A. Pengertian Etika
Pembicaraan tentang etika bagi setiap profesi termasuk profesi hukum berkaitan dengan
norma kehidupan antar manusia, yang sangat erat hubungannya dengan hak asasi manusia
(human rights), hak asasi manusia adalah hak dasar anugerah Tuhan yang melekat sejak lahir.
Esensi etika adalah norma hidup antar manusia supaya manusia yang satu memperlakukan
manusia lainnya sebagai manusia. Demikian juga sebaliknya.
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, dari kata “Ethikos, etos” yang berarti adat,
kebiasaan, praktik1. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk
jamak inilah terbentuk kata Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau, ilmu tentang adat kebiasaan2.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjunya disebut KBBI) Etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Moral
merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari
ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga dan yang
terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol untuk
penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan3.
Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini
kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut
akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak
bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk
atau salah karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Jadi kata etika dipakai dalam dua pengertian, yaitu:
1. Sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang diterima sebagai pegangan bagi perilaku
masyarakat. Dalam hal ini etika sama artinya dengan moral atau moralitas, seperti dalam
ungkapan “hal itu tidak etis”.
1
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 12
2
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 13
3
A. Purwa hadiwardoyo, Moral dan masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hal 13
2. Etika adalah ilmu. Etika adalah studi tentang moralitas dan etika dalam arti pertama.
Etika mempelajari kehidupan baik dan buruk dalam arti moral dan menentukan yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus
selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Pembedaan etika menjadi
etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah etika
deskriptif. Lebih lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang
prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah
kebebasan, tanggung jawab, dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan
prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Adapun
etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika
sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.
B. Macam-macam Etika
Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang
tingkah laku manusia. Ada 3 pendekatan ilmiah tentang moralitas yaitu, etika deskripsi, etika
Normatif dan Metaetika.
1. Etika Deskriptif
Mempelajari dan menguraikan atau mempelajari moral sesuatu masyarakat, kebudayaan dan
bangsa tertentu dalam suatu periode sejarah ia melukiskan adat istiadat, anggapan-anggapan
tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan dan dilarang.
2. Etika Normatif
Secara sistematis berusaha menyajikan serta membenarkan suatu sistem moral. Disini
para ahli tidak bertindak sebagai penonton netral , seperti dalam etika deskriptif tapi ia
melibatkan diri dengan memberikan penilaian tentang perilaku manusia.
3. Metaetika
Erat hubungannya dengan etika normatif. Sampai tahap tertentu etika normatif dan etika
deskriptif mencakup juga kegiatan metaetika. Metaetika adalah studi tentang etika normatif, ia
terkadang disebut etika analitis , karena ia menganalisa. Metaetika mengkaji makna istilah-istilah
moral dan logika dari penalaran moral.
C. Fungsi Etika
Pada dasarnya etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar bisa
mencapai tujuan hidupnya. Fungsi utama etika yaitu untuk membantu kita mencari orientasi
secara kritis dalam berhadapan dengan berbagai moralitas yang mungkin membingungkan bagi
seseorang. Fungsi ini berangkat dari rumusan etika adalah pemikiran sistematis tentang
moralitas, dan dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan sesuatu pemikiran yang
lebih mendasar dan kritis4.
Fungsi etika juga memegang peranan penting. Pendidikan profesional tidak lengkap tanpa
pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika profesional tersebut. Menurut Magnis Suseno
etika adalah pemikiran sistemmatis tentang moralitas ,dan yang dihasilkan secara langsung
bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis F.Magnis Suseno
menyatakan ada empat alasan yang menlatarkan belakanginya.
1. Etika dapat membantu dalam mengali rasionalitas dan moralitas agama,seperti mengapa
Than memerintahkan ini bukan itu
2. Etika membantu dalam mengintterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan
3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah masalah baru
dalam kehidupan manusia
4. Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama karena etika memndasarkan
pada rasionallitas bukan wahyu
D. Pengertian Profesi Hukum
Profesi dalam kamus besar bahasa indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Jenis profesi yang dikenal
antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan (guru).
menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :
1. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang
dan diperluas.
2. Suatu teknis intelektual.
3. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis.
4. Suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi.
5. Beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
6. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
4
Franz magnis Suseno, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta, hal 23
7. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan
kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
Dalam sistematika etika sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, menurut hemat
penulis, dapatlah diketahui bahwa etika profesi termasuk dalam bidang kajian etika sosial yakni
etika yang mebicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat masyarakat.
Lalu apakah yang dikatakan profesi itu sendiri? Dan bagaimana dengan kata bekerja,
apakah berbeda dengan profesi? Profesi berbeda dengan pekerjaan. Sebelum kita mempersoalkan
tentang hakikat profesi, terlebih dahulu perlu diungkapkan bahwa manusia sendiri adalah
makhluq yang senang bekerja. Pengertian berkerja di sini harus ditafsirkan secara luas, tidak
hanya dalam arti fisik, tetapi juga psikis.
Darji Darmodiharjo dan Sidharta menyimpulkan bahwa bekerja merupakan kebutuhan
bagi setiap manusia, khususnya bagi manusia yang memasuki usia produktif. Dengan bekerja
manusia akan memperoleh kepuasan dalam dirinya. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang ingin
dicapai oleh manusia atas pekerjaan, semakin keras upaya yang diperlukan, dengan kata lain
bahwa pekerjaan yang mendatangkan kepuasan yang tinggi itu menuntut persyaratan yang tinggi
pula lalu semakin tinggi tuntutan persyaratannya, semakin psikis pula sifat pekerjaannya 5.
Persyaratan-persyaratan yang dilekatkan kepada pekerjaan itu pula yang menyebabkan suatu
pekerjaan mempunyai bobot kualitas berbeda dengan pekerjaan lain sehingga dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi persyaratan suatu pekerjaan maka semakin berkualitas pekerjaan tersebut.
Nah, nilai kualitas pekerjaan yang tertinggi itulah yang disebut dengan profesi.
Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang
memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung
pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah
kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta
merupakan unsur esensial dan martabat manusia.
Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu:
a. Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim,
Advokat, dan Jaksa);
b. Pencegahan konflik (perancangan hukum);
5
Soerjanto Poespowardojo, menuju kepada manusia seutuhnya dalam bunga rampai sekitar manusia, gramedia,
Jakarta, 1994, hal 72
c. Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); dan
d. Penerapan hukum di luar konflik.
Profesi hukum di Indonesia meliputi semua fungsionaris utama hukum seperti Hakim,
Jaksa, Advokad, Notaris, Kepolisian dan Jabatan lain. Apabila terjadi penyimpangan atau
pelanggaran kode etik, maka mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai
dengan tuntukan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi ada dewan kehormatan yang akan
mengoreksi pelanggaran kode etik.
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan
perkembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur.
Frans Margins Suseno (1975) mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang
mendasari keperibadian profesional hukum.
1. Kejujuran
2. Otentik
3. Bertanggung jawab
4. Kemandirian moral
5. Keberanian moral
Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan sarana yang
mewujud dalam berbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum.
Keseluruhan kaidah hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu
sistem yang disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidah-kaidah
hukumnya serta penegakannya merupakan produk dari perjuangan manusia dalam upaya
mengatasi masalah-masalah kehidupan. Dalam dinamika kesejahteraan manusia, hukum dan tata
hukumnya tercatat sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengadaban dan
penghalusan dari budi manusia.
Pengemban profesi hukum memiliki dan menjalankan otoritas profesional yang bertumpu
pada kompetensi teknikal yang lebih superior. Sedangkan masyarakat yang tersandung masalah
hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut tidak memiliki kompetensi teknikal atau tidak
berada dalam posisi untuk menilai secara obyektif pelaksanaan kompetensi tekhnikal pengemban
profesi yang diminta pelayanan profesionalnya. Karena itu, masyarakat yang tersandung masalah
hukum dan bersinggungan dengan profesi tersebut berada dalam posisi tidak ada pilihan lain
kecuali untuk mempercayai pengemban profesi terkait. Mereka harus mempercayai bahwa
pengemban profesi akan memberi pelayanan profesionalnya secara bermutu dan bermartabat
serta tidak akan menyalahgunakan situasinya, melainkan secara bermartabat. Dan, secara
bermartabat akan mengarahkan seluruh pengetahuan dan keahlian berkeilmuannya dalam
menjalankan jasa profesionalnya.
E. Penegak Hukum
1. Arti penegak hukum
Pengertian penegak hukum dapat dirumuskan sebgai usaha melaksanakan hukum sebgai
mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran
memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakan kembali. Penegakan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
1. Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbut lagi
(percobaan);
2. Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
3. Penyisihan atau pengecualian (pencabutan hak-hak tertentu);
4. Pengenaan sanksi badan (pidana, penjara, pidana mati);
Dalam pelaksanaannya tugas penegekan hukum, penegakan hukum wajib menaati norma-
norma yang telah ditetapkan. Notohamidjojo menggunakan empat norma yang penting dalam
penegakan hukum, ytaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatautan, dan kejujuran.
a. Kemanusiaan
Norma kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Dihadapan hukum, manusia
harus dimanusiakan, artrinya dalam penegakan hukum manusia harus dihormati sebagai pribadi
dan sekaligus sebagai mahlik social. Martabat manusia yang terkandung didalam hak-hak
manusia menjadi prinsip dasar hukum, yaitu dasar kenmanusiaan dal adil dan beradab.
Manusia menuntut kodratnya adalah baik, namun kondisi hidup yang kadangkala memaksa
manusia berbuatrjahat-justru untuk mempertahankan kodratnya itu. Untuk mempertahankan
hidup, maka dia mencuri hak orang lain walaupun dia sadar bahwa mencuri hak orang lain itu
dilarang oleh hukum positif. Menurut pertimbangannya, daripada mati kelaparan lebih baik
bertahan hidup dengan barang curian, dan hidup adalah hak asasi yang harus dipertahankan.
b. Keadilan
Menurut Thomas Aquinas, keadilan adalah kebiasaan untuk memberikan kepada orang
lain apa yang menjadi haknya berdasarkan kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak itu ada
pada setiap manusia. Hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat. Adanya hak
mendahului adanya keadilan. Hak yang dimiliki setiap manusia melekat pada kodrat manusia itu
sendiri, bukan semata-mata berasal dari luar diri manusia . jadi, adanya hak itu dapat diketahui
dari dua sisi. Pada satu sisi hak itu melekat pada diri karena kodrat manusia, sedangkan pada sisi
lain hak itu merupakan akibat hubungan dengan pihak lain melalui kontrak, keputusan hukum.
Hak karena kodrat bersifat mutlak, sedangkan hak karena kontrak, keputusan hukum bersifat
relative.
Hak pada sisi pertama sering disebut hak kodrat yang berasal dari hukum kodrat (ius
naturale). Hak pada sisi lainnya disebut hak kontrak yang berasal dari hukum positif. Thomas
aquinus menyatakan bahwa segala sesuatu yang bertentengan dengan hak kodrat selalu dianggap
tidak adil. Manusia mempunyai hak kodrat yang berasal dari tuhan, tetapi juga mempunyai
kewajiban kodrat terhadap orang lain. Apabila hak kodrat itu dijelmakan kepada hukum positif,
maka segala sesuatu yang bertentangan dengan hukum positif selalu dianggap tidak adil.
Keadilan merupakan salah satu bentuk kebaikan yang menuntun manusia dalam
berhubungan sesama manusia. Seorang disebut adil bila mengakui orang lain sebagai orang
yang mempunyai hak yang seharusnya dipertahankan atau diperolehnya. Keadilan juga dapat
dalam bentuk kewajiban, sebagai hutang yang harus dibayar kepada orang lain. Sanksi pidana
terhadap pelaku kejahatan berfungsi sebagai pembayaran kembali untuk memulihkan
pelanggaran pidana yang telah dilakukannya. Sanksi pidana berfungsi mengalihkan keadilan
yang dirusak oleh pelaku kejahatan. John Kaplan seperti dikutip oleh muladi dan barda nawawi
menyatakan, pemidanaan mengandung arti bahwa hutang penjahat telah dibayar kembali.
c. Kepatutan (equity)
Pada dasarnya kepatutan merupakan suatu koreksi terhadap keadilan legal. Keadilan legal
adalah keadilan yang menerbitkan hubungan antara individu dan masyarakat atau Negara. Yang
diperlukan oleh manusia adalah koreksi atau perhatian khusus kepada dirinya. Kepatutan
memperhatikan dan memperhitungkan situasi dan keadaan manusia individual dalam penerapan
keadilan, kepatutan merupakan kebaikan yang menggerakan manusia untuk berbuat secara
rasional dan menggunakan keadilan. Kepatutan menyingkirkan kekerasan dan kekejaman hukum
terutama dalam situasi dan kondisi khusus. Dengan menggunakan kepatutan, hubungan yang
meruncing antara manusia dikembalikan kepada proporsi yang sewajarnya.
d. Kejujuran
Penegak hukum harus jujur dalam menegakan hukum atau melayani pencari keadilan dan
menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan dengan kebenaaran, keadilan,
kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dn ketulusan pribadi seseorang yang sadar
akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kejujuran
mengarahkan penegakan hukum agar bertindak benar, adil, dan patut. Kejujuran adalah kendali
untuk berbuat menurut apa adanya sesuai dengan kebenaran akal (ratio) dan kebenaran hati
nurani (ratio) dan kebenaran hati nurani. Benar menurut akal, baik menurut hati nurani. Benar
menurut akal diterima oleh hati nurani.
Penegak hukum yang jujur melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, dan itu menurut
pertimbangannya adalah baik. Kejujuran itu dibuktikan oleh:
1. Perbuatan rasional (benar);
2. Pelayanan terhadap pencari keadilan manusiawi (beradab);
3. Bicaranya lemah lembut dan ramah (sopan);
4. Wanita diperlakukan secara wajar dan sopan (senonoh);