Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus
berfikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Setiap saat
selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berfikir. Menulis
merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berfikir, dalam benak kita timbul serangkaian
gambar sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi
dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya melamun. Kegiatan yang lebih tinggi dilakukan
secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai
kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berfikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan
bernalar. Dapatlah dicatat bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses
berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran
mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dibedakan sebagai
penalaran induktif dan deduktif.

Berdasarkan uraian diatas mengenai penalaran maka dapat kita katakan penalaran
merupakan proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada
sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Sementara dalam karangan penalaran berarti
penggunaan pikiran untuk suatu kesimpulan yang tuangkan dalam bentuk tulisan atau tertulis.
Dengan penalaran yang tepat, hal-hal yang akan dituangkan dalam karangan menjadi kuat.
Penyajian materi karangan akan sesuai dengan jalan pikiran yang tepat. Oleh karena itu, setiap
pengungkapan harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar hal-hal yang tidak tepat tidak masuk
dalam karangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan penalaran dalam karangan?


2. Apakah yang dimaksud dengan penalaran induktif dan deduktif ?
3. Bagaimana mengaplikasikan penalaran dalam mengorganisasi
karangan ?
4. Bagaimana menyimpulkan karangan secara tepat dan logis ?

1.3 Tujuan Penulisan

2. Untuk mengetahui hakikat penalaran dalam karangan.


3. Untuk mengetahui maksud penalaran induktif dan deduktif.
4. Agar bisa mengaplikasikan penalaran dalam mengorganisasi karangan.
5. Agar bisa menyimpulkan karangan secara tepat dan logis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penalaran

Penalaran mempunyai beberapa pengertian, yaitu: (1) Proses berpikir


logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang paling berhubungan
sampai simpulan. (2) Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai
dengan suatu simpulan, (3) Proses menganalisis suatu topik sehingga
menghasilkan suatu simpulan atau pengertian bare. (4) Dalam karangan
terdiri dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji,
membahas, atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel
yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan suatu simpulan.
(5) Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang
berupa pengetahuan atau pengertian baru.

Jadi, Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji


hubungan-hubungan fakta yang terdapat dalam karangan sampai
menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian
baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan itu menghasilkan
sebuah analisis induktif dan deduktif.

2.2 Syarat-syarat Penalaran

Dalam sebuah penalaran perlu adanya syarat-syarat yang harus diperhatikan. Syarat-syara
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu
yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
2. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun
material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan
aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan
sebagai premis tepat.

2.3 Unsur Penalaran

Penalaran dalam sebuah karangan juga memiliki unsur-unsur, berikut adalah unsur
unsurnya :
1. Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan
berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk
proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan
kebenarannya atau kesalahannya.
3. Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a. Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta, misalnya: Anak
cerdas dapat memanfaatkan potensinya.
b. Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak memerlukan
pengujian untuk melakukan benar atau salahnya. Misalnya: Gadis
yaitu wanita muda yang belum pernah menikah.
c. Proposisi hipotetik yaitu persyaratan hubungan subjek dan predikat
yang harus dipenuhi. Misalnya: Jika dijemput, X akan ke rumah.
d. Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan hubungan
subjek dan predikat. Misalnya: X akan menikahi Y.
e. Proposisi positif universal yaitu pernyataan positif yang
mempunyai kebenaran mutlak. Misalnya: Semua hewan akan mati.
f. Proposisi positif persial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur
pernyataan tersebut bersifat positif. Misalnya: Sebagian orang ingin
hidup kaya.
g. Proposisi negatif universal yaitu kebalikan dari proposisi positif
universal. Misalnya: Tidak ada gajah tidak berbelalai.
h. Proposisi negatif persial yaitu kebalikan dari proposisi positif
persial. Misalnya: Sebagian orang hidup menderita.
4. Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti,
dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5. Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan
(alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justufikasi
(pembenaran).
6. Sistematika yaitu seperangkat proses atas bagian-bagian atau unsur-
unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7. Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
8. Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
9. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi analisis
(pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari
hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
10. Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu terbukti
kebenarannya atau kesalahannya.
11. Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif dan deduktif.
12. Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atau hasil pembahasan, dapat berupa implikasi
atau inferensi.

2.4 Macam-macam Penalaran


Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan


observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan
umum. Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum
atas fakta yang bersifat khusus. Penalaran induktif pada dasarnya terdiri
atas tiga macam, yaitu: generalisasi, analogi, dan sebab akibat.

Contoh: Seorang polisi lalu lintas mengamati proses peristiwa di tempat


kejadian perkara suatu kecelakaan lalu lintas di perempatan Rawamangun
Muka, persimpangan Rawamangun Muka-Utan Kayu dan Cililitan-Tanjung
Priuk yang terjadi tanggal 10 juli 2000 pukul 12.30. Sebuah sepeda motor
dari arah Tanjung Priuk menabrak mobil sehingga pintu di bagian kiri rusak,
penyok sedalam 10 cm, dan sepeda motor tergeletak di dekat mobil yang
ditabraknya. Seorang saksi mata menuturkan bahwa pengendara sepeda
motor terkapar jatuh 1,5 meter di sebelah kiri sepeda motornya. Dalam
pengamatannya, melalui proses perhitungan waktu polisi menyatakan bahwa
pada saat mobil melintas dari arah Cililitan ke Rawamangun Muka lampu
hijau menyala dan dibenarkan oleh para saksi. Polisi menyatakan bahwa,
dalam keadaan lampu merah sepeda motor berkecepatan tinggi dari arah
Tanjung Priuk menabrak mobil yang sedang berbelok dari arah selatan ke
arah Rawamangun Muka. Hasil pengamatan, pengendara sepeda motor
terbukti bersalah.

Kesimpulan : (1) Pengendara sepeda motor harus membiayai perbaikan


mobil yang ditabraknya.
(2) Membayar denda atas pelanggarannya.

Karangan ilmiah kualitatif induktif dilandasi penalaran (1) observasi


data, (2) menyusun estimasi (perkiraan data), (3) verifikasi analisis
pembuktian, (4) pembenaran / komparasi konstan (terus-menerus dan
berkelanjutan sampai suatu simpulan), (5) konfirmasi (penegasan dan
pengesahan) melalui pengujian hipotesis, (6) hash generalisasi / induksi, (7)
konklusi (simpulan: penafsiran atas hasil berupa implikasi atau inferensi).

Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan


penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan
diakhiri dengan simpulan khusus yang berupa prinsip. Karangan deduktif
mempunyai bermacam-macam jenis berdasarkan teknik pengembangannya
maupun uraian isinya.

Karangan kualitatif sering digunakan dalam pembahasan masalah-


masalah humaniora (sastra, kemanusiaan, cinta kasih, penderitaan, dan lain-
lain). Namun, kualifikasi produk yang bernilai ekonomi, seperti: keindahan
pakaian, kecantikan, keserasian, dan lain-lain dapat pula menggunakan jenis
karangan ini.
Dalam karangan (laporan penelitian) deduktif kuantitatif ditandai
dengan penggunaan angka kuantitatif yang bersifat rasional. Secara rinci
proses tersebut menguraikan:
1. Bidang observasi: berdasarkan bidang studi kajian,
2. Rumusan masalah: pertanyaan yang akan dibahas,
3. Kerangka teori: berisi pada pembahasan variabel,
4. Tujuan: tahap kegiatan yang hendak dicapai,
5. Rumusan hipotesis dan penjelasannya,
6. Deskripsi data: diperlukan untuk pengujian hipotesis,
7. Desain penelitian (metode penelitian): proses pengumpulan data,
pengolahan, hasil analisis data, sampai dengan simpulan,
8. Analisis data,
9. Hasil analisis, dan
10. Simpulan deduktif: interpretasi atas hasil.

Bahasan topik karangan berdasarkan penelitian tersebut relatif rumit


dan sulit. Namun, sebuah karangan dapat ditulis dalam bentuk yang
sederhana dan mudah. Pengembangan topik dapat dilakukan berdasarkan
urutan peristiwa, waktu, ruang, penalaran sederhana, sebab-akibat, deduksi
sederhana, induksi sederhana, dan sebagainya.

Karangan disusun berdasarkan satu kesatuan konsep, dikembangan


dalam urutan logis, sistematik, jelas, dan akurat. Urutan dapat disususn
berdasarkan urutan peristiwa, waktu, ruang, penalaran (induksi, deduksi,
sebab-akibat), proses, kepentingan, dan sebagainya.

a. Urutan Peristiwa (Kronologis)

Karangan dengan urutan peristiwa secara kronologis ialah menyajikan


bahasan berdasarkan urutan kejadian. Peristiwa ini terjadi kemudian
diuraikan lebih dulu, peristiwa yang terjadi kemudian diuraikan kemudian.
Urutan dapat disajikan dengan pola sebagai berikut:

Dahulu sebelum cara imunisasi ditemukan selarna puluhan abad,


puluhan ribu penduduk dunia mati akibat berbagai penyakit. Di Inggris saja
sebelum ditemukan vaksin cacar, kurang lebih delapan puluh ribu orang mati
karena penyakit itu. Penemuan vaksin sejak abad ke-18 sangat memperkecil
angka kematian tersebut. Pada tahun 1796 Jenner dari Inggris menemukan
vaksin cacar. Lalu, menyusullah penemuan vaksin rabies yang
dikembangkan oleh Pasteur pada tahun 1885. 1iemodian menyusul pula
pengembangan vaksin tit us pada tahun 1941. Selanjutnya, pada tahun 1950
ditemukanlah vaksin-vaksin untuk mencegah k,urang lebih tiga puluh
macam penyakit yang menyerang binatang piaraan. Pada tahun 1955 di
hadapan khalayak ramai yang berkumpul di Universitas Michigan
diumumkanlah hasil pengembangan dan percobaan vaksin polio. Meskipun
demikian, tak ada vaksin yang benar-benar telah sempurna, sehingga para
ilmuwan masih ditantang terus, baik untuk menyempurnakan vaksin-vaksin
itu maupun untuk mengembangkan cara-cara imunisasi.

Tulisan di atas dikembangkan secara kronologis, artinya berdasarkan


urutan waktu. Perhatikan kata-kata yang digarisbawahi yang menunjukkan
hubungan kronologis tersebut. Urutan kronologis di dalam tulisan secara
eksplisit dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti:
dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara, sejak itu, selanjutnya, dalam
pada itu, mulamula, pertama, kedua, akhirnya, dan sebagainya.
Pengembangan tulisan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan
dalam memaparkan sejarah, proses, asal-usul, dan riwayat hidup (biografi).

b. Urutan Ruang

Urutan ini dipergunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan


dengan ruang. Dalam pemakaiannva, urutan ini sering juga digabungkan
dengan urutan waktu.

Contoh: Jika anda memasuki pekarangan bangunan kuno itu, setelah


anda melalui pintu gerbang kayu penuh ukiran indah anda akan berada pada
jalan berlantai batu hitam yang membelah suatu lapangan rumput yang
dihiasi petak bunga-bungaan dan pohon-pohonan peneduh. Di kiri kanan
jalan itu, agak ke tengah terdapat lumbung padi, puncaknya berbentuk
seperti tanduk dan beratapkan ijuk. Terus ke dalam anda akan sampai pada
bangunan rumah yang berdiri di atas tiang dan terlindung oleh pohonpohon
palem yang tumbuh subur. Selanjutnya, anda harus menaiki tangga untuk
rnasuk ke rumah itu. Mula-mula anda akan memasuki ruangan besar dengan
dinding berukir. Ada beberapa tulisan kuno yang suram pada dinding itu.
Lantainya terbuat dari papan jati yang kelihatan berkilat. Kita lihat dalam
tulisan di atas urutan ruang dipergunakan bersama sama dengan urutan
waktu. Untuk menyatakan urutan ruang itu antara lain kita dapat
menggunakan ungkapan-ungkapan: di sana, di sini, di situ, di .... pada . di
bawah, di atas, di tengah, di utara, di selatan, di depan, di belakang, di kiri,
di kanan, berhadapan, bertolak belakang, berseberangan, dan seterusnya.

c. Urutan Alur Penalaran

Berdasarkan alur penalarannya, suatu paragraf dapat dikembangkan


dalam urutan umum-khusus dan khusus-umum. Urutan ini telah dibicarakan
pada bagian terdahulu. Urutan ini menghasilkan paragraf-deduktif dan
induktit. Urutan umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah.
Tulisan yang paragrat-paragrafnya dikembangkan dalam urutan ini secara
menyeluruh lebih mudah dipahami isinya. Dengan mcmbaca kalimat-kalimat
pertama pada paragraf-paragraf itu, pembaca dapat mcngetahui garis besar
isi scluruh karangan.

d. Urutan Kepentingan

Suatu karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan


kepentingan gagasan yang dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan
ialah dari yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting atau
sebaliknya.

Contoh: Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun


hipotesis. Yang paling penting ialah penyusunan kerangka pikir berdasarkan
atas suatu teori yang dipergunakan sebagai landasan deduksi. Kerangka
pikir inilah yang akan menentukan apa hipotesis yang diajukan mengenai
hubungan variabel yang dimasalahkan. Hal berikutnya yang tidak boleh
diremehkan ialah aspek bahasanya suatu hipotesis harus dinyatakan dalarn
kalimat pernyataan yang merupakan proposisi. Tak kurang pentingnya ialah
persyaratan bahwa hipotesis harus dinyatakan sejelas mungkin dan
didukung oleh kalimat yang sesederhana mungkin.

2.5 Isi dari Karangan

Isi karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat
atau ciri sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi,
ramalan, dan sebagainya. Karya ilmiah berisi ilmu pengetahuan dan
teknologi, membahas permasalahan, pembahasan, dan pembuktian. Dalam
bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan fakta,
generalisasi, spekifikasi, klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, sebab-
akibat, analogi, dan perkiraan (ramalan).

1. Generalisasi dan Spesifikasi

Pada bagian terdahulu -secara sepintas telah disinggung penarikan kesirnpulan secara
induktif. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang
sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan
dcngan cara itu disebutgenerali.arsi. K.csimpulan yang dihasilkan disebut generalisasijuga, Jadi
gcncralisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang
diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan
rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan
fak ta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau ciri
khusus scbagai penjelasan lebih lanjut.

Contoh: Dari hasil penelitian Dr. Judith Rodin disimpulkan bahwa gula yang terdapat di
dalam buab-buaban yang disebut ftuktosa dapat menghilangkan rasa lapar, scdangkaa glukosa
yang biasauya terdapat dalam kue-kue dan permen menambah rasa lapar. Misalnya, ketika tapi
hanya sebentar saja karena energinya segera hilang. Hal ini disebabkan oleh pankreas yang
secara cepat mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah untuk.mengatasi naiknya kadar gula
yang cepat tadi. Segera setelah itu kadar gula darah anda akan menurun ke bawah normal. rMaka
ccpatlah cnergi tadi hilang dan anda akan merasa lebih lapar daripada sebclum sarapan. (Dikutip
dari Bola dengan beberapa perubahan).

Pada contoh tadi bagian yang dicetak miring merupakan generalisasi yang
dikembangkan Judith Rodin berdasarkan hasil penelitiannya. Generalisasi itu selanjutnya
dijelaskan dengan contoh yang dikemukakan dalam kalimat-kalimat bcrikutnva. Pernyataan yang
merupakan generalisasi biasanya menggunakan ungkapanungkapan: biasanya, pada umumnva,
sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, selalu, secara kescluruhan, pada galibnya, dan
sebagainya. Selanjutnya dalam kalimat yang merupakan penunjang generalisasi biasanya
digunakan ungkapan-ungkapan: misalnya, sebagai contoh, sebagai ilustrasi, untuk menjelaskan
hal itu, perlu dijelaskan, sebagai bukti, buktinva, menurut data statistik, dan sebagainya. Perlu
diingat selalu bahwa bukti-bukti atau rincian penunjang harus relevan dcngan generalisasi yang
dikemukakan. Suatu paragraf yang mencantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang
tidak logis. Generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau
pendapat (opini). Generalisasi faktual lebih mudah diyakini oleh pembaca daripada generalisasi
yang berupa pendapat atau penilaian (value judgement). Fakta mudah dibuktikan, mudah diuji
kebenarannya, sedangkan pendapat atau penilaian sulit dibuktikan dan diuji.
Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut:
(1) a. Masalah kcpendudukan merupakan masalah pokok yang dihadapi dunia.
b. Baginya masalah itu terlalu remeh.
(2) a. Guru adalah tenaga kependidikan.
b. Sudah selayaknva kalau guru lebih hanvak disoroti masyarakat.
Dengan segera dapat kita ketahui bahwa pernyataan-pernyataan (a) mengemukakan fakta,
sedangka (b) mengemukakan penilaian atau pendapat. Selanjutnya, generalisasi dapat mengenai
berbagai pokok pembicaraan, seperti sejarah, biografi, profesi, sastra/seni, teknologi, bangsa,
negara, dan sebagainya. Dalam paragraf generalisasi itu dapat dilctakkan pada bagian awal atau
akhir.

2. Klasifikasi

Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan


fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Dengan klasifikasi, fakta
ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dikenali hubungannya secara horizontal
dan vertikal ke samping serta ke atas dan ke bawah. Perhatikan bagan berikut :
Dari bagan di atas, dapat dilihat hubungan yang terdapat di dalam dan di antara setiap
kelompok. Kalau kita perhatikan bangsa Indonesia misalnya, kita dapat melihat hubungannya ke
samping dengan bangsa Filipina dan Jepang yang sama-sama merupakan bangsa Asia yang hidup
di Asia Kepulauan; ke bawah, kita lihat bangsa Indonesia diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam
suku-suku bangsa Aceh, Tapanuli, dan seterusnya. Prophyry, seorang filsuf yang hidup pada abad
ketiga membuat diagram hubungan untuk klasifikasi rentang manusia. Diagram tersebut dikenal
sebagai pohon Prophyry.

Suatu klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi, jika sudah sampai kepada
individu yang tidak dapat merupakan spesies atau jenis individu tidak dapat diklasifikasikan
lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Kita dapat mengatakan
misalnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak Manusia adalah Dani, karena Dani adalah
individu dan bersifat unik. Suatu kelas (kelompok) dalam sistem klasifikasi bukanlah sekedar
merupakan jumlah individu anggota kelas tersebut. Suatu kelas terbentuk berdasarkan ciri-ciri
tertentu yang merupakan kriterianya. Kita dapat menentukan kelas sesuatu bila kita mengetahui
kriteria tersebut. Misalnya ciri-ciri apa yang harus ada pada kelompok hewan agar dapat
dimasukkan ke dalam kelompok/kelas mamalia? Adanya tulang belakang? Jadi, apakah burung
dan reptilia juga mamalia? Hewan hanya dapat disebut mamalia jika memiliki ciri-ciri khusus
yang sesuai dengan ciri-ciri mamalia: berdarah panas, bernapas dengan paru-paru, dan
melahirkan (mempunyai plasenta). Sama halnya dengan manusia. Suatu
Daniel Y. Sullivan, Fundamentalis of Logic (New York : McGraw-Hill Book Company,
Inc.1983) p.54.

Makhluk baru dapat dimasukkan ke dalam kelas manusia bila merniliki ciri-ciri
kemanusiaan, yaitu berakal budi. Suatu kelas ditandai oleh ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh
setiap anggota kelas tanpa kecuali. Dengan kata lain, setiap anggota kelas harus memiliki semua
ciri tersebut, sehingga dapat dibedakan dari anggota kelas lainnya. Perlu anda ingat bahwa
klasifikasi atau pengelompokan/penggolongar hcrbeda dengan pembagian. Pembagian lebih
bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Misalnya, seratus orang mahasiswa
dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri dari dua puluh orang. Ini merupakan pembagian.
Tetapi jika pembagian itu didasarkan atas tinggi badan atau fakultasnya, maka pembagian itu
merupakan klasifikasi, yaitu berdasarkan tinggi badan atau fakultas, Dengan demikian, kelas
yang terbentuk akibat klasifikasi mungkin tidak sama besarnya. Ada kelas yang besar dan di
dalamnya terdapat sekelompok anggota yang memiliki ciri khusus tertentu, dan kelompok lain
yang mempunyai ciri khusus yang lain, Kelas tersebut dapat dipecahkan ke dalam kelas bawahan
berdasarkan ciri tadi.
3. Sebab dan Akibat
Suatu peristiwa dapat menyebabkan serangkaian akibat sehingga
timbullah serangkaian sebab-akibat. Berikut merupakan proses
mengarang dengan penalaran sebab-akibat:
1) Menentukan topik,
2) Menentukan pola,
3) Menentukan sebab,
4) Mulai menulis dengan kalimat topik yang menjadi sebab,
5) Menjelaskan sebab-sebab tersebut, mengapa sebab-sebab itu terjadi,
6) Menyebutkan/menjelaskan akibat yang ditimbulkan.

Kata atau ungkapan yang lazim digunakan:


oleh sebab itu, dengan pertimbangan bahwa
oleh karena itu,
akibatnya,
alhasil, jadi,
sebab,
dengan alasan itu,
dengan alasan itu, pengalaman membuktikan bahwa,
karena.

4. Analogi
Analogi adalah bentuk suatu kias persamaan atau perbandingan dua
atau lebih objek yang berlainan.

Secara garis besar analogi dapat dibedakan atas:


1) Analogi sederhana
Mudah dipahami karena mencari persamaan dua objek yang tidak
menuntut penjelasan fakta secara mendalam.
Mencari persamaan dua objek berdasarkan salah satu dari objek
tersebut yang sudah diketahui.
Contoh: Gadis itu bagaikan bunga mawar di kelas kami

2) Analogi yang berupa kiasan


Sulit dipahami karena bersifat subjektif.
Mencari persamaan dengan menggunakan ungkapan atau kiasan.
Contoh: Daya pikir mahasiswa itu tajam.

Analogi berdasarkan pengungkapan Isi:


1) Analogi deklaratif
Menjelaskan suatu objek yang belum dikenal berdasarkan
persamaannya dengan objek yang sudah dikenal.
Tidak menghasilkan simpulan.
Tidak memberikan pengetahuan baru.
Kata-kata yang digunakan dalam analogi deklaratif adalah bagaikan,
laksana, seperti, bagai.
se.... (misalnya seindah).
Contoh: Ia berdiri di depan kelas dengan wajah merah padam.
Matanya melotot bagaikan Batara Kala yang sedang marah. Lalu, sambil
meletakkan pistol dari tangan kirinya di meja, seperti militer siap tembak
musuh. Ia memukul meja di hadapannya, sambil berteriak tak terkendali.
Suaranya menggelegar, mengejutkan seperti guntur di musim panas.
Semua orang yang hadir terdiam dan mengerut seperti bekicot disiram
garam.

2) Analogi induktif

Menjelaskan suatu objek yang dapat memberikan pengetahuan baru.


Menghasilkan suatu kesimpulan induktif yang khusus (bukan
generalisasi).
Kesimpulan dapat dijadikan dasar pengetahuan bagi objek yang lain,
berdasarkan persamaan ciri.
Kata-kata yang sering digunakan: maka, dengan demikian, dengan
begitu.

Contoh: Pada pertengahan Juli 1981, Saya pergi ke kampus London


University untuk mengikuti kuliah pagi. Masih ada waktu 30 menit untuk
mengikuti kuliah tersebut maka Saya dapat berjalan santai sambil
menikmati musim panas yang masih terasa sejuk. Di depan kampus, tiba-
tiba Saya mendengar teriakan, Halo Indonesia . Saya menengok ke
arah suara, sambil bertanya, How do you know ? . Meraka bertiga
menjawab dalam bahasa Indonesia, Mudah saja, walaupun Anda tampak
seperti orang philipin, jalan Anda persis orang Indonesia. Santai ! .
Dengan pengalaman itu, saya perlu mengubah jalan Saya. Walaupun tidak
secepat orang Inggris atau orang Eropa pada umumnya. Mereka benar.
Orang berjalan santai berisiko dicopet, dipalak, atau sejenisnya. Tegasnya,
Saya harus berjalan cepat seperti kebiasaan orang Eropa.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji


hubungan-hubungan fakta yang terdapat dalam karangan sampai
menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian
baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan itu
menghasilkan sebuah analisis induktif dan deduktif. Induktif dan deduktif
pada dasarnya merupakan proses bernalar yang nantinya akan
menghasilkan suatu simpulan. Dalam karangan terdapat isi karangan. Isi
karangan tersebuta meliputi generalisasi, klasifikasi, perbandingan dan
pertentangan, sebab dan akibat, analogi, ramalan dan perkiraan, dan
simpulan.

3.2 Kritik dan Saran

Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca dan kami selaku
pemateri mendapatkan manfaatnya. Dan apabila terdapat kekhilafan dan
kekurangan dalam penulisan atau penyajian makalah ini kami senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah
ini lebih bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Alek dan Achmad., 2010, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,


Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Arifin, Zainal dan Tasai, Amran., 2006, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta : Akapres

Muawanah, Siti., 2012. Bahan Ajar Bahasa Indonesia Jurusan KPI, Bahsasa
Inggris, Bahasa Arab. Palangka Raya: Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri.

Anda mungkin juga menyukai