (lima)
Mata Kuliah : Filsafat Hukum
Dosen : Dr. Else Suhaimi, SH., MH.

RESUME
BAB 3
HUKUM DAN MORAL

A. Hukum dan Moral


dipahami sebagai kesesuaian atau ketidaksesuaian semata-mata suatu tindakan
dengan hukum atau norma lahiriah belaka. Kesesuaian dan ketidaksesuaian belumlah
dianggap memiliki nilai-nilai moral, sebab nilai-nilai baru dapat ditemukan dalam
moralitas. Moralitas dalam pandangan Kant selanjutnya dipahami sebagai kesesuaian sikap
dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang dipandang
sebagai kewajiban kita. Moralitas barulah dapat diukur ketika seseorang menaati hukum
secara lahiriah karena kesadaran bahwa hukum itu adalah kewajiban dan bukan lantaran
takut pada kuasa sang pemberi hukum.
Persoalan yang kemudian timbul dari suatu pertanyaan tersendiri adalah sikap dan
kaidah yang sangat abstrak, sehingga tindakan atau perbuatan seseorang tidak dapat dinilai
secara pasti. Karena apa yang kita lihat boleh jadi hanyalah respons dari indra baik yang
bersifat eksternal maupun internal, sementara latar belakang batiniah tidak dapat
diterjemahkan melalui medium pancaindra. Dalam hal ini, filsafat agama mengatakan
bahwa yang “Mutlak” sajalah yang mampu melihat sikap batiniah seseorang, yang
kemudian dapat menentukan moralitas murni.

B. Hukum Moral
Dalam konteks hukum positif, aturan baik-buruk atau benarsalah dapat diukur
dengan menempatkannya pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Contohnya,
seseorang yang kedapatan mencuri. Dalam aturan hukum positif, mencuri itu dapat
diganjar dengan aturan perundang-undangan. Akan tetapi, mencuri dapat pula diganjar
dengan hukuman yang bersifat etis yang dalam ukuran moralitas perbuatan mencuri
dianggap sebagai suatu perbuatan yang salah dan buruk.
Subjek hukum moral adalah manusia, masyarakat, dan/atau negara, sedangkan
objeknya adalah perilaku yang lahir dari kewajiban-kewajiban, maka bagaimana hukum
moral mendeskripsikan aturan aturannya.
Menurut Kant, seseorang yang bertindak demi hukum moral berarti ia bertindak
berdasarkan kewajiban-kewajiban sebagai pengejawantahan dari kehendak baik, dan
karenanya tindakannya itu baik secara moral. Untuk membedah lebih detail tentang
pendapat Kant tentang hukum moral, maka berikut akan diuraikan apa yang dimaksud
Nietzsche dengan moralitas tuan dan moralitas budak. Pendapat Nietzsche ini akan melihat
bagaimana kewajiban yang melekat pada setiap individu baik tuan maupun budak
mengejawantahkan kehendak baiknya.
Moralitas tuan dalam gambaran Nietzsche, yaitu ungkapa hormat dan penghargaan
terhadap diri mereka sendiri. Merek sungguh yakin bahwa segala tindakannya adalah baik,
meskipu secara moral mereka tidak mengklaimnya sebagai moralitas dunia nilai-nilai
seperti ditemukannya dan mengejarnya, Oleh karena itu, prinsip dasar moralitas berupa
pencarian dasar seluruh nilai objektif, tidak dapat ditemukan dalam otonomi dan struktu,
rasional dari imperatif kategoris yang dikemukakan oleh Kant.

C. Moral, Moralitas, dan Etika


Moral berasal dari bahasa Latin (Yunani), yaitu moralis mos, moris yang diartikan
sebagai adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan. Atau dapat pula
diartikan mores yang merupakan gambaran adat istiadat, kelakuan tabiat, watak, akhlak,
dan cara hidup. Istilah ini dikenal moral dalam bahasa Inggris.
Moral pada umumnya dapat diartikan sebagai berikut.
1. Menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik/buruk,
benar/salah, tepat/tidak tepat.
2. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima menyangkut apa yang dianggap benar,
bijak, adil, dan pantas. Memiliki kemampuan untuk diarahkan oleh atau
dipengaruhi oleh keinsafan akan benar atau salah, dan kemampuan untuk
mengarahkan atau memengaruhi orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku
yang dinilai benar atau salah. 4. Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam
hubungan dengan orang lain.
3. Menurut Franz Magnis-Suseno,' kata moral selalu mengacu kepada baik-buruknya
manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat
dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur
untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi-
buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar. Orang yang
melanggar hukum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sanksi. Bila terjadi demi tuntutan
suara hati: jadi demi kesadaran moral, kita harus melanggar hukum. Hukum tidak dipakai
untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin
tertib umum.
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang. Penilaian moral selalu berbobot dilihat dari salah satu segi, melainkan
sebagai manusia, warga negara yang selalu taat dan selalu bicara sopan belum mencukupi
untuk menentukan dia betul-betul seorang manusia yang baik. Barangkali ia seorang
munafik atau ia mencari keuntungan baik atau buruk itulah yang menjadi permasalahan
moral."
moralitas disebutkan sebagai sikap manusia berkenaan dengan hukum moral yang
didasarkan atas keputusan bebasnya, Moralitas dalam hal ini biasa juga disebut dengan
ethos. Ethos kadang kala diartikan untuk menunjukkan karakter tertentu misalnya sikap
moral dari satu nilai khusus. Suatu tindakan yang baik secara moral digambarkan sebagai
tindakan bebas manusia yang mengafirmasikan nilai ethis objektif dan yang
mengafirmasikan hukum moral. Sementara, suatu tindakan yang buruk secara moral
digambarkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai ethis dan hukum moral.
Moralitas juga bukanlah sesuatu yang bersifat artifisial atau terlepas dari persoalan-
persoalan hidup manusia, melainkan tampak sebagai sesuatu yang tumbuh seiring dengan
kondisi hidup manusia. Oleh karena itu, ukuran-ukuran moral tidaklah sama dengan
kebiasaan-kebiasaan (tradisional) yang diikuti oleh sebagian bangsa.
Jika etika disamakan dan/atau dibedakan dengan moral dan/atau moralitas, maka
pada dasarnya etika menjadi wacana yang membincangkan landasan-landasan moralitas.
Dalam kedudukannya sebagai landasan moralitas, maka etika dapat dilihat dari sudut
pandang, sebagai berikut."
1. Sebagai sistem-sistem nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan kelompok
khusus manusia.
2. Sistem sistem tersebut diwujudkan sebagai kaidah-kaidah moralitas yang memberi
makna tentang kebenaran dan kesalahan.
3. Etika dalam sistem moralitas itu sendiri mengacu pada prinsip-prinsip moral
aktual.

Etika sebagai ilmu memiliki metode, yaitu metode atau pendekatan kritis. Etika
pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran,
melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-
pandangan moral secara kritis. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.
Jika etika memiliki metode, maka etika pada saat yang bersamaan tentunya memiliki
tujuan. Tujuan etika dalam hal ini digunakan untuk mendapatkan ideal yang sama bagi
seluruh manusia di tempat mana pun juga dan dalam waktu bila pun juga mengenai
penilaian baik dan buruk. tujuan ini menghadapi beberapa kesulitan, sebab ukuran baik
dan buruk itu sangat relatif sebab sangat tergantung pada keadaan suatu daerah dan
suasana suatu masa.
Etika menentukan ukuran atas perbuatan manusia. Oleh karena itu, dalam
mengusahakan tujuan etika, manusia pada umumnya menjadikan norma yang ideal untuk
mencapai tujuan tersebut.
Terpenting untuk digarisbawahi bahwa pada dasarnya ranah baik/buruk,
benar/salah merupakan ruang lingkup yang mencakup ketiganya.

Anda mungkin juga menyukai