Anda di halaman 1dari 33

Bioetika

Meivy Isnoviana
 Awalnya etika dan moral sama artinya, berasal dari kata
dalam bahasa Yunani “tà “ēthikà” yang berarti
adat/kebiasaan, kebiasaan cara bertindak dan karakter.
 Moral dalam bahasa Latin “mos, moris”. Dari kata ini
kemudian lahir kata moral.
 secara etimologis (dari asal-usul katanya) antara etika dan
moral itu sinonim dan tidak ada perbedaan arti dan oleh
karena itu kedua kata itu bisa dipakai secara bergantian
tanpa merubah arti untuk menerangkan ilmu atau filsafat
mengenai tindakan manusiawi.
 Dalam perkembangannya kemudian menjadi berbeda
 Etika : adalah sekumpulan azas pendekatannya lebih
ke arah akal budi menerangkan tingkah laku manusia

 Akal budi hanya berdasarkan tahu,mau dan sadar 


bisa dipertanggungjawabkan

 Moral : berbicara tentang baik dan buruk


pendekatannya otoritas wahyu atau kitab suci
ukuran moral : perintah agama, perintah orang
tua,lingkungan dsb

 Etik dibuat oleh sekumpulan orang memberikan


dasar rational suatu perbuatan baik dan buruk cth
KODEKI
 Norma : mengukur kebaikan orang dilihat kapasitasnya
sebagai manusia

 Orang yang beretika belum tentu baik secara moral


 Orang yang taat hukum belum tentu baik sebagai
manusia

 Contoh : lampu lalu lintas


 Berderma pada pengemis di jalan
 Dalam arti berhubungan dengan tingkah laku manuisa
inilah Aristoteles menulis buku etika yang sangat
terkenal, “Ηθίκων Νικομαχειων” (Etica Nicomachea)
dan “Ηθίκων Ευδεμειων” (Etica Eudemia)

 Aristoteles mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke


dalam tiga kategori, yakni praxis, produktif dan teoritis.
Dalam klasifikasi ini etika digolongkan sebagai ilmu
pengetahuan praxis
 Dari sinilah kemudian etika berkembang menjadi ilmu
pengetahuan mengenai tingkah laku manusiawi yang
ingin menjawab pertanyaan fundamental, “Bagaimana
saya harus hidup dan bertindak?”

 Etika memberikan orientasi dan mengkritisi mengapa


kita harus bertindak begini atau begitu. Oleh karena itu,
sebagai cabang filsafat, etika tidak berpretensi
langsung untuk membuat manusia menjadi baik tetapi
memberikan pertanggungjawaban nalar mengapa saya
berbuat begini atau begitu.
 Jadi hasil langsung dari etika bukanlah kebaikan
melainkan pengertian mendasar dan kritis. Sesudah
orang mempunyai dasar tindakannya, diharapkan dia
bertindak berdasarkan dasar itu.

 Manusia hanya bisa bertindak dengan bijaksana kalau


dia sudah tahu terlebih dahulu variable-variable
pengetahuan yang mendasari tindakannya. Kalau
tidak, maka dia akan ngawur saja atau bahkan dia
akan bingung dan diam di tempat
 Etika membantu kita untuk bisa mempertanggung
jawabkan keidupan kita secara rasional

 Etika # ajaran moral


 Ajaran Moral = ajaran , wejangan, khotbah, kumpulan
peraturan dan ketetapan tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia baik.
Siapa yang perlu etika
 Etika perlu? Semua orang perlu bermoral tetapi tidak
semua orang perlu ber-etika (=berfikir kritis-sistematis
tentang moralitas).

 Etika diperlukan oleh/dalam:


 Satu: Dunia pluralistik yang menawarkan macam-
macam moralitas yang berbeda-beda. Mana yang
harus saya ikuti?
 Dua: Dunia transformatif segala bidang yang juga
menyangkut modernisasi dan globalisasi dalam segala
bidang, terutama yg berhubungan dg individualisme,
sekularisme, materialisme, rasionalisme dll. Ini
membuat banyak orang bingung. Etika membantu agar
kita tidak kehilangan orientasi: memilih mana yang bisa
berubah dan mana yang tidak sehingga kita mengambil
sikab yang bertanggung jawab.
 Tiga: Dalam transformasi budaya itu ada orang yang
“memancing di air keruh” dengan menawarkan
berbagai macam ideologi. Etika berperan untuk
mengkritisi secara obyektif ideologi itu sehingga tidak
mudah terpancing baik untuk memeluknya 100%
ataupun menolaknya dengan demikian kita tidak naif
atau menjadi extrim
 Empat: Kaum agamawan memerlukan etika.
Agamawan mendapatkan tempat berpijak dalam iman
kepercayaan mereka, di lain pihak ingin berpartisipasi
aktif dalam kehidupan masyarakat yang sedang
berubah. Iman kepercayaan tidak lagi berdasar pd
wishful thingking tetapi ada dasar berpijak ilmiahnya,
juga bukan pietisme.
 Norma moral berarti: tolok ukur untuk mengukur
kebaikan orang. Dia dinilai dalam kapasitasnya
sebagai manusia. Penilaian moral selalu mengacu
kepada baik-burukya manusia sebagai manusia secara
keseluruhan, yakni menentukan betul salahnya sikab
dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya
sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran
tertentu/ profesi atau norma tertentu yang terbatas
(sbg.dosen, dokter, hakim dsb).
 Belum tentu yg baik dlm profesinya, baik juga sbg
manusia.
Norma yang bersifat umum
ada 3
 Norma sopan-santun: norma yang menyangkut sikab
lahiriah manusia. Walaupun sikab lahirian seharusnya
mencerminkan sikab hati tetapi tidak semua pelanggaran
norma sopan santun menjadikan dia buruk secara moral.
 Norma Hukum: Adalah norma yang dituntut dengan tegas
oleh masyarakat karena dianggap perlu demi keselamatan
dan kesejahteraan umum (Bonum Comune). Ini norma yang
tidak dibiarkan dilanggar dan pelanggarannya dikenakan
sangsi hukum. Norma hukum tidak selalu sama dengan
norma moral, bisa terjadi bahwa kesadaran moral
seseorang (suara hati) akan melanggar hukum tetapi
pelanggaran itu tidak bisa dipakai untuk mengukur bahwa
dia orang yang buruk. Bisa terjadi bahwa pelanggaran
hukum bukan menjadi pelanggaran moral.
 Norma moral: adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat
untuk mengukur kebaikan seseorang. Dengan norma moral
inilah kita dinilai. Oleh karena itu penilaian moral selalu lebih
berbobot karena penilaian itu tidak lagi parsial (dari satu
sudut tertentu) tetapi dari keseluruhan kita sebagai manusia.

 Bisa terjadi bahwa seorang warganegara yang selalu taat


hukum, sopan dalam hidupnya tetapi dia munafik sehingga
bagaimanapun juga dia akan dianggap orang yang tidak
baik.
 Bioetika merupakan perkembangan lebih lanjut dari
etika kedokteran yang memang sudah ada sejak lama
 Salah satu etika profesi yang paling kuno
keberadaanya adalah etika kedokteran
 Sumbangan etika kedokteran dalam
memperkembangkan Bioetika sangat besar sekali.
 Prinsip-prinsip etis bioetika modern yang paling
terkenal berasal dari buku tentang etika medis, yakni
Principle of Biomedical Ethics oleh Tom L. Beauchamp
dan James F. Childress
Aliran aristoteles
 Salah satu filsuf yang paling berpengaruh: Aristoteles
(384 – 322 BC): Etica Nicomachea, Etica Eudemia,
Politica dan Magna Moralia
 Prinsip Etikanya, “Hendaknya kita hidup dan bertindak
sedemikian rupa sehingga kita mencapai hidup yang
baik, yang bermutu dan berhasil.” Sebab semakin
bermutu hidup manusia maka semakin bahagialah dia.
 Aristoteles, kebaikan yang tertinggi adalah
kebahagiaan itu sebab dia dibuat hanya untuk dirinya
sendiri. Segala pekerjaan manusia akhirnya akan
bermuara ke kebahagiaan itu.
 Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang
menambah kebahagiaan (eudaimonia) dan perbuatan
yang tidak baik adalah perbuatan yang tidak
mendatangkan kebahagiaan. Etika Aristoteles disebut
eudemonisme.

 Manusia menjadi bahagia apabila bisa merealisasikan


diri secara sempurna dengan mengaktifkan kekuatan-
kekuatan hakikatnya, terutama yang khas manusia:
akal budi dan kehendak. Tuan – hamba.
 Agar manusia bisa merealisasikan diri secara
sempurna, dia harus mengembangkan bakat-bakat etis
yang tertanam dalam kodratnya sampai dia menjadi
manusia yang sempurna.

 Apa yang terpuji dalam diri seseorang adalah sifat


karakternya dan bukan pada ketundukan seseorang
terhadap aturan atau moral
Aliran etika Deontologi
 Deontologi berasal dari bhs Yunani deont = yang
mengikat (kewajiban). Deontology = kewajiban moral
yang mewajibkan kita untuk bertindak, lepas dari effek
kebahagiaan untuk diri sendiri atau orang lain

 Apakah sesudah saya bertindak saya rugi atau untung,


itu tidak penting. Kalau saya merasa wajib, maka
apapun juga harus dilakukan.

 Tokoh: salah satunya Immanuel Kant (1724 – 1804).


 Kewajiban itu harus keluar dari diri sendiri dengan
melihat bahwa ini memang baik untuk dilakukan dan
bukan karena dipaksakan oleh pihak luar (moral
otonom). Kant membedakan antara moral heteronome
dan moral otonom.

 Benar dan salahnya suatu tindakan akan sangat


tergantung pada apakah merasa wajib atau tidak.

 Moral yang otonom ini sangat tinggi nilainya karena


perbuatannya bisa menjadi expresi jiwanya.
Aliran consequentialism
 Aliran filsafat ini menekankan pada akibat
(konsekwensi) dari perbuatan kita. Perbuatan kita
adalah baik kalau memberikan konsekwensi yang baik
sedangkan perbuatan kita akan menjadi buruk kalau
konsekwensinya buruk.

 Salah satu aliran yang terbesar dan banyak


penganutnya ialah Utilitarianism (Jeremy Bentham dan
John Stuart Mill).

 Prinsipnya: “The greatest happiness of the greatest


number”.
 Prinsip umum dari Utilitarianisme adalah “suatu
tindakan dapat dibenarkan secara moral apabila
akibat-akibatnya menunjang kebahagiaan sebanyak
mungkin orang yang bersangkutan dengan sebaik
mungkin. “The greatest happiness of the greatest
number.”

 Benar tidaknya sebuah tindakan tergantung pada


tujuan/kegunaan (Utility) dari tindakan itu, yakni apakah
perbuatan itu menunjang kebahagiaan umum atau
tidak.
Kritiknya adalah
 Utilitarianisme yang mendasarkan penilaiannya
terhadap sesuatu tergantung pada kegunaannya, ini
cenderung menempatkan manusia hanya sebagai
obyek saja dan bukan sebagai subyek.

 Manusia cenderung dipandang hanya sebagai alat


untuk mencapai tujuan tertentu. Akibatnya bahwa
harkat dan martabat manusia sering kurang dihormati
dan sering dilanggar.
 Utilitarianisme akan cenderung melegalkan segala
macam cara asal konsekwensinya akan memberikan
manfaat atau kebahagiaan bagi sebanyak mungkin
orang. Tujuan menghalalkan cara (The end, indeed,
does justify the means). Dalam hal ini, orang bisa
membunuh seorang manusia yang tidak bersalah kalau
kematiannya akan memberikan manfaat (kebahagiaan)
bagi sebanyak mungkin orang.
 Dalam utilitarianisme yang extrem, maka orang-orang
tua yang sudah tidak banyak manfaatnya itu, apalgi
sakit-sakitan dan menghabiskan banyak urang, lebih
baik diterminasi saja karena dana dan tenaga yang
dialokasikan kepadanya sebenarnya bisa dialokasikan
untuk sesuatu yang lebih bermanfaat dan
mendatangkan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin
orang.
 Pengaruhnya dalam bidang bioetika cukup besar.
Konsep pemilihan utilitarianisme sangat jelas
berdampak dalam bidang medis. Biasanya ukuran
yang dipakai ialah “the quality-adjusted life year”
(QALY) dimana dicoba untuk diukur antara harapan
hidup (life expectancy) dan kwalitas hidup (quality of
life) berdasarkan nilai-nilai etis yang umum
diperbandingkan dengan kurban yang harus dibayar.
 Rasionalitas moral dan economis perhitungan
berdasarkan metode QALY akan lebih mengedepan-
kan pilihan mengenai hidup yang lebih sehat
(walaupun pendek) dibandingkan dengan hidup yang
panjang yang disertai dengan penyakit dan cacat.

Deontologi VS Consequentialism

 Bagi para deontolog, konsekwensi tindakan (apakah


menguntungkan atau merugikan) tidak menjadi
perhitungan. Yang penting merasa wajib untuk buat itu
maka dia akan membuat.
Teori paternalistik
 Paternalistik berasal dari kata Pater yang berarti
bapak/ayah. Dalam etika ini hubungan dua orang
diperlakukan dan memperlukan diri yang satu sebagai
bapak yang baik dan yang lainnya sebagai anaknya.
Sebagai bapak yang baik, dia akan memikirkan dan
memperjuangkan apa yang terbaik bagi anaknya, juga
seandainya hal itu bertentangan dengan kehendak si
anak tetapi jikalau dipandang baik oleh si bapak, maka
si bapak akan memaksakan kehendaknya. Sebaliknya
si anak, oleh karena dia tidak tahu banyak maka si
anak hanya akan mengikuti saja apa yang
diperintahkan oleh si ayah.
 Dalam Paternalistik, Dokter sebagai ayah yang baik dan
pasien sebagai anak yang gak tahu apa-apa, tinggal nurut
sama ayahnya
 Paternalistik: “pembenaran untuk campur tangan dalam
kebebasan seseorang untuk bertindak dengan alasan
khusus yakni demi kesejahteraan, kebaikan, kebahagiaan,
kebutuhan, kepentingan dan nilai-nilai orang yang dipaksa
itu.” Dengan kata lain, “Aku memaksa kamu untuk berbuat
ini atau untuk tidak berbuat itu demi kebaikanmu!”

Gerald Dworkin, “Paternalism”, The Monist 56(1972) 65


Aliran etika otonomi
 Orang yang paling berpengaruh dalam bioetika modern
adalah Tom L. Beauchamp dan James F. Childress
yang menulis buku Principles of Biomedical Ethics

Perubahan itu didorong oleh dua pihak:

1. Pihak masyarakat yang semakin otonom untuk


menentukan diri sendiri

2. Pihak dokter yang tidak berhasil memegang tegus


syarat dan prinsip Hippokrates
 Dalam bidang medis, otonomi diri inipun berdampak
sangat besar. Oleh karena intervensi medis itu adalah
intervensi yang mengena langsung pada diri/tubuh
pasien, maka pelayan kesehatan tidak sembarangan
bisa berbuat

Anda mungkin juga menyukai