Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Etika berasal dari istilah etik, istilah ini berasal dari bahasa Greek yang mengandung arti
kebiasaan atau cara hidup.Dengan dasar yang disebutkan demikian, etika merupakan sebuah
perangkat yang dimiliki oleh manusia untuk mengatur kehidupan nyata di dunia baik dengan
manusia itu sendiri maupun makhluk lainnya atau bahkan dengan sang pencipta alam semesta
ini.
Berbicara tentang manusia pasti tidak terlepas dari etika, kepribadian, dan kedudukan
manusia itu sendiri. Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat
penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu
bangsa dapat dinilai melalui karakter moral masyarakatnya. Manusia dalam hidupnya harus
taat dan patuh pada norma-norma, aturan-aturan, adat istiadat, undang-undang dan hukum
yang ada dalam suatu masyarakat.
Rumusan Penulisan
1. Apa yang dimaksud dengan Etika?
2. Apa yang dimaksud Etika dalam Moral?
3. Apa Tujuan dan Fungsi Etika?
4. Bagaimana konsep Etika Bagi Penegak Hukum?

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari Etika;
2. Mengetahui pengertian Etika dalam Moral;
3. Mengetahui Tujuan dan Fungsi Etika; dan
4. Mengetahui konsep Etika Bagi Penegak Hukum.

PEMBAHASAN
Pengertian Etika
Asal kata Etika. Etika berasal dari kata Yunani etos atau ta etika. Kedua kata ini mempunyai
arti yang sama ialah kebiasaan (castum), adat. Kata etos lebih berarti pada kesusilaan,
perasaan, batin atau kecenderungan hati dengan mana manusia (seseorang) melakukan
perbuatan.
Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang berbicara tentang praktik manusiawi, atau
tentang tindakan atau perilaku manusia sebagai manusia. Nilai-nilai etika diciptakan
berdasarkan atas kodrat manusia, sehingga etika tidak bersandar pada ajaran agama atau
paham tertentu. Tolak ukur penilaian baik tidaknya perilaku manusia itu ialah etika. Jadi etika
berbicara tentang perbuatan manusia yang baik.
Pada mulanya etika hanya membahas tentang kebiasaan manusia, namun di kemudian hari
berkembang menjadi pembahasan tentang kebiasaan (adat) yang berdasarkan sesuatu yang
melekat dalam kodrat manusia, yaitu kebiasaan yang terikat pada nilai (pengertian yang baik
dan yang buruk) dalam tingkah laku manusia. Jadi kecondongan (disposisi) terikat pada
pengertian nilai kesusilaan, yaitu moral. Dan inilah yang menjadi persoalan dalam etika.

Etika dalam Moral


Untuk menempatkan etika pada tempat yang benar, etika diartikan sebagai studi tentang
benar atau salah dalam tingkah laku manusia secara rasional. Dengan kata lain, etika adalah
usaha manusia untuk memakai akal budinya dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup (berperilaku) sebagai manusia jika ia mau menjadi baik. Sedangkan
moral ialah ilmu tentang perilaku manusia yang benar dan tidak benar selain berdasar akal
budi juga berdasarkan nilai-nilai agama/adat istiadat ataupun ideologi tertentu. Etika dengan
segala sumbangannya dapat dipandang sebagai sarana/alat untuk membangun orientasi bagi
manusia.
Etika membantu kita mencari orientasi hidup, supaya kita dalam bertindak tidak ikut-ikutan,
melainkan kita berani bertindak karena mempunyai sikap pendirian yang pasti. Dengan
demikian, kita lebih mampu mempertanggung-jawabkan kehidupan kita ini baik kepada
Tuhan maupun kepada sesama manusia.
Salah satu norma dalam etika adalah Norma Moral. Norma Moral adalah aturan perilaku
manusia sebagai manusia. Adapun fokus penilaian dalam norma moral ialah tanggung jawab
seseorang tentang apa yang dilakukan. Karenanya norma moral menuntut kedewasaan
seseorang. Memang norma moral tidak menjatuhkan hukuman bagi yang melanggarnya
namun sebenarnya norma ini menuntut harus ditaati tanpa memandang sanksi atau
hukumannya.
a. Norma moral mengatur perilaku manusia sebagai manusia serta tanggung
jawabnya. Jangan sampai seseorang perilakunya merugikan masyarakat;
b. Norma moral tidak dapat diubah oleh keputusan dari siapa pun bahkan oleh
penguasa sekalipun. Karena itu orang akan marah, muak, jengkel jika ada
orang yang melanggar norma moral; dan
c. Norma moral akan memunculkan perasaan tertentu yang menghargai
kehidupan manusia sebagai manusia. Norma-norma moral itu akan berarti jika
semua orang mau menaati, bukan karena takut atas hukuman yang diterima
apabila melanggarnya, akan tetapi taat karena sadar bahwa semua itu untuk
kepentingan bersama (termasuk kepentingan diri sendiri) dalam mendapatkan
kehidupan yang baik dan layak sebagai manusia. Oleh karena itu, tanggung
jawab ditaatinya norma-norma tersebut bukan ada pada penguasa atau tokoh
masyarakat, melainkan ada di tangan seluruh warga masyarakat itu sendiri.

Tujuan dan Fungsi Etika


1. Tujuan Etika
Etika meliputi semua tindak tanduk (perilaku) manusia baik secara pribadi dan maupun
komunitas (sosial)/bersama yang dapat diterima mulai dari aturan ‘sopan santun dalam
kehidupan sehari-hari’ hingga pendirian yang menentukan perbuatan yang akan kita
lakukan. Etika sebagai sarana untuk memperoleh orientasi hidup yang benar, memiliki
makna yang lebih besar dari sekadar alat bantu bagi manusia. Etika bertujuan untuk
menerangkan hakikat dari kebaikan dan kejahatan. Hal ini sangat penting untuk dipahami
supaya manusia dibantu untuk memiliki pegangan/patokan dalam menentukan mana yang
baik dan mana yang tidak baik (tidak benar) dalam bertindak. Sebab mau tidak mau,
senang tidak senang, hidup manusia selalu dikuasai oleh gagasan-gagasan yang benar dan
yang tidak benar, yang baik dan yang tidak baik. Etika menjadi sangat penting karena
memberi rambu-rambu bahwa tindakan itu penting dan cara bertindak manusia sangat
dipengaruhi oleh keyakinan mana yang benar dan yang tidak benar, atau mana yang baik
dan yang tidak baik.
2. Fungsi Etika
Etika tidak mempunyai pretensi (keinginan yang tidak mendasar dalih) untuk secara
langsung dapat membuat perilaku manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran
sistematis tentang perilaku manusia sehari-hari dalam masyarakat. Adapun yang
dihasilkan oleh etika secara langsung adalah suatu pengertian tentang bertindak benar
yang lebih mendasar dan kritis serta bukan suatu kebaikan. Antara etika (beretika) dan
moral (bermoral) masih sering terdapat ‘kekacauan makna baik etika maupun moral itu
sendiri.
Oleh karena itu lahir ungkapan yang dianut oleh banyak orang tentang manusia yang
bermoral sebagai berikut: ‘Manusia perlu memiliki moralitas, tetapi tidak semua orang
perlu beretika. Disini, bermoral ebih penting dari pada beretika, namun beretika masih
tetap diperlukan untuk membangun kehidupan bermoral.
Jadi, seiring perkembangan zaman, etika tetap berguna bagi manusia dalam membangun
masa depan kehidupannya untuk menjadi lebih baik dari masa sekarang ini. Kini kita
sadar bahwa etika bukanlah kumpulan keharuskan atau larangan, melainkan etika
merupakan sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu secara teratur dan logis
untuk mencapai masyarakat yang berbudaya, sejahtera, dan makin manusia berbudaya,
sejahtera, dan makin manusiawi.

Etika Bagi Penegak Hukum


Hukum ditegakkan bukan semata-mata mengejar keadilan, sebab keadilan yang tertinggi
adalah justru ketidakadilan yang bertinggi (summum jus, summa injuria).
Apabila hukum mengejar keadilan saja, maka dikhawatirkan hukum menjadi tidak berguna
(tidak pasti).
Ada tiga lembaga normatif yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan, yakni:
1. Masyarakat: pemerintah, tokoh dan sebagainya yang menyatakan perbuatan itu
dianggap baik atau tidak baik;
2. Ideologi: di dalamnya termasuk ajaran agama, paham suatu negara, kode etik; dan
3. Super ego: perasaan malu atau ersalah dari subjek yang melakukan tindakan tidak
benar.
Dalam mengambil suatu keputusan, subjek berpangkal pada kesadaran moral pribadi. Oleh
Magnis Soeseno, kesadaran moral ini disebut ‘suara hati’. Suara hati adalah kesadaran moral
dalam situasi konkret. Kita sadar sebenarnya apa yang dituntut dari kita, oleh sebab itu hanya
kitalah yang mengetahui kebenaran tersebut. Thomas Aquinas menyatakan, hati nurani
adalah pertimbangan akan yang ditanamkan Pencipta (Allah) pada manusia yang baik dan
yang tidak baik, dan oleh Immanuel Kant disebut sebagai pernyataan diri budi kesusilaan.
Sedangkan, JS. Mill menyebutnya sebagai rasa sakit akibat kita melalaikan menjalankan
kewajiban itu.
Dalam kenyataan di lapangan, suara hati tidak otomatis muncul memberikan sinyal (tanda)
dalam pengambilan keputusan. Suara hati bukan subjektivitas mutlak. Ia memerlukan
pemikiran (nalar) dan nalar berjalan dengan baik apabila ada informasi/data yang lengkap
terjadinya konflik. Suara hati juga dapat keliru terutama apabila data yang dimiliki tidak
lengkap/tepat.
Beberapa Prinsip Etika Dalam Menegakkan Hukum
Dalam menegakkan hukum, perlu mempertimbangkan beberapa norma etika, antara lain:
1. Hormat terhadap martabat manusia. Prinsip ini menegaskan bahwa manusia pada
dasarnya memiliki nilai pada dirinya sendiri dan tak pernah boleh diperalat oleh
siapa pun. Adapun dasar utamanya ialah bahwa manusia diciptakan oleh sang
pencipta sebagai ‘gambar dirinya’. Nilai manusia tidak terletak dalam kegunaannya
melainkan dalam martabatnya;
2. Kebebasan, keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup
memberikan kepada setiap manusia lain apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu,
pemerintah dituntut untuk menciptakan hukum-hukum yang adil demi melindungi
kebebasan rakyatnya;
3. Solidaritas, apapun yang menjadi potensi setiap manusia atau kelompok haruslah
dihargai. Kita perlu menciptakan hubungan subsidiaritas. Hubungan subsider perlu
kita ciptakan karena berfungsi untuk mendelegasikan tugas berikut kewenangan
dari pusat pmerintahan hingga rakyat demi terciptanya keadilan. Hal ini perlu
kesadaran akan kesetaraan dalam kedudukan sebagai warga negara;
4. Fairness, dalam sistem demokrasi di Negara Indonesia, kekuasaan ada di tangan
rakyat. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan tidak saja mengatur hidup
kenegaraan melainkan juga kehidupan ekonomi, sosial, budaya/kultur, dan
sebagainya. Dalam hal ini demokrasi dimengerti sebagai sistem pengorganisasian
kehidupan bersama yang mencerminkan kehendak rakyat, dengan tekanan
perwakilan dan tanggung jawab; dan
5. Tanggung jawab, konsep pemerintahan Indonesia dapat disingkat dengan dua kata,
yaitu demi kesejahteraan umum (common good atau bonum commune). Seluruh
bangsa Indonesia dipanggil untuk ambil bagian dalam menciptakan kesejahteraan
umum ini sesuai dengan jabatan dan kemampuannya.

PENUTUP
Kesimpulan
Hukum merupakan sarana untuk menjamin hak-hak manusia secara adil. Hal yang perlu
ditegakkan adalah keadilan. Apabila keadilan sungguh dapat dirasakan oleh warga
masyarakat, maka otomatis hukum dijalankan dengan baik. Adapun hukum dinilai baik
bukan karena pasal-pasal atau ayat-ayat di dalamnya melainkan dari pribadi penegak hukum,
apakah mereka beretika (atau bermoral) atau tidak. Seorang penegak hukum sungguh dituntut
untuk memiliki moralitas yang lebih baik dari rata-rata masyarakat, sebab ia harus mampu
bertindak adil secara objektif. Tidak memihak individu tertentu ataupun golongan tertentu
dalam menegakkan keadilan dan membela kebenaran. Di mata hukum setiap manusia setara.
Mari kita tingkatkan kehidupan moralitas di lingkungan penegak hukum.
Dengan ditaatinya norma-norma etika dan moral dalam kehidupan bersama, maka hukum pun
akan sehat. Berikut adalah aspek penting dalam mewujudkan hukum yang sehat, antara lain
adalah melalui:
1. Indera, khususnya ‘mata’. Dengan indera yang sehat, kita mampu menangkap hal-hal yang
baik bagi hidup ini;
2. Hati yang sehat adalah hati yang menyimpang kenangan-kenangan yang baik dan berguna
apa yang kita tangkap melalui indera, kita oleh dengan akal budi sehat, kita simpan dalam
hati; dan
3. Karya, sesuatu yang baik tidak ada gunanya jika hanya disimpan dalam hati, dipendam
untuk diri sendiri. Sesuatu yang baik harus kita ekspresikan, kita nyatakan dalam karya entah
dalam tindakan maupun tulisan. Kita semua dianugerahi Sang Pencipta, indera dan hati.
Marilah kita gunakan dengan baik untuk mendasari karya-karya kita.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Kons Press. 2006.
Bertens, Kees. Etika. Cet. 8. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004.
Friedrich, Carl Joachim. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan
Nusamedia. 2008.
Meuwissen dan Penerjemah B. Arief Sidharta. Tentang Pengembangan Hukum. Bandung:
Refika Aditama. 2013.
S, Warsito Djoko. Etika Moral Berjalan, Hukum Jadi Sehat. Binamulia Hukum, Vol. 7 No. 1,
2018.

Anda mungkin juga menyukai