Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan sebutan bagi kemajuan


zaman sekarang ini. Dari tahun ke tahun, IPTEK sudah semakin maju dan menjadi
pengaruh pada kehidupan manusia. Tetapi etika aplikasi iptek sangat diperlukan
pada kehidupan masa kini. Etika memang bukan bagian dari ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK). Etika merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik
dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia
yang berhubungan dengan moralitas. Penerapan IPTEK dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari memerlukan adanya dimensi etis sebagai pertimbangan
yang terkadang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan IPTEK selanjutnya.
Hakikatnya, IPTEK dipelajari untuk mengembangkan dan memperkokoh
eksistensi manusia, dan bukan sebaliknya menghancurkan eksistensi manusia.
Oleh karena itu, tanggung jawab etis diperlukan untuk mengontrol kegiatan dalam
penggunaan IPTEK. Dalam kaitan hal ini, terjadi keharusan untuk memperhatikan
kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang,
dan bersifat universal. Keberadaan tanggung jawab etis tidak bermaksud
menghambat kemajuan IPTEK. Justru dengan adanya dimensi etis yang
mengendalikan, kemajuan IPTEK akan semakin berlomba-lomba meningkatkan
martabat manusia sebagai “tuan” teknologi dan bukan hamba teknologi.
Tanggung jawab etis juga diharapkan mampu menginspirasi, memacu, dan
memotivasi manusia untuk mengembangkan teknologi IPTEK yang tidak
mencelakakan manusia serta aman bagi lingkungan hidup.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika?
2. Apa sajakah jenis – jenis etika?
3. Bagaimana peran etika dalam IPTEK?
4. Bagaimana etika dalam menerapkan IPTEK?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian etika.
2. Mendeskripsikan jenis – jenis etika.
3. Untuk mengetahui peran etika dalam IPTEK.
4. Untuk mengetahui etika dalam menerapkan IPTEK.

1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas
wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika dalam Mengembangkan
IPTEK dan Menerapkan IPTEK”.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup etika dibagi ke dalam beberapa bidang, dan etika dalam
menerapkan IPTEK termasuk ke dalam bidang seperti:
1. Etika sesama manusia.
2. Etika dalam politik.
3. Etika profesi.
4. Etika lingkungan.
5. Etika sosial.

Etika dalam menerapkan IPTEK termasuk ke dalam etika profesi yang


merupakan bagian dari etika sosial yang menyangkut bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya secara professional dalam bidang IPTEK di masyarakat.
Seperti seorang peneliti yang ingin mngembangkan sebuah teknologi baru yang
harus di kaji secara terus – menerus agar penelitian tersebut dapat diterima oleh
para ahli di bidang IPTEK tersebut di masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Etika menurut kamus besar bahasa indonesia adalah ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika
berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai ethics dan etiquette. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang
filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh
bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum,
norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari
hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama sedangkan
norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan
sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
Menurut para ahli, etika dapat di definisikan sebagai berikut:
 W. J. S. Poerwadarminto
Menurut W. J. S. Poerwadarminto, etika merupakan ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak atau moral.
 Hamzah Yakub
Menurut Hamzah Yakub, etika yaitu menyelidiki suatu perbuatan mana
yang baik dan mana yang buruk.
 Soegarda Poerbakawatja
Menurut Soegarda Poerbakawatja, etika adalah sebuah filsafat berkaitan
dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
 Drs. O. P. Simorangkir
Menurut Drs. O. P. Simorangkir, etika merupakan pandangan manusia
terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.

 H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, etika merupakan ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akar pikirannya.
 Aristoteles
Aristoteles membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu Terminius
Technikus dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupakan etika
yang dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia. Manner and Custom merupakan suatu
pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan dengan tata cara dan adat
kebiasaan yang melekat dalan kodrat manusia atau in herent in human nature

3
yang sangat terkait dengan arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku
atau perbuatan manusia.
 K. Bertens
Menurut K. Bertens, etika merupakan nilai-nilai dan norma-norma moral,
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur perilaku.

 Prof. DR. Franz Magnis Suseno

Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno, Etika adalah ilmu yang mencari
orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam tindakan
manusia.

 Ramali dan Pamuncak

Menurut Ramali dan Pamuncak. Etika adalah pengetahuan tentang perilaku


yang benar dalam profesi.

 Martin
Menurut Martin. Etika adalah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan
atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
 Maryani dan Ludigdo

Menurut mereka, etika merupakan seperangkat norma, aturan atau pedoman


yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan
yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau
segolongan masyarakat.

 Ahmad Amin

Menurut Ahmad Amin. Etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan


tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia.

 Drs. Sidi Gajabla

Menurut Drs. Sidi Gajabla. Etika merupakan teori tentang perilaku atau
perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik dan buruknya sejauh
mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

4
 Drs. H. Burhanudin Salam

Menurut Drs. H. Burhanudin Salam. Etika ialah suatu cabang ilmu filsafat
yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan
perilaku manusia dalam kehidupannya.

 James J. Spillane SJ

Menurut James J. Spillane SJ. Etika adalah mempertimbangkan atau


memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan
yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal
budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya
serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.

 Asmaran
Menurut Asmaran. Etika adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia, tidak
hanya menentukan kebenaran seperti mereka, tetapi juga untuk menyelidiki
manfaat atau keuntungan dari semua perilaku manusia.

Menurut Magnis Suseno etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas


dan yang dihasilkan secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian
yang lebih mendasar dan kritis. F.Magnis Suseno menyatakan ada empat alasan
yang melatarbelakanginya yaitu:
a)    Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dan moralitas agama
seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini bukan itu.
b)    Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling
bertentangan.
c)    Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-
masalah baru dalam kehidupan manusia.
d)    Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama karena etika
mendasarkan pada rasionalitas bukan wahyu.

2.2 Jenis-jenis Etika

5
Etika dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain :

a. Etika Filosofis

Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis
sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa Yunani
yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebenaran atau
kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang menguraikan pokok-pokok etika
atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas
pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, masalah nilai-nilai moral secara
mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secara
mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.

 Macam-macam Etika Filosofis

Prof. Dr. W. Banning dalam bukunya Typen van Zedeleer, telah


menjelaskan dengan terang macam-macam etika filsafat ini. Macam-macam etika
filsafat sebagai berikut:

1. Etika metefisika adalah norma-norma baik dan buruk tidak dicari di


dalam kehendak Allah, tetapi di luar firman dan kehendak Allah, aliran ini
mencari norma-norma di dalam ide, di dalam alam, di dalam pertumbuhan evolusi
dan lain-lain.

2. Etika yang didasarkan pada individu, aliran ini mencari norma baik-
buruk itu di dalam nafsu atau di dalam keberuntungan.

3. Etika yang didasarkan pada masyarakat, aliran ini mencari normanya


untuk kepentingan bagi golongan tertentu atau di dalam hasil-hasil tindakan-
tindakan tertentu.

4. Etika nilai-nilai, aliran ini mencari norma baik-buruk itu di dalam nilai-
nilai tertentu, misalnya: kebaikan, kebenaran, keindahan.

Selain Prof. Dr. W. Banning, ada penulis-penulis lain yang


mengikhtisarkan Etika Filosofis ini dengan membagi dalam bentuk-bentuk:
1. Etika otonom, mendasarkan norma-normanya kepada kehidupan sendiri (ide,
nafsu, keberuntungan, vitalitas, perasaan, nilai dan sebagainya). Di sini manusia
yang bertindak sebagai pembuat undang-undang. Autos adalah si-Aku, yang
menetapkan nomos adalah undang-undang.

2. Etika heteronom, mengambil norma-normanya dari si-Aku, tetapi dari yang lain
(heteros) di dalam masyarakat kemanusiaan. Misalnya, dari rakyat (moral

6
fasisme), dari kaum proletar (moral marxisme), atau dari kemanusiaan (moral
humanisme).

3. Etika teonom, memakai pernyataan Allah sebagai sumber. Tetapi di sini


haruslah, selalu ditanyakan: Siapa Allah itu dan bagaimana Ia menyatakan diri?

Tokoh Etika Filosofis

- Emanuel Kant

Emmanuel Kant ( 1724-1804) adalah filsuf yang sangat berpengaruh dalam


sejarah filsafat modern, ia juga mengajarkan tentang etika. Etika Kant adalah etika
yang murni “apriori“ atau dengan kata lain etika ini tidak didasarkan atas
pengalaman empiris, misalnya perasaan enak-tidak enak, untung-rugi, cocok-tidak
cocok dan sebagainya. Dengan kata lain, etika Kant dibangun seluruhnya dari
prinsip-prinsip intelektualitas, sehingga dapat di pertanggungjawabkan secara
rasional. Kant mendapat hasil yang rupanya sama dengan hasil dari iman (jiwa
abadi dan Allah), tetapi Kant menyangka bahwa hasil itu dicapai hanya dengan
menggunakan akal saja. Akal menggunakan susila saja sebagai titik tolak, dan
bukan pernyataan Allah.

Setiap orang yang mempelajari etika Kant dengan cermat tidak akan meragukan
bahwa etika ini sangat mengesankan. Meskipun memiliki berbagai keunggulan,
bukan berarti etika Kant tanpa masalah, masalah kewajiban dalam pandangan
Kant masih sangat abstrak. Apakah dalam kenyataannya orang bertindak
melakukan kewajiban demi kewajiban belaka? Seandainya kita memenuhi
kewajiban demi kewajiban semata-mata, apakah sikap tersebut dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan akal budi yang sehat? Bukankah orang
melakukan kewajiban tidak secara buta demi kewajiban itu sendiri, melainkan
demi nilai-nilai yang ingin diperjuangkan? Dengan demikian, kewajiban bertujuan
pada pelaksanaan nilai-nilai ( kritik dari Max Scheler, 1874-1924 ). Max Scheler
adalah filsuf dari Jerman. Menurut Scheler orang bertindak bukan demi untuk
kewajiban belaka sebagaimana yang di ajarkan Kant, melainkan demi nilai-nilai.
Scheler memperlihatkan nilai-nilai itu dapat digolongkan ke dalam empat bagian.
Pertama, nilai-nilai enak-tidak enak yang berhubungan dengan kenikmatan-
kenikmatan penglihatan. Kedua, nilai-nilai vital: kesehatan keberanian, kebesaran
hati. Ketiga, nilai-nilai rohani yang meliputi: nilai-nilai estetis ( indah-jelek ),
nilai-nilai etis (keadilan dan kebenaran), nilai-nilai yang berhubungan dengan
pengetahuan murni yang dijalakan tanpa pamrih (filsafat). Keempat, nilai-nilai
yang menyangkut objek-objek absolut (yang kudus, yang profan, nilai religius).

b.  Etika Teologis

7
Etika pertama kali ada mulai sejak abad pertama, namun etika tersebut tidak
secara khusus dipelajari. Namun seiring berjalannya waktu, pokok-pokok etika
pun dibuat. Tokoh-tokoh yang mulai memberikan pemikiran pada pembuatan
pokok-pokok itu seperti: Tertullianus yang menulis tentang hal-hal apa saja yang
boleh dilakukan oleh seorang Kristen, Ambrosius yang fokus pada etika yang
mengatur tentang kewajiban-kewajiban para pejabat, dan Agustinus yang fokus
pada etika tertentu yaitu tentang kesabaran, tentang dusta karena terpaksa, dan
sebagainya.
Kemudian dalam abad pertengahan, hal-hal tentang etika dibicarakan lagi
dalam “Libri poenitentiales” (kitab-kitab mengenai pengakuan dosa). Di masa
reformasi ketiga tokoh reformator (Luther, Calvin, dan Zwingi) juga memberikan
suaranya mengenai etika politik dan etika jabatan. Selain tokoh reformator, ada
juga Schleiermacher yang baginya etika mencoba menerangkan tentang
kehidupan orang-orang beriman. Di abad ke-19 dan awal abad-20 banyak orang
yang mengikutinya. Berbeda dengan Kuyper yang menurutnya etika itu termasuk
golongan dogmatika dan dapat diuraikan secara khusus dan pendirian ini
dipertahankan oleh Prof. Dr. W. Geesink dan Prof. Karl Bath.

Bertolak dari sejarah yang diuraikan, dapat disimpulkan bahwa etika teologis
adalah sebuah etika yang bertolak dari praanggapan-praanggapan tentang
Allah/ilahi. Sehingga, secara singkat dapat dikatakan bahwa etika teologis
adalah sebuah etika yang didasarkan atas unsur-unsur agama. Etika teologis
memiliki sifat transempiris yaitu pengalaman manusia dengan Allah yang
melampaui kesusilaan tidak dapat diamati manusia dengan pancainderanya.
Karena etika teologis berhubungan dengan yang ilahi, maka sumber utama yang
dijadikan bagi etika ini ialah Alkitab dan alat bantu lainnya.

Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara
agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.

Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk
berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua perbuatan moral
sebagai:

1) Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan.


2) Perbuatan-perbuatan sebagai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan.
3) Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.

Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral itu


dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam

8
kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah
kitab suci.

c.  Etika Sosiologis

Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini menitik
beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup bermasyarakat. Etika
sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai keamanan, keselamatan, dan
kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri
dengan pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalankan
hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat.

d. Etika Diskriptif dan Etika Normatif

1)  Etika Diskriptif
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan
perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya
tentang nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang realitas
penghayatan nilai, namun tidak menilai. Etika ini hanya memaparkan, karenanya
dikatakan bersifat diskriptif. 

2)  Etika Normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku yang ideal
yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi etika ini berbicara
tentang norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi penilaian
dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya. Dengan
demikian etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia
harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.

e. Etika Teleologis

Teleologis berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati tujuan.
Etika teleologis menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik buruknya suatu
tindakan. Dengan kata lain, suatu tindakan di nilai baik kalau bertujuan untuk
mencapai sesuatu yang baik atau kalau akibat yang ditimbulkan baik. 
Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala
kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh
Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah
studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan,
akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai
dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah

9
studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun
dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius
tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral
akan baik buruknya  suatu tindakan dilakukan. Teleologi mengerti benar mana
yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir, yang
lebih penting adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan
menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu
dinilai baik. Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala
cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar
menurut hukum. Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan
“benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat
menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik
bagi diri sendiri.

 Egoisme Etis

Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.

Contoh : (mungkin masih ada) para petinggi politik yang saling berebut kursi
“kekuasaan” dengan melakukan berbagai cara yang bertujuan bahwa dia harus
mendapatkannya.

 Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut
bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.

Contoh : melakukan kerja bakti yang diadakan di lingkungan sekitar, sebagai


upaya untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi
nyaman dan sehat untuk masyarakatnya.

2.3 Peran Etika Dalam Perkembangan IPTEK

10
IPTEK adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu suatu
sumber informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan ataupun wawasan
seseorang dibidang teknologi. Dapat juga dikatakan, definisi IPTEK ialah
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi, baik itu
penemuan yang terbaru yang bersangkutan dengan teknologi ataupun
perkembangan di bidang teknologi itu sendiri.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlangsung sangat cepat.


Dengan pekembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan
meningkatkan taraf hidup manusia. Untuk menjadi manusia secara utuh, maka
tidak cukup dengan mengandalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, manusia
juga harus menghayati secara mendalam kode etik ilmu, teknologi dan kehidupan.
Apabila manusia sudah jauh dari nilai-nilai, maka kehidupan ini akan terasa
kering dan hampa. Oleh karena ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh
manusia harus tidak mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keluhuran.
Oleh karena itu etika mempunyai peran penting dalam masalah ini. Karena etika
merupakan suatu yang dapat menjamin adanya suatu tanggung jawab bersama,
yakni pihak pemerintah, masyarakat serta ilmuwan itu sendiri.

2.4 Etika Dalam Menerapkan IPTEK


Saat ini perkembangan teknologi komunikasi sudah banyak sekali
menghasilkan alat yang ditujukan untuk memperlancar komunikasi dan
memperpendek jarak yang tadinya menjadi penghalang bagi sampainya informasi
kepada komunikan.

Sebenarnya kecanggihan teknologi alat komunikasi sekarang ini sangat


membantu manusia dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari apalagi bagi mereka
yang tidak memiliki banyak waktu karena harus berhadapan dengan setumpuk
pekerjaan yang harus segera diselesaikan.

Namun dalam penerapannya, ilmu pengetahuan selalu mempunyai bias


negatif dan sekarang ini manusia justru terjebak ke dalam budaya konsumerisme
sebagai akibat dari ketergantungan manusia akan teknologi. Contoh yang paling
nyata adalah kehadiran handphone dalam masyarakat. Sebagai teknologi baru,
handphone telah merambah ke berbagai kalangan mulai dari kalangan ekonomi
atas, menengah, sampai kalangan ekonomi bawah. Handphone bukanlah barang
mewah lagi seperti dulu. Saat ini seorang tukang becak, pedagang asongan, supir
angkot dan keneknya tidak jarang yang telah memiliki benda kecil ini. Handphone
telah menjadi semacam gaya hidup bagi para pemiliknya. Kepemilikan atas
barang-barang yang bersifat material telah menjadi salah satu tolak ukur bagi
masyarakat yang ingin dikatakan modern. Mereka yang tidak ingin dikatakan
ketinggalan zaman akan rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli
handphone dan segala aksesorisnya meskipun banyak hal lain di luar handphone

11
yang lebih penting untuk dibeli. Orang berlomba-lomba untuk memiliki
handphone dengan fitur-fitur terbaru yang telah muncul di pasaran. Semakin
banyaklah dari mereka berganti-ganti model handphone karena gengsinya.

Seharusnya sikap atau etika yang harus kita miliki saat ini dalam
berkembangnya IPTEK yaitu kita harus memanfaatkan atau menggunakan
kemajuan teknologi dengan sebaik-baiknya dan dengan sebagaimana mestinya
alat tersebut digunakan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

IPTEK adalah singkatan dari ‘ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu suatu
sumber informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan ataupun wawasan
seseorang dibidang teknologi. Dapat juga dikatakan, definisi IPTEK ialah
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi, baik itu
penemuan yang terbaru yang bersangkutan dengan teknologi ataupun
perkembangan dibidang teknologi itu sendiri. Sebenarnya kecanggihan teknologi
alat komunikasi sekarang ini sangat membantu manusia dalam menjalani
aktivitasnya sehari-hari. Namun dengan kehadiran alat komunikasi yang semakin
canggih ini sering disalah gunakan, kini handphone telah menjadi semacam gaya
hidup bagi para pemiliknya. Kepemilikan atas barang-barang yang bersifat
material telah menjadi salah satu tolak ukur bagi masyarakat yang ingin dikatakan
modern.

3.2 Saran

Sebaiknya sikap atau etika yang harus kita miliki saat ini dalam
berkembangnya IPTEK yaitu kita harus memanfaatkan atau menggunakan
kemajuan teknologi dengan sebaik-baiknya dan dengan sebagaimana mestinya
alat tersebuat di gunakan.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://coffeestreet99.wordpress.com/jenis-jenis-etika/ (20 September 2017)

http://megainfo92.blogspot.co.id/2014/01/etika-pengembangan-ilmu.html

http://imadiklus.com/filsafat-ilmu-etika-dalam-pengembangan-ilmu-dan-
teknologi/

http://etikadalamiptek.blogspot.co.id/

http://ringgaparlian.blogspot.co.id/2010/04/peran-etika-dalam-pengembangan-
ilmu.html

http://www.pelajaran.co.id/2016/29/pengertian-etika-dan-fungsinya-menurut-
para-ahli.html (20 September 2017)

14

Anda mungkin juga menyukai