KONSEP ETIKA
Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah atau karya tulis yang berjudul
“KONSEP ETIKA ”. Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini akan dapat memberikan
informasi kepada kita dan dapat dijadikan suatu referensi dalam menambah wawasan dan
pengetahuan.
Namun kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sebegai penyusun makalah ini sangat berharap
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………...4
A. Latar Belakang……………………………………………………...…………...4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..…...5
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………..…5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………6
E. Etika Bisnis………………………………………………………...…………….24
F. Etika Profesi……………………………………………………………………..28
H. Pengendalian Diri……………………………………………………………….33
A. KESIMPULAN………………………………………………………………….35
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELKANG
Pada kondisi bisnis yang penuh persaingan dewasa ini, berbisnis secara etis sekaligus
mencari laba maksimal sepertinya tidak mungkin dilakukan. Banyak pelaku bisnis yang
meninggalkan etika yaitu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang dari nilai dan norma moral
yang diterima umum dalam masyarakat. Sebagai contoh misalnya melakukan kolusi dan
nepotisme dengan pejabat pemerintah untuk memenangkan lelang proyek bisnisnya. Ada
keprihatinan banyak pihak akan berkembangnya fenomena cara-cara bisnis yang tidak etis atau a-
moral tersebut, bahkan ada angapan bahwa praktik bisnis a-moral sebagai sesuatu yang sah jika
ingin meraih keuntungan yang melimpah. Nugroho (1996) menyebutkan bahwa perkembangan
bisnis yang begitu pesat seringkali memaksa pelaku bisnis demi mengejar keuntungan
bersinggungan dengan masalah etika, meskipun tanpa harus melangar hukum dan peraturan.
Di dalam praktik bisnis tidak ada seorang pebisnis pun yang ingin menderita rugi, karena
laba merupakan basis kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Suseno
(1994) bahwa pandangan pelaku bisnis adalah prinsip ekonomi yaitu keinginan untuk memperoleh
pebisnis melakukan praktik bisnis yang curang. Berbagai cara ditempuh untuk memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Diversifikasi bisnis, usaha monopoli dan hak istimewa
dari pemerintah banyak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mengabaikan hak-hak pekerja,
4
jaminan sosial, keselamatan kerja dan ketentuan upah minimum. Oleh karena itu penerapan konsep
bisnis yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat tampak masih jauh dari harapan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
5
BAB II
PEMBAHSAN
1. Definisi Etika
Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau
adat. Pengertian umum etika dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: (1) ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajuban moral (akhlak), (2) kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh
suatu golongan atau masyarakat. Sementara itu, Bertens (1993: 4) mengartikan etika sebagai ilmu
yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma
yang menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi pengaturan tingkah lakunya.
Etika (Yunani Kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan) adalah cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat pendapat spontan kita.
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan
dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistemastis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah, etika merupakan suatu ilmu . sebagai suatu ilmu, objek dari
etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti
juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, maksudnya adalah etika
6
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Sebagai suatu subjek, etika
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan – tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah
refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral, cabang dari filsafat yang
Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Etika dalam
orientasi cara ia menjalani hidupnya melalui rangkaian kehidupan sehari – hari. Ada dua macam
etika yang harus kita pahami bersama dengan menentukan baik dan buruknya perilaku manusia :
1. Etika Deskriptif
Mendiskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan
tentang baik dan buruk, tindakan – tindakan yang diperbolehkan. Objek penelitiannya
2. Etika Normatif
Dalam hal ini, sesorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang
manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu
1. Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar cara manusia bertindak secara etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moraldasar yang menjadi pegangan bagi manusia
dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
7
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas pengertian umum dan
teori-teori
2. Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud:Bagaimana saya mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari
oleh cara, teori atau prinsip-prinsip moral dasar, bagaimana saya menilai perilaku saya dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi
yang memungkinkan manusia bertindak etis? Cara bagaimana manusia mengambil suatu
keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada di baliknya. Etika
dirinya sendiri
b) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain
dengan tajam karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri sebagai anggota umat manusia
saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
Sumber-Sumber Etika
1) Agama, Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
8
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral merupakan
cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan
hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari
hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal
dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari. Etika tidak dapat
menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi
moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan
tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan
sekadar indoktrinasi
2) Filsafat, Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Ia lahir
pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani
di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid
yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-prinsip
matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran reinkarnasi. Menurut
mereka badan merupakan kubur jiwa (somasema,”tubuh-kubur”). Agar jiwa dapat bebas
dari badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa
secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan bermatematika, manusia dibebaskan dari
ketertarikan indrawi dan dirohanikan. Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM)
bukan hanya mengajarkan bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-
9
bagian terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi
adalah apa yang enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu
kerangka pengertian hedonistik. Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika
pertama ditulis oleh Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat
uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato
tentang hidup yang baik. Intuisi dasar Plato tentang hidup yang baik itu mempengaruhi
filsafat dan juga kerohanian di Barat selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern paham
tentang keterarahan objektif kepada Yang Ilahi dalam segala yang ada mulai ditinggalkan
dan diganti oleh pelbagai pola etika; diantaranya etika otonomi kesadaran moral Kant
adalah yang paling penting. Etika Plato tidak hanya berpengaruh di barat, melainkan lewat
Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan sufi Muslim. Disinilah nantinya jalur
hubungan pemikiran filsafat yunani dengan pemikir muslim seperti Ibn Miskawaih yang
filsafat etika. meskipun para ahli memberikan makna kebahasaan yang cukup beragam
terhadap kata etika itu, namun makna-makna itu pada umumnya tetap berada pada
kesusilaan dan semisalnya. Sementara itu pengertian kata moral, yang secara etimologis
berasal dari bahasa Latin mos dan jamaknya adalah mores berarti kebiasaan dan adat.
Dalam bahasa Indonesia, kata Suwito, pada umumnya kata moral diidentikkan dengan kata
etika.
memberikan ruang secara eksplisit terhadap etika. Ruang eksplisit yang dimaksud adalah
bunyi teks atau pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Apakah
10
dengan demikian etika tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan? Etika adalah
norma. Etika dapat menjadi asas yang mendasari pengaturan dalam bahasa teks peraturan.
Artinya etika sudah membaur atau dibaurkan dalam bunyi teks peraturan. Pembauran
menempatkan etika menjadi ‘nyawa’ dari pasal per pasal yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Dari perspektif demikian etika adalah meta yuridis. Etika bukan
peraturan perundang-undangan, tetapi menjadi dasar dari bahasa teks peraturan perundang-
menjadi pedoman berperilaku. Aktualisasi yuridis atau positivisasi etika menjadi kaidah
berperilaku yang berwatak yuridis. Tanpa positivisasi etika yang semula hanya norma
perilaku, etika tidak akan dapat ditegakkan dengan menggunakan sanksi hukum. Etika
yang bertransformasi menjadi kaidah hukum baru merupakan hukum dalam peraturan
Tetapi tidak berarti etika an sich merupakan hukum. Etika menjadi hukum (baca: peraturan
pembentukan pasal tersebut. Dengan menggunakan pengertian hukum yang luas, dengan
dikategorikan menjadi hukum. Etika adalah hukum yang tidak tertulis. ‘Tidak tertulis’
disini tidak dimaksudkan bahwa ruang lingkup etika tidak harus tidak tertulis, karena etika
seperti kode etik (code of conduct) adalah tertulis. ‘Tidak tertulis’ maksudnya adalah bukan
2. Definisi Moral
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
11
(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada
perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral
adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari
dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya. Sementara
itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian
a. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
b. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau
agama tertentu
c. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa
ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma
Prinsip Moral
Tentang kata “moral”, perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa dipakai sebagai nomina (kata
benda) atau sebagai adjektiva (kata sifat). Jika kata moral dipakai sebagai kata sifat artinya sama
dengan etis yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. dan jika dipakai sebagai kata benda artinya sama
12
Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’
sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu
kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan
arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Adapun yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita
mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap
perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang
3. Definisi Norma
Norma dalah tolak ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan
tindakanmanusia. Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya tergantung nilai benar/salah. Norma yang
berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima yaitu, (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma
kesopanan, (4) norma kebiasaan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya.
Pelangaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi bukan berupa hukuman di pengadilan.
Sanksi dari agama ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan dari
akhirat, atau di dunia atas kehendak Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan
Penyimpangan norma kesopanan dan norma kebiasaan, seperti sopan santun dan etika yang
berlaku di lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari masyarakat, misalnya berupa
gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa aturan-aturan atau undangan-
13
undangan yang berlaku dimasyarakat dan disepakati bersama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena
norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang melanggar
norma dalam hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan dan depertemen
agama, sanksi akibat pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa
lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari masyarakat, misalnya berupa gunjingan
atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa aturan-aturan atau undangan-undangan
yang berlaku dimasyarakat dan disepakati bersama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat, karena
norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang melanggar
norma dalam hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan dan depertemen
agama, sanksi akibat pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa
bermasyrakat sehingga berisi perintah atau larangan. Aturan ini bertujuan untuk mencapai
kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Bagi individu atau kelompok masyarakat yang
melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat tersebu, maka akan dikenakan sanksi yang
berlaku baik hukum maupun sosial. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa norma memiliki
kekuatan dan sifatnya memaksa sehingga manusia wajib tunduk pada peraturan tersebut.
4. Definisi Nilai
Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia,
khususnya mengenai kebaikan dan tindak kebaikan suatu hal, Nilai artinya sifat-sifat atau hal-
hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak,
14
ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang
menuntut pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan
tidak disenangi. Adapun pengertian nilai menurut pendapat beberapa para ahli antara lain :
1. Menurut Milton Rekeach dan James Bank, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang
berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau
2. Menurut Lauis D. Kattsof yang dikutip Syamsul Maarif mengartikan nilai sebagai
berikut: Pertama, nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi
kita dapat mengalami dan memahami cara langsung kualitas yang terdapat dalam objek
itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolok ukur yang
pasti terletak pada esensi objek itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatu kepentingan,
yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran. Ketiga, nilai sebagai
hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan
3. Menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yangmelekat pada sesuatu (Sistem
kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang
meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada
sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi belum berarti sebelum dibutuhkan
oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan.
Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat. sesuai dengan peningkatan daya
tangkap pemaknaan manusia itu sendiri. Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia
sebagai subyek menyangkut segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan,
15
atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Macam-macam nilai
diantaranya :
1. Nilai Sosial, merupakan suatu hal yang telah melekat di diri masyarakat yang memiliki
hubungan dengan tindakan dan sikap manusia di dalam lingkungannya. Arti tersebut sesuai
dengan sifat manusia yang tidak mampu hidup mandiri, pasti butuh pertolongan dari orang
lain
2. Nilai Kebenaran, sebuah nilai yang berasal dari unsur akal manusia seperti rasio, cipta, dan
budi. Nilai tersebut adalah nilai yang sudah mutlak bawaan lahir, maka dari itu banyak yang
mengatakan bahwa nilai tersebut merupakan sebuah pandangan yang kondrati, karena
3. Nilai Keindahan, merupakan suatu nilai yang berasal dari unsur rasa setiap orang, biasa
disebut dengan “estetika”. Keindahan memiliki sifat universal. Semua orang pasti
memerlukan keindahan. Tapi, tidak semua orang memilki keindahan yang sama
4. Nilai Moral, merupakan suatu nilai yang berasal dari kemauan atau kehendak kita, seperti
karsan dan etik. Dengan adanya moral, manusia bisa bergaul dan berhubungan dengan baik
antar sesama. Maka dari itu, nilai moral juga biasa disebut dengan nilai kebaikan
5. Nilai Agama, merupakan nilai ketuhanan yang paling tinggi dan sudah mutlak. Nilai agama
berasal dari hidayah Tuhan yang Maha Esa. Lewat nilai agama yang biasa disebut dengan
nilai religius, orang-orang memperoleh petunjuk dari Tuhan tentang bagaimana cara
16
B. ANTARA ETIKA, MORAL, DAN NILAI
Etika perlu dibedakan dengan moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan
norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan cara seseorang
harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang hal-hal yang
bernilai serta kewajiban manusia. Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral.
Etika merupakan filsafat. yang merefleksi ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri, yaitu
bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif(tidak sekadar melaporkan pandangan
moral melainkan menyelediki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). Paling tidak ada 3
1. Pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah dan agama
2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat
Eksistensialitas nilai moral sangat terkait dengan manusia sebagai subjek moral yang
bertanggung jawab, memiliki keinginan untuk mewujudkan nilai itu atas dasar desakan kesadaran
dan kemauannya, serta adanya tuntutan kewajiban dari subjek moral untuk bersedia menunaikan
nilai moral itu dalam kehidupannya sekalipun tuntutan kewajiban itu ada kalanya datang dari luar
17
Nilai dan Fungsional Etika dan Moral
Pada dasarnya, moralitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
pengembangan eksistensialitas manusia itu pada prinsipnya adalah moralitas. Dari prespektif ini
dapat dikatakan pula bahwa moralitas merupakan inti dari eksistensialitas manusia. Kemestian
mengikuti nilai moral dalam setiap aktivitas pembelajaran di sekolah, apalagi dalam setiap materi
pelajaran, memang bukan sesuatu yang baru, tetapi sayangnya fenomena pembelajaran disekolah,
pada materi-materi pelajaran tertentu justru enggan mengikutsertakan nilai-nilai moral yang mesti
C. SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan yang berdampak pada
kehidupan masyarakat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dari definisi diatas
memiliki beberapa sifat penting yaitu; i) suatu proses, yang merupakan perubahan yang terjadi
secara terus menerus, ii) sesuatu yang dapat merubah tingkat penghidupan masyarakat. Pendapat
lain juga menegaskan bahwa sistem ekonomi adalah cara suatu bangsa atau negara dalam
menjalankan perekonomianya. Secara umum sistem ekonomi di bagi menjadi 4 yaitu : Sistem
ekonomi tradisional, sistem ekonomi terpusat, sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi
campuran. Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah sistem ekonomi pancasila yang
disebut juga demokrasi ekonomi. Landasan pokoknya pasal 33 ayat 1-4 UUD 1945 (hasil
amandemen). Adapun hal-hal yang harus dihindari dalam sistem demokrasi ekonomi, yaitu sistem
Beberapa pendapat para ahli yang terkait dengan sistem ekonomi antara lain :
18
1. Chester A Bemand mengatakan bahwa : ”Sistem ekonomi adalah suatu kesatuan yang
terpadu yang secara kolestik yang di dalamnya ada bagian-bagian dan masing-masing bagian
2. Dumatry (1996) mengatakan bahwa : “Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur
serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam
suatu ketahanan”
sekumpulan komponen-komponen atau unsurunsur yang terdiri dari atas unit-unit dan agen-
agen ekonomi, serta lembagalembaga ekonomi yang bukan saja saling berhubungan dan
berinteraksi melainkan juga sampai tingkat tertentu yang saling menopang dan
mempengaruhi.”
4. Menurut M. Hatta : “Sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa sistem ekonomi
bukan hanya sebagai sekumpulan komponen atau unit perekonomian tetapi merupakan sebuah
penerapan yang dikembangkan oleh seperangkat masyarakat yang masing-masing memiliki ciri
Dalam sistem ekonomi tradisional kegiatan ekonomi masih menggunakan tradisi turun-
temurun yang berlaku dalam suatu masyarakat dan telah menjadi nilai budaya setempat.
19
bergotongroyong dan bersifat kekeluargaan. Adapun ciri-ciri dari sistem ekonomi
disediakan alam
vi) Belum mengenal tukar menukar secara kredit (Kardiman, 2006 : 78)
Sistem ekonomi terpusat yang disebut juga sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem
ekonomi dimana seluruh sumber daya dan pengolahannya direncanakan dan dikendalikan
oleh pemerintah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sistem ekonomi terpusat memiliki
iii) Kegiatan ekonomi direncanakan oleh negara dan diatur pemerintah secara terpusat
Sistem ekonomi liberat disebut juga ekonomi pasar, yaitu sistem ekonomi di mana
pengelolaan ekonomi diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem
ekonomi ini menghendaki adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi.
20
Artinya, setiap individu diakui keberadaanya dan mereka bebas bersaing. Sejalan dengan
Sistem ekonomi campuran adalah sistem ekonomi yang berusaha mengurangi kelemahan-
kelemahan yang timbul dalam sistem ekonomi terpusat dan sistem ekonomi pasar. Dalam
sistem ekonomi campuran pemerintah keberka sama dengan pihak swasta dalam
Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama tercermin dalam
pertanyaan: "Besok apa bisa makan?" Belum pasti, bisa makan, bisa tidak. Tahap kedua,
pertanyaan: "Besok makan apa?" Ada kepastian tentang makan. Yang jadi masalah adalah
alternatif makan yang dipilih. Tahap ketiga: "Besok makan siapa?" (Anonim, disitir oleh
Soemarso, 2002: 37). Etika (termasuk etika bisnis) merupakan pengendalian yang muncul dari
dalam diri seseorang sebagai pelaku kegiatan ekonomi maupun sosial. Etika didasarkan atas
keyakinan (beliefs), hati nurani, dan harapan (expectation) tentang nilai-nilai moral (norm) yang
dapat digunakan sebagai acuan ketika menjalani kehidupan. Namun, dalam kehidupan nyata,
21
selalu ada tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan norma-
norma yang berlaku. Perilaku tidak etis mungkin orang atau sekelompok orang tersebut telah
memperoleh pendidikan yang baik, berada dalam lingkungan sosial yang layak, atau telah
Walaupun merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi pembahasan
tentang pelanggaran etika tetap merupakan suatu hal yang menarik. Tingginya peradaban dunia,
salah satunya, ditandai oleh seberapa jauh masyarakat di dalamnya telah menghayati dan
melaksanakan etika dalam kehidupan sosialnya. Pelanggaran etika perlu dibedakan dengan
pelanggaran hukum. Hak dan sanksi untuk memaksa ditaatinya ketentuan hukum jauh lebih kuat
dibandingkan dengan pelanggaran etika. Ketentuan hukum mengandung unsur law enforcement
keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang merupakan sifat dasar manusia
mendorong orang untuk berperilaku tidak etis (unethical behaviour). Perilaku ini tercermin dalam
tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud) adalah akhir dari perilaku tidak
etis yang dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan yang
didasarkan atas perilaku tidak etis dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika atau
pelanggaran hukum. Pelanggaran etika berakibat diberikannya sanksi sosial. Pelanggaran hukum
dapat berupa pelanggaran pidana atau pelanggaran perdata. Jika terbukti, keduanya akan
memperoleh sanksi hukum. Keterlibatan sifat serakah dan takut dalam prosespengambilan
keputasan dikawal oleh regulasi dari pemerintah dan pengendalian diri (etika) oleh pengambil
keputusan.
22
Pada dasarnya, pelanggaran etika dan hukum didorong oleh nafsu. Adalah takdir bahwa
manusia dilahirkan dengan nafsu. Dalam bentuk negatif, nafsu tercermin dalam sifat serakah
(greed). Keserakahan itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan berlebihan (excessive desire)
dibandingkan dengan yang dibutuhkan (needed) atau yang menjadi haknya (deserved). Kalimat
yang lebih popular barangkali adalah mental "ingin cepat kaya". Keserakahan biasanya
dikonotasikan dengan hal-hal yang bersifat duniawi dalam kehidupan, misalnya laba, keuntungan,
kekayaan, atau manfaat lain. Dalam khazanah Jawa, keserakahan dikaitkan dengan harta, tahta,
dan wanita. Dunia Islam mengenal nafsu sufiah, nafsu amarah, nafsu aluamah, dan nafsu
mutmainah.
Para ahli psikologi menyimpulkan bahwa keserakahan dapat diakibatkan oleh ketakutan
(fear) terhadap tidak diperolehnya atau tidak tersedianya sesuatu yang diinginkan. Keadaan ini
menimbulkan rasa tidak aman bagi mereka. Sesuatu yang tidak akan diperoleh atau yang tidak
akan tersedia untuk memenuhi kebutuhannya membuat seseorang berusaha sekuat tenaga, dengan
cara apa pun, untuk mendapatkannya. Keserakahan dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian
diri dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap etika. Keserakahan dapat diakibatkan oleh
pengalaman negatif masa kecil. Rasa aman terhadap sesuatu yang tidak diperoleh pada waktu kecil
membuat mereka merasa takut untuk menjalani kehidupan. Dalam hal ini, "sesuatu" dapat berupa
rasa cinta kasih (love), perhatian (attention) interaksi (interaction), kepedulian (care), atau
pengasuhan (nurture). Rasa tidak aman atau takut dapat menimbulkan konsepsi yang salah
(misconception) tentang diri sendiri, kehidupan, atau hal- hal lainnya. Konsepsi salah dapat berupa
Bagian lain dari sifat dasar manusia adalah rasa takut (fear). Rasa takut berkaitan dengan
dampak negatif terhadap kehidupan, misalnya kerugian atau bangkrut. Rasa takut mengakibatkan
23
seseorang berusaha, secara eksesif, memperoleh apa yang menyebabkan rasa takut tersebut. Hanya
dengan itu, ia merasa berani melangkah ke depan. Orang yang dihinggapi rasa takut akan merasa
cemburu (iri) jika orang lain memiliki apa yang diinginkan. Akhirnya, pada saat dewasa, orang
mencoba untuk menyembunyikan rasa tidak aman atau rasa takut masa kecil itu dengan
menyuarakan kebalikan faktor yang ia alami. Rasa takut dapat dihilangkan apabila orang yang
bersangkutan telah merasa aman dan mempunyai kepastian. Keserakahan (dan ketakutan)
berkaitan dengan keinginan (desire), seperti kutipan tentang falsafah makan pada awal bab ini,
selalu meningkat. Maslow, dalam Fahmi (2013: 162), menyebutkan adanya 5 (lima) jenjang
kebutuhan manusia yang terus meningkat, mulai dari kebutuhan dasar (physiological needs),
keselamatan dan keamanan (safety and security), kebutuhan bersosial (social needs), kehormatan
(esteem), dan aktualisasi (pengembangan) diri (self actualization). Namun, Maslow tidak berbicara
tentang keserakahan atau ketakutan. Ia lebih mengaitkan jenjang kebutuhan itu dengan keperluan
untuk motivasi diri. Apa pun tujuannya, kebutuhan (keinginan) manusia adalah sumber
keserakahan dan ketakutan. Cara untuk memperoleh tiap-tiap jenjang kebutuhan itulah,
sebenarnya, inti dari persoalan yang menyangkut etika, bukan kebutuhannya atau jenjangnya.
E. ETIKA BISNIS
Dalam melaksanakan bisnis tentunya etika bisnis sangat diperlukan dalam rangka
pencapaian tujuan bisnis yang telah ditentukan. Kegiatan bisnis yang berlandaskan etika adalah
bisnis yang dilakukan berdasarkan metoda-metoda yang baik serta cara berfikir yang sesuai
dengan logika dan estetika yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian bisnis yang
berdasarkan etika akan berjalan tanpa merugikan pihak-pihak lain “Understanding what is right
24
constitutes business ethics. It is an area that will shape business activity ever more in the 21st
century.” Memahami apa yang benar atau salah dan dapat diterima atau tidak dapat diterima
berdasarkan harapan organisasi dan masyarakat merupakan pengertian dari Etika Bisnis . Kegiatan
bisnis itu sudah terbentuk dari abad ke 21, Linda Ferrell & O.C. Ferrell (2009:6). Hal ini
disebabkan karena bisnis yang dilakukan dengan tidak melanggar hak orang lain/organisasi bisnis
lain juga karena bisnis dilakukan berdasarkan moralitas dan prinsipprinsip kebenaran yang
Contoh : Untuk kasus bisnis yang bejalan di Kota Sumedang pada prinsipnya masih jauh dari
bisnis yang berdasarkan etika, hal ini dapat terlihat dengan menjamurnya bentuk-bentuk bisnis
seperti perusahan/pasar modern yang tumbuh tanpa ada pembatasan tanpa memperhatikan
keberadaan para pedagang kecil/pasar tradisional, akibatnya bisnis yang dilakukan oleh
masyarakat tersisihkan dengan hadirnya usaha bisnis yang bersifat moderen tersebut akibatnya
Hal ini tentunya selain kesadaran dari para pembisnis modern yang harus dapat lebih
memperhatikan nasip para pembisnis tradisional juga peran pemerintah dalam hal aturan dan
Pandangan pebisnis sering dihadapkan pada suatu dilema antara pilihan berbisnis dengan
orientasi priofit atau berbisnis secara etis. Sedangkan pilihan lain yaitu bisnis yang berorientasi
profit sekaligus etis, yang selama ini sepertinya sulit dilakukan, sebab kedua hal tersebut lebih
sebagai pilihan orientasi yang mutually exclusive atau saling menghilangkan dan tidak sejalan satu
dengan lainnya. Apabila laba yang sebesar-besarnya yang ingin dicapai, maka kemungkinan harus
mengabaikan etika, sebaliknya jika lebih mengutamakan etika maka mustahil diperoleh
25
keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan ketika bisnis secara etis masih sejalan dengan orientasi
profit karena biayanya tidak besar maka kemungkinan pelaku bisnis masih bersedia berbisnis
secara etis. Namun jika harus dihadapkan pada pilihan yang dilematis antara profit dan etika, maka
fenomena yang ada memaksa pebisnis pada pilihan yang mengutamakan profit, karena keuntungan
mutlak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan bisnisnya. Diakui oleh
banyak pebisnis sangatlah sulit untuk memperoleh win-win solution sehingga pebisnis
memperoleh keuntungan sekaligus berdimensi etis. Namun apabila perdagangan bebas telah
berjalan sepenuhnya, akan terjadi perubahan paradigma berbisnis secara bertahap. Dimensi etika
dalam bisnis menjadi kunci keberhasilan barang dan jasa yang ditawarkan bisa diterima atau tidak
diterima oleh konsumen. Suatu cara berbisnis tidak etis yang selama ini masih bisa berjalan sukses
karena berbagai jaminan dari penguasa tertentu, akan mendapat kecaman, tekanan dan reaksi
internasional. Bahkan kecenderungan perilaku konsumen di pasar global bersedia membeli produk
bersertifikat ISO karena mengabaikan masalah perburuhan, human right dan keadilan. Oleh karena
itu ke depan bisnis yang berdimensi etis dan profitabilitas harus diupayakan bisa berjalan secara
bersama-sama atau go hand in hand. Caccese (1997) menyebutkan beberapa alasan mengapa
banyak perusahaan yang memiliki orientasi laba (profit driven companies) menaruh perhatian
besar terhadap etika bisnis yaitu: (1) adanya tekanan dari konsumen, (2) kompetisi yang ketat
sehingga being ethical is a clever marketing strategy, (3) perubahan nilai sosial yang lebih
runtuhnya reputasi perusahaan karena tindak tidak etis akhirnya mengakibatkan sejumlah kerugian
finansial yang amat besar. Penelitian Lee dan Yoshihara (1997) tentang Business ethics of Korea
26
and Japanese Manager, menemukan gambaran yang sangat jelas pandangan pebisnis tentang
pentingnya etika dalam dunia usaha. Mereka menyimpulkan bahwa tindakan etis dalam bisnis
sangat ditentukan oleh: (a) nilai pribadi pebisnis (57,6% jawaban manajer Korea, dan 60,8%
Jepang), dan (b) adanya keyakinan bahwa menjalankan bisnis secara etis dalam jangka panjang
akan menguntungkan (81% jawaban manajer Korea, dan 63% responden Jepang).
Apakah suatu praktik bisnis bisa dikatakan berdimensi etis atau tidak etis bisa dikaji dengan
memahami esensi dari etika bisnis dari pandangan utilitariabism (kemanfaatan), relativism
(relativitas) dan legalism (legalitas). Menurut pandangan utilitariabism, bisnis dinyatakan etis jika
memberikan manfaat kepada banyak orang. Tetapi pandangan ini akan akan berdampak adanya
pihak-pihak yang dikorbankan. Sebagai contoh pembangunan jalan layang jelas menguntungkan,
namun dalam keuntungan yang diperoleh pebisnis mempunyai dampak berupa hilangnya
kesempatan petani mengelola tanah produktif dan rusaknya keseimbangan ekosistem. Menurut
pandangan relativism, bisnis dinyatakan etis bila mayoritas berpandangan setuju atau sesuatu yang
bersifat umum dilakukan. Namun berbisnis secara etis bukan merupakan pengikut relativism.
Seprti misalnya banyak kasus bribery dan extorsion yang keduanya merupakan kasus penyuapan.
Pada bribery, inisial penyuapan berasal dari pemberi (giver), sedangkan extorsion inisial
penyuapan dari pihak penerima (receiver). Demikian juga berbisnis secara etis bukan pengikut
pandangan legalism, karena berbisnis lebih dari sekedar taat pada aturan hukum yang ada, namun
ketentuan legal merupakan persyaratan minimum dari suatu tindakan bisnis yang etis. Seperti
misalnya ketentuan upah minimum, maka perusahaan yang berdimensi etis akan memberikan upah
lebih dari jumlah tersebut yaitu pemberian upah yang berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan
27
Etika bisnis merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, artinya esensi etika bisnis
berlaku di mana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang jabatan, ras, pendidikan, dan
agama. Pertimbangan normatif yang menjadi basis apakah sesuatu itu baik atau buruk mempunyai
manusia, menentang upaya memperoleh keuntungan sendiri (override self-interest), dan didasari
pada pertimbangan yang fair. Bisnis yang berdimensi etis akan selalu memprioritaskan sumber
daya manusia dari pada modal, menghargai martabat manusia, menghormati human right, profit
sharing dan lebih memperhatikan pihak yang lemah. Kennedy (1995) dalam The rise and fall of
great power menyatakan bahwa tantangan terbesar manusia di abad-21 adalah menggunakan
kekuatan teknologi untuk memenuhi tuntutan kekuatan penduduk untuk membebaskan tiga
F. ETIKA PROFESI
Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah
ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang
khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, teknik dan desainer. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut
profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional
menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri
28
Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup
dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional
adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat
dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang
sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Ciri-Ciri Profesi Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada
profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi
Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai
karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak
memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku
29
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai
pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya,
yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan
dipersyaratkan
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati,
30
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi,
prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai
1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi
milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai
pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama
anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota
profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama
(tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi
tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah,
31
G. ETIKA MURNI DAN ETIKA ORGANISASI
Etika Murni
Dalam kode etik telah diatur Perbuatan atau tindakan yang termasuk kategori pelanggaran
dan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni pelanggaran yang bersifat etika murni dan pelanggaran
yang bersifat etikolegal. Pelanggaran yang bersifat etika murni adalah perbuatan atau tindakan
yang hanya melanggar norma etika seperti yang diatur dalam kode etik. Adapun pelanggaran yang
bersifat etikolegal adalah tindak atau perbuatan yang melanggara norma etika dan sekaligus
memenuhi unsur pelanggaran hukum. Di samping itu, setiap pelanggaran yang memenuhi unsur
pelanggaran hukum secara otomatis tergolong juga sebagai pelanggaran etika, tetapi sesuatu
Etika Organisasi
Nilai etika organisasi (corporate ethical value) adalah sebuah sistem nilai-nilai etis yang
ada di dalam organisasi. Sistem nilai ini dihasilkan dari proses akulturisasi dari berbagai nilai-nilai
yang ada, baik yang berasal dari di dalam maupun dari luar organisasi. Nilai etika organisasi, atau
lebih spesifik, lingkungan etika di dalam organisasi, terbuat dari berbagai praktek yang dijalankan
oleh manajemen beserta nilai-nilai yang menyertainya (espoused values). Nilai etika organisasi
sebagai komponen utama kultur organisasi merupakan acuan yang mangarahkan anggota-anggota
organisasi dalam menghadapi lingkungan internal maupun eksternalnya yang terbentuk dari nilai-
nilai etika individual dari manajemen baik formal maupun informal terhadap situasi etika di dalam
bahwa nilai etika organisasi adalah sebuah derajat pemahaman organisasi tentang bagaimana
organisasi bersikap dan bertindak dalam menghadapi isu-isu etika. Hal ini meliputi tingkat persepsi
32
1) bagaimana para pekerja menilai manajemen dalam bertindak menghadapi isu etika di dalam
organisasinya 2) bagaimana para pekerja menilai bahwa manajemen memberi perhatian terhadap
isu-isu etika di dalam organisasinya dan 3) bagaimana para pekerja menilai bahwa perilaku etis
H. PENGENDALIAN DIRI
Walaupun tindakan yang mencerminkan perilaku tidak etis dapat disebabkan oleh
pengaruh dari luar, tetapi, pada intinya, munculnya tindakan itu tetap diakibatkan oleh dorongan
dari dalam diri seseorang. Tentu saja, kemunculan tersebut setelah melalui proses pengambilan
keputusan yang didasarkan atas hati nurani dan rasionalitas. Nilainilai moralitas atau norma
termasuk dalam pertimbangan hati nurani. la adalah constraints (batasan) dalam rangka
pengendalian diri (self control). Sementara itu, rasionalitas lebih mengacu pada logika dan
sistematika yang dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan. Perilaku tidak etis
Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya berupa
sikap ikhlas atau selalu bersyukur dalam setiap keadaan yang dihadapi. Jika sedang merasa gundah
karena keinginan yang tidak tercapai, hadapilah dengan sikap ikhlas sembari bersyukur. Bahwa
capaian itu merupakan hal terbaik baginya. Bahwa, betapapun kecilnya, masih ada capaian yang
dihasilkan. Sebaliknya, jika sedang merasa senang karena hasil yang melebihi keinginan,
bersyukurlah atas segala karunia yang diberikan. Wartakanlah rasa syukur itu dengan berbagi,
Rasa syukur bukan berarti puas diri (complacent). Akan selalu ada hal yang lebih baik lagi untuk
diraih bagi diri sendiri maupun untuk sesama umat. Itulah sebetulnya inti dari kebahagiaan yang
menjadi tujuan hidup manusia. Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga,
agama, budaya, atau lingkungan sosial. Jika telah disepakati sebagai suatu kebenaran oleh
33
lingkungan sosial, nilai-nilai moral, atau norma tersebut, pada dasarnya, telah menjadi hukum
sosial yang dapat berupa hukum adat atau hukum agama. Oleh karena itu, tindakan yang
menyimpang akibat gagalnya pengendalian diri hanya dapat diberikan sanksi oleh sumber sumber
pengendalian diri tersebut. Sanksi-sanksi tersebat diberikan oleh lingkungan sosial dimana yang
34
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Makalah ini membuka wawasan kita bahwa keberhasilan bisnis dan manajemen tidak
hanya ditentukan oleh keberhasilan material berupa keuntungan dan pertumbuhan perusahaan.
Kenyataan membuktikan bahwa lingkup kegiatan bisnis dan manajemen tidak hanya menyangkut
lingkup ekonomi dan manajemen secara murni, melainkan menyentuh juga aspek-aspek
manusiawi dan etika. Oleh karena itu dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis, aspek-aspek
manusiawi dan etika tersebut ikut berperan di dalamnya. Sejalan dengan peran etika yang semakin
penting dalam bisnis modern, maka para praktisi bisnis harus melihat bahwa mereka memiliki
peran yang sangat strategis dalam menyelaraskan wajah dunia bisnis kita di masa depan. Semakin
aspek-aspek manusiawi dan etis diperhatikan dalam kegiatan bisnis, maka masyarakat dan budaya
kita juga akan menjadi semakin etis dan bermoral seperti yang diharapkan.
35