Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIKA PROFESI

“PENERAPAN ETIKA DALAM DUNIA KERJA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5 (KELAS 4B-D4)

Daffa Daniswara NIM. 19414200xx

Salsabila Alya Savira NIM. 1941420026

DOSEN PENGAMPU :

Drs. Achmad Sjaifullah.,M.Pd.

Dipresentasikan pada :

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2023

1
KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etika?
2. Bagaimana hubungan etika dengan etika profesi?
3. Apa saja klasifikasi etika?
4. Apa manfaat dari etika?
5. Bagaimana penerapan etika dalam dunia kerja?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian etika.
2. Mengetahui hubungan etika dengan etika profesi.
3. Mengetahui klasifikasi etika.
4. Mengetahui manfaat etika.
5. Mengetahui penerapan etika dalam dunia kerja

4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Etika
1) Menurut Etimologi
Kata etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos berarti watak kesusilaan atau
adat-istiadat (kebiasaan). Menurut Suhrawadi K Lubis, secara etimologi etika
berasal dari kata ethos yang diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau
kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan dalam kehidupan di atas
dunia ini. (Aprita, 2019)
2) Menurut Terminologi
Berikut pandangan para ahli mengenai etika :
• Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang sebenarnya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan
jalan untuk melaksanakan apa yang seharusnya diperbuat.
• Soegarda Poerbakawatja mengartikan sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik
buruk, berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan pengetahuan tentang
nilainilai itu sendiri.
• Asmaran AS mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia untuk menentukan nilai-nilai perbuatan baik atau buruk, sedangkan
ukuran menetapkan nilainya adalah pakai akal pikiran mnusia.
• Hamzah Ya’cub menyatakan etika sebagai imu yang menyelidiki mana yang baik
dan mana yang buruk dengan memperhatikan ama perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.
• Burhanuddin Salam mengartikan etika sebagai sebuah refleksi kritis dan rasional
menyamai nilai-nilai dan norma mora yang menentukan dan terwujud dalam sikap
dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.
• M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik
dan buruk. Jadi, bisa dikatakan etika berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan
buruk (ethics atau ‘ilm al akhlak al-qarimah), praktiknya dapat dilakukan dalam
disiplin filsafat.
5
• Lewis Mustafa adam mengartikann etika sebagai ilmu tentang filsafat, tidak
mengenai fakta, tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia
tetapi tentang idenya.
Beberapa definisi etika di atas dapat diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal. Pertama dilihat dari obyek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi
sumbernya, etika berasal dari pikiran atau filsafat. Etika bersifat relative dan
partikuler, dapat berubah sesuai dengan tuntunan zaman, dan memiliki
kekurangan, dan keterbatasan, kelebihan dan sebagainya. Ketiga dari segi
hubungan dengan ilmu lain, maka etika berkaitan dengan antropologi, psikologi,
sosiologo, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Etika membahas perilaku
manusia, sedangkan berbagai ilmu yang disebutkan itu sama-sama memiliki obyek
pembahasan yang sama dengan etika, yaitu perbuatan manusia. Keempat dari
fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan
bernilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya, karena konsep atau
pemikiran mengenai nilai-nilai untuk digunakan dalam menentukan posisi atau
status yang dilakukan manusia. Kelima dari segi sifatnya, etika bersifat relatif
yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntunan zaman.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.

6
2.2. Hubungan Etika dengen Etika Profesi
Apakah etika, dan apakah etika profesi itu? Kata etik (atau etika) berasal dari
kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Dengan demikian, etika akan
memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam
bentuk tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip
moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
(common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari
dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi
dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas
akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah- gunaan
keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Etika profesi sendiri merupakan suatu ilmu mengenai hak dan kewajiban yang
dilandasi dengan pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hal yang
diperlukan dalam beretika profesi. Sehingga tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang menyebabkan ketidaksesuain. Profesionalisme sangat penting
dalam suatu pekerjaan, bukan hanya loyalitas tetapi etika profesilah yang sangat
penting. Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga bila
suatu profesi tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang

7
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang
lain akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan yang berdampak sangat buruk,
karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam suatu
pekerjaan. (Aprita, 2019)
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka
ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat
akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa
(okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-
ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang
pantas diberikan kepada para elite profesional ini. (Siswanto, 2015)
2.3. Klasifikasi Etika
1) Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku
berdasarkan pada ketentuan atau norma baik buruk yang tumbuh dalam
kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kerangka etika ini pada hakikatnya
menempatkan kebiasaan yang sudah ada di dalam masyarakat sebagai acuan
etis. Suatu tindakan seseorang disebut etis atau tidak. Tergantung pada
kesesuaiannya dengan yang dilakukan kebanyakan orang. Menurut Nurfurqan &
Evrita (2019) etika deskriptif merupakan etika yang berusaha meneropong
secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku
atau sikap yang mau diambil.
Etika deskriptif mempunyai dua bagian yang sangat penting yaitu
sejarah kesusilaan dan fenomenologi kesusilaan. Sejarah kesusilaan adalah
apabila orang menerapkan metode historik dalam etika deskriptif. Hal yang di
selidiki adalah pendirian- pendirian mengenai baik dan buruk, norma-norma
kesusilaan yang pernah berlaku, dan cita-cita kesusilaan yang dianut oleh

8
bangsa-bangsa tertentu apakah terjadi penerimaan dan bagaimana
pengolahannya. Perubahan-perubahan apakah yang di alami kesusilaan dalam
perjalanan waktu, hal-hal apakah yang mempengaruhinya, dan sebagainya.
Sehingga bagaimanapun sejarah etika penting juga bagi sejarah kesusilaan.
Bagian yang kedua ialah fenomenologi kesusilaan. Istilah fenomenologi
dipergunakan dalam arti seperti dalam ilmu pengetahuan agama.
Fenomenologi agama mencari makna keagamaan dari gejala-gejala
keagamaan, mencari logos, susunan batiniah yang mempersatukan gejala-
gejala ini dalam keselarasan tersembunyi dan penataan yang mengandung
makna. Fenomenologi kesusilaan memiliki arti yaitu ilmu pengetahuan yang
melukiskan kesusilaan sebagaimana adanya, memperlihatkan ciri-ciri pengenal,
bagaimana hubungan yang terdapat antara ciri yang satu dengan yang lain, atau
singkatnya, mempertanyakan apakah yang merupakan hakekat kesusilaan.
Contohnya: Mengenai masyarakat Jawa yang mengajarkan tatakrama
berhubungan dengan orang yang lebih tua dari pada kita.
2) Etika Normatif

Kelompok ini mendasarkan diri pada sifat hakiki kesusilaan bahwa di


dalam perilaku serta tanggapan-tanggapan kesusilaannya, manusia menjadikan
norma- norma kesusilaan sebagai panutannya. Etika menetapkan bahwa
manusia memakai norma-norma sebagai panutannya, tetapi tidak memberikan
tanggapan mengenai kelayakan ukuran-ukuran kesusilaan. Sah atau tidaknya
norma- norma tetap tidak dipersoalkan yang di perhatikan hanya berlakunya.
Etika normatif tidak dapat sekedar melukiskan susunan - susunan formal
kesusilaan. Ia menunjukkan prilaku manakah yang baik dan prilaku manakah
yang buruk. Hal ini biasa disebut ajaran kesusilaan, sedangkan etika deskriptif
disebut juga ilmu kesusilaan. Etika normatif memperhatikan kenyataan-
kenyataan, yang tidak dapat di tangkap dan diverifikasi secara empirik.
Etika yang berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu tindakan
etis atau tidak, tergantung dengan kesesuaiannya terhadap norma-norma yang
sudah dilakukan dalam suatu masyarakat. Norma rujukan yang digunakan untuk
menilai tindakan wujudnya bisa berupa tata tertib, dan juga kode etik profesi.
9
Contohnya: Etika yang bersifat individual seperti kejujuran, disiplin, dan
tanggung jawab.
3) Etika Deontologi

Etika Deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik buruk berdasarkan


apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Dengan kata lain, suatu
tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri,
sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya suatu
tindakan dinilai buruk secara moral karena tindakan itu memang buruk secara
moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil
adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian.
Etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan
tersebut: baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah
diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Atas dasar itu,
etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang
kuat untuk bertindak sesuai dengan kewajiban. (Keraf, 2010)
Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik. Jadi, etika Deontologi yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena
tindakan itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik
untuk dirinya sendiri.
4) Etika Teleologi
Etika Teleologi menilai baik buruk suatu tindakan berdasarkan tujuan
atau akibat dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan
baik dan mendatangkan akibat baik. Jadi, terhadap pertanyaan, bagaimana harus
bertindak dalam situasi kongkret tertentu, jawaban teleologi adalah pilihlah
tindakan yang membawa akibat baik.
Etika teleologi lebih bersifat situasional dan subyektif. Kita bisa
bertindak berbeda dalam situasi yang lain tergantung dari penilaian kita tentang
akibat dari tindakan tersebut. Demikian pula, suatu tindakan yang jelas-jelas
bertentangan dengan norma dan nilai moral bisa di benarkan oleh kita teleologi
hanya karena tindakan itu membawa akibat yang baik.
Suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat
10
yang baik dan berguna. Dari sudut pandang “apa tujuannya”, etika teleologi
dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Teleologi Hedonisme (hedone = kenikmatan) yaitu tindakan yang
bertujuan untuk mencari kenikmatan dan kesenangan.
 Teleologi Eudamonisme (eudemonia = kebahagiaan) yaitu tindakan yang
bertujuan mencari kebahagiaan yang hakiki
Etika teleologi dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Egoisme

Dua konsep yang berhubungan dengan egoisme yaitu: egoisme


psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan
berkutat diri (selfish). Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang
lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan
kepentingan dirinya. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri (self-interst). Jadi yang membedakan tindakan
berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri
(egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat
diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan
orang lain.
Paham atau teori egoisme etis ini menimbulkan banyak dukungan
sekaligus kritikan. Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri.
b. Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai
dengan moralitas sehat.
Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang.
2) Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata
Inggris utility yang berarti bermanfaat. Perbedaan paham utilitarianisme
11
dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat.
Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan
paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak
(kepentingan bersama, kepentingan masyarakat). Dari uraian sebelumnya,
paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:
a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya
(akibat, tujuan, atau hasilnya).
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter
yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap paham ini antara lain:

a. Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan


tujuan/manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan
mengabaikan aspek rohani (spiritual).
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak
individu/minoritas demi keuntungan sebagian besar orang (mayoritas).
5) Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan. Etika
keutamaan juga tidak mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap
hukum moral universal. Etika keutamaan lebih mengutamakan pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang.
Aristoteles mengatakan nilai moral ditemukan dan muncul dari
pengalaman hidup dalam masyarakat, dari teladan dan contoh hidup yang
diperlihatkan oleh tokoh-tokoh besar dalam suatu masyarakat dalam
menghadapi dan menyikapi persoalan-persoalan hidup ini.
Etika keutamaan sangat menekankan pentingnya sejarah kehebatan
moral para tokoh besar dan dari cerita dongeng ataupun sastra kita belajar
tentang nilai dan keutamaan, serta berusaha menghayati dan mempraktekkannya
seperti tokoh dalam sejarah, dalam cerita, atau dalam kehidupan masyarakat.
Tokoh dengan teladannya menjadi model untuk kita tiru. Etika keutamaan
sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas manusia, karena pesan moral
12
hanya di sampaikan melalui cerita dan teladan hidup para tokoh lalu
membiarkan setiap orang untuk menangkap sendiri pesan moral itu. Setiap
orang dibiarkan untuk menggunakan akal budinya untuk menafsirkan pesan
moral itu, artinya terbuka kemungkinan setiap orang mengambil pesan moral
yang khas bagi dirinya, dan melalui itu kehidupan moral menjadi sangat kaya
oleh berbagai penafsiran.
2.4. Manfaat Etika
Manfaat etika sebagai berikut:
1) Menjadi pembeda antara yang baik dan buruk
2) Mendorong individu untuk bersikap kritis
3) Etika bermanfaat sebagai pendirian dalam diri
4) Membantu dalam membuat suatu hal sesuai aturan
5) Etika bisa membantu dalam mengemukakan pendapat
2.5. Penerapan Etika Dalam Dunia Kerja

13
BAB III
STUDI KASUS
3.1. Studi Kasus …..

14
BAB IV
KESIMPULAN

15
DAFTAR PUSTAKA

Aprita, S. (2019). Etika Profesi Hukum (1 ed., Vol. 21, Nomor 1). http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203
Keraf, S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. PT. Kompas Media Nusantara.
Nurfurqan, & Evrita, E. (2019). Penerapan Etika Profesi. Jurnal Ilmiah Ilmu Perfilman &
Pertelevisian, 2(1), 144–169.
Siswanto, A. (2015). Buku Ajar Etika Profesi (A. Siswanto (ed.); 1 ed.). Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya.

16

Anda mungkin juga menyukai