Anda di halaman 1dari 11

Definisi Salah Nalar

            Salah nalar merupakan Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru,
atau cacat. Dalam proses berpikir sering sekali kita keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan,
kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan, atau ketidaktahuan.
Contoh salah nalar :
Emilia, seorang alumni STIE Serelo Lahat, dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh
sebab itu, Halimah seorang alumni STIE Serelo Lahat, tentu dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik.

2.2 Macam-macam Salah Nalar


            Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang tepat pada sasarannya, oleh karena itu
dalam berkomunikasi perlu kita perhatikan kalimat dalam berbahasa Indonesia secara cermat.
Sehingga salah nalar dapat terminimalisasikan.
Ada beberapa macam salah nalar, yakni sebagai berikut :
a.    Deduksi yang salah
     Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak memenuhi
persyaratan.
     Contoh dari Deduksi yang salah :
-          Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.

b.   Generalisasi Terlalu Luas


Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak
seimbang dengan besarnya generalisasi tersebut sehingga kesimpulan yang diambil menjadi
salah.
Contoh Generalisasi Terlalu Luas :
-          Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
-          Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.

c.    Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif


Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban
yang ada.
Contoh Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif :
-          Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.
-          Petani harus bersekolah supaya terampil.

d.   Penyebab yang Salah Nalar


Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya
pergeseran maksud.
Contoh Penyebab yang Salah Nalar :
-          Hendra mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
-          Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.

e.    Analogi yang Salah


Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan
anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh Analogi yang Salah
-          Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
-          Pada hari senin Patriana kuliah mengendarai sepeda motor. Pada hari selasa Patriana kuliah juga
mengendarai sepeda motor. Pada hari rabu patriana kuliah pasti mengendarai sepeda motor.
-          Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin divisi.

f.     Argumentasi Bidik Orang


Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang
diembannya.
Contoh Argumentasi Bidik Orang :
-          Kusdi kesulitan membuat tugas makalah bahasa Indonesia karena tidak mempunyai materi
bahasa Indonesia.
-          Deliana tidak bias menikah lagi karena ia sudah janda.

g.    Meniru-niru yang Sudah Ada


Salah nalar jenis ini berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau
orang lain melakukan hal itu.
Contoh Meniru-niru yang Sudah Ada :
-          Kita bisa melakukan korupsi karena pejabat pemerintah melakukannya.
-          Saat Ujian Akhir Semester mata kuliah Bahasa Indonesia Slamet mencotek, karena pada mata
kuliah Statistik Fitriawati juga mencontek.  

h.   Penyamarataan Para Ahli


Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan yang
sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan mengambil kesimpulan.
Contoh Penyamarataan Para Ahli :
-          Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia adalah Diska, Sarjanah Ekonomi.
-          Sarifah pandai membuat kue, ia adalah lulusan SMEA.
         
1.3    Salah Nalar dalam Komunikasi
            Salah satu penyampaian komunikasi adalah berita, baik itu dari media elektronik, ataupun
dari media massa. Penyampaian berita yang dsampaikan sering sekali terjadi kesalahan dalam
berpikir, sehingga dapat mengakibatkan kesalahan dalam penalaran/nalar bagi penerima berita.
Kekurangcermatan seseorang atau jurnalis dalam melihat hubungan logis antara satu fakta
dengan fakta lain dalam konteks hubungan sebab-akibat, dan kekurangcermatan itu kemudian
dituangkan dalam teks berita, bisa menyesatkan “logika” pembaca atau pemirsa. Ketika pembaca
atau pemirsa menganggap teks yang dihasilkan jurnalis itu sebagai sebuah kebenaran, maka
kesesatan logika pun jadi dianggap benar.
            Fakta berupa pernyataan yang mengandung salah  nalar atau sesat logika memang bisa
saja berasal dari narasumber. Bisa saja narasumber sengaja untuk kepentingan tertentu, atau tak
sengaja karena sebab tertentu. Namun, bukan berarti jurnalis bisa begitu saja meloloskannya 
menjadi fakta dalam teks berita. Bahkan, pada tahap awal, jurnalis  seharusnya langsung
mempersoalkan pernyataan yang salah nalar itu kepada narasumber.

Sebagai contoh pernyataan salah nalar muncul di dua media cetak, Kedaulatan Rakyat (24/3/09,
hal 24) dan Koran Tempo (25/3/09, hal B3) :
-       Pada Kedaulatan Rakyat, salah nalar muncul di alinea ke-5 berita berjudul Golput Rugikan
Proses Demokrasi. Berita ini memuat pernyataan dua pimpinan partai politik tentang golput pada
saat keduanya kampanye, yaitu Yusril Ihza Mahendra (Ketua Majelis Syuro Partai Kebangkitan
Bangsa) dan MS Kaban (Ketua Umum Partai Bulan Bintang).
Alinea ke-5 berita tersebut, yang hanya terdiri atas tiga kalimat (dua kalimat tak langsung dan
satu kalimat langsung berupa kutipan), memuat pernyataan MS Kaban tentang golput. Alinea
selanjutnya berisi topik lain yaitu tentang panwaslu. 
Alinea ke-5 ditulis demikian:
Hal senada diungkapkan Ketua Umum PBB, MS Kaban. Menurut Kaban, golput merupakan
tindakan orang yang tidak bertanggungjawab. “Sebab kita saat ini sedang mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.

-       Pada Koran Tempo salah nalar muncul pada berita tentang kelangkaan pupuk. Persoalan salah
nalar  mulai di judul hingga di tubuh berita. Judul berita suratkabar ini demikian: Pupuk Langka
karena Petani Belum Ikut Kelompok Tani.
Pada lead  (memimpin), salah nalar di judul dipertegas.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah Aris Budiono menyatakan kelangkaan atau
kesulitan petani dalam memperoleh pupuk pada musim tanam kedua tahun ini disebabkan masih
banyak petani yang belum masuk kelompok tani.
Jadi, maksud dari penalaran adalah untuk menemukan kebenaran. Dan Kebenaran dapat
dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi :
         Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah.
         Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun
material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis
tepat.
         penyebab salah nalar
         Penulis: Ashadi Siregar dkk

I. Memberitakan Peristiwa, Untuk Apa?

Berita merupakan rekonstruksi tertulis dari peristiwa yang terjadi. Peristiwa perlu diberitakan
paling tidak karena dua alasan, yaitu untuk memenuhi tujuan politik keredaksian suatu media
massa atau memenuhi kebutuhan pembaca.

Tujuan politik suatu media massa diantaranya tujuan ekonomis, yaitu tercapainya oplah
penjualan tinggi, dan tujuan ideologis, yaitu untuk mempengaruhi dan membujuk pembaca agar
berbuat serta bersikap sesuai dengan tujuan ideologis yang hendak dicapai.

Dari sisi pembaca, alasan memberitakan suatu peristiwa terletak dalam sikap manusia yang
selalu ingin memperbaiki dan meningkatkan harkat kehidupannya. Dalam upaya itu, manusia
selalu ingin mencari informasi agar ia dapat mengetahui apa yang harus ia lakukan serta
bagaimana melakukannya.

Kedua hal di atas merupakan latar belakang untuk apa berita ditulis, yaitu memenuhi
kepentingan pembaca dan kepentingan media massa dalam mencapai tujuan masing-masing.
Adanya kepentingan yang melatarbelakangi penulisan berita membuat wartawan selalu memilih
peristiwa yang diberitakan. Peristiwa hanya pantas diberitakan apabila mengandung nilai
informative bagi pembaca dan sesuai dengan tujuan media massa. Oleh karenanya wartawan
juga harus tahu segmentasi dan karakteristik dari pembaca media massa tempat ia bekerja.

Mengenali Karakteristik Pembaca

Surat kabar atau majalah berita diterbitkan berdasarkan kebutuhan informasi pembacanya. Oleh
karena itu berita yang dimuat harus cocok dengan pembacanya (penting atau menarik). Dengan
demikian, apa yang diberitakan dan bagaimana berita itu ditulis agar bermanfaat sekaligus
mudah dipahami pembaca menjadi pertimbangan dasar dalam menulis berita. Konsekuensinya,
apa yang diberitakan dan bagaimana berita itu ditulis hanya dapat diketahui setelah mengenali
siapa pembaca yang dituju.

Mengenali siapa pembaca berarti mengenali latar belakang pembaca, apa kecenderungan mereka
dalam menggunakan informasi yang diperoleh lewat pemberitaan surat kabar. Secara umum,
latar belakang pembaca dapat dikenali berdasarkan tiga aspek yaitu aspek geografis, aspek
sosiografis, dan aspek psikografis.

1. Aspek Geografis : Pembaca terbesar surat kabar berada di sekitar lokasi di mana surat kabar
itu diterbitkan. Kondisi social-budaya setempat berpengaruh terhadap karakter setiap orang yang
beriam dalam jangka waktu di tempat tersebut.
2. Aspek Sosiografis : Perbedaan status sosial (berkaitan erat dengan tingkat kemampuan
ekonomi) berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan informasi. Orang yang berada pada lapisan
masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi tinggi, yang otomatis memiliki akses dan
kekuasaan di bidang tertentu, maka ia akan membutuhkan informasi yang lebih mengenai hal-hal
yang berguna untuk mempertahankan kekuasaan dan kepemilikannya tersebut.
3. Aspek Psikografis : Latar belakang budaya berpengaruh terhadap minat baca dan minat
terhadap informasi. Latar belakang budaya juga berperan dalam pembentukan citarasa pembaca
terhadap informasi.

Ketiga faktor di atas berperan serempak dalam pembentukan karakter seseorang. Dari sinilah
dapat dikenali siapa sesungguhnya pembaca itu. Kecenderungan pembaca sangat memperngaruhi
pilihan mereka pilihan mereka terhadap informasi yang dianggapnya penting atau menarik.
Itulah sebabnya wartwan harus mengenali secara tajam siapa pembaca medianya. Pengenalan itu
yang akan membantu wartwan dalam memutuskan peristiwa apa yang layak dijadikan berita.

Kriteria Layak Berita

Perbedaan karakteristik pembaca dan perbedaan politik keredaksian menyebabkan tidak semua
peristiwa diberitakan oleh suatu media massa. Peristiwa yang diberitakan sangat tergantung pada
siapa yang dipilih sebagai pembaca dan apa tujuan penyampaiannya.

Bagi wartawan pemula, pengenalan dan pemahaman tentang karakteristik pembaca bukan saja
akan memfokuskan perhatiannya ketika menjalankan profesi kewartawanan, tapi juga
mengarahkannya untuk memutuskan apa saja yang layak diberitakan.

Secara umum, kejadian yang memiliki nilai berita atau layak berita adalah yang yang
mengandung beberapa unsure di bawah ini:

1. Significance (penting), yaitu kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi kehidupan orang


banyak.

2. Magnitude (besar), yaitu kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan
orang banyak.

3. Proximity (kedekatan), yaitu kejadian yang dekat dengan pembaca (geografis atau emosional)

4. Timeliness (waktu), yaitu kejadian yang menyangkut hal-hal baru.

5. Prominence (tenar), yaitu yang menyangkut hal-hal ketenaran.

6. Human Interest (manusiawi), yaitu kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca.

II. Mengenali Realitas

Peristiwa sebagai suatu realitas sesungguhnya dibangun oleh sejumlah fajta. Fakta dari suatu
realitas bisa berserakan tanpa meperlihatkan hubungan satu sama lain, baik hubungan dalam
pengertian tempat, waktu, atau hubungan logis. Kondisi semacam ini tentu menyulitkan
wartawan ketika terjun ke lapangan untuk mengumpulkan fakta. Dengan demikian, sebelum
dapat diuji apakah suatu peristiwa sebagai suatu realitas memiliki unsur-unsur yang memnuhi
kriteria layak berita, dibutuhkan pemahaman terhadap apa yang disebut sebagai realitas. Dari
situlah baru dapat dilihat fakta apa saja yang terdapat di dalam realitas sebagai unsur yang
membangunnya.

Wartawan harus memiliki kepekaan terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Wartawan
yang tidak memiliki kepekaan yang tidak memiliki kepekaan dan pengetahuan sosial akan
melaporkan suatu kejadian dengan fakta yang sedanya dan berita yang ditulisnya pun seadanya.
Wartawan harus memiliki bekal pengetahuan sosial dan berpikir kontekstual agar dapat
membaca gejala sosial. Fakta-fakta yang dukumpulkan dari realitas yang terjadi itu, disusun
menjadi suatu yang membentuk suatu gejala sosial yang berujung pada permasahan sosial.

III. Mengumpulkan Fakta

Suatu peristiwa terjadi tidak dengan sendirinya. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan
peristiwa itu terjadi. Faktor itu dapat menjadi fakta yang dapat membuat suatu peristiwa terjadi.
Fakta-fakta yang membangun suatu realitas tidak dengan sendirinya tersedia. Wartawan harus
mencari dan mengumpulkannya dengan berbagai cara. Berdasarkan fakta yang dikumpulkan
kemudian berita ditulis. Berita yang baik hanya dapat ditulis apabila didukung oleh fakta yang
lengkap dan akurat. Pencarian dan pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan observasi ,
wawancara, atau melakukan riset dokumentasi.

1. Observasi : observasi dipakai jika wartawan berada di tempat kejadian. Wartawan berada
secara fisik di tempat kejadian dan mencatat kesan tentang kejadian itu. (mendeskripsikan fakta
melalui indera).

2. Wawancara : bertanya kepada orang lain untuk memperoleh fakta atau latar belakang suatu
masalah. Wawancara digunakan untuk mencari fakta yang tidak dapat dicari dengan observasi.

3. Riset Dokumentasi : dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh fakta/ data yang berasal dari
dokumentasi tertulis. Fakta yang dimaksud bisa berupa angka yang dituangkan dalam table,
dapat berupa bagan, atau wacana yang tersimpan sebagai dokumen yang diarsip.

IV. Mengidentifikasi Fakta

Banyak fakta yanhg dapat dikumpulkan dari suatu kejadian, namun belum tentu semua fakta
tersebut dapat dijadikan materi dasar untuk menulis berita. Nilai penting suatu fakti juga berbeda
bagi setiap pembaca. Lalu, bagaimana wartawan secara mudah memilih fakta mana yang
diperlukan dan mana yang tidak? Wartawan perlu menentukan lebih dulu, dari fakta yang
diperoleh berdasar 5W+H, fakta mana yang paling penting atau paling menarik untuk diketahui
pembaca. Ciri berita yang baik:

1. Faktual : peristiwa yang diberitakan memiliki fakta yang sungguh nyata, dapat diperiksa
kebenarannya.
2. Aktual : peristiwa yang diberitakan mengandung fakta yang sungguh baru pada saat berita
disiarkan, masih menjadi pembicaraan publik.

3. Akurat : peristiwa disajikan persis seperti apa adanya.

4. Unik : di luar kebiasaan.

5. Langka : jarang terjadi atau jarang ditemukan.

6. Dramatis : tindakan luar biasa.

7. Kontroversi : belum ada kesepakatan umum.

8. Konflik : terdapat perbedaan kepentingan.

V. Kritis Terhadap Fakta

Tugas wartawan adalah merekonstruksi suatu peristiwa. Oleh karena diperlukan sikap kritis agar
fakta yang digunakan untuk membangun rekonstruksi berhasil menampilkan gambaran yang
mendekati realitas sebenarnya. Tanpa sikap kritis ketika mencari atau mengumpulkan fakta,
besar kemungkinan fakta yang diperoleh hanya fakta mentah tanpa makna.

Sikap kritis dapat tumbuh dengan terus menerus melatih kemampuan untuk melihat perbedaan
atau persamaan lewat klasifikasi, analisis bagian, dan analisis proses.

1. Klasifikasi : suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan hasil atau objek
penginderaan kita dalam kelompok-kelompok (kelas-kelas) tertentu. Klasifikasi ingin melihat
objek-objek dalam suatu konteks logis, untuk melihat hubungan antara satu objek dengan objek
lainnya.

2. Analisis Bagian : berusaha menentukan batas-batas unsur-unsur yang membentuk suatu objek.

3. Analisis Proses : disebut juga analisis tahap, sebagai bagian dari seluruh proses. Merupakan
analisis yang dilakukan jika bagian-bagian yang dikemukakan dapat berubah, atau
menggerakkan keseluruhan itu.

Penalaran Induktif

Salah satu kendala wartawan adalah sukar untuk menangkap secara tepat pola hubungan yang
terjalin antara bebagai fakta/ aspek. Kendala itu dapat diatasi dengan penalaran induktif yang
dapat ditafsirkan penalaran yang berawal dari yang khusus dan berakhir pada yang umum.
Kesimpulan induktif selalu berupa generalisasi. Generalisasi ini harus dihindari wartawan dalam
pekerjaan jurnalistik. Seorang wartawan hanya perlu menguraikan fakta. Meskipun menghadapi
fakta yang sama, wartawan tidak perlu membuat generalisasi, melainkan merinci fakta tersebut
dalam data konkret.
Yang ditegaskan di sini adalah bagaimana wartawan menggunakan penalaran induktifyang
diperlukan untuk membuat kesimpulan yang sifatnya sementara. Akan tetapi kesimpulan ini
tidak untuk ditulis di surat kabar. Penalaran induktif juga digunakan wartawan untuk menguji
kebenaran pernyataan seseorang yang memberi kesaksian tentanhg suatu kejadian. Selain itu,
penalaran induktif juga berguna untuk meramalkan fakta yang akan terjadi.

Penalaran Deduktif

Deduktif sering disebut penalaran dari yang umum ke khusus atau penerapan generalisasi pada
peristiwa yang khusus untuk kesimpulan. penalaran deduksi namanya silogisme yang terdiri dari
tiga bagian yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Penalaran deduktif berguna
membantu wartawan yang menganilisis kualitas maupun sifat suatu fakta sebagai premis minor
pada premis mayor yang benar.

Salah Nalar

Wartawan sering menghadapi persoalan salah nalar ini ketika mengumpulkan fakta di lapangan
atau sewaktu mewawancarai seseorang untuk memperoleh kesaksian atau pendapat tentang suatu
peristiwa. Salah nalar (fallacy) ialah gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesimpulan yang
keliru. Berikut ini dipaparkan sejumlah salah nalar:

1. Deduksi yang salah : kesimpulan yang salah dalam silogisme yang salah satu premisnya tidak
memenuhi syarat. Kesimpulan yang salahakan mengarahkan wartawan mengumpulkan fakta
yang salah. Akibatnya tulisan yang disusun pasti slah pula

2. Generalisasi yang terlalu luas : disebut juga induksi yang salah karena jumlah percontohannya
tidak memadai.

3. Pemikiran “Atau ini” dan “Atau itu” : berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang
rumit dari dua sudut pandang saja.

4. Salah nilai atas penyebab : generalisasi induktif disusun berdasarkan pengamatan sebab dan
akibat, tapi kita kadang tidak menilai sebab suatu peristiwa atau hasil dengan teliti.

5. Analogi yang salah : analogi adalah usaha perbandingan dan merupakan upaya yang berguna
untuk mengembangkan perenggang. Akan tetapi analogi tidak membuktikan apa-apa dan analogi
yang salah dapat mnyesatkan logika.

6. Penyampaian masalah : penilaian terhadap suatu masalah bisa mengandung salah nalar apabila
dilatorbelakangi oleh suatu sikap penolakan terhadap pendapat lain namun tanpa didukung oleh
argumentasi yang logis.

7. Pembenaran masalah lewat pokok sampingan : salah nalar muncul jika argumentasi
menggunakan pokok-pokok pikiran yang tidak langsung atau hal yang remeh temeh untuk
membenarkan pendiriannya.
8. Argumentasi Ad Hominem : terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya buka
masalahnya.

9. Imbauan pada keahlian yang patut disangsikan : jika wartawan menemukan narasumber yang
mengandalkan pihak lain untuk membenarkan pendapatnya sendiri.

10. Non sequitur : salah nalar ini mengambil kesimpulan berdasar premis yang tidak ada sangkut
pautnya.

VI. Meliput Berita

Peristiwa dapat dibedakan atas sejumlah kategori. Kategori ini dibuat berdasarkan waktu
terjadinya peristiwa dan juga proses yanhg mengikuti suatu peristiwa :

1. Berita berdasarkan peristiwa momentum : berita ini ditulis berdasarkan terjadinya suatu
peristiwa yang timbul begitu saja tanpa diduga sebelumnya.

2. Berita berdasarkan peristiwa teragenda : ditulis berdasar peristiwa yang telah diketahui
sebelumnya kapan peristiwa itu akan terjadi.

3. Berita lanjutan (follow up) : ditulis sebagai kelanjutan suatu berita yang telah disiarkan
sebelumnya. Biasanya menyiarkan perkembangan terakhir dari suatu peristiwa.

Kendala Peliputan

1. Wartawan pemula sering gagal melihat peluangbahwa suatu peristiwa mungkin tidak cukup
diberitakan sekali saja.

2. Adapula wartawan yang tidak dapat mengeksplorasi lebih dalam apa yang layak dan dapat
ditulis dari peristiwa teragenda

Cantelan Berita (News peg)

Konsep news peg dapat membantu wartawamn untuk menggali dan mengembangkan ide
sebelum ia dapat memastikan apa yang akan diliput. Cantelan berita dapat dirumuskan sebagai
suatu kalimat atau alinea yang memperlihatkan kaitan masalah yang diungkapkan dalam tulisan
terhadap suatu kejadian yang sedang aktual. Cantelan berita banyak digunakan saat menulis
berita khas atau laporan mendalam.

Melokalisasi Berita

Diandaikan bahwa peristiwa yang terjadi di kota lain telah diberitakan oleh sejumlah media
massa, sangat mungkin terjadi di kota yang berbeda.

Memutakhirkan Masalah
Cara ini disebut up-dating, yaitu memberitahukan perkembangan terbaru suatu peristiwa yang
telah terjadi dan pernah diberitakan.

Perangkap Bidang Cetak

Bayangan bahwa redaktur hanya menyediakan kolom terbatas untuk memuat berita tertentu,
tanpa disadari menumbuhkan keengganan wartawan untuk mengumpulkan fakta sebanyak-
banyaknya dan menyusun laporan panjang.

VII. Dasar Bahasa Jurnalistik

Dalam perannya sebagai komunikator, penguasaan wartawan atas bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan suatu informasi sangat menentukan apakah informasi itu dapat dipahami
pembaca. Karena itu diperlukan pengetahuan tata bahasa agar dapat menggunakan alat-alat
perangkat bahasa lebih efektif. Tujuan utama mempelajari tata bahasa seyogyanya ialah untuk
meningkatkan penggunaan alat-alat bahasa serta penguasaan bahasa.

Mahir Menggunakan Kata

Kemampuan memilih kata dan menuliskannya secara benar tergantung pada pemahaman
terhadap konsep ejaan, pembentukan kata, dan juga penguasaan atas makna yang tepat.

Mencermati Ejaan

Masalah ejaan bukan merupakan tolak ukur menentukan tingkat kebudayaan, dalam hal ini
kebudayaan tulis seseorang.

Menyiasati Pembentukan Kata

Dalam, penulisan, apakah kata dipakai dalam bentuk dasar atau dalam bentuk pengembangan
bentuk dasar, sangat tergantung pada makna yang hendak digambarkan lewat kata tersebut. Bagi
wartawan atau penulis, yang utama dalam hal penguasaan masalah pembentukan kata bukanlah
untuk memahami maknanya seluas-luasnya. Menguasai cara pembentukan kata diperlukan untuk
menulis ungkapan dengan makna yang tepat.

Pembentukan kata selalu dikaitkan dengan kata dasar, pengembangan bentuk dasar tersebut,
maupun pemberian imbuhan. Baik kata dasar maupun imbuhan adalah morfem. Terdapat
sejumlah proses pembentukan kata. Yang terpenting adalah proses morfologi, proses
pembubuhan afiks, pengulangan kata, dan pengelompokkan kata.

Proses morfologi ialah ialah proses pembentukan kata dari bentuk lain yang merupakan bentuk
dasarnya. Dalam bahasa Indonesia terdapt tiga proses morfologi ialah proses pembubuhan afiks,
prosaes pengulangan, dan proses pemajemukan.

Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada sesuatu bentuk, baik bentuk tunggal
maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata.

Jurnalistik selalu menuntut fakta disajikan secara terukur, meskipun bukan lewat ungkapan
matematis. Bahasa memberi alat Bantu untuk mengatasi persoalan ini, yaitu dengan
menggunakan kata ulang. Kata ulang dapat digunakan untuk mneggambarkan jumlah atau
frekuensi yang berkaitan dengan suatu fakta.

Argumentasi ad huminem

Ad hominem (yang berarti "tertuju pada pribadi atau karakter seseorang"), yang merupakan
singkatan dari argumentum ad hominem, adalah upaya untuk menyerang kebenaran suatu klaim
dengan menunjuk sifat negatif orang yang mendukung klaim tersebut. [1] Penalaran ad
hominem biasanya dipandang sebagai kesesatan logika.[2][3][4]
Contoh dari ad hominem adalah:

 Carl Sagan adalah seorang pemakai ganja, maka karya-karyanya ngawur.


 Jimi Hendrix meninggal karena overdosis, jadi musiknya jelek.
 Karena dia hanya murid, maka semua pernyataannya pasti salah.

Anda mungkin juga menyukai