Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah
tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan
dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma
tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu,
seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang
ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan
ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa dipergunakan
dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Misalnya politik, hokum,
ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, paradigma berkembang menjadi
terminology yang mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi
dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam
pembangunan.

II.

Batasan Masalah
Untuk menghindari kesimpangsiuran penulis dalam membuat makalah ini, maka
penulis membatasi masalah yang akan dibahas di makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Pancasila dan Paradigma
2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Poleksosbudhankam.
3. Pancasila sebagai paradigma pengembangan kehidupan beragama.
4. Pancasila sebagai pengembangan Ipteks.

III.

Tujuan
Penulis membuat makalah dengan tujuan :
1. Memberikan pemahaman tentang Pancasila.
2. Menjelaskan hubungan Pancasila dengan pembangunan Poleksosbuddhankam.
3. Menjelaskan hubungan Pancasila dengan pengembangan kehidupan
Beragama.
4. Menjelaskan hubungan Pancasila dengan pengembangan IPTEKS.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pancasila dan Paradigma
2

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari
dua kata dari Sanskerta: paca berarti lima dan la berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah
tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan
dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma
tersebut.
2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Poleksosbudhankam.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Politik dan Hukum
Indonesia adalah Negara hukum ini berarti hukum merupakan sarana utama untuk
mengatur kehidupannya. Hukum dalam hal ini harus diartikan dalam pengertian yang
luas. Dalam konteks Indonesia sebagai Negara hukum, hukum harus dijadikan
sebagai saringan yang harus dilalui oleh konsep apapun yang akan diterapkan
pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi diakui bahwa tidak
semua hal dapat dicapai melalui saluran hukum formal, sekalipun hukum formal
adalah yang idealnya. Dalam hal ini terjadi proses interaksi saling tarik menarik dan
pengaruh mempengaruhi yang intensif antara hukum dan berbagai proses yang
berlangsung dalam masyarakat.
Dalam Politik Hukum nasional ditegaskan bahwa sasaran pembangunan hukum
adalah terbentuk dan berfungsinya system hukum nasional yang mantap
3

bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan


tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan
dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu
mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh aparat
hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat
hukum. Dengan demikian terlihat bahwa pembangunan hukum mrupakan bagian
integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan.
Bagi Indonesia dalam melakukan pembangunan diperlukan suatu perencanaan
pembangunan, dan prencanaan pembangunan itu perlu memanfaatkan hukum
karena :
a. Hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam
mengatur hidupnya.
b. Hakekat pengadaan dan keberadaan hukum hukum dalam masyarakat;
c. Fungsi mengatur yang telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung dalam
hukum yang melampaui fungsi mengatur, yaitu sebagai pembri kepastian,
pengaman, pelindung, dan penyeimbang yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif
dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif;
d. Dalam isu pembangunan global itu hukum telah dipercaya unuk mengemban
misinya yang paling baru yaitu sebagai sarana perubahan social atau sarana
pembangunan.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya


Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan

nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, aman, tentram,


dan damai. Pertimbangan ini menjadi sangat strategis manakala kita dihadapkan pada
kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepentingan yang beragam sesuai
dengan kemajemukan etnis, agama, ras, dan sistem nilai yang tercakup dalam
kebudayaannya.
Pemikiran tersebut bukan berarti bahwa bangsa Indonesia harus steril dari
pengaruh budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus diterima apabila
diperlukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu
4

diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti masyarakat yang berbudaya barat,
melainkan masyarakat yang tetap berpijak pada akar budayanya. Nilai-nilai
kehidupan yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia dan dianggap masih
relevan dengan kebutuhan masyarakat modern harus tetap dipelihara dan
dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya. Dengan
kata lain, nilai-nilai kehidupan yang telah mengakar harus menjadi dasar dan
paradigma pembangunan sosial budaya.
Bardasarkan pemikiran diatas maka tidak berlebihan apabila Pancasila
merupakan satu-satunya paradigma pembangunan bidang social budaya. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila
merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Baik buruknya
perencanaan, proses dan hasil pembangunan bidang sosial budaya harus diukur
dengan Pancasila. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial budaya bukan satu-satunya
jaminan akan tercapai keberhasilan secara optimal. Banyak factor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan, seperti keyakinan bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai
Pancasila, konsekuen tidaknya bangsa Indonesia melaksanakan pancasila, pengaruh
nilai-nilai asing yang terus masuk seiring dengan proses globalisasi.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan dan
kehidupan social berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan social budaya tidak
menciptakan kesenjangan,kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan social.
Paradigma barudalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya.
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah ya
komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik
dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan
Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi
suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan
pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat

persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria
sebagai

puncak-puncak

kebudayaan,

sebagai

kerangka-acuan-bersama,

bagi

kebudayaan - kebudayaan di daerah:


a.
Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b.
Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan,
maupun golongannya;
c.
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu
bangsa yang berdaulat;
d.
Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan;
e.
Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Hankam
Salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Untuk itu, pemerintah berkewajiban membangun system pertahanan dan
keamanan yang mampu mewujudkan tujuan atau cita-cita tersebut. Namun, para
pendiri negara menyadari bahwa tugas tersebut bukan pekerjaan yang ringan.
Oleh karena itu, tugas ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau
sekelompok orang saja, melainkn menjadi tanggung jawab seluruh rakyat
Indonesia.
Atas pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankamrata). System ini
pada dasarnya sesuai dengan nilai nilai Pancasila, dimana pemerintah dan rakyat
6

(baik perseorangan maupun kelompok) memiliki hak dn kewajiban yang sama


dalam usaha bela negara. Pancasila juga menganjurkan agar bangsa Indonesia
dapat hidu berdampingan secara damai : saling membantu, menolong, menjaga
perasaan orang atau kelompok lain, mengembangkan sikap saling menghargai
dan menghormati sehingga terbentuk kebersamaan dalam kesatuan dan
persatuan. Pengembangan Hankam negara tetap bertumpu dan berpegang pada
pendekatan historis Sishankamrata. Sishankamrata yang kita anut selama ini
adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang hakikatnya adalah
perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan penangkalan yang
diwujudkan oleh sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada partisipasi,
semangat dan tekat rakyat yang diwujudkan dengan kemampuan bela negara
yang dapat diandalkan. Kesemestaan harus dibina sehingga seluruh kemampuan
nasional dimungkinkan untuk dilibatkan guna menanggulangi setiap bentuk
ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. .
Seluruh

wilayah

merupakan

tumpuan

perlawanan

dan

segenap

lingkungan harus dapat didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk dan


kesemestaan, memang menuntut pemanduan upaya lintas sektoral serta
pemahaman dari semua pihak, baik yang berada di suprastruktur politik maupun
di infrastruktur politik. Corak perlawanan rakyat semesta tersebut dengan
sendirinya merupakan kebutuhan, baik konteks kesiapan menghadapi kontinjensi
sosial yang setiap saat bisa terjadi, maupun menghadapi kontijensi bidang
hankam. Disamping itu TNI juga mendapat embanan tugas bantuan yang
meliputi : Pertama, membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan. Kedua,
memberikan bantuan kepada kepolisian atas permintaan. Ketiga, membantu tugas
pemeliharaan perdamaian dunia.
Meskipun MPR telah dapat menetapkan peran TNI, maka masih
diperlukan payung hukum yang menjadi dasar dari perubahan fungsi dan
organisasi. Sebagaimana diketahui Tap MPR merupakan aturan dasar yang
melalui undang-undang dapat berwujud Verbindliche Rechtsnormen yang disertai
paksaan dan hukuman. Tingkat pertama undang-undang merupakan tempat selain
untuk merinci aturan dasar yang terdapat dapam Tap MPR, juga untuk
menjadikan aturan dasar itu mempunyai kekuatan memaksa hukum bagi
pelanggar-pelanggarnya.
7

3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama


Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu
kemunduran, yaitu kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. hal ini dapat kita
lihat adanya suatu kenyataan banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah
SARA, terutama pada masalah agama, sebagai contoh tragedi di Ambon, Poso,
Medan, Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi daerah yang lain yang terlihat
semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga menyimpang
dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.Pancasila telah memberikan dasar-dasar
nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat hidup secara damai dalam
kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini. Sebagai makhluk Tuhan YME
manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME dimanapun mereka hidup. Akan
tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang penuh kedamaian dengan hidup
berdampingan, saling menghormati, meskipun Tuhan menciptakan adanya perbedaan,
berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok, baik sosial, politik, budaya
maupun

etnis

tidak

lain

untuk

kehidupan

yang

damai

berdasar

pada

kemanusiaan.Dalam Pokok Pikiran IV, negara menegaskan bahwa, Negara berdasar


atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini
berarti bahwa kehidupan dalam negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan
memberikan kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan menjamin atas
demokrasi dibidang agama. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai
dengan keyakinan masing-masing dengan mendasarkan pergaulan kehidupan dalam
beragama atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk
agama adalah bagian dari umat manusia di dunia. Maka sudah seharusnya negara
Indonesia mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan
bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan
yang beradab.

4. Pancasila Sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK


Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru
bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu
menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan
8

ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang
terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu
nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi
canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi yang ada
pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam internet). Ada beberapa dimensi penting
sebuah ideologi, yaitu:
a. Dimensi Reality.
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil
berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar
tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b.

Dimensi Idealisme.

Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi


harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik
kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
c. Dimensi Fleksibility.
Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang
memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati
diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil
kreatifitas

rohani

(jiwa)

manusia. Atas

dasar

kreatifitas

akalnya,

manusia

mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan
harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun
terikat nilai nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai nilai dalam pengembangan
IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai
paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
a. Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik
henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu
Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :

1.

Sebagai

masyarakat,

menunjukkan

adanya

suatu academic

community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.

Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang

melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi


dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
3.

Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang

berwujud karya karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun nonfisik.
b.

Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilainilai yang terkandung

didalamnya dijadikan metode berpikir.


c. Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam
pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara
positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan
IPTEK:
Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan
mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak.
Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan
dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan
manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena IPTEK
adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu,
pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat
manusia. Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia. Namun, harus
diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila

persatuan

Indonesia

mengkomplementasiakan

universalitas

dan

internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK


hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran

bangsa serta

keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.


Sila

kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis,


10

artinya setip ilmuan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap yang
terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan
pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya
senndiri maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan
masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.

BAB III
PENUTUP

11

A. Kesimpulan
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin
lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang
lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila
bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial
budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat
anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Keanekaragaman suku, adat-istiadat, dan agama serta berada pada ribuan
pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi
keanekaragaman kehendak dalam kehidupan bermasyarakat, karena tumbuhnya sikap
premordalisme sempit, yang akhirnya dapat terjadi konflik yang negative, oleh karena
itu dalam kehidupan dilingkungan bermasyarakat dibutuhkan alat perekat antar
masyarakat dengan adanya kesamaan cara pandang tentang misi dan visi yang ada di
lingkungan masyarakat. Dengan adanya Pancasila dapat dijadikan sebagai
suatu elemen mampu menahan emosi dari banyaknya perbedaaan kebudayaan di
lingkungan masyarakat. Agar dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, aman,
tentram, nyaman, dan adil di lingkungan masyarakat.
B. Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui bahwa
pancasila sangat penting bagi kehidupan kita dan agar pembaca dapat melaksanakan
atau bisa menerapkan pancasila di masyarakat. Selain dari pada itu, penulis memohon
maaf apabila terdapat kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Dan
yang kami harapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi wacana yang
membuka pola pikir pembaca dan memberi saran yang sifatnya tersirat maupun
tersurat.
DAFTAR PUSTAKA
Sugito AT dkk. 2000. Pendidikan Pancasila. Semarang: IKIP Semarang Press.

12

Sunarto,

dkk.

2012.

Pendidikan

Kewarganegaraan

di

Perguruan

Tinggi.

Semarang: Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri


Semarang.
Soegito, dkk. 2012. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
http://mettasetiani.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-paradigma_5047.html
(diakses tanggal 1 April 2013 jam 20.13 WIB)

13

Anda mungkin juga menyukai