PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah profesi akan dianggap profesional jika pemegangnya sudah memenuhi
kualifikasi tertentu. Diantaranya adalah jika jabatan atau profesi tersebut melibatkan
kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan
persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan permanen, menentukan
baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan
mempunyai kode etik yang mengikat, mengatur segala tingkah laku dan etika yang
harus ditaati oleh anggotanya.
Etika menjadi bersifat rasional, karena etika mengandalkan kebebasan sebagai
unsur yang hakiki. Kebebasan dalam praktik hidup sehari-hari mempunyai ragam
yang banyak yaitu kebebasan rohani dan jasmani, kebebasan sosial, kebebasan
psikologi dan kebebasan moral. Tetapi semua kebebasan itu adalah kebebasan yang
bertanggung jawab yang memiliki nilai etis dan moralitas yang tinggi.
Berangkat dari hal tersebut, maka penulis akan mengulas sendikit tentang
etika berprofesi dalam sebuah makalah yang berjudul Paradigma Etika Profesi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika?
2. Apa urgensi etika?
3. Apa pengertian moralitas, norma, perundangan, dan etika?
4. Bagaimana makna etika profesi keguruan?
5. Bagaimana kode etik profesi?
PETA PEMBAHASAN
“PARADIGMA ETIKA PROFESI”
Etika
1
Pengertian Etika Urgensi Etika
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Etika
1. O.P. Simorangkir: etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Sidi Gazalba dalam sistematika filsafat: etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal. O H. Burhanudin Salam: etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia
dalam hidupnya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan
baik dan buruknya prilaku manusia:
1. Etika deskriftif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini
3
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi Penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Secara umum, etika dapat dibagi menjadi:
4
B. Urgensi Etika
Pada dasarnya etika adalah cabang filsafat yang mendalami pertanyaan
tentang moralitas, mulai dari dasar bahasa yang dipakai, ontologi dan hakikat
pengetahuan terhadap moral, bagaimana seharusnya nilai moral dibatasi, bagaimana
akibat (konsekuensi) moral dapat muncul dalam satu situasi, bagaimana kapasitas
moral atau pelaku moral dapat mengeluarkan pendapat dan apa hakikatnya, dan
sekalogus berperan memaparkan apa nilai moral yang biasanya dipatuhi oleh orang.
Etika tidak membiarkan pendapat – pendapat moral begitu saja, melainkan
menuntut agar pendapat – pendapat moral yang dikemukakan tersebut dipertanggung
jawabkan. Tidak hanya itu, etika juga berusaha menjernihkan permasalahan moral.1
Etika dalam perkembangannya sangat memengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang
perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita.
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat,
bilamana dalam diri para anggota profesi memiliki kesadaran kuat untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi
kepada masyarakat. Kehadiran etika dalam profesi diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain untuk melindungi masyarakat dari
penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian (Wignjosoebroto: 1999). Tanpa
etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang sedikitpun tidak
diwarnai dengan nilai – nilai idealisme dan ujung – ujungnya akan berakhir dengan
tidak adanya lagirespek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
anggota profesi.2
Jadi, dari pernyataan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa urgensi etika
dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial adalah sangat penting sekali. Tanpa
1Syaiful Sagala dan Syawal Gultom, Praktik Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI, (Bandung:
Alfabeta, 2011), 3 – 4.
2Ondi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Kuningan: Refika Aditama, 2015), 90.
5
adanya etika yang memperhatikan seluruh aspek manusia dalam berperilaku maka
bisa jadi manusia atau individu tersebut akan sulit diterima di masyarakat.
6
hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan
dapat menjadi objek kepentingan
b. Hodgkinson (1978 dan 1983) menyediakan sebuah kerangka yang berguna
yang dengannya nilai dapat dianalisis dan ditafsirkan. Ia mendefenisikan nilai
sebagai konsep tentang apa yang diinginkan dan dengan kekuatan motivasi,
dan sebagai penentu penggerak penentu tingkah laku.
Dengan pengetian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah suatu
konsep atau sebuah keyakinan yang abadi dan dianggap sangat penting dalam
kehidupan seseorang, yang dengan konsep itu seseorang dipandang baik secara
personal dan sosial, bahkan merupakan kekuatan dalam melahirkan motivasi untuk
menentukan tingkah laku seseorang.
Ketika berbicara mengenai nilai maka tidak akan jauh pula dengan apa yang
sering disebut dengan norma. Yang disebut dengan norma adalah sesuatu yang
berkaitan erat dengan nilai – nilai yang dianggap baik, yang berupa aturan – aturan
yang mengikat dan harus diindahkan agar seorang individu dapat hidup sesuai dengan
harapan masayarakat dan dapat diterima oleh masyarakat yang menciptakan norma –
norma itu sendiri.
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan
profesi, sehingga hal – hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi
tertentu dapat meningkat menjadi peraturan – peraturan hukum atau perundangan.5
Achmad Ali menyatakan hukum atau perundangan adalah seperangkat norma
tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh
pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak
tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara
keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
Etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti norma-
norma, nilai-nilai/kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik.
5 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 33.
7
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat
apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu dalam kehidupan sehari – hari, apakah memang patut untuk
dijadikan teladan atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya,
meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya
dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan
siswa, teman- temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian
masyarakat luas.
Agar citra yang baik di masyarakat tetap melekat pada profesi guru atau
keguruan, maka setiap anggota profesi ini harus senantiasa menjaga etika atau
tingkah lakunya. Untuk hal ini, terdapat beberapa kode etik guru yang telah
ditetapkan. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua
umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya
sebagai guru. Sebagaimana halnya dengan profesi yang lain, Kode Etik Guru
Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang
dan pengurus daerah PGRI dari seluruh penjuru Indonesia. Kongres pertama
dilakukan pada tahun 1973 di Jakarta dan kemudian disempurnakan dengan Kongres
PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta.6 Adapun teks Kode Etik yang telah
disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
6 Basuni Suryamiharja, PGRI Sebagai Organisasi Profesi Bagi Guru, (Bandung: IPBI, 1986), 31.
8
3. Guru berusaha memperoleh inforamasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan beimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik – baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar.
5. Guru memlihara hubungan baik dengan orang tua murid, dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama – sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesia, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama – sama memelihara dan mrningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
9
aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan
sehari- hari. Selanjutnya dalam kode etik pegawai negeri sipil itu digariskan pula
prinsip-prinsip pokok tentang pelaksaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.
Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam
hidup sehari-hari. Kode etik suatu profesi adalah norma – norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat. Norma – norma tersebut berisi petunjuk – petunjuk
bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan
larangan – larangan, yaitu ketentuan – ketentuan tentang apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka. Tidak saja dalam menjalankan tugas profesi
mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya
dalam pergaulan sehari – hari di dalam masyarakat.9
Pada dasarnya tujuan merumusakan kode etik dalam profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik, menurut (R. Hermawan S, 1979):
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang
bersangkutan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (material),
misalnya menetapkan tarif – tarif minimum bagi honorarium anggota profesi
dalam melaksanakan tugasnya, maupun kesejahteraan batin (spiritual atau
mental), misalnya memberikan petunjuk – petunjuk kepada para anggotanya
untuk melaksanakan tugas profesinya.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melakasanakan
tugasnya.
9 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, 29 – 30.
10
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk hal ini, kode etik juga memuat norma – norma dan anjuran agar para
anggota profesi selalu beusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisai profesi, maka diwajibkan kepada setiap
anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan – kegiatan yang dirancang organisasi.10
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
8. Menentukan baku standartnya sendiri11
10 Ibid, 30 – 32.
11 Ondi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, 99.
11
BAB III
KESIMPULAN
Etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
12
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat
apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya. Agar citra yang baik di masyarakat tetap melekat
pada profesi guru atau keguruan, maka setiap anggota profesi ini harus senantiasa
menjaga etika atau tingkah lakunya.
Kode etik suatu profesi adalah norma – norma yang harus diindahkan oleh
setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya
di masyarakat. Norma – norma tersebut berisi petunjuk – petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan –
larangan, yaitu ketentuan – ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh mereka. Tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka,
melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam
pergaulan sehari – hari di dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Loren. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005
Penerangan RI, Dep. Undang – Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok – Pokok Kepegawaian. Jakarta: Dep. Penerangan RI. 1974
Sagala, Syaiful dan Gultom, Syawal. Praktik Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah
NKR., Bandung: Alfabeta. 2011
Saondi, Ondi. dan Suherman, Aris. Etika Profesi Keguruan. Kuningan: Refika Aditama, 2015
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta. 2009
Suryamiharja, Basuni. PGRI Sebagai Organisasi Profesi Bagi Guru. Bandung: IPBI. 1986
13