Anda di halaman 1dari 10

BAHAN AJAR

Sebagai Bahan Ajar pada Mata Kuliah:

ETIKA BISNIS

Disusun Oleh:

Ganang Dwi Prasetyo, M.Si


NIP. 19920611 201902 1 005

Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang


Badan Riset Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2021
BAB I
KOMPETENSI DAN SUBKOMPETENSI

Adapun kompetensi yang diharapkan agar tercapai pada topik ini adalah Kompetensi
Dasar Etika dan Moral. Pada Topik ini terdapat beberapa sub kompetensi/Pokok Bahasan
antara lain:

1. Pengertian Etika
2. Pengertian Moral dan Moralitas
3. Peran dan Manfaat Etika
4. Kesadaran Moral
5. Teori Etika Normatif yang terdiri dari Teori Deontologi dan Teori Teleologi
BAB II
DEFINISI UMUM ETIKA

Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Secara umum etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
berperilaku jujur, benar, dan adil. Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
berperilaku jujur, benar dan adil. Etika merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku
moral dan immoral, membuat pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain atau kelompok tertentu. Sebagai suatu subjek, etika berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan –
tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi
dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok itu sendiri. Etika dikategorikan sebagai filsafat moral atau etika normatif. Etika
adalah suatu perilaku normatif. Etika normatif mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya
benar menurut hukum dan moralitas. Etika mengajarkan sesuatu yang salah adalah salah dan
sesuatu yang benar adalah benar. Sesuatu yang benar tidak dapat dikatakan salah dan
sebaliknya sesuatu yang salah tidak dapat dikatakan benar. Benar dan salah tidak dapat
dicampur adukkan demi kepentingan seseorang atau kelompok. Untuk memahami pengertian
etika secara praktis, diperlukan usaha memperbandingkan etika dengan moralitas. Etika
maupun moralitas sering diperlakukan sama sejajar dalam memberi arti terhadap sebuah
peristiwa interaksi antar manusia. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos, bentuk
jamaknya (ta etha) berarti „adat istiadat‟. Berarti etika berhubungan dengan kebaikan hidup,
kebiasaan atau karakter baik terhadap seseorang, masyarakat atau terhadap kelompok
masyarakat. Kedua, Etika dalam pengertian kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral, atau
ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika.
Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi bisa
dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah unsur pokok dari otonomi
moral yang merupakan salah satu prinsip utama moralitas. Terdapat dua tujuan etika antara
lain menilai perilaku manusiawi berstandar moral, dan memberikan ketepatan nasehat
tentang bagaimana bertindak bermoral pada situasi tertentu. Tujuan Etika mempelajari etika
adalah agar dapat tercipta hubungan harmonis, serasi dan saling menguntungkan di antara
kelompok manusia sebagai individu atau kelompok dan atau institusi. Karena acuan etika
dalam kehidupan sendiri selalu mengacu kepada norma, moralitas sosial, peraturan undang-
undang atau hukum yang berlaku. Etika memiliki klasifikasi dimana dikelompokkan menjad 5
(lima) kelompok, yang terdiri atas:
a. Etika Deskriptif, dimana obyek yang dinilai adalah sikap dan perilaku yang sifatnya
membudaya.
b. Etika Normatif, dimana obyek yang dinilai adalah sikap dan perilaku harus sesuai dengan
norma dan moralitas berdasarkan acuan umum.
c. Etika Deontologi, etika yang didorong dengan suatu kewajiban untuk berbuat baik.
d. Etika Teleologi, etika ini diukur dari tujuan yang dicapai oleh pelaku kegiatan. Aktivitas
akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang akan dicapai adalah sesuatu
yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang
terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Misalnya, tindakan seorang anak
yang mencuri demi membayar pengobatan ibunya yang sakit parah akan dinilai secara
moral sebagai tindakan baik,terlepas dari kenyataan bahwa secara legal ia bisa dihukum.
Sebaliknya, kalau tindakan itu bertujuan jahat, maka tindakan itu pun dinilai jahat. Atas
dasar ini dapat dikatakan bahwa etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat
suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Dalam etika muncul
dua aliran etika teleologi yang berbeda yaitu:
1. Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedang bagi yang lain mungkin
dinilai tidak baik.
2. Ulitarianisme yaitu etika yang baik bagi semua pihak. Artinya semua pihak baik yang
terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.
BAB III
MORAL DAN MORALITAS

A. Definisi Umum Moral


Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Moral diartikan sebagai
akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian
moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya
berbeda. Moral adalah ajaran atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku
dalam kehidupan agar menjadi manusia yang baik atau beraklak. Moralitas adalah kualitas
dalam perbuatan manusia yang menunjukan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau
buruk. moralitas mencakup pengertian tentang baik, buruknya perbuatan manusia. Moral atau
moralitas dalam pengertian di sini diterapkan untuk menilai baik atau buruk dan benar atau
salah terhadap suatu perbuatan ataupun tindakan yang dilakukan. Yang dimaksud dengan
moral atau moralitas adalah nilai yang dianut atau dipercaya keabsahannya di lingkungan
masyarakat. Pemberlakuan moral atau moralitas dalam kehidupan selalu berorientasikan
kepada keadilan yang merupakan suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Komitmen
moral merupakan merupakan perwujudan nilai-nilai moral yang meliputi persaudaraan,
kejujuran, kerjasama, kasih-sayang, kemurahan hati, tanggung-jawab, loyalitas, disiplin,
integritas pribadi/integritas moral, pemberlakuan yang manusiawi. Dalam integritas pribadi
setiap orang dituntut untuk mempunyai rasa malu, rasa bersalah, dan rasa menyesal. Unsur-
unsur dalam moralitas menggunakan unsur kultur, unsur adat istiadat, unsur jiwa dan naluri
masyarakat. Ukuran yang dipakai dalam etika terdiri dari : norma, agama, nilai positif dan
universalitas. Secara komprehensif pengertian moral pada rumusan formalnya sebagai
berikut:
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu
yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau
agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa
ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya.
B. Moralitas vs Legalitas
Menurut Immanuel Kant, filsafat Yunani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fisika, etika,
dan logika. Logika bersifat apriori, maksudnya tidak membutuhkan pengalaman empiris.
Logika sibuk dengan pemahaman dan rasio itu sendiri, dengan hukum-hhukum pemikiran
universal. Fisika, di samping memiliki unsur apriori juga memiliki unsur empiris atau
aposteoriori, sebab sibuk dengan hukum-hukum alam yang berlaku bagi alam sebagai objek
pengalaman. Demikian pula halnya dengan etika, di samping memiliki unsur apriori, juga
memiliki unsur empiris, sebab sibuk dengan hukum-hukum tindakan manusia yang dapat
diketahui dari pengalaman. Tindakan manusia dapat kita tangkap melalui indera kita, akan
tetapi prinsip-prinsip yang mendasari tindakan itu tidak dapat kita tangkap dengan indera kita.
Menurut Kant, filsafat moral atau etika yang murni justru yang bersifat apriori itu. Etika apriori
ini disebut metafisika kesusilaan. moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan
norma atau hukum batiniah, yakni apa yang oleh Kant dipandang sebagai “kewajiban”.
Sedangkan legalitas adalah kesesuaian sikap dan tindakan dengan hukum atau norma
lahiriah belaka. Kesesuaian ini ini belum bernilai moral, sebab tidak didasari dorongan batin.
Moralitas akan tercapai jika dalam menaati hukum lahiriah bukan karena takut pada akibat
hukum lahiriah itu, melainkan karena menyadari bahwa taat pada hukum itu merupakan
kewajiban. Dengan demikian, nilai moral baru akan ditemukan di dalam moralitas. Dorongan
batin itu tidak dapat ditangkap dengan indera, sehingga orang tidak mungkin akan menilai
memberi penilaian moral secara mutlak.
Menurut Kant, moralitas masih dibedakan menjadi dua, yaitu moralitas heteronom dan
moralitas otonom. Dalam moralitas heteronom, suatu kewajiban ditaati, tapi bukan karena
kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak orang itu
sendiri, misalnya karena adanya imbalan tertentu atau karena takut pada ancaman orang lain.
Sedangkan dalam moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus
ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki, karena diyakini sebagai hal yang baik. Dalam hal
ini, seseorang yang mematuhi hukum lahiriah adalah bukan karena takut pada sanksi, akan
tetapi sebagai kewajiban sendiri, karena mengandung nilai kebaikan. Prinsip moral semacam
ini disebutnya sebagai otonomi moral, yang merupakan prinsip tertinggi moralitas.
BAB IV
BEBERAPA TEORI ETIKA

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilainilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat,
atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Berikut ini
beberapa teori etika:
1. Egoisme
Terdapat dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme
psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi
oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada
tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang
terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada
kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada
tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang
lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-
interest). Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu
merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.
c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan
diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan
menolong orang lain
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan
untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut
bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga
dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang
lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu
benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu
menguntungkan diri sendiri
Alasan yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli
terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih
kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
b. Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan
moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip
fundamental kepentingan diri.
Alasan yang menentang teori egoism etis:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan
aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-kepentingan
yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai
pembenaran atas timbulnya rasisme.

2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah
kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama
pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang
banyak (kepentingan orang banyak). Kritik terhadap teori utilitarianisme:
a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi
dan mengabaikan aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi
keuntungan mayoritas orang banyak.

3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan
utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan
memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok
masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu
tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan
tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi Sangat berbeda
dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil,
tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa
etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi,
atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena
kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan
harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu
sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional. Walaupun teori deontologi
tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan tindakan sebagaimana teori
egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum
agamawan. Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional
dengan berangkat dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan
manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada
tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

4. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut
sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari
deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu
tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan
kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia
mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi
manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu:
a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu
negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar
negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia
secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan
dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu
sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain
c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau
karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan
sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama dapat
didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang
selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200)
memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan
hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran,
kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.

6. Etika Teonom (Teleologi)


Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir
yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang mengatakan
bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya
dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan
kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti
aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam kitab suci. Sebagaimana teori etika yang
memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi
yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan
mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan
etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan
dengan tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat
diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui
tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

Anda mungkin juga menyukai