Anda di halaman 1dari 4

Nilai dan Manfaat Aksiologi

Erliana Hasan (2011) mengatakan, bahwa nilai (value) termasuk dalam pokok bahasan penting dalam
filsafat ilmu. Menilai berarti menimbang, yakni suatu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang lain
yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan. Keputusan ini menyatakan apakah
sesuatu itu bernilai positif atau sebaliknya. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada
pada manusia, yaitu jas mani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaannya. Dengan demikian, nilai
dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bemanfaat bagi kehidupan manusia,
baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadi kan landasan, alasan, atau motivasi dalam
bersikap dan bertingkah laku.
Terdapat empat pengelompokan nilai, yaitu: (1) kenikmatan, (2) kehidupan, (3) kejiwaan,
dan (4) kerohanian. Sesuatu dikatakan material apabila sesuatu itu berguna bagi jasmani
manusia. Demikian juga sesuatu dikatakan bernilai vital ketika ia berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan, dan sesuatu bernilai kerohanian apabila ia berguna bagi rohani
manusia
1. Nilai Digunakan sebagai Kata Benda Abstrak
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Adapun dalam
pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran,
dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam
kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan
fakta. Teori nilai atau aksiologi ialah bagian dari etika. Lewia menyebutkan sebagai alat untuk
mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi
menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari suatu karya seni, sebagai nilai
intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang
merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
2. Nilai sebagai Kata Benda Konkret
Contohnya ketika kita berkata suatu nilai atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk merujuk
kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai
untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang
tidak dianggap baik atau bernilai.

3. Nilai juga Digunakan sebagai Kata Kerja dalam Ekspresi Menilai, Memberi Nilai, dan Dinilai

Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal itu secara aktif digunakan untuk
menilai perbuatan. Dari definisi mengenai aksiologi yang dikemukakan, Amsal Bakhtiar (2011)
disimpulkan, bahwa permasalahan yang utama dalam aksiologi itu mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud yaitu sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang
siapa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. Selanjutnya. dikatakan Surajiyo (2010) pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang di
dalam dirinya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan
suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu, masalah
mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kuat yaitu
masalah kegunaan ilmu telah membawa manusia. Memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu
telah membawa manusia ke arah perubahan yang cukup besar. Akan tetapi, dapatkah ilmu yang
kukuh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia, bukan sebaliknya. Di sinilah letak
tanggung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlak sangat diperlukan. Oleh karena itu, penting
bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah.

Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu
itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal sebagaimana
dikemukakan Idzan Faut anu (2012), yaitu: (1) Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan
memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau
ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem
kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mem pelajari teori filsafat ilmu. (2) Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya yaitu untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan. . (3) Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan
masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu, setiap
keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih
enak bila masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari
cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan sangat sederhana, maka
biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

Susanto (2011) mengatakan, filsafat ilmu menyelidiki dampak pengetahuan ilmiah pada
hal-hal berikut. Pertama, persepsi manusia akan kenyataan. Kedua, pemahaman berbagai
dinamika alam. Ketiga, saling keterkaitan antara logika dan matematika, dan antara logika dan
antara matematika pada satu sisi dan kenyataan pada sisi lain. Keempat, berbagai keadaan dari
keberadaan teoretis. Kelima, berbagai sumber pengetahuan dan pertanggungjawabannya.
Keenam, hakikat manusia, nilai-nilainya, tempat dan posisinya di tengah-tengah semua
keberadaan lain, paling sedikit yang berada di lingkungan dekatnya.

Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di mana
makna etika memiliki dua arti, yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku,
atau yang lainnya.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. . Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, tetapi pada objektivitas fakta. Sebaliknya,
nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian, nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka
atau tidak suka, senang atau tidak senang. Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu
pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai
bentuk kemudahan bagi manusia.

Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh Lotze Brentano, Husserl, Scheller, dan Nocolai
Hatmann. Scheller mengontraskan dengan praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai
hakikat tindakan, secara khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas mengenai
tindakan yang benar. Dalam penilaiannya terdapat dua bidang yang paling populer saat ini, yaitu
yang bersangkutan dengan tingkah laku keadaan atau tampilan isik. Dengan demikian, kita
mengenai aksiologi alam dua jenis, yaitu etika dan estetika. Etika yaitu bagian filsafat yang
mempersoalkan penilaian atas perbuatan manusia dari sudut baik atau jahat. Etika dalam bahasa
Yunani ethos, yang artinya kebiasaan atau habit atau custom. Estetika merupakan bagian ilsafat
yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan jelek, secara umum estetika
mengkaji mengenai apa yang membuat rasa senang.
. Karakteristik Nilai Aksiologi

Erliana Hasan (2011) mengatakan ada dua karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai,
yaitu: Pertama, nilai objektif atau subjektif. Nilai itu objektif jika ia tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan
validitasnya tergantung pada realisasinya subjek yang melakukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik. Suatu nilai dikatakan objektif apabila nilai
itu memiliki kebenarannya tanpa memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Contohnya,
nilai-nilai baik, cantik, merupakan realitas alam, yang merupakan bagian dari sifat yang dimiliki
oleh Benda atau tindakan itu. Nilai itu subjektif apabila memiliki preferensi pribadi, dikatakan
baik karena dinilai oleh seseorang. Kedua, nilai dikatakan absolut atau abadi. Apabila nilai yang
berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku secara absah sepanjang
masa serta akan berlaku bagi siapa pun tanpa memperhatikan atau kelas sosial.

Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
yaitu cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah moral. Kajian etika lebih
fokus pada perilaku, norma, dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa ocrates dan para
kaum soia. Disitu dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan, dan
sebagainya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis-Suseno diartikan
sebagai pemikiran kritis, sistematis, dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Isi dari
pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas norma-norma, adat, wejangan, dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu
kebaikan atau perintah dan larangan, tatapi suatu pemikiran yang kritia dan mendasar tujuan
dari etika yaitu agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan yang ia
lakukan.

Pandangan lain Amsal Bakhtiar (2011) mengatakan, sains merupakan kumpulan hasil
observasi yang terdiri atas perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang
berfungsi menjelaskan data. Dihadapkan dengan masalah dalam akses ilmu dan teknologi yang
bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama
berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik itu secara ontologis
maupun aksiologis. Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah
kepada orang lain untuk menggunakannya, apakah akan digunakan untuk tujuan yang baik
ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara
total. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni: (a) ilmu secara
faktual telah digunakan secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua
perang dunia yang menggunakan teknologi keilmuan; (b) ilmu telah berkembang dengan pesat
dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang akses yang mungkin terjadi
bila terjadi penyalahgunaan; (c) ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat
kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti
pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan sosial.

Anda mungkin juga menyukai