Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika memang bukanlah bagian dari Ilmu Pengetahuan . Tetapi etika
lebih merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis yang berhadapan
dengan moralitas atau perwujudan dalam bentuk perilaku yang baik (Akhlak
mulia). Dengan demikian etika tetaplah berperan penting dalam Ilmu
Pengetahuan. Penerapan Ilmu Pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari memerlukan adanya dimensi etis sebagai pertimbangan yang
terkadang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan Ilmu Pengetahuan
selanjutnya.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang
ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah
dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang
ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka
ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan
ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik
terhadap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-
ended (sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn
berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah
dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu
dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu harus berkembang
secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum
rasionalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn faktor sosiologis
historis serta psikologis ikut berperan.
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang
harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus
diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pemakalah mengemukakan beberapa
permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian etika?


2. Bagaimana pengertian paradigma?
3. Bagaimana paradigma pengembangan ilmu pengetahuan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian etika.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian paradigma.
3. Untuk memahami bagaimana paradigma pengembangan ilmu
pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah salah satu cabang aksiologi yang banyak membahas masalah
tentang nilai. Baik dan buruk adalah bidang etika. Etika mengandung tiga
pengertian, yaitu:
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral
yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik.
3. Etika merupakan ilmu tentang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu
bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang
yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu
masyarakat tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis.1
Pengertian etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika berkaitan
erat dengan moral, yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dalam
bentuk jamaknya mores, yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan baik (kesusilaan). Objek material
etika adalah tingkah atau perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang dilakukan
secara sadar dan bebas. Sedangkan objek formal etika adalah kebaikan dan
keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut,
dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak
bebas, tidak dapat dikenai penilaian bernilai atau tidak bernilai.2

1
Dr. Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2013), hlm. 155.
2
Ibid.,

3
Sebagai ilmu, etika menyelidiki tentang tingkah laku moral yang dapat
dihampiri melalui tiga macam pendekatan, yaitu:
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti
luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari
moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan atau subkultur tertentu.
Oleh karena itu, etika deskriptif tidak memberikan pemikiran apapun, ia
hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral.3
Koetjaranigrat (1980) mengatakan, etika deskriptiff tugasnya sebatas
menggambarkan atau memperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan
penilaian moral. Pada masa sekarang objek kajian etika deskriptif lebih
banyak dibicarakan oleh antropologi budaya, sejarah, atau sosiologi.4
2. Etika Normatif
Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat
mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih
kritis. Ia juga bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika
normatif berarti sistem-sistem yang dimaksud untuk memberikan petunjuk
atau penuntun dalam mengambil keputusan ang menyangkut baik atau buruk.
Etika normatif dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Etika umum.
b. Etika Khusus.
Etika umum menekankan pada tema-tema umum, seperti: Apa yang di
maksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana
hubungan tanggung jawab dengan kebebasan? Sedangkan etika khusus adalah
upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam perilaku
manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.5

3
Ibid., hlm. 156.
4
Dr. Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenada Media Group,
2014), hlm. 278.
5
Dr. Nina W. Syam, op. cit, hlm. 157.

4
K. Bertens (2011) menjelaskan lebih jauh, etika normatif bertujuan
merumuskan prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional
dan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata. Berbeda dengan etika deskriptif,
etika normatif tidak bersifat netral tetapi memberikan penilaian terhadap
tingkah laku moral berdasar norma-norma tertentu. Etika normatif tidak
sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan, melainkan bersifat preskriptif
atau memberi petunjuk mengenai baik atau tidak baik, boleh atau tidaknya
suatu perbuatan, dan etika normatif merupakan bagian penting dari etika.6
3. Metaetika
Metaetika yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan
etis. Bahasa etis atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral dikaji
secara logis. Metaetika menganalisi logika perbuatan dalam kaitan dengan
baik atau buruk. Pekembangan lebih lanjut dari metaetika adalah filsafat
analitis.
Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat (1996) memerinci pandangan
beberapa filsuf mengenai teori etika, antara lain:
a. Socrates beranggapan bahwa, menderita selalu lebih baik dari pada
berbuat jahat.
b. Plato memandang yang baik sebagai suatu forma eternal yang harus
direalisasikan dalam kehidupan manusia.
c. Aristoteles memandang bahwa tujuan manusia adalah kebahagian atau
eudai monia (kesejahteraan, kesentosaan).
d. Immanuel Kant membangun teori etikanya berdasarkan prinsip yang
muncul dari ide hukum dan menuju imperatif kategoris dan praktis.
e. Bentham memandang bahwa tujuan yang harus dicapai adalah kebaikan
terbesar untuk jumlah terbesar.
f. Nietzsche beranggapan bahwa tujuan kehidupan adalah kehendak untuk
berkuasa (wille zur macht), dan harus diterjemahkan ke dalam
kesempurnaan yang melebihi dimensi biasa dari keburukan dan kebaikan.

6
Dr. Mukhtar Latif, loc. cit.

5
Etika tidak hanya berkutat pada teori diatas, tetapi juga terkait dengan
kehidupan yang konkret. Ada beberapa manfaat etika dalam keterkaitannya
dengan kehidupan yang konkret, yaitu:
1. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik, sehingga
menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang
bermacam-macam sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika.
Contohnya, etika medis tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning.
2. Gelombang modernisasi yang melanda segala bidang kehidupan
masyarakat mengakibatkan cara berpikir masyarakat ikut berubah,
misalnya cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern (fun,
fashion, dan food), dan sebagainya.
3. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi asing yang
memengaruhi kehidupan kita. Artinya, kita tidak boleh tergesa-gesa
menerima pandangan yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa
menolak karena lantaran belum terbiasa.
4. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun, untuk menemukan
dasar kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas
wawasan terhadap semua dimensi kehidupan yang selalu berubah.7

B. PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN


1. Pengertian Paradigma
Paradigma menurut Thomas S. Kuhn adalah suatu asumsi dasar dan
asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi
sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Thomas S. Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan
ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Revolusi ilmiah pertama-tama
menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh
prestasi atau praktik ilmiah konkret.

7
Dr. Nina W. Syam, op. cit, hlm. 158-159.

6
Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat
digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut. Pertama, paradigma
membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal
(normal science). Paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau
arahan aktivitas ilmiah dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan
yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan dengan
paradigma yang dipakai. Kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis
kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma, dan menyebabkan
paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Dan para ilmuwan mulai
keluar dari jalur ilmu normal. Ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada
cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu
paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan
membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigmma
lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka
pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan, serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.8
2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Dalam penggolongannya, ilmu pengetahuan
sendiri dibedakan menjadi tiga golongan, antara lain:
a. Ilmu Alam, merupakan ilmu-ilmu yang objeknya adalah benda-
benda alam. Cabang-cabang dari ilmu alam ini antara lain:
astronomi, fisika, biologi, ekologi, fisika, geologi, geografi, ilmu
bumi, dan fisika.

8
Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hlm. 157-158.

7
b. Ilmu Sosial, adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Cabang-
cabang tersebut adalah antropologi, ekonomi, geografi, hukum,
linguistik, pendidikan, politik, psikologi, sejarah, dan sosiologi.
c. Ilmu Terapan, adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih
bidang-bidang. Contohnya, ilmu komputer dan informatika, serta
ilmu rekayasa yang terdiri dari ilmu biomedik, ilmu pertanian,
rekayasa listrik, dan rekayasa pertanian.

Di Indonesia, Sarana pengembangan ilmu pengetahuan adalah Pancasila.


Menurut Kaelan (2000), dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat dan martabat manusia, Pancasila yang sila-silanya
merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika
dalam pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), yakni
sebagai berikut:

1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa, menerapkan atau melaksanakan ilmu


pengetahuan, mencipta, pertimbangan antara rasional dengan irasonal,
antara akal, rasa, dan kehendak. Sila pertama menempatkan manusia di
alam semesta bukan sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian yang
sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, memberikan dasar-dasar
moralitas manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pembangunan ilmu pengetahuan harus didasarkan pada hakikat tujuan
demi kesejahteraan umat manusia.
3. Sila Persatuan Indonesia, pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan
demi kesejahteraan umat manusia, termasuk di dalamnya kesejahteraan
bangsa Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya harus
dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa, serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di Dunia.

8
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, para ilmuwan mendasari pengembangan
ilmu pengetahuan secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan haruslah
memiliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu
ilmuwan harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan
harus memiliki sifat yang terbuka, artinya terbuka untuk dikritik, dikaji
ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pengembangan ilmu
pengetahuan haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yang menyangkut keseimbangan dirinya dengan Tuhan,
dengan sesama manusia atau bangsa Indonesia, dan dengan alam
lingkungannya.9

9
Ibid., hlm. 161-162.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Etika berasal dari kata ethos yang berarti watak. Etika disini sama dengan
moral, yang berasal dari kata mos dengan jamaknya mores yang berarti
kebiasaan. Etika terbagi kepada tiga macam pendekatan, antara lain:
1. Etika Deskriptif.
2. Etika Normatif.
3. Metaetika.
Paradigma menurut Thomas S. Kuhn adalah suatu asumsi-asumsi dasar
dan asumsi teoritis yang umum, sehingga menjadi sumber hukum, metode,
serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,
ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka
pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan, serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
Di Indonesia, pengembangan ilmu pengetahuan ialah berdasarkan kepada
Pancasila, kepada Sila yang 5 (lima). Ilmu pengetahuan dibedakan menjadi
tiga golongan, antara lain:
1. Ilmu Alam, objeknya adalah benda-benda alam. Cabang-cabang dari
ilmu alam ini antara lain: astronomi, fisika, biologi, ekologi, fisika,
geologi, geografi, ilmu bumi, dan fisika.
2. Ilmu Sosial, objeknya adalah manusia dan lingkungannya. Cabang-
cabang tersebut adalah antropologi, ekonomi, geografi, hukum,
linguistik, pendidikan, politik, psikologi, sejarah, dan sosiologi.
3. Ilmu Terapan, adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang-
bidang.

10
B. SARAN
Semoga makalah yang kami tulis mengenai "Etika dan Paradigma
Pengembangan Ilmu Pengetahuan" ini, dapat bermanfaat bagi pembaca yang
haus akan ilmu pengetahuan terutama dalam berfilsafat dan berfikir kritis.
Kritik dan saran selalu kami nanti untuk menyempurnakan makalah kami
yang kurang sempurna ini.

11
12

Anda mungkin juga menyukai