Anda di halaman 1dari 7

Nama:Yustus

NIM:1020186235
Kelas D PAK
JENIS ETIKA
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah suatu bentuk implementasi perbuatan serta perilaku yang diterapkan
setiap manusia merupakan landasan pergaulan kehidupan antar manusia dalam ruang lingkup
lingkungan masyarakat dan di nilai berdasarkan baik atau buruknyta suatu perbuatan tersebut.
2. Etika normatif
Etika sering dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran-ukuran atau norma-norma
yang dapat dipakai untuk menanggapi atau menilai perbuatan dan tingkah laku seseorang dalam
bermasyarakat. Etika normatif ini berusaha mencari ukuran umum bagi baik dan buruknya tingkah
laku.
3. Meta Etika: berasal dari kata Meta berati melampaui atau melebihi, yang dibahas bukanlah
moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada
tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat
ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis. Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai
bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat. Salah satu masalah yang ramai dibicarakan
dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari
ucapan faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan, apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa
sesuatu harus atau boleh dilakukan.
ETIKA BERDASARKAN CAKUPANNYA:
1. Etika Umum
Etika umum adalah etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mangambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-
prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu
pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2. Etika khusus
Etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang dilakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Penerapannya
dapat berupa bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan
kegiatan khusus yang dilakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Selain
itu penerapannya juga dapat berupa bagaimana menilai prilaku diri dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan.
Etika khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Etika pribadi
Etika Pribadai ini adalah etika yang berkaitan dengan kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri, misalnya: menjaga kesehatan dan kesucian lahir dan batin.
b. Etika social
Etika social adalah etika yang membahas tentang kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia
sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini menyangkut hubungan manusia
dengan manusia, baik secara individu maupun dalam kelembagaan (organisasi, profesi, keluarga,
negara, dan lainnya).Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut
kode etika atau kode etik.Etika Pribadi
ETIKA BERDASARKAN PANDANGAN
1. Etika Filosofis merupakan suatu etika yang berasal dari aktivitas berpikir yang dilakukan oleh
manusia. Etika filosofis terdiri atas:
a. Hedonisme: adalah sebuah doktrin yang berpegang pada anggapan bahwasanya kebiasaan
manusia itu dimotivasi oleh hasrat akan kesenangan atau kenikmatan dan menghindar dari
penderitaan. Hedonisme mau mencapai kebahagiaan dengan cara mencari nikmat sebanyak-
banyaknya.
b. Eudaimonisme: pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan sebagai tujuan segala tindak-
tanduk manusia. Dalam eudaimonisme, pencarian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling
dasariah. ... Dengan demikian, eudaimonisme juga sering disebut etika pengembangan diri atau
etika kesempurnaan hidup.
c. Stoisisme: Stoisisme merupakan aliran filsafat Yunani Kuno yang dihadirkan oleh kaum Stoa.
Mereka menelaah kebahagiaan mereka dengan membagi faktor kebahagiaan menjadi dua, yaitu
faktor yang ada dibawah kendali kita sebagai manusia dan faktor lain yang di luar kendali kita.
d. Utilitarianisme: adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu
tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya didefinisikan
sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. "Utilitarianisme" berasal
dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah
ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak
bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan
ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini,
tersusunlah teori tujuan perbuatan
e. Positivisme: Diperkenalkan oleh Comte, pengertian itu berasal dari kata Positif. Positivisme
adalah sistem umum tentang konsep-konsep manusia, teori yang bertujuan dalam penyusunan
fakta-fakta yang teramati secara faktual, serta menegaskan bahwa pengetahuan hendaknya
tidak melampaui fakta-fakta. Maksud lebih jauh dari kata tersebut adalah bahwa urusan salah-
benar atau adil-tidak adil bergantung sepenuhnya pada hukum yang telah diletakkan.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau
lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan, dengan kata lain Positivisme
bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami
sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang
hanya ada di dalam angan-angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan
konstruksi atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia. Jadi, dapat disimpulkan
pengertian positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu paham yang dalam
pencapaian kebenarannya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi.
f. Evolusionisme: adalah suatu pemahaman tentang baik atau buruknya suatu tindakan
berdasarkan suatu prinsip yang terus berubah-ubah dengan adanya pengaruh perubahan
budaya di daerah tertentu.
g. Vitalisme: Adalah pandangan bahwa makhluk hidup berbeda dengan benda material mati yang
lain karena memiliki suatu zat yang membuat makhluk itu hidup. Pandangan ini bertentangan
dengan materialisme mekanistis. Zat yang berada pada makhluk hidup ini bukanlah benda fisik.
Mereka bisa berupa energi yang memberi menjadikan mereka benda hidup. Menurut kaum
Vitalis hanya dari sudut fisik dan kimia tidak bisa menjelaskan fungsi hidup.
h. Pragmatisme: berasal dari bahasa yunani pragma berarti perbuatan (action) atau tindakan
(practise). Isme berarti ajaran, aliran, paham. Dengan demikian, pragmatisme berarti
ajaran/aliran/paham yang menekankan bahwa pemikiran itu mengikuti tindakan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pragmatisme berarti kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu
ajaran (paham/doktrin/gagasan/pernyataan/dsb) bergantung pada penerapannya bagi
kepentingan manusia. Sedangkan pragmatis berarti bersifat praktis dan berguna bagi umum,
bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan), mengenai/bersangkutan
dengan nilai-nilai praktis. Karena itu, pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran
adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar jika
membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar jika berfungsi. Jadi, pragmatisme
dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran. 
i. Instrumentalisme: filosofi instrumentalisme, yang mempercayai bahwa sifat manusia tidak
dikonsepsi sebagai baik atau buruk, tetapi lebih merupakan produk dari evolusi cultural,
manusia lahir dalam kesamaan, dan manusia bertindak menurut karakteristiknya yang
merupakan hubungan transaksional dengan lingkungan sosialnya.
2. Etika berdasarkan analisis bahasa
a. Aliran Idealisme: Idealisme merupakan kunci masuk ke hakikat realitas. Dari perkembangan
pemikiran idealisme dapat disimpulkan pengertian idealisme, yaitu: Adanya suatu teori bahwa
alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran. Untuk menyatakan eksistensi
realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran. Realitas dijelaskan
berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak,
dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi. Seluruh realitas sangat bersifat
mental (spiritual, psikis), karena materi dalam bentuk fisik tidak ada. Hanya ada aktivitas
berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada, dunia eksternal tidak bersifat fisik Pada dasarnya
idealisme itu suatu pemikiran, ide, logika manusia yang jujur (murni) yang menuju kearah ideal
atau seperti seharusnya.
b. Rasionalisme: merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang masuk akal,
dan pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur.
c. Romantisisme: kecenderungan supaya manusia kembali ke zaman di mana mereka pernah hidup
berdamai dengan alam, tanpa eksplorasi. Menurut kaum romantis, emosi melampaui akal budi.
Empirisme dan Romantisme sebenarnya sama-sama menganggap manusia hidup dalam
cengkeraman, dalam kungkungan. Empirisme mencoba membebaskan manusia dari jeratan
dengan mengajak mereka mengaktifkan akalbudi, memberinya metode penalaran sehingga
dapat menuntun mereka menemukan kebenaran. Sementara romantisme berusaha
menyadarkan manusia akan fitrah hakikinya sehingga mereka dapat hidup dengan baik dan
layak tanpa menuai banyak masalah.  Selain dari pada itu, aliran filsafat romantisisme berusaha
menjelaskan pemahaman romantis tentang kecantikan dan seni sebagai hal mendasar dalam
kehidupan manusia. "Imperatif Romantis menuntut bahwa semua alam dan sains harus menjadi
seni dan seni harus menjadi alam dan sains. Romantic adalag gagasan yang menyatukan semua
orang sebagai gagasan keindahan seperti kebenaran dan kebaikan adalah tindakan akal
tertinggi.
d. Dualisme: adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan
dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi,
misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi,
jiwa dengan badan. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang
menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini
terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu yakikat materi dan rohani. Jadi, dapat dikatakan
bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber
dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendiri.
e. Fenomeniologi: didasarkan pada premis bahwa realitas terdiri atas objek dan penampakan
kejadian (fenomena) yang dicerap atau dimengerti oleh kesadaran.
f. Eksistensialisme: salah satu konsep sentral eksistensialisme adalah bahwa eksistensi mendahului
esensi, yang berarti bahwa pertimbangan terpenting bagi seorang individual adalah bahwa
mereka adalah individual — entitas yang bersikap dan bertanggung jawab secara independen
dan sadar ("eksistensi") — dan bukan label, peran, stereotipe, definisi, atau kategori lainnya
yang digunakan atau dipergunakan kepada individual tersebut ("esensi"). Kehidupan aktual
seorang individu kemudian dapat disatukan dan dijadikan "esensi nyata" mereka, dan bukan
esensi yang diatribusikan orang lain kepada mereka. Dengan demikian, manusia, melalui
kesadarannya sendiri, menciptakan nilai-nilainya sendiri, dan menentukan arti bagi
kehidupannya sendiri.
ETIKA BERDASARKAN PENGEMBANGAN
1. Etika Teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah, serta
memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Etika
Teologi terdiri dari:
a. Etika Yudaisme: Etika Yudaisme merupakan suatu norma atau aturan yang berlaku pada
masyarakat Yahudi dari dahulu hingga saat ini. Etika ini bersumber pada aturan-aturan dalam
hidup masyarakat Yahudi atau pandangan hidup masyarakat Yahudi.
Etika Yudaisme mempunyai dua sumber utama yaitu Etika yang bersumber dari Kitab
Suci (TANAKH) dan Literatur para Rabi. Yudaisme sebagai agama tradisi tidak hanya memiliki
tradisi tertulis yaitu Kitab Suci sebagai sumber ajaran. Sumber lain yakni tulisan-tulisan dari para
Rabi yaitu Mishna, Midrasy, Talmud dan Targum. Baik dalam Kitab Suci ataupun literatur Rabini
sama-sama menekankan pada moral. Hanya saja Literatur Rabinik melanjutkan penekanannya
pada tindakan etis. Untuk itulah para Rabi membuat formulasi terhadap sistem tradisi yang
tertuang dalam Mishna dan diperluas menjadi Talmud.
Kumpulan-kumpulan besar tulisan para rabi ini pada dasarnya memberikan perhatian
pada satu pokok persoalan yaitu: bagaimana seharusnya manusia menjalani hidupnya untuk
memenuhi perintah Allah sehingga diri mereka menjadi suci dengan berjalan sesuai dengan
jalan Tuhan. Dalam Kitab Suci Yahudi, di antara kitab-kitab lainnya, Taurat adalah yang paling
menonjol, demikian juga dalam etik Yahudi, Taurat tetap menempati urutan pertama.
Telah disebutkan di atas bahwa selain Taurat, etika Yahudi juga mengenal Mishna yaitu
ikhtisar penjelasan Rabini tentang Taurat. Mishna terdiri dari enam kitab yang di dalamnya
membicarakan tentang hukum pertanian, hari-hari raya dan hari puasa, hukum perkawinan,
hukum sipil dan hukum pidana, undang-undang korban persembahan dan hukum undang-
undang kesucian. Mishna kemudian ditafsirkan menjadi lebih luas menjadi Talmud. Talmud
berarti pengajaran. Talmud masih diperluas lagi dengan Midrash yaitu sebuah sistem penafsiran
dan penjelasan dengan tujuan menyesuaikan ajaran-ajaran itu agar dapat diterapkan dalam pola
kehidupan yang sudah banyak berubah. Midrash sendiri ada dua bentuk yaitu Midrash Halakha
dan Midrash Aggada.
Bagian mengenai hukum (Halakhah) dalam Talmud lebih panjang. Melalui Halakhah,
manusia dituntun kepada jalan yang seharusnya ditempuh (Halakhah berasal dari Halakh yang
artinya pergi, berjalan). Halakha sebagai perluasan dari Taurat melahirkan 613 aturan hukum.
Dari 613 aturan ini, 148 adalah bentuk perintah atau suruhan, dan 365 larangan. Arti Halakha
bagi orang Yahudi luar biasa penting karena bagi mereka Halakha menjadi dasar untuk berdiri.
Semua hukum dan perintah Taurat disadur dan dibahas dalam Halakha. Halakha melindungi
agama Yahudi dan membantu menerapkan Taurat secara praktis dalam kehidupan yang selalu
berkembang dan berubah. Halakha sangat membantu dalam memahami perintah-perintah
Taurat lebih spesifik. Meskipun Halakha adalah perluasan Taurat namun aturan-aturan ini
haruslah ditaati sebagaimana menaati Hukum Taurat itu sendiri.
b. Etika Kristen: sumber utama etika adalah Alkitab yang menghasilkan etika Kristen. Etika Kristen
berdasarkan kehendak-kehendak Allah seperti yang diwahyukan kepada manusia melalui
Alkitab. Karena Allah adalah Sang Pencipta dan yang mahakuasa, mahatahu dan kekal, etika
Kristen bersifat mutlak, yaitu selalu benar, tidak bergantung kepada waktu, tempat dan
lingkungan. Etika Kristen juga bersifat mengikat bagi umat-Nya, yaitu menuntut umat
mematuhinya.
Sistem etika lain, etika Kristen berpusat kepada tugas (‘duty centered’) atau aturan tidak
kepada hasil dari tindakan. Dalam sistem ini aturan-aturan adalah utama. Aturan-aturan etika
yang akan menetapkan hasil, bukan sebaliknya. Aturan-aturan menjadi dasar seseorang
bertindak. Dan aturan-aturan dipandang baik tidak bergantung kepada hasil dari
menjalankannya. Dan bahkan suatu hasil harus dinilai berdasarkan aturan-aturan yang ada.
Seseorang boleh kaya, namun jika itu didapat dari korupsi, dia adalah orang yang beretika
buruk. Dia lebih buruk dibandingkan dengan orang miskin yang mendapatkan penghasilannya
dari usaha-usaha yang jujur. Lawan dari sistem etika duty centered adalah end centered atau
berpusat kepada tujuan. Dalam sistem ini yang lebih utama adalah hasil dari suatu tindakan.
Dengan kata lain hasil yang diinginkan akan menetapkan aturan-aturan yang diambil dan hasil
menjadi dasar tindakan seseorang. Suatu aturan dinilai baik karena memberikan hasil yang
diharapkan. Karena itu kadang-kadang demi hasil aturan dilanggar, sehingga aturan-aturan
sering tidak bersifat mutlak.
Di dalam sistem etika Kristen ada prinsip adanya hukum moral yang lebih tinggi karena
adanya suatu kebaikan atau prinsip yang lebih tinggi daripada yang lain. Misalnya, manusia
dituntut untuk mengasihi Allah lebih dari manusia (Lihat Matius 22: 36 – 38) bahkan dirinya
sendiri. Lukas 14: 26 bahkan mengatakan “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak
membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau
perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
c. Etika Islam: adalah etika dan moral yang dianjurkan di dalam ajaran Islam yang sesuai dan
tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi
Muhammad yang di dalam akidah Islamiyah dinyatakan sebagai manusia yang paling sempurna
akhlaknya. Salah satu etika dalam agama agama Islam yang kita pahami adalah mengenai
seseorang yang bainya akhlak (sedekah dan ibadah) yang membuatnya dapat masuk dalam
surga, hal ini berbanding terbalik dengan etika yang ada dalam kekristenan.
d. Etika Hindu: Dalam kehidupan beragama Hindu memiliki suatu Pemahaman Konsep Teologi yang
bersumber pada Kitab Suci Weda dan Kitab Suci Panaturan untuk memperkuat keimanan
tentang pengetahuan Ketuhanan. Agama Hindu mengembangkan ajarannya sesuai dengan desa
(tempat), kala (waktu/penentuan hari baik atau buruk) dan patra (keadaan sosial ekonomi,
situasi dan kondisi). Selain itu, dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu juga selalu berpegang
pada Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Tattwa (filsafat), etika (tata susila) dan ritual
(upacara). Ketiga kerangka ini merupakan sebagai dasar bagi setiap umat Hindu dalam usahanya
untuk mencapai ketenangan dan ketentraman dalam keyakinanya. Aspek tattwa atau filsafat
agama merupakan inti ajaran Agama Hindu, sedangkan aspek susila atau etika merupakan
pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Aspek upacara atau ritual
agama merupakan yadnya, persembahan atau pengorbanan suci yang tulus ikhlas kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan
tidak dapat dipisah-pisahkan. Karena itu ketiga kerangka dasar agama tersebut harus dipahami,
mengingat ketiganya saling berkaitan. Memahami atau tidak memahami salah satu aspek, dapat
mengakibatkan pemahaman terhadap Agama Hindu menjadi tidak lengkap dan bahkan bisa
mengaburkan atau memberi pengertian yang keliru terhadap Agama Hindu.. Pendidikan Agama
Hindu diberikan pada peserta didik diharapkan agar menjadi orang yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan Pendidikan Agama Hindu dapat menjalankan dan mengamalkan
ajaran Agama Hindu sehingga terbentuknya budi pekerti yang luhur dan berakhlak yang mulia.
e. Etika Agama Budha: ajaran Buddha disajikan dalam bentuk narasi dan deskripsi dari aturan-
aturan moral partikular, panduan, keutamaan, keburukan tanpa memberikan justifikasi atas apa
yang benar dan salah. Secara umum, sistem etika Buddha dibangun dalam kerangka afirmasi
fundamental: pikiran manusia yang telah terbebas dari kebingungan karena tersulut ego, dapat
mencapai kejelasan persepsi serta pengetahuan akan tindak yang benar, sepenuhnya selaras
dengan apa yang sepatutnya dilakukan, dan berakar kepada keimanan atas kebenaran yang
membebaskan. Sistem etika Buddha dibangun dan dipertahankan untuk memberi gambaran
pola kehidupan yang dipercaya kuat mendorong penganutnya untuk menjalaninya demi tujuan
soteriologis dengan cara memberi petunjuk atas tindakan apa yang harus dilakukan oleh
seorang penganut dalam kondisi tertentu agar dapat menghayati transendensi.
Sumber dari ajaran Buddhisme yang utama ada pada Triratna yaitu: Buddha (yang
tercerahkan), Dharma (hukum alam, kebenaran), dan Sangha (aliran). Ajaran Buddha tidak
dipandang sebagai perintah Ilahi sebagai Tuhan Pencipta, tetapi sebagai prinsip rasional dari
kesadaran yang tercerahkan dan apabila diikuti akan membawa kebaikan bagi diri dan yang
lainnya. Kesadaran tersebut membawa pemahaman atas hakikat kehidupan yang tidak menetap
atau selalu berubah dan dikenal dengan Ti-Lakkhana atau tiga ciri utama kehidupan yang
nantinya mempengaruhi sistem etika serta metafisika dalam ajaran Buddha. Ketiga ciri utama
kehidupan tersebut menyatakan bahwa (1) Semua bentuk adalah tidak kekal (Anicca); (2) Semua
bentuk adalah penderitaan (Duhkha); dan (3) Semua kondisi adalah tanpa aku dan tidak berinti
(Anatta).
f. Etika Konhuchu: Dengan dasar keimanan Agama Khonghucu menyangkut prilaku di dalam
penghidupan yang bersifat praktis. Dalam hal ini wajib dicamkan bahwa betapapun indah,
praktis dan bermanfaatnya ajaran itu, tanpa dasar keimanan yang mantap maka akan menjadi
dangkal dan gersang. Sayangnya, banyak orang mempelajari dan melihat Agama Khonghucu
hanya dari segi moral dan etika yang bersifat praktis saja tanpa mau tahu dasar keimanannya.
Jelas cara yang demikian itu tidak tepat dan hasilnya akan jauh dari kebenaran.
Etika Khonghucu secara mendalam dikenal dengan San Kang (tiga hubungan tata
krama), Ngo Lun (Lima norma kesopanan dalam masyarakat ), Pa Te (Delapan sifat mulia atau
delapan kebijakan ), pentingnya nilai belajar bagai manusia dan etika terhadap makluk halus.
 San kang (tiga hubungan tata Krama)
Pengertian dari San Kang atau tiga hubungan tata Krama ini adalah Hubungan raja dengan
menteri atau atasan dengan bawahan, Hubungan orang tua dengan anak dan Hubungan suami
dengan istri.

ETIKA BERDASARKAN TUJUAN


1. Etika deontologis: Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang
berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Jadi etika deontology adalah suatu etika yang
berdasarkan atas baik atau buruknya suatu perbuatan tyerhadap kewajiban.
2. Etika teleologis: Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Artinya, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan
yang dilakukan. Teleologi mengerti benar mana yang benar dan mana yang salah, tetapi itu bukan
ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Walaupun sebuah tindakan
dinilai salah menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai
baik. Namun dengan demikian, tujuan yang baik tetap harus diikuti dengan tindakan yang benar
menurut hukum.
3. Etika kontekstual: dikenal juga dengan istilah etika situasi atau etika tanggung jawab yang
dihubungkan dengan situasi-situasi obyektif yang ada sebagai bahan pertimbangan yang penting
dalam suatu pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai