Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR ETIKA DAN MORAL

Mata Kuliah: Etika dan Hukum Kesehatan


Dosen Pengampu: Ibu Meita Veruswati, MKM

Disusun Oleh:
Dilie Afifah Richlah (2105015149)
1A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR HAMKA
2022
Etika dan Moral

A. Etika
 Definisi Etika
Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti ethikos yang
mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan kecenderungan, dan sikap
yang mengandung analisis konsep-konsep. Sedangkan dalam Bahasa Yunani
Kuno, etika berarti ethos yang mempunyai arti adat kebiasaan, sikap, dan cara
berpikir. Jadi, etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah, perbuatan
atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat
(Burhanudin Salam : 3).
 Tujuan Etika
Tujuan utama etika yaitu menemukan, menentukan, membatasi, dan
membenarkan kewajiban, hak, cita-cita moral dari individu dan
masyarakatnya, baik masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat
profesi (Istighfarotur Ruhmaniyah, 2009).
 Fungsi Etika
Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan
dinilai baik atau buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
 Macam-Macam Etika
1. Etika Deskriptif
Yaitu etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya
sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya ialah, etika tersebut berbicara
mengenai fakta sevara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya.
2. Etika Normatif
Yaitu etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Artinya
ialah, etika ini norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak
secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah
atau norma yang berlaku dan disepakati oleh masyarakat.
B. Moral
 Definisi Moral
Kata moral berasal dari Bahasa latin mores denga nasal kata mos yang
berarti kesusilaan, sedangkan moralitas berarti segala hal yang berkenaan
dengan kesusilaan (Muchtar Samad, 2016). Jadi, moral ialah jiwa yang
mendasari perilaku seseorang atau masyarakat yang lebih ditekankan kepada
ketentuan yang bersifat social.
 Tujuan dan Fungsi Moral:
1. Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan
kemanusiaan
2. Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh
kebaikan dan kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang
dilandasi moral.
3. Untuk menjaga keharmonisa hubungan social antar manusia, karena moral
menjadi landasan rasa percaya terhadap semua.
4. Membuat manusia lebih Bahagia secara rohani dan jasmani karena
menunaikan fungsi moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin,
dan perasaan berdosa atau kecewa.
5. Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada manusia, baik
sanksi social maupun konsekuens dalam kehidupan sehingga manusia akan
penuh pertimbangan sebelum bertindak.
 Macam-Macam Moral
1. Moral Ketuhanan
Adalah semua hal yang berhubungan dengan keagamaan atau religious
berdasarkan ajaram agama tertentu dan pengaruhnya terhadap diri
seseorang.
2. Moral Ideologi dan Filsafat
Adalah semua hal yang berhubungan dengan semangat kebangsaan,
loyalitas kepada cita-cita bangsa dan negara.
3. Moral Etika dan Kesusilaan
Adalah semua hal yang berkaitan dengan etika dan kesusilaan yang
dijunjung oleh masyarakat, bangsa dan negara secara budaya dan tradisi.
4. Moral Disiplin dan Hukum
Adalah semua hal yang berhubungan dengan kode etika professional dan
hokum yang berlaku di masyarakat dan negara.
C. Teori Pperkembangan Etika
1. Teori Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan
bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self
servis). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin ada tindakan mereka yang
bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur
dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada
kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini,
tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan
yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan
mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
2. Teori Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi
sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest
number). Paham utilitarianisme sebagai berikut:
a. Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau
tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak,
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang
penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan,
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa
yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang
kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
3. Teori Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan
utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan
memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak
orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis.
Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar
kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang
menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleologi Sangat berbeda dengan paham teleologi yang
menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau
konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa
etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan,
konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak
boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
4. Teori HAK
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu
aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya
tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya
didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia
mempunyai martabat yang sama.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan
tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis.
Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari
pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang
agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang
mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai
disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik.
Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia
hina.
6. Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan
akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu
untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh
filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara
hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia
secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku
manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah
sebagaiman dituangkan dalam kitab suci.

D. Perkembangan Moral Berdasarkan Teori Belajar Sosial


Teori pembelajaran sosial ini menekankan kepada proses bagaimana anak-
anak belajar norma-norma kemasyarakatan. Jika pesan yang disampaikan bersifat
positif, anak-anak menerimanya dengan baik dan pengaruh lainnya adalah sama
positifnya, maka anak itu akan cenderung untuk membesar dengan nilai-nilai yang
baik. Para ilmuwan barat juga tidak mengingkari betapa pentingnya pendidikan moral.
Salah satunya adalah tokoh yang terkenal dengan teori belajar sosial (Social Learning)
atau teori pembelajaran melalui observasi (Observational Learning) yaitu Albert
Bandura. Tokoh ini mengemukakan tentang proses perkembangan sosial dan moral
siswa yang selalu berkaitan dengan proses belajar sebab prinsip dasar belajar hasil
temuan Bandura ini adalah belajar sosial dan moral.
Proses pembelajaran menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsur)
yaitu perilaku model (contoh), pengaruh perilaku model, dan proses internal pelajar.
Setiap proses belajar dalam hal ini belajar sosial terjadi dalam urutan tahapan
peristiwa. Tahap-tahap ini berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajian perilaku
model dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai
hasil atau perolehan belajar seorang siswa. Tahap-tahap dalam proses belajar tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perhatian (attentional phase)
Pada tahap pertama ini para siswa atau para peserta didik pada umumnya
memusatkan perhatian pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik
terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang
sebelumnya telah mereka ketahui. Untuk menarik perhatian para peserta didik,
guru dapat mengekspresikan suara dengan intonasi khas ketika menyajikan pokok
materi atau bergaya dengan mimik tersendiri ketika menyajikan contoh perilaku
tertentu.
2. Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)
Pada tahap kedua ini, informasi berupa materi dan contoh perilaku model itu
ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori. Para peserta didik lazimnya
akan lebih baik dalam menangkap dan menyimpan segala informasi yang
disampaikan atau perilaku yang dicontohkan apabila disertai penyebutan atau
penulisan nama, istilah, dan label yang jelas serta contoh perbuatan yang akurat.
3. Tahap reproduksi (reproduction phase)
Tahap ketiga ini, segala bayangan atau citra mental (imagery) atau kode-kode
simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan
dalam memori peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi
tingkat penguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh mereka membuat
atau melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan
menggunakan sarana post-test.
4. Tahap motivasi (motivation phase)
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah
tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement
(penguatan) bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik.
Pada tahap ini, guru dianjurkan untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu
kepada para peserta didik yang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada
mereka yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan
arti penting penguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi
kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini, ada baiknya ditunjukkan pula bukti-
bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi atau perilaku tersebut.1

Referensi
Miswardi, Nasfi, Antoni (2021) Etika, Moralitas dan Penegak Hukum. Vol XV No 2
M Prawiro (2019) Pengertian Moral: Arti, Fungsi, Tujuan dan, Wujud Moral
Qumruin, N.L (2015) Pemikiran Moral Albert Bandura
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/TEORI+ETIKA.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/Etika-Profesi-dan-Hukes-
SC.pdf

Anda mungkin juga menyukai