PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan bahasan yang berbicara tentang nilai etika dan nilai
moral, membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat,
etika sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan
mengenai norma etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai etika dan pola perilaku hidup manusia.1 Etika membicarakan soal
nilai yang merupakan salah satu dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu
manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan karena
setiap tindakannya selalu dipertanggungjawabkan.
Etika yang sebanding dengan moral dalam ilmu filsafat yaitu mengenai
adat kebiasaan. Lebih jauh, etika dan moral memiliki arti tersendiri dalam
kehidupan manusia yang terwujud dalam pola perilaku masyarakat. Etika sebagai
pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, sosial, dan
agama.
Melalui belajar dan berpikir berfikir filsafat seperti itulah banyak
persoalan dan pertanyaan-pertanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi ada
bisa dicarikan jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila produk
pemikiran filsafat mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu masyarakat dari yang
terkecil sampai dalam bentuknya yang paling besar yaitu Negara. Dalam
maknanya seperti itu, dapatlah dijelaskan bahwa filsafat telah memberikan
1 Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 2.
1
konsep-kosep metafisik dan kosmis yang bergerak di jagat raya ini dan merupakan
dasar dari perenungan, pencarian dalam filsafat.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat
nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seseorang
yang dilakukandengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya.
Persoalan etika itu pulamerupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi
manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik
hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia dan dirinya.
Oleh karena, etika merupakan salah satu cabang dari kajian filsafat, maka
sangatlah perlu untuk mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang
bersandarkan pada ruanglingkup filsafat. Sehingga dapat diketahuilah tentang
pandangan para pemikir atau para ahli filsafat tentang etika. Tujuan etika dalam
hal ini adalah untuk mendapatkan sesuatu yang ideal bagi semua manusia
ditempat manapun dalam waktu apapupun juga mengenail penilaian baik atau
buruk. Namun ukuran baik dan buruk sangat relatif sebab sangat tergantung pada
keadaan suatu daerah dan suasana suatu masa. Etika menentukan ukuran atas
perbuatan manusia. Oleh karena itu, dalam mengusahakan tujuan etika, manusia
pada umumnya menjadikan norma yang ideal untuk mencapai tujuaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Kata ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; pada rumput,
kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan dan arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani
besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka etika berarti: ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.2
Secara etimologis, ethic berarti system of moral principles3 atau a system
of moral standard values.4 Secara terminologi etika didefinisikan sebagai: the
normatif science of the conduct of human being living societies. A science which
judge this conduct to be right or wrong, to be good or bad.5 Secara singkat etika
3 A.P Cowie (ed.), Oxford Learners Pocked Dictionary, (Britania Raya: Oxford
University Press, 1987, hal. 127.
4 Victoria Neufeld (ed.), Websters New World Dictionary, Third Edition, (New York:
Simon & Schuster Macmillan Company, 1999), hal. 400.
5 William Lillie, an Introduction to Ethics, (New York: Barnes Nable, 1957), hal. 1.
nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat seringkali tanpa disadari menjadi bahan refleksi
bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini sama
dengan filsafat moral.8
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat
dihampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif, Etika
Normatif, dan Metaetika.
1. Etika Deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti
luas seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan
yang diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas
yang terdapat pada individu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh
karena itu etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apa pun, ia
hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya:
Penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitif.
2. Etika Normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat
mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara
lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak.
Etika normatif berarti sistemsistem yang dimaksudkan untuk memberikan
petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut
baik atau buruk. Etika normatif ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Etika umum, yang menekankan pada tema-tema umum seperti: Apa
yang dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita?
Bagaimana hubungan antara tanggungjawab dengan kebebasan?
8 Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hal. 29.
5
Dengan demikian suatu hal yang sama ditinjau dari satu segi dapat
bermanfaat, sedangkan ditinjau dari segi lain merugikan; suatu obat, misalnya,
dapat bermanfaat bagi orang yang sakit dan merugikan bagi orang yang sehat.11
Karena itu seseorang yang mengatakan bahwa sesuatu hal bermanfaat, justru
mempunyai suatu tujuan tertentu, meskipun tidak dikatakannya dan mungkin ia
tidak akan mengingat-ingatnya secara sengaja.12
3. Deontologi
Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak mengukur baik
tidaknya suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-mata
berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Kita bisa
mengatakan juga bahwa sistem ini tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi
perbuatan atau keputusan kita, melainkan semata-mata wajib tidaknya perbuatan
dan keputusan kita. Teori yang dimaksudkan ini biasanya disebut deontologi (kata
Yunani deon berarti: apa yang harus dilakukan; kewajiban).
Suatu maksim bersifat moral apabila dapat diuniversalisasikan (dijadikan
hukum umum), amoral atau jahat, apabila tidak dapat diuniversalisasikan. Hal itu
dirumuskan oleh Kant dalam apa yang disebutnya imperatif kategoris. Prinsip
penguniversalisasian itu adalah unsur kedua dalam etika Kant yang sangat
berpengaruh terhadap etika selanjutnya.Kant mulai dengan menegaskan bahwa
paham-paham moral tidak mungkin diperoleh dari pengalaman empiris-indrawi.
Paham-paham moral bersifat apriori dan berdasarkan akal budi praktis, yaitu
11 Ibid., hal. 181.
13 Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal.
137.
14 Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hal.
146.
10
tanggung jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta
menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya.
Hubungan etika dan ilmu berarti juga penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Tanggung jawab etis menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memerhatikan kodrat dan
martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan
umum, dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada hakikatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
ekosistem manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut. Manusia
disebut etis adalah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi
hajat hidupnya dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan orang lain, antara rohani dengan jasmani, dan sebagai makhluk
ciptaan-Nya. Dengan demikian, etika dibutuhkan sebagai pertimbangan pemikiran
yang kritis, yang dapat membedakan antara apa yang sah dan yang tidak sah,
membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar.
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran
moral tidak berada di tingkat yang sama, karena:
1.
11
2.
1.
Etika dan jiwa ilmu (psikologi), antara etika dan ilmu jiwa terdapat
hubungan yang amat kuat. Ilmu jiwa menyelidiki dan membicarakan
kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, sedangkan etika
sangat membutuhkan obyek kajian ilmu jiwa. Pada masa sekarang ini,
terdapat cabang ilmu jiwa yang disebut ilmu jiwa masyarakat yakni
menyelidiki soal bahasa bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan
2.
susunan masyarakat.
Etika dan ilmu kemasyarakatan (sosiologi), hubungan diantara kedua ilmu
ini erat, karena perbuatan manusia itulah yang menjadi topik kajiannya,
disisi lain etika sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan
masyarakat yang mana itu menjadi pokok persoalan sosiologi.
BAB III
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan di atas, disini penyusun dapat
menarik beberapa kesimpulan, yakni: Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai
perwujudan aksiologi ilmu mengharuskan visi etik yang tepat untuk
diaplikasikan. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu berbuat apa saja
yang diinginkan, namun pertimbangannya tidak hanya pada apa yang dapat
diperbuat oleh manusia. Yang lebih penting pada konteks ini adalah perlunya
pertimbangan etik apa yang harus dilakukan dengan tujuan kebaikan manusia.
Sebenarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu idealnya harus
sampai pada rumusan normatif yang berupa pedoman konkrit bagaimana tindakan
manusia di bidang ilmu harus dilakukan. Jika hanya rumusan berada pada dataran
etika yang abstrak, akan terdapat kesulitan ketika diterapkan terhadap masalah
yang bersifat konkrit.
B. Saran
Demikianlah makalah mengenai Etika Keilmuan yang dapat penulis susun.
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Dalam makalah ini hanya sedikit
saran yang dapat penulis paparkan, yaitu: dengan belajar etika diharapkan kita
Mahasiswa khususnya dapat memahami tingkah laku apa yang baik menurut suatu
teori-teori tertentu, dan sikap yang baik tidak lepas dari kaidah etika.
DAFTAR PUSTAKA
13
A.P Cowie (ed.), Oxford Learners Pocked Dictionary, Britania Raya: Oxford
University Press, 1987.
Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius, 1989.
H. De Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987.
K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia, 2007.
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana,
2014.
Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Victoria Neufeld (ed.), Websters New World Dictionary, Third Edition, New York:
Simon & Schuster Macmillan Company, 1999.
William Lillie, an Introduction to Ethics, New York: Barnes Nable, 1957.
Makalah
14
Dosen Pembimbing:
Fauzan Ahmad Siregar, M. Pd
15
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika........................................................................... 3
B. Aliran-aliran Etika........................................................................ 7
C. Hubungan Etika dan Ilmu............................................................10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................13
B. Saran.............................................................................................13
16