Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA KEILMUAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


yang diasuh oleh : Dr. Husnul Bahri, M.Pd

Disusun Oleh :

RENOCTHA REFFENZA
NIM. 2163060913

PROGRAM PASCASARJANA
HUKUM TATA NEGARA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Etika merupakan bahasan yang berbicara tentang nilai etika dan nilai
moral, membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang
filsafat, etika sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika
dan mengenai norma etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan

rasional mengenai nilai etika dan pola perilaku hidup manusia.1 Etika
membicarakan soal nilai yang merupakan salah satu dari cabang filsafat.
Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat
dipertanggung jawabkan karena setiap tindakannya selalu dipertanggung
jawabkan.
Etika yang sebanding dengan moral dalam ilmu filsafat yaitu
mengenai adat kebiasaan. Lebih jauh, etika dan moral memiliki arti tersendiri
dalam kehidupan manusia yang terwujud dalam pola perilaku masyarakat.
Etika sebagai pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang
budaya, sosial, dan agama.
Melalui belajar dan berpikir berfikir filsafat seperti itulah banyak
persoalan dan pertanyaan-pertanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi
ada bisa dicarikan jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila
produk pemikiran filsafat mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu
masyarakat dari yang terkecil sampai dalam bentuknya yang paling besar
yaitu Negara. Dalam maknanya seperti itu, dapatlah dijelaskan bahwa
filsafat telah memberikan konsep-kosep metafisik dan kosmis yang bergerak di
jagat raya ini dan merupakan dasar dari perenungan, pencarian dalam filsafat.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat
nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan
seseorang yang dilakukandengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan
pemikirannya. Persoalan etika itu pulamerupakan persoalan yang berhubungan
dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun

1 Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 2.
masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia
dan dirinya.
Oleh karena, etika merupakan salah satu cabang dari kajian filsafat, maka
sangatlah perlu untuk mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang
bersandarkan pada ruang lingkup filsafat. Sehingga dapat diketahuilah tentang
pandangan para pemikir atau para ahli filsafat tentang etika. Tujuan etika dalam
hal ini adalah untuk mendapatkan sesuatu yang ideal bagi semua manusia
ditempat manapun dalam waktu apapupun juga mengenail penilaian baik atau
buruk. Namun ukuran baik dan buruk sangat relatif sebab sangat tergantung pada
keadaan suatu daerah dan suasana suatu masa. Etika menentukan ukuran atas
perbuatan manusia. Oleh karena itu, dalam mengusahakan tujuan etika, manusia
pada umumnya menjadikan norma yang ideal untuk mencapai tujuaan tersebut.
Ilmu pengetahuan seharusnya mengandung nilai - nilai etika, moral,
norma dan kesusilaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan ini
seharusnya mampu menjadi kontrol bagi ilmwuan baik dalam berpikir maupun
bertindak. Jika dalam penerapannya, ilmuwan mengabaikan nilai-nilai tersebut,
maka ilmu pengetahuan akan membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, ilmuwan diharapkan mempunyai konsep pemikiran mengenai
baik dan buruknya sesuatu.
Konsep pemikiran yang mengharuskan manusia mampu membedakan
hal baik dan buruk dalam tingkah laku dikenal dengan etika. Menurut filsafat,
etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. Dengan menyertakan nilai-nilai etika, penyimpangan dalam penerapan
ilmu pengtahuan dapat dicegah. Hanya saja dalam penerapan etika ilmu
pengetahuan, terdapat permasalahan terkait perbedaan persepsi mengenai
kriteria baik dan buruknya sesuatu.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah makalah adalah
sebagai berikut
a. Pengertian Etika Keilmuan
b. Pembagian Etika Keilmuan
c. Hubungan Etika dan Ilmu
d. Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks
ilmiah, istilah "etika" berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Kata ethos
dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa;
pada rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara
berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan dan
arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah "etika"
yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata
ini, maka "etika" berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan.2
Secara etimologis, ethic berarti system of moral principles3 atau a
system of moral standard value4 Secara terminologi etika didefinisikan
sebagai: the normatif science of the conduct of human being living societies. A
science which judge this conduct to be right or wrong, to be good or bad.5
Secara singkat etika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan
(moral).6 Kata yang cukup dekat dengan "etika" adalah "moral". Kata terakhir ini
berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat.
Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia
(pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988), kata mores
masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata "etika" sama dengan
etimologi kata "moral", karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda; yang pertama berasal dari bahasa
Yunani, sedang yang kedua dari bahasa Latin. Moral adalah ajaran-ajaran

2 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia), 2007, hal. 4


3 A.P Cowie (ed.), Oxford Learner's Pocked Dictionary, (Britania Raya: Oxford University Press, 1987,
hal. 127
4 Victoria Neufeld (ed.), Webster'sNew WorldDictionary, Third Edition, (New York: Simon & Schuster
Macmillan Company, 1999), hal. 400.
5 William Lillie, an Introduction to Ethics, (New York: Barnes Nable, 19 57), hal. 1.
6 H. De Vos, Pengantar Etika, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987), hal. 1.
wejangan-wejangan khutbah- khutbah patokan-patokan tentang bagaimana
manusia hams hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber
langsung ajaran moral dapat berupa ajaran agama, nasihat para bijak, orang tua,
guru dan sebagainya. Pendek kata sumber ajaran moral meliputi agama, tradisi,
adat-istiadat dan ideologi-ideologi tertentu.7
Jadi etika terdiri dari :
a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya
b. Etika adalah adalah nurani (batin), bagaimana harus bersikap etis dan baik
yang sesungguhnya timbul dari kesadaran diri
c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar tawar lagi, kalau perbuatan
baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi
d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang
hadir.
Berdasarkan sudut pandang filsafat, etika berarti ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Menggunakan akal pikiran
secara mendalam, kritis, logis dan sistematis untuk melahirkan karya
cipta demi meningkatkan kesejahteraan merupakan tujuan dari ilmu
pengetahuan. Dalam penerapannya ilmu pengetahuan seharusnya mengacu kepada
nilai-nilai etika, seperti bertanggung jawab, terbuka, dan tidak melanggar moral
dan akhlak. Dengan mengamalkan nilai-nilai etika dalam ilmu pengetahuan,
seorang ilmuan diharapkan mampu bersikap ilmiah.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari
hakikat nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan
seorang yang dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan
pemikirannya. Persoalan etika merupakan persoalan yang berhubungan dengan
eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik
hubungannya dengan tuhan maupun dengan sesama manusia dan dirinya.
Sebagai salah satu cabang aksiologi ilmu yang banyak membahas
masalah nilai-baik atau buruk etika mengandung tiga pengertian: Kata etika bisa

7 Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius,
1989), hal. 14.
dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
1. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
2. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas
dan nilai- nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat seringkali tanpa disadari menjadi
bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam
hal ini sama dengan filsafat moral. 8 Etika sebagai ilmu yang menyelidiki
tentang tingkah laku moral dapat dihampiri berdasarkan atas tiga macam
pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif, Etika Normatif, dan Metaetika.

1. Etika Deskriptif
Adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti:
adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang
diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena
itu etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apa pun, ia hanya
memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya:
Penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitif.

2. Etika Normatif
Mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan
norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa
mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti
sistemsistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau
penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau buruk.
Etika normatif ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Etika umum, yang menekankan pada tema-tema umum seperti: Apa
yang dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita?
Bagaimana hubungan antara tanggungjawab dengan kebebasan?. Etika
umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
8 Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 29.
teori-teori etika dan prinsip- prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori. Dengan kata lain, etika umum
memiliki landasan dasar seperti norma moral, agama, hak dan
kewajiban.
b. Etika khusus, upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke
dalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga namakan etika
terapan. Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip
moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan
ini bisa berwujud: Bagaimana saya mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya
lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral
dasar. Namun, penerapan itu juga dapat berwujud: Bagaimana saya
menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan
kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis. Cara bagaimana manusia
mengambil keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya. Dalam perkembangannya, etika khusus akan
berkembang menjadi etika individual dan etika sosial.
a. Etika Individual
Etika individual menyangkut sikap dan kewajiban individu
terhadap dirinya sendiri.
b. Etika Sosial
Etika sosial berbicara mengenai sikap dan kewajiban
individu sebagai seorang anggota masyarakat atau kelompok tertentu.
Dalam penerapannya, etika sosial akan memunculkan kajian-kajian atas
etika, seperti etika keluarga, etika masyarakat, dan etika profesi.

3. Etika Metaetika,
yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan- ungkapan etis.
Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji
secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan
dengan "baik" atau "buruk". Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini
adalah Filsafat Analitik.
Etika tidak hanya berkutat pada hal-hal teoritis, namun juga terkait
erat dengan kehidupan konkret, oleh karena itu ada beberapa manfaat
etika yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret,
yaitu:
1. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik
menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang
bermacam-macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika.
Contoh: etika medis tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning, dan
lain-lain.
2. Gelombang modemisasi yang melanda di segala bidang kehidupan
masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut bernbah.
Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modem, dan lain-
lain.
3. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi
asing yang berebutan mempengarnhi kehidupan kita, agar tidak mudah
terpancing. Artinya kita tidak boleh tergesa gesa memeluk pandangan
baru yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak
pandangan baru lantaran belum terbiasa.
4. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan
terhadap semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.9

2. Aliran-Aliran Etika
a. Hedonisme
Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut kodratnya manusia
mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa Yunani disebut "hedone"; dari
kata inilah timbul istilah "hedonisme". Secara negatif usaha ini terungkap
dalam sikap menghindari rasa sakit, dan secara positif terungkap dalam sikap

9 K. Bertens, Etika... , hal. 15-22.


mengejar apa saja yang dapat menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme
tidak sekadar menetapkan kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga
berpendapat bahwa kenikmatan benar-benar merupakan kebaikan yang paling
berharga atau yang tertinggi bagi manusia, sehingga dengan demikian adalah
baik baginya apabila mengusahakan kenikmatan.
Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh
pertanyaan bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan yang
sebesar-besamya; dengan bersikap dengan itu ia bukan hanya hidup sesuai
dengan kodratnya, melainkan juga memenuhi tujuan hidupnya. Keberatan
terhadap aliran ini tidak dapat dihindari, karena seperti telah dikatakan,
hedonisme menjadikan tujuan hidup tergantung pada keadaan lahiriah,
sedangkan kesusilaan berarti penentuan diri sendiri. Dengan kata lain, sifat
susila suatu perbuatan tidak tergantung pada banyaknya kenikmatan yang
dihasilkannya, melainkan tergantung pada kecenderungan batiniah yang
merupakan asalnya.
Di samping itu dalam hedonisme lenyaplah hubungan dengan pihak lain,
yang merupakan ciri pengenal bagi kesusilaan. Setiap orang mengusahakan
kenikmatan bagi dirinya masing-masing; barang siapa mengatakan bahwa
orang seharusnya juga memberikan kenikmatan bagi orang lain, berarti
mengakui ukuran yang berbeda dari ukuran kenikmatan. Dan bila ia
tambahkan bahwa pengabdian kepada sesama manusia itu kalau perlu dengan
mengorbankan kenikmatan bagi diri sendiri, maka sebagai seorang hedonis ia
sepenuhnya akan mengalami pertentangan dengan dirinya sendiri.10
b. Utilisme
Aliran dijabarkan dari kata Latin "utilis", yang berarti bermanfaat.
Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan ialah manfaat suatu
perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik, jika membawa manfaat, dikatakan
buruk, jika menimbulkan mudarat. Utilisme tampil sebagai sistem etika yang
telah berkembang, bahkan juga sebagai pendirian yang agak bersahaja
mengenai hidup.Paham ini mengatakan bahwa orang baik ialah orang yang
membawa manfaat, dan yang dimaksudkannya ialah agar setiap orang

10 H. De Vos, Pengantar Etika... , hal. 166-167


menjadikan dirinya membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Tetapi dalam
kenyataannya sesuatu yang bermanfaat tidak pernah berdiri sendiri; sesuatu
hal senantiasa bermanfaat bagi sesuatu hal yang lain. Umpamanya, suatu obat
bermanfaat untuk memulihkan kesehatan, sebuah kitab bermanfaat untuk
dibaca, sejumlah barang tertentu bermanfaat bagi pertanian, dan sebagainya.
Begitu pula kebalikannya, hal-hal yang merugikan.
Dengan demikian suatu hal yang sama ditinjau dari satu segi dapat
bermanfaat, sedangkan ditinjau dari segi lain merugikan; suatu obat,
misalnya, dapat bermanfaat bagi orang yang sakit dan merugikan bagi orang
yang sehat.11Karena itu seseorang yang mengatakan bahwa sesuatu hal
bermanfaat, justru mempunyai suatu tujuan tertentu, meskipun tidak
dikatakannya dan mungkin ia tidak akan mengingat-ingatnya secara sengaja.12
c. Deontologi
Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak mengukur baik
tidaknya suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-mata
berdasarkan maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Kita bisa
mengatakan juga bahwa sistem ini tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi
perbuatan atau keputusan kita, melainkan semata-mata wajib tidaknya perbuatan
dan keputusan kita. Teori yang dimaksudkan ini biasanya disebut deontologi (kata
Yunani deon berarti: apa yang hams dilakukan; kewajiban).
Suatu maksim bersifat moral apabila dapat diuniversalisasikan (dijadikan
hukum umum), amoral atau jahat, apabila tidak dapat diuniversalisasikan. Hal itu
dirumuskan oleh Kant dalam apa yang disebutnya "imperatif kategoris". Prinsip
penguniversalisasian itu adalah unsur kedua dalam etika Kant yang sangat
berpengaruh terhadap etika selanjutnya.Kant mulai dengan menegaskan bahwa
paham-paham moral tidak mungkin diperoleh dari pengalaman empiris-indrawi.
Paham-paham moral bersifat apriori dan berdasarkan akal budi praktis, yaitu
berdasarkan pengertian mengenai baik dan buruk yang mendahului segala
pengalaman.13

11 Ibid., hal. 181.


12 Ibid., hal. 186-187.
13 Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal.137
3. Hubungan Etika dan Ilmu
Mukhtar Latif (2014), telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal
memahami tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggungjawab,
secara etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu;
tanggung dan jawab.14 Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal
ini, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu
itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya.
Ilmu, ilmuwan, dan lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas
keilmuannya untuk mendorong kemajuan ilmu, dalam percaturan keilmuan secara
luas, tetapi juga harus berdiri di belakang setiap akibat apa pun yang dibuat oleh
ilmu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat
keterbatasan. Tanggungjawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti
bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu
dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana
manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai
pemberian kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan
tanggung jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta
menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya.
Hubungan etika dan ilmu berarti juga penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Tanggungjawab etis menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memerhatikan kodrat dan
martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan
umum, dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada hakikatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh
ekosistem manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut. Manusia
disebut etis adalah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi
hajat hidupnya dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan orang lain, antara rohani dengan jasmani, dan sebagai makhluk

14 Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hal.146
ciptaan-Nya. Dengan demikian, etika dibutuhkan sebagai pertimbangan pemikiran
yang kritis, yang dapat membedakan antara apa yang sah dan yang tidak sah,
membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar.
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran
moral tidak berada di tingkat yang sama, karena:
1. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat
meminimalkan dan menghentikan oerilaku penyimpangan dan kejahatan di
kalangan masyarakat.
2. Ilmu dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di
lingkungan masyarakat sekitar agar dapat menjadi cendekiawan yang memiliki
moral dan akhlak yang baik/mulia.
Contoh hubungan antara etika dan beberapa ilmu:
1. Etika dan jiwa ilmu (psikologi), antara etika dan ilmu jiwa terdapat hubungan
yang amat kuat. Ilmujiwa menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan,
paham, mengenal, ingatan, kehendak, sedangkan etika sangat membutuhkan
obyek kajian ilmujiwa. Pada masa sekarang ini, terdapat cabang ilmu jiwa
yang disebut' ilmu jiwa masyarakat" yakni menyelidiki soal bahasa bagaimana
pengaruhnya terhadap perkembangan susunan masyarakat.
2. Etika dan ilmu kemasyarakatan (sosiologi), hubungan diantara kedua ilmu ini
erat, karena perbuatan manusia itulah yang menjadi topik kajiannya, disisi lain
etika sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat yang mana
itu menjadi pokok persoalan sosiologi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika keilmuan
adalah ilmu yang mengkaji benar atau salah suatu objek. Dalam pengkajiannya,
etika keilmuan hams menerapkan cara berpikir yang mendalam, kritis,
sistematis, logis, terbuka, bertanggungjawab, dan tidak melanggar nilai-nilai
moral serta akhlak. Sehingga etika keilmuan menjadi pengontrol ilmuan dalam
menyikapi ilmu pengetahuan.
4. Hubungan Etika dan Ilmu Pengetahuan
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan
bagaimana seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan
dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat.
Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran
moral di lingkungan masayarakat sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang
memiliki moral dan akhlak yang baik dan mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dilakukan itu salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses
penilaiannya ilmu pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau
pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan
untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk
melakukan tindakan tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum
dinilai menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama.
Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan
universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk
menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan
kebenaran diperlukan keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat
para ilmuwan yang rela mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan apa
yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak pernah urung dihalangi untuk
menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan akan mudah
melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa
manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti dengan proses rasionalisasi
yang mendustakan kebenaran.
Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang
menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri.
Karena dalam penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan
negatif bahkan destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk
mengendalikannya. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi
pengendali bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk
meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

5. Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan


Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan
pertimbangan-pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat
berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan.
Tanggung jawab etis ini menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus selalu memperhatikan
kodrat dan martabat manusia, ekosistem dan bertanggung jawab terhadap
kepentingan generasi yang akan datang dan kepentingan umum, karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan untuk pelayanan
eksistensi manusia dan bukan sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi
manusia itu sendiri.
Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan
akibat ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan
datang. Jadi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menghambat atau meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu
sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan
untuk kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni
kedewasaan untuk menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang
baik dan mana yang buruk.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
seperti dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika
yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan
pemerhati hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin
khawatir karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi
bencana besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika
yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti diabetes,
sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk
menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik
maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak
yang bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat
tetapi telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan
para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya
akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia.
Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan
mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan
bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk
mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan
kreatifitas manusia untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik
dalam hubungan sebagai pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai
makhluk yang bertanggung jawab terhadap Allah Swt.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai perwujudan aksiologi ilmu
mengharuskan visi etik yang tepat untuk diaplikasikan. Manusia dengan ilmu
pengetahuan akan mampu berbuat apa saja yang diinginkan, namun
pertimbangannya tidak hanya pada apa yang dapat diperbuat oleh manusia.
Yang lebih penting pada konteks ini adalah perlunya pertimbangan etik apa
yang harus dilakukan dengan tujuan kebaikan manusia. Sebenarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu idealnya harus sampai pada
rumusan normatif yang berupa pedoman konkrit bagaimana tindakan manusia
di bidang ilmu harus dilakukan. Jika hanya rumusan berada pada dataran etika
yang abstrak, akan terdapat kesulitan ketika diterapkan terhadap masalah yang
bersifat konkrit.
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
oleh individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan
dikerjakan. Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang
mengatur manusia dalam kelompok sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya
etika memberikan arahan agar ilmu pengetahuan berguna dalam memberikan
arah atau pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus
ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan menurut pendapat beberapa
tokoh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai artinya tuntutan
terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan
itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti
faktor politis, idiologis, agama dan budaya. Tetapi dalam penerapannya ilmu
pengetahuan harus mempertimbangkan segi kemaslahatannya bagi umat manusia.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan
ilmu pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang
berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Sehingga dalam pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan
menjaga martabat manusia dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan,
kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia untuk menentukan mana yang baik
dan buruk bagi kehidupannya.
2. Saran
Demikianlah makalah mengenai Etika Keilmuan yang dapat penulis
susun. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Dalam makalah
ini hanya sedikit saran yang dapat penulis paparkan, yaitu: dengan belajar
etika diharapkan kita Mahasiswa khususnya dapat memahami tingkah laku apa
yang baik menurut suatu teori-teori tertentu, dan sikap yang baik tidak lepas
dari kaidah etika.

DAFTAR PUSTAKA

A.P Cowie (ed.), Oxford Learner's Pocked Dictionary, Britania Raya: Oxford
University Press, 1987.
Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat


Moral,Yogyakarta: Kanisius, 1989.

H. De Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987. K. Bertens, Etika,


Jakarta: Gramedia, 2007.

Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat llmu, Jakarta: Kencana, 2014.

Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat llmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2001.

Surajiyo, llmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Victoria Neufeld (ed.), Webster'sNew WorldDictionary, Third Edition, New York:


Simon & Schuster Macmillan Company, 1999.

William Lillie, an Introduction to Ethics, New York: Barnes Nable, 1957.

Anda mungkin juga menyukai