Anda di halaman 1dari 32

RESUME

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi

Dosen Pengampu :Edi Mudjaidi S.H.,M.H.

GILANG PURNAMA AZI

1111180419

6/J

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2021
PERTEMUAN KE-2 (8 MARET 2021)
NORMA HIDUP
 
Mahasiswa Fakultas Hukum adalah mahasiswa yang akan dicetak menjadi Sarjana Hukum
atau Ahli Hukum. Kelak mereka akan masuk menjadi komunitas ilmuwan yang berprofesi di
bidang hukum. Yaitu mereka terikat oleh batasan-batasan dalam lingkungan komunitasnya. 

Menurut Mochtar Kusumaatmaja, sebagaimana dikutip oleh Kansil, Suatu pendidikan


professional tanpa pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika profesional tidak lengkap. 
Dalam kaitannya dengan kemampuan ahli hukum (hakim) untuk menggali hakikat dan tujuan
hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menurut Bagir Manan, ada tiga kategori
hakim, yaitu :
1. Hakim sekedar menjadi mulut / corong undang-undang;
2. Hakim sebagai penterjemah aturan hukum yang ada;
3. Hakim sebagai pembentuk hukum (rechtscheppe, Judge made law)

Manusia yang berkepribadian adalah manusia yang mampu berpikir, karena dengan
kemampuan berpikir itulah maka ia berpribadi. Sedang berpikir adalah upaya untuk
memecahkan permasalahan manusia atas dasar tuntutan dari dalam dirinya yang
berkehendak. Maka pengembangan kepribadian adalah peningkatan cara berpikir dalam
dirinya berkehendak.
Pada dasarnya kebutuhan manusia dikelompokkan kepada empat jenis :
1. Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan
jasmani, seperti pakaian, makanan, dan perumahan.
2. Kebutuhan phisikis yang bersifat immaterial untuk kesehatan dan keselamatan
rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, dan agama.
3. Kebutuhan biologis yang bersifat seksual untuk membentuk keluarga dan
kelangsungan hidup generasi secara turun temurun, seperti perkawinan dan berumah
tangga.
4. Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis
kebutuhan diatas, seperti perusahaan dan profesi.

Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk-makhluk polis (Nergara,


Kota). Kecenderungan alamiah dari manusia ialah membentuk kelompok, bertindak dalam
kelompok, dan bertindak sebagai kelompok. Manusia sebagai zoon politicon, berarti manusia
sebagai makhluk sosisal dan politik (man is social and political being). Pemahaman makhluk
social dan politik, berarti manusia itu selalu hidup dalam suatu pergaulan hidup (man is social
being) dan selalu berorganisasi (is a political being).
Keahlian, kemampuan, kepandaian, dan kebutuhan atau kepentingan hidup manusia
yang satu dengan manusia yang lain, berbeda tidak selalu sama. Karena perbedaan yang ada,
kadang-kadang dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya, mereka bersaing
satu sama lain. Persaingan kadang-kadang meningkat kepada keadaan yang memeras
“memangsa” yang lain (Homo Homini Lupus).
PERTEMUAN KE-3 (15 MARET 2021)
ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK
 
A. ETIKA DAN MORAL
Secara etimologi kata “etika” sama dengan “moral”, artinya adat kebiasaan. Kata
moral sama dengan etika, yaitu etika sebagai nilai-nilai atau norma-norma.
(bukan sebagai ilmu) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.
Dalam KBBI, moral berarti 1) Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. 2)
Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin,
dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagai mana terungkap dalam
perbuatannya. 3) Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
Walaupun kata etika dan moral secara etimologis bermakna sama (ethos, moral,
mores, mengandung arti yang sama), namun secara filosifis esensi makna dari dua
istilah itu, bisa dibedakan. Menurut Frans Magnis Suseno yang dimaksud moral adalah
ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, lisan atau
tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia
yang baik. Sedangkan etika adalah filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan moral. Atau dikatakan, etika adalah ilmu pengetahuan
tentang moral (kesusilaan).
Moralitas (morality) atau sering disebut ethos ialah sikap manusia berkenaan
dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. “Ethos” menunjukan
ciri-cici, pandangan, nilai yang menandai kelompok. Dalam Consice Oxford Dictionary
(1974), disebutkan bahwa ethos Characteristic spirit of community, people or system
(suasana khas yang yang menandai suatu kelompok, bangsa, atau sistem). Dalam
Webster’s New World Dictionary of the American Language (1980), bahwa ethos
adalah “the characteristic and distinguishing, attitudes, habits, beliefs, atc of an
individual or group”. Dalam KBBI, etos artinya pandangan hidup yang khas suatu
golongan sosial.
 
B. FILSAFAT MORAL
Filsafat moral membicarakan sesuatu yang dipandang baik atau buruk. Ada
beberapa sistem atau teori normatif, sebagai berikut :
 Hedonisme
Dari kata Hedone yang berarti kesenangan. Menurut teori ini kesenangan
dapat dikendalikan, agar tidak bersinggungan dengan kesenangan orang
lain. Filsafat moral ini kemudian berkembang susuai dengan
perkembangan alam, budaya, dan situasi lingkungan yang dihadapinya.
 Eudemonisme
Dari kata dasar Eudomonia berarti kebahagiaan.Pencetus teori ini adalah
Aristoteles yang ditulis dalam bukunya “Ethika
Nicomachela”. Menurutnya setiap tindakan manusia itu selalu mengarah
kepada dua hal : Tujuan untuk menemukan tujuan selanjutnya dan tujuan
demi dirinya sendiri. Dasar-dasar pemikiran teori Eudomonisme
Aristoteles ini dijadikan acuan dalam pengembangan filsafat moral modern
oleh Thoman Aquinas, Hegel, Marx serta cendekiawan lain,
dengan menekankan bahwa, melalui kebahagiaan, bantulah orang lain agar
dapat mengembangkan kepribadiannya.
 Deontologisme
Dari kata dasar Deon, yang berarti kewajiban atau apayang harus kita
lakukan. Menurut faham ini suatu tindakan dinilai bukan dari hasil atau
akibatnya, tetapi dinilai dari sifat-sifat tertentu atau tindakan serta
peraturan yang mengatur itu sendiri. Artinya tindakan itu dibolehkan atau
tidak dibolehkan dan tidak perlu dilihat akibat –akibat yang dihasilkannya.
 Utilitarisme
Dari kata dasar Utilitas, artinya berguna. Faham ini berorientasi kepada
manfaat atau kegunaan untuk mencapai kebahagiaan. Menurut faham ini
sesuatu yang baik adalah yang memberi manfaat atau kegunaan kepada
manusia. 
 Teonom
Dari kata dasar Theos, artinya Tuhan. Tenom berarti norma-norma moral
berdasarkan kehendak Tuhan.Faham ini terbagi menjadi : Etika Teonom
Murni dan Teori Hukum Kodrati.

Teonom murni mengajarkan bahwa suatu tindakan adalah benar, apabila susai
dengan kehendak Tuhan dan salah apabila tidak sesuai dengan kehendak atau yang
diajarkan oleh Tuhan.

C. AKHLAK
Dalam terminologi Islam (Bahasa Arab) sinonim etika adalah akhlak. Menurut
Rahmat Djatnika ilmu akhlak mengandung hal-hal :
1. Menjelaskan pengertian “baik” dan “buruk”.
2. Menernagkan apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau sebagian
manusia terhadap  sebagianyang lainnya.
3. Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia perbuatan-
perbuatan manusia itu.
4. Menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat.

Menurut Qurais Shihab, akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan
dengan etika. Menurut Qurais Shihab, akhlak agama (Islam) bisa dibedakan :
1. Akhlak terhadap Allah SWT
Diwujudkan dalam bentuk formalitas ritual penyembahan kepada-Nya,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, puji-pujian, dan puja-pujaan lain sesuai
dengan petunjuk-Nya.
2. Akhlak terhadap sesama manusia
Akhlak yang berlaku bagi manusia diwujudkan dalam bentuk hubungan
antar manusia sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
3. Akhlak terhadap lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan pada dasarnya berisi tata aturan yang
berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan (alam, binatang, dan benda-
benda lain) agar tetap memberikan manfaat bagi manusia dan tidak
menjadi sumber malapetaka bagi kehidupan manusia.
HUBUNGAN MORAL, HUKUM, DAN AGAMA

A. ETIKA DAN MORAL


Moral berasal dari bahasa Latin “Mores”, kata jamak dari “Mos” yang berarti
“adat kebiasaan”. Dalam bahasa Arab sama dengan "akhlak", yang diartikan “budi
pekerti” atau “tata susila”.
Secara etimologi kata “etika” sama dengan “moral”, artinya adat kebiasaan.
Kata moral sama dengan etika, yaitu etika sebagai nilai-nilai atau norma-norma
(bukan sebagai ilmu) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengarur tingkah lakunya. Bila dikatakan seseorang tidak bermoral, maka
berarti dia melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam
masyarakatnya.
Sedangkan etika adalah filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan moral. Atau dikatakan, etika adalah ilmu pengetahuan
tentang moral (kesusilaan). Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri,
namun tidak semua orang perlu melakukan pemikiran secara kritis terhadap moralitas
yang menjadi kegiatan etika. Frans Magnis Suseno mengibaratkan ajaran moral
sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor
kita dengan baik, sedangkan etika memerikan kita pengertian tentang struktur dan
teknologi sepeda motor tersebut.
Esensi etika dan moral selalu berkaitan dengan tanggungjawab, kebebasan dan
suara hati. Etika membebani kita dengan kewajiban moral, yang berbeda dengan
kewajiban dalam norma hukum. Kewajiban moral menuntut tangungjawab kita untuk
menaatinya, namun tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk dipaksakan dalam
penerapannya.

B. FILSAFAT MORAL
Dalam kajian filsafat banyak sistem tentang filsafat moral, atau sistem etika, yang
membahas tentang hakikat moral. Filsafat moral membicarakan sesuatu yang
dipandang baik atau buruk. Dalam kajian ini ada beberapa sistem atau teori normatif,
sebagai berikut:
1. Hedonisme
Dari kata dasar Hedone yang berarti kesenangan. Teori ini berawal dari
pertanyaan Aristiopos pda gurunya Socrates, “Sebenarnya apa tujuan akhir
kehidupan manusia itu?” Socrates menjawab “mencari kesenangan”. Jawaban
tersebut kemudian direnungi oleh Aristippos kemudian melahirkan teori
hedonisme.
2. Eudemonisme
Dari kata dasar Eudemonia berarti kebahagiaan. Pencetus teori ini
adalah Aristoteles yang ditulis dalam bukunya “Ethika Nicomachela”.
Menurutnya setiap tindakan manusia itu selalu mengarah kepada dua hal :
Tujuan untuk menemukan tujuan selanjutnya dan tujuan demi clirinya sendiri.
Untuk melihat perilaku yang baik bagi dirinya, dapat dilihat dari tujuan diri
sendiri yang dicapainya.
3. Deontologisme
Dari kata dasar Deon, yang berarti kewajiban atau apa yang harus kita
lakukan. Menurut faham ini bahwa suatu tindakan dinilai bukan dari hasil atau
akibatnya, tetapi dinilai dari sifat-sifat tertentu atau tindakan serta peraturan
yang mengatur itu sendiri. Artinya tindakan itu dibolehkan atau tidak
dibolehkan dan tidak perlu melihat akibat yang dihasilkannya.
4. Utilitarisme
Dari kata dasar utilitis, artinya berguna. Faham ini berorientasi kepada
manfaat atau kegunaan untuk mencapai kebahagiaan. Menurut faham ini
sesuatu yang baik adalah yang memberi manfaat atau kegunaan kepada
manusia. Aliran ini dimotori oleh Filsuf Skotlandia David Hume, kemudian
disempurnakan oleh filsuf inggris Jeremy Bentham. Utilitarisme pada awalnya
berupa pemikiran yang dirujukan scbagai dasar etis untuk pembaharum hukum
lnggris, khususnya Hukum pidana.
5. Teonom
Dari kata dasar Theos, artinya Tuhan. Tenom berarti norma-norma
moral berdasarkan kehendak Tuhan. Faham ini terbagi menjadi: Etika Teonom
Murni dan Teori Hukum Kodrati.

C. AKHLAK
Dalam terminologi Islam (Bahasa Arab) sinonim etika adalah akhlak. Akhlak
menurut Al Ghazali dalam bukunya lhya-u 'Ulumiddin sebagaimana dikutip oleh
Rahmat Djatnika, disebutkan : Khuluq, perangai, ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa
yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan pikiran. Sedang Ahmad Amin dalam kitabnya Al Akhlak menyebutkan
bahwa ilmu akhlah atau ma etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap
sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendaknya dicapai oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan yang lurus yang harus diperbuat.

HAK ASASI DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

A. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia adalah hak-
hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia. Hak hidup misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan
melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup, karena tanpa
hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia”.

B. JENIS HAK ASASI MANUSIA


Hak asasi Manusia dapat dikelompokkan kepada lima jenis, yaitu:
1. Hak-hak asasi pribadi (personal rights), seperti kebebasan menyatakan
pendapat, memeluk agama, dan beraktivitas.
2. Hak-hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki sesuatu,
umpamanya hak untuk membeli sesuatu, memilikinya, memanfaatkannya dan
menjualnya.
3. Hak-hak yang sama untuk mendapatkan perlakuann yang sama dihadapan
hukum dan pemerintahan (The rights of legal equality).
4. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights) misalnya.
hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan.
5. Hak-hak asasi untuk mcndapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights), umpamanya peraturan dalam hal
penangkapan, penggeledahan, dan pemeriksaan.

C. HAK ASASI MANUSIA DALAM LINTASAN SEJARAH


Dalam lintasan sejarah upaya memperjuangkan hak asasi manusia, antara lain tercatat
sebagai berikut :
1. Piagam Madinah (Shahifah Madinah)
Dibuat awal abad ke-7 M, sekitar 624 M. Piagam Madinah adalah
bentuk kesepakatan yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW (Islam) bersama
komunitas Nasrani dan Yahudi di Madinah (Yatsrib) Piagam ini dibuat untuk
membangun kehidupan dalain komunitas (masyarakat, Negara) yang
pluralistis Di dalamnya mengandung paling tidak dua prinsip pokok HAM,
yaitu pertama: semua pemeluk Islam adalah satu umat, walaupun mereka
berbeda suku bangsa, kedua: hubungan antara komunitas muslim dengan non
muslim didasarkan pada prinsip-prinsip: (1). berinteraksi secara baik dengan
sesama tetangga, (2). saling membantu dalam menghadapi musuh bersama,
(3). membela mereka yang teraniaya, (4). saling menasehati, (5) menghormati
kebebasan beragama. Piagam Madinah ini ada yang mengatakan sebagai The
First Written Constitution in The World (Konstitusi tertulis pertama di dunia).
2. Magna Charta Tahun 1215
Magna Charta dibuat pada masa raja John Lack Land (Inggris),
didalamnya dicantumkan hak-hak bangsawan yang harus dihormati raja. Raja
tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
3. Petition of Rights Tahun 1628
Dibuat pada masa Raja Charles I.
4. Bill Rights Tahun 1689
Dibuat pada masa Raja Willem III.
5. Declaration of Independence Tahun 1776
Deklarasi tentang kemerdekaan Amerika Serikat.
6. Declaration des droit de l’homme et du Citoyen
Deklarasi ini lahir setelah Revolusi Prancis 1789, dan melahirkan semboyan :
Liberte, Egalite dan Fraternite (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan).
7. Franklin D. Roosevelt (1882-1945)
Roosevelt dalam bukunya menyebutkan ada empat hak yang penting
yaitu: kebebasan berbicara dan berpendapat (freedom of speech), kebebasan
beragama (freedom of religion), kebebasan dari kekurangan/ kemiskinan
(freedom of wants), kebebasan dari rasa takut (freedom of fear).
8. Universal Declaration of Human Rights
(Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa) ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB 10 Desember 1948. Piagam ini terdiri atas 30 pasal meliputi hak-
hak politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, hak-hak atas kemerdekaan rohani,
hak atas kemerdekaan jasmani, hak mengenai ketatanegaraan, hak atas
jaminan harta benda.
9. Di samping deklarasi yang telah ditetapkan oleh PBB tersebut di atas, ada
beberapa ketetapan lain yang telah dikeluarkannya, seperti:
a. Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, tanggal 16
Desember I966.
b. Kovenan Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman
Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Dan Merendahkan Martabat
Manusia, tanggal 26 Juni 1997.

D. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


Hak Asasi manusia (HAM) telah dikumandangkan oleh bangsa Indonesia,
sejak 17 Agustus 1945, tiga tahun sebelum lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tanggal 10
Desember 1948.

HAM di Indonesia antara lain termuat dalam perundang-undangan sebagai berikut :

1. Rumusan Pancasila
Seluruh rumusan sila-sila dalam dasar negara Pancasila, menggambarkan
pengakuan bangsa Indonesia kepada hak asasi manusia. Menurut Ismail Sunni,
Pancasila yang termuat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945,
keseluruhannya mengandung penghormatan terhadap hak asasi manusia.
2. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam UUD 1945 hak asasi manusia termuat antara lain dalam Pembukaan
dan Batang Tubuh.
3. Tap MPR No. II/MPR/1998
4. Tap MPR N0. XVII/MPR/1998.
5. Keputusan Presiden No. 50/1993 dan Keputusan Presiden No. 181/1998
6. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam.
8. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
9. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia jis
Kepres No. 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM dan
Keppres No. 53 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc
pada Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat.

E. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM


Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan
teosentris, atau pandangan yang menempatkan Allah sebagai pusat dari kehidupan
melalui ketentuan syari'at-Nya. Syari'at merupakan tolak ukur tentang baik dan buruk
tatanan kehidupan manusia. Dengan demikian, konsep Islam tentang HAM berpijak
pada ajaran tauhid (mengesakan Tuhan). Sebagai sebuah konsep pembebasan
manusia, konsep tauhid Islam mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia.
Dalam Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM
adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT. kepada setiap manusia dan tidak
dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang
diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh diubah atau
dimodifikasi.

F. TIDAK ADA HAK ASASI TANPA KEWAJIBAN ASASI


Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang berhak untuk melakukan
apapun kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak
melanggar hak orang lain dalam memperoleh ketenangan dan rasa aman.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan di
samping ada Hak Asasi juga ada kewajiban dasar, sebagaimana disebutkan dalam
pasal 1 angka 2 yang berbunyi : Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat
kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak dimungkinkan terlaksananya dan
tegaknya hak asasi manusia.

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB

A. PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM KEBEBASAN


Kebebasan (freedom) adalah bagian dari hale asasi man usia. Hak asasi
merupakan hak dasar seluruh umat manusia. Hak dasar merupakan anugrah Tuhan
Yang Maha Esa. Hak dasar ini melekat pada diri manusia, bersifat universal, abadi,
kodrati berkaitan dengan harkat dan martabat manusia selama hidupnya, sejak dalam
kandungan sampai ia mati, tanpa membedakan jenis kelamin, etnis, bahasa, warna
kulit, kebangsaan, pandangan politik dan agama.
Karena hak asasi merupakan hak setiap manusia, maka dalam melaksanakan
hak asasinya, setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia lain dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu manusia di samping mempunyai hak asasi
sebagai hak dasar, merekapun mempunyai kewajiban asasi atau kewajiban dasar
antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, secara keseluruhan dalam
kehidupan bermasyarakat. Jadi setiap manusia mempunyai hak asasi dan kewajiban
asasi secara seimbang.
Kalau kita bicara kebebasan, yang pertama-tama kita ingat adalah bahwa
orang lain tidak bisa dan tidak boleh memaksa kita untuk melakukan sesuatu
melawan kehendak kita. Kitapun sebaliknya tidak boleh memaksa orang lain. Kita
bebas tidak berbuat atau berbuat sesuatu yang kita inginkan sendiri.
Menurut Lorens Bagus, kebebasan (fredoom) adalah kualitas tidak adanya
rintangan nasib, keharusan, atau keadaan di dalam keputusan atau tindakan seseorang.
Selanjutnya menurut Lorens Bagus, beberapa pengertian pokok kebebasan adalah
sebagai berikut:
1. Kebebasan pada umumnya adalah keadaan tidak dipaksa atau ditentukan oleh
sesuatu dari luar, sejauh kebebasan disatukan dengan kemampuan internal
definitif dari penentuan diri.
2. Penentuan diri sendiri, pengendalian diri, pengaturan diri, pengarahan diri.
3. Kemampuan dari seorang pelaku untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai
dengan kemauan dan pilihannya. Mampu bertindak sesuai dengan apa yang
disukai, atau menjadi penyebab dari tindakan-tindakan sendiri.
4. Didorong dan diarahkan oleh motif, ideal, keinginan dan dorongan yang dapat
diterima sebagaimana dilawankan dengan paksaan atau rintangan (kendal)
eksternal atau internal.
5. Kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk memenuhi atau
memperoleh pilihan itu.

Kebebasan menurut Lorens Bagus dapat dibedakan sesuai dengan tidak adanya jenis-
jenis tekanan-tekanan, sebagai berikut :

1. Kebebasan Fisik. Mahluk-mahluk yang berjuang secara sadar (manusia dan


binatang) dan bahkan tumbuhan-tumbuhan, meskipun dalam derajat yang
lebih rendah, menikmati kebebasan fisik sejauh rintangan-rintangan eksternal,
yang bersifat fisik atau material tidak menghalangi mahluk-mahluk tersebut.
2. Kebebasan moral. Kebebasan moral (a) dalam arti luas tercapai karena
kemampuan untuk menentukan sendiri sesuatu tanpa dihambat oleh sebab-
sebab luar (misalnya, ancaman-ancaman) yang bertindak secara bathin
(interior) pada pikiran (dengan jalan imajinasi). Kebehasan moral (b) dalam
arti sempit tercapai karena kemampuan untuk memutuskan sendiri sesuatu
tanpa berpapasan dengan kewajiban yang benentangan.
3. Kebebasan Psikologis. Tidak mengecualikan tetapi sesungguhnya
mengandalkan pembatasan-pembatasan psikis dan kewajiban-kewajiban
moral. Kebebasan jenis ini tercapai karena kemampuan untuk menentukan
sendiri sesuatu tanpa tekanan-tekanan psikis mana pun yang mendahului
keputusan, yang akan memaksa secara jelas kehendak dalam satu jurusan yang
sudah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan psikologis tercapai karena
kemampuan “untuk memilih sebagaimana seseorang inginkan”. Tanpa
keunggulan tertentu dari bathiniah atas yang lahiriah, yang tidak ada dalam
dunia inorganis, seseorang tidak pantas menyebut "kebebasan".
4. Menurut Kant, kebebasan intelijibel (yang dapat dimengerti) tercapai karena
fakta bahwa kehendak, yang tidak tergantung pada pengaruh semua dorongan
indera, ditentukan oleh akal budi murni belaka. Sejauh ditentukan oleh akal
budi murni sendiri, kehendak menaati imperatif kategoris dan karenanya
secara niscaya merupakan kehendak moral. Dalam dunia yang tampak
kehendak mampu menjadi efektif (inilah satu-satunya postulat akalbudi
parktis), karena kausalitasnya yang dapat dimengerti seakan-akan berdiri di
dalam hubungan diagonal dengan serangkaian penampakan kausal yang
niscaya. Kant gagal melihat bahwa akalbudi yang seimbang, meskipun selalu
condong kepada nilai-nilai moral, tidak secara niscaya menentukan bahwa
nilai-nilai moral ini akan direalisir dengan satu cara saja. Dia tidak berhasil
melihat bahwa nilai objektif keinginan-keinginan sensual tidak meniscayakan
akalbudi. Kecocokan (compatibility) kausalitas yang intelijibel dan empiris
hanya mungkin bila kausalitas empiris tidak niscaya secara mutlak.

Sedangkan kebebasan menurut objek dapat dibedakan menjadi :

1. Kebebasan hati nurani, yaitu hak untuk mengikuti suara hati sendiri tanpa
hambatan (yang tidak mengecualikan kewajiban untuk membentuk suara hati
sendiri sesuai dengan kaidah-kaidah objektif dan untuk menghargai hak-hak
dasar orang lain).
2. Kebebasan agama, (bagian dari kebebasan hati nurani); kebebasan akademis
(yang merupakan kemungkinan dalam bidang penelitian dan ajaran untuk
hanya taat-kepada kebenaran dan kepastian yang diketahui).
3. Kebebasan untuk mengungkapkan pendapaat sendiri di depan umum
(kebebasan bicara, kebebasan pers). Semua kebebasan ini mempunyai
pembatasan-pembatasan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian bebas lebih ditekankan


kepada pendekatan aspek negatif, yang menyebutkan bahwa bebas: 1) Lepas sama
sekali (tiadak terhalang, terganggu, dan seterusnya sehingga dapat bergerak,
berbicara, berbuat dan sebagainya dengan leluasa). 2) Lepas dari (kewajiban, tuntutan,
perasaan takut dan sebagainya). 3) Tidak dikenakan, 4) Tidak terikat atau terbatas, 5)
Merdeka (tidak dijajah, diperintah atau dipengaruhi).

Pada zaman sekarang, sekalipun kebebasan merupakan hak asasi yang bersifat
kodrati, namun pada kenyataannya kebebasan secara penuh itu merupakan hal yang
sulit dicapai. Paham determinisme mengatakan bahwa dengan adanya berbagai hukum
yang mengatur tata hidup manusia; praktis manusia tidak bebas lagi.

Batas kebebasan, banyak dianalisa antara lain adalah filsuf Perancis Jean Paul
Sartre (1905-1980), penganut aliran eksistensialisme yang secara ekstrem
berpendapat; we are condemned to be free, kita dihukum untuk hidup bebas, atau
dengan kata lain kita ditakdirkan untuk tidak bebas. Walaupun dikatakan ekstrim
namun orang akhirnya melihat bahwa pendapat itu memang mengandung titik-titik
kebenaran. Karena sebenarnya kebebasan kita itu ada batas-batasnya, antara lain:

1. Faktor-faktor internal manusia baik phisik maupun psikis, berbadan tinggi-


pendek, pintar-bodoh, psikis lemah-kuat, umur tua-muda, kaya-miskin dan
seterusnya merupakan batas-batas jangkauan kebebasan seseorang.
2. Lingkungan, baik alamiah maupun sosial-ekonomi, budaya dapat membatasi
kebebasan seseorang.
3. Kebebasan orang lain, kakak-adik, teman sekolah dan lain-lain serta
masyarakat pada umumnya, sangat menentukan kebebasan seseorang.
4. Generasi mendatang, relatif merupakan pendapat terbaru, karena demi mereka
kita harus melakukan pembatasan tertentu, agar kelangsungan hidup mereka
dapat menjadi lebih baik.

B. TANGGUNG JAWAB
1. Pengertian Tanggung Jawab
Kata Tanggung jawab berkaitan dengan kata Jawab atau response
(Inggris) atau antwoord (Belanda), atau Mas'uliyah (Arab) berkaitan dengan
jawaban dari pertanyaan Su’al (Arab).
Menurut Lorens Bagus tanggung jawab adalah konsukuensi niscaya
dari kehendak bebas manusia dan imputabilitas (ketergugatan) yang
berlandaskan kehendak bebas. Karena imputabilitas ini, pribadi moral selaku
sebab penentu perbuatannya yang baik dan jahat, harus memberikan jawaban
terhadap perbuatan itu dihadapan suara hatinya sendiri; di hadapan penilaian
(putusan) moral orang-orang lain dan khususnya di hadapan penilaian ilahi.
Dia juga harus menerima konsekuensi dari tindakannya yang tidak bisa
dielakkan. Yang memikul tanggung jawab adalah pribadi yang mampu
bertindak secara moral. Objek tanggung jawab ialah tindakan yang sungguh-
sungguh manusiawi yang bertolak dari bagian manusia yang rohani melalui
kehendak bebas.
2. Tanggung Jawab dan Penyebab
Dalam tanggungjawab terkandung pengertian penyebab orang
bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak
menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab. Bila teman saya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, saya tidak bertanggung jawab,
sekalipun ia menggunakan sepeda motor saya. Dalam hal ini saya tidak
bertanggung jawab, justru karena tidak menjadi penyebabnya. Kalau seorang
Bapak melakukan tindakan kriminal dan karena itu dihukum penjara seumur
hidup, maka hanya dialah yang bertanggung jawab, bukan istri atau anak-
anaknya (dengan pengandaian tentu bahwa ia memang bertindak sendirian).
Adalah sama sekali tidak adil, bila istri dan anak-anak dipersalahkan atau
didiskriminasi akibat kejahatan si Bapak itu, justru karena bukan merekalah
yang melakukan tindak kejahatan itu. Tetapi untuk bertanggung jawab, tidak
cukuplah orang menjadi penyebab, perlu juga orang menjadi penyebab bebas.
Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab.
Tanggung jawab itu bisa langsung atau tidak langsung. Tanggung
jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas
perbuatannya. Biasanya akan terjadi demikian. Tapi kadang-kadang orang
bertanggug jawab secara tidak langsung.
Tanggung jawab bisa dibedakan antara tanggung jawab retrospektif
dan tanggung jawab prospektif. Tanggung jawab retrospektif adalah tanggung
jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya.
Tanggung jawab prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang akan
datang.
3. Tingkat-tingkat Tanggung Jawab
Menentukan bertanggung jawab tidaknya seseorang adalah hal yang
tidak mudah. Kita semua akan sepakat bahwa seorang anak kecil berumur tiga
tahun belum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi pada umur
berapa ia mencapai kematangan psikis yang cukup sehingga bisa dianggap
bertanggung jawab? Tentu saja, proses mencapai kematangan psikis akan
berlangsung lama dan berangsur-angsur. Mustahil lah mengandaikan bahwa
pada suatu hari ia memenuhi semua syarat psikologis yang mengizinkan dia
dianggap bertanggung jawab, sedangkan hari sebelumnya belum. Hukum akan
menentukan umur tertentu dimana seorang muda dianggap bertanggung
jawab. Umur legal itu ditentukan supaya ada kepastian. Dalam keadaan
normal akan terjadi bahwa dari sudut etis orang muda sudah bertanggung
jawah lebih awal, sebelum mencapai umur legal yang telah ditetapkan.
Sebelum ia bertanggung jawab sepenuhnya dari sudut etis, bisa diandaikan
bahwa ada tahap-tahap di mana ia bertanggung jawab untuk sebagian. Tapi
sulit untuk memastikan tingkat-tingkat bertanggung jawab itu.
Pada orang dewasa juga kadang-kadang agak sulit untuk menentukan
ada tidaknya tanggung jawab, apalagi tingkatan-tingkatan tanggung jawab.
Sebenarnya hanya orang bersangkutan sendiri dapat mengetahui bahwa dalam
suatu kasus ia bertanggungjawab dan sejauh mana ia bertanggungjawab,
walaupun di sini juga ada orang yang lebih optimis dan orang yang lebih
pesimistis tentang dirinya sendiri. Namun demikian, kerap kali ada tidaknya
tanggungjawab perlu dipastikan juga oleh oran lain, khususnya pengadilan.
Bila seseorang melakukan perbuatan yang secara obyektif dinilai kriminal
(mencuri, misalnya), namun ia melakukan hal itu karena suatu dorongan batin
yang tidak bisa diatasi (kleptomani, misalnya), sehingga ia tidak bebas, maka
ia tidak bertanggungjawab juda dan tidak akan dihukum. Kleptomani adalah
kelainan yang harus diberi terapi (kalau bisa), bukan hukuman. Bisa terjadi
juga bahwa tanggung jawab seorang penjahat dikurangi karena untuk sebagian
ia tidak bebas. Kalau begitu, ia tetap akan dihukum, tapi hukumannya akan
lebih ringan. Untuk mendapat kepastian tentang ada tidaknya tanggung jawab
atau tingkatan tanggung jawab, instansi kehakiman akan menggunakan jasa
psikiatri. Dengan demikian para psikiater mendapat tugas yang penting dan
sangat berat. Yang paling-sulit untuk dipastikan ialah apakah seseorang pada
kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya atau tidak bisa melawan
dorongan batinnya. Dengan kata lain, yang paling sulit untuk dipastikan ialah
perbedaan antara “Budi pada kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya”
dan “Budi tidak bisa melawan dorongan batinnya”.
4. Masalah Tanggung Jawab Kolektif
Apa yang dimaksudkan dengan tanggung jawab kolektif. Dengan
tanggung jawab kolektif tidak dimaksudkan penjumlahan tanggung jawab
beberapa individu. Bukan maksudnya bahwa orang A bertanggung jawab di
samping orang B, C dan D. Sebab, tanggungjawab seperti itu hanya
merupakan struktur lebih kompleks dari tanggung jawab pribadi dan tidak
menimbulkan kesulitan khusus.
C. TANGGUNG JAWAB DALAM SYARl'AT ISLAM
Ketentuan syari'at Islam dalam Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah, menegaskan
bahwa manusia dibekali hak dan dibebani kewajiban. Mereka mempunyai kebebasan
untuk berbuat atau tidak berbuat, namun mereka harus mempertanggungjawabkan apa
yang diperbuat atau tidak diperbuatnya.
Berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab, dalam syari'at Islam berlaku
ketentuan antara lain :
1. Menepati janji merupakan kewajiban. Orang yang tidak menepati janji berdosa
dan akan diminta pertanggungjawaban.
2. Setiap manusia adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya
terhadap kepemimpinannya.
3. Setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
4. Setiap perbuatan manusia akan diminta pertangggngjawabannya, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
5. Seorang tidak memikul dosa atau kesalahan yang dilakukan orang lain.
6. Setiap perkataan, perbuatan, dan gerakan serta apa yang tersirat dalam hati
tiap diri manusia yang baik atau yang buruk akan dicatat oleh Allah SWT
melalui malaikat yang mengawasi mahluk-nya dan semuanya akan diminta
pertanggungjawaban kelak di akhirat.
7. Setiap orang pasti akan mendapatkan balasan dari apa yang diperbuatnya,
sekecil apapun, baik yang baik maupun yang buruk.

D. HUBUNGAN KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB


Kebebasan merupakan hak asasi dari setiap manusia. Dia mempunyai
kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan yang akan dia lakukan. Namun karena
diapun mempunyai kewajihan dasar dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lain
maka ia harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebebasan tersebut. Atau dia
harus bisa membuktikan kepada manusia lainnya, bahwa kebebasan yang dia lakukan
adalah kebebasan dalam rangka pelaksanan hak asasi (hak dasar) dan kewajiban asasi
(kewajiban dasar).
Jadi setiap pelaksanaan kebebasan mengandung tuntutan kewajiban. Dalam
melaksanakan kewajiban itulah seorang harus bertanggungjawab. Tangung jawab
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari kebebasan, atau sebagaimana telah
diuraikan terdahulu tanggung jawab (kewajiban) merupakan batasan terhadap
kebebasan. Namun tanggung jawab itu menjadi sangat menonjol pada pelaksanaan
kewajiban moral. Sehingga sikap moral yang dewasa adalah sikap moral yang
bertanggung jawab. Jadi orang yang bertanggung jawab adalah orang yang bermoral,
atau sebaliknya orang yang bermoral adalah orang yang bertanggung jawab.

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI

A. PENGERTIAN PROFESI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, Profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan
sebagainya) tertentu. Dalam Kamus Populer disebutkan bahwa: Profesi adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian tetap.

Dalam Webster New World Dictionary, kata profesi (profession) diartikan:

a vocation or occuptttion requiring advanced education and training and


involving intelectual skills, as medicine, Iaw, theology, engineering, teaching etc.
(Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang memerlukan pendidikan dan latihan
yang maju serta melibatkan keahlian intelektual, seperti dalam bidang pengobatan,
hukum, teologi, enggineering dan sebagainya).

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiki cita-
cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga
karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian
yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang
mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus.
Karena memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi
menutup diri bagi orang dari luar dan menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus.
Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu dapat
mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat
mengimbangi negatif profesi ini.

Ciri -ciri profesi menurut Budi Santoso meliputi :

a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis lntelektual yang terus menerus dan
berkembang dan diperluas.
b. Suatu teknis intelektual.
c. Penerapan praktis dari tehnis intelektual pada urusan praktis.
d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang
akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
h. Pengakuan sebagai profesi.
i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi.
j. Hubungan erat dengan profesi lain.

Berdasarkan kriteria di atas, maka profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan


tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara
bertanggungjawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Orang (pekerja) yang
menjalankan profesi disebut profesional.

Kajian etika profesi termasuk dalam kajian etika sosial. Yaitu kajian tentang
kewajiban dan tanggungjawab moral manusia dalam kedudukan individunya sebagai
anggota (bagian) dari masyarakat (sosial).

B. PROFESI UMUM DAN PROFESI LUHUR


Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian yang khusus.
Persyaratan adanya keahlian yang khusus inilah yang membedakan antara pengertan
profesi dengan pekerjaan. walupun bukan menjadi garis pemisah yang tajam antar
keduanya. Uraian pengertian profesi tersebut merupakan pengertian profesi pada
umumnya.
Di samping itu ada profesi luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya
merupakan suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat. Orang yang
melaksanakan profesi luhur sekalipun mendapatkan nafkah (imbalan) dari
pekerjaannya, namun itu bukanlah motivasi utamanya. Yang menjadi motivasi
utamanya adalah kesediaan dan keinginan untuk melayani, membantu sesama umat
manusia berdasarkan keahliannya.
C. ETIKA PROFESI
Etika profesi atau kode Etik Profesi pada dasarnya merupakan norma atau
etika yang ditetapkan, diterima dan harus dilaksanakan oleh kelompok profesi
tertentu. Ia mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dalam melaksanakan profesinya dan sekaligus menjamin mutu
moral profesi itu di masyarakat.
Menerut B. Kieser, sebagaimana dikutip oleh C.ST. Kansil, bahwa pelaksanaan
kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi adalah sebagai berikut :
a. Profesi harus dipandang sebagai suatu pelayanan karena itu maka bersifat
tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi.
b. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien
mengacu kepada kepentingan atau nilai- nilai luhur.
c. Pengemban Profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai
keseluruhan.
d. Agar persaingan profesi dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga
dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi.

Dalam kode etik bagi profesi umum setidak-tidaknya ada dua prinsip yang
ditegakkan:

1. Agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab.


2. Agar menghormati hak-hak orang lain.
D. TANGGUNGJAWAB PROFESI
Seseorang yang memiliki dan melaksanakan profesi tertentu adalah orang
yang mempunyai dan melaksanakan kebebasan dalam profesinya, baik profesi pada
umumya maupun profesi luhur Karena ia mempunyai kebebasan dalam melaksanakan
profesinya maka ia harus bertanggungjawab dalam pelaksanakan profesi tersebut.
Tanggungjawab merupakan salah satu etika yang harus ditaati bagi orang yang
mempunyai profesi tertentu. Bertanggung jawab bagi seorang yang memiliki profesi
tertentu, dapat dirumuskan antara lain:
1. Bertanggung jawab terhadap dunia profesi yang dimilikinya dan mentaati kode
etik yang berlaku dalam profesi yang bersangkutan.
2. Bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya sesuai dengan tuntunan
pengabdian profesinya.
3. Bertanggung jawab atas hasil profesi yang dilaksanakannya. Artinya dia harus
bekerja untuk mendatangkan hasil yang sebaik mungkin kualitasnya, bagi
kepentingan kemanusiaan.
4. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat dan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuatu yang dia kerjakan adalah sesuatu yang secara sadar bahwa hal itu
merupakan suatu tuntutan kewajiban bagi dirinya. Segala apa yang dikerjakannya
adalah sesuatu yang bermanfaat, tidak melanggar hak orang lain dan tidak merusak
nilai-nilai kemanusiaan serta masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dalam pandangan orang yang bertuhan, bahwa seluruh pekerjaan yang
dilakukannya adalah dalam rangka ibadah kepada-Nya. Oleh karena itu dia harus
sadar, bahwa apa yang dia kerjakan ada hakikatnya kelak akau diminta
pertanggungjawaban oleh Tuhan Yang Maha Esa.
5. Dalam keadaan apapun dia hants berani mengambil resiko untuk menegakkan
kebenaran yang berhubungan dengan profesinya, secara bertanggungjawab dia
harus herani berucap bertindak dan mengemukakan sesuatu yang sesuai
dengan kebenaran tuntutan profesi yang diyakininya.
6. Dia secara sadar harus selalu berusaha untuk meningkatkan kuaiitas yang
berhubungan dengan tuntutan profesinya, sesuai dengan dinamika dan tuntutan
zaman serta keadaan yang semakin berkembang pada tiap saat.
7. Dalam keadaan tertentu, bila diperlukan dia harus bersedia memberikan
laporan pertanggungjawaban kepada pihak manapun tentang segala hal yang
pernah ia laksanakan sesuai dengan profesinya.

PANCASILA SEBAGAI MORAL BANGSA INDONESIA

A. PANCASILA DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA


Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai dasar
negara dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian sebagai dasar negara, ia merupakan sumber kaidah
hukum konstitusional tertinggi yang mengatur dan menjadi pedoman bagi negara
Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya. Sebagai dasar negara Pencasila mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum terhadap pemerintah, lembaga negara, lembaga
masyarakat dan setiap penduduk yang ada di wilayah negara Indonesia serta terhadap
warga negara Indonesfa di manapun mereka berada.
Seluruh ketentuan (hukum) yang dibuat oleh negara dan bangsa Indonesia,
harus merupakan perwujudan nilai-nilai dari Pancasila tersebut. Apabila ada
ketentuan (hukum) yang dibuat oleh negara atau bangsa Indonesia, atau oleh siapapun
yang berada di Indonesia (umpama oleh Perusahaan Asing yang menanam modalnya
di Indonesia), isinya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, maka ketentuan
(hukum) tersebut ipso jure harus dicabut dan harus dinyatakan batal demi hukum.
Pandangan hidup bangsa adalah konsepsi dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan, di dalamnya terkandung dasar pikiran dan gagasan-gagasan mengenai
wujud kehidupan yang dipandang baik. Pandangan hidup bangsa memberi arah
kepada tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa tersebut. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan yang
diyakini kebenarannya oleh bangsa tersebut serta menimbulkan tekad untuk
mewujudkannya.
Bangsa Indonesia mengakui Pancasila sebagai pandangan hidupnya, karena
sila-silanya secara keseluruhan merupakan intisari (kristalisasi) dari nilai-nilai budaya
masyarakat Indonesia yang majemuk. Pancasila merupakan dasar dan sekaligus cita-
cita moral bangsa. Pancasila merupakan landasan dan pedoman bermasyarakat,
berbarigsa dan bernegara serta merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa
Indonesia. Tujuan bangsa Indonesia adalah tercapainya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, yang secara normatif diungkapkan dalam alinea keempat
pembukaan UUD 1945.

B. PANCASILA SUMBER HUKUM DASAR NASIONAL INDONESIA


Dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumher hukum atau sumber
hukum dasar nasional, menjadikan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum
yang berlaku di negara Indonesia. Hukum yang dibuat dan berlaku di negara
Indonesia harus mencerminkan kesadaran dan rasa keadilan yang sesuai dengan niiai-
nilai Pancasila. Hukum di Indonesia harus menjamin dan merupakan perwujudan
serta menegakkan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan
penjabarannya dalanm batang tubuh UUD tersebut.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum,
atau sebagai sumber hukum dasar nasional berada di atas konstitusi, artinya Pancasila
berada di atas UUD 1945. Kalau UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis (di
samping hUkum dasar yang tidak tertulis), maka Pancasila merupakan Kaidah Pokok
Negara yang Fundamental (Staats Fundamental Norm).

C. NILAI MORAL PANCASILA


Nilai-nilai Pancasila sebagaimana dinyatakan dalam Tap MPRS No.
XXJMPRS/1966 dan Tap MPR No.111/MPR/2000, pada dasarnya sdalah pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang meliputi
suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia yang pada tanggal 18 Agustus 1945
telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) menjadi dasar negara Republik lndonesia.
Seluruh nilai dari lima sila Pancasila tersebut harus melandasi, mewarnai
prilaku bangsa Indonesia dan mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Dari lima sila
itu ada satu sila yang mempunyai kedudukan yang istimewa, yaitu sila pertama
Ketuhanan yang Maha Esa, karena sila tersebut terletak di luar ciptaan akal budi
manusia, sedangkan manusia itu sendiri adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Keempat sila lainnya (sila kedua sampai sila kelima) bersumber dari hidup bersama
antar manusia.
D. BUTIR-BUTIR MORAL PANCASILA
Butir-butir nilai Pancasila sebagai etika dan moral bangsa antara lain dirinci dalam
uraian Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan YME sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing berdasarkan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
penghayat kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina
kerukunan hidup bersama.
c. Saling menghormati dan memberi kebebasan untuk menjalani ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lainnya.
3. Sila Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Berbangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber
Bhineka Tunggal Ika.
4. Sila Kerakyatan Yang di Pimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan
a. Mengutamakan kepentingan negara dari masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang Jujur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang Jain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersifat boros.
h. Tida.k bcrgaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umun.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial

ETIKA PROFESI HUKUM DI INDONESIA

A. NEGARA INDONESIA ADALAH NEGARA HUKUM


Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,
amandemen perubahan ketiga). Untuk menyelenggarakan dan mewujudkan negara
hukum, maka diaturlah kekuasaan kehakiman, sebagaimana tercantum dalam Bab IX
UUD 1945. Bab IX ini terdiri atas lima pasal termasuk pasal 24 A, 24 B, 24 C hasil
amandemen perubahan ketiga UUD 1945 tahun 2001.
Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang
terkait dengan pembinaan penegakkan dan pelaksanaan hukum terutama lembaga
peradilan dan yang terkait dengan lembaga tersebut. Jabatan-jabatan atau profesi yang
berhubungan dengan pelaksanaan dan penegakan hukum antara lain hakim, jaksa,
advokat, kepolisian, notaris, PPAT dan jabatan lain yang terkait dengan masalah
hukum. Untuk mewujudkan negara hukum dan melaksanakan kekuasaan kehakiman,
maka dikeluarkanlah berbagai perundang-undangan yang mengatur lembaga dan
jabatan-jabatan atau profesi hukum tersebut.

B. NILAI MORAL ETIKA PROFESI HUKUM


Etika bagi profesi hukum, adalah etika yang bedaku di kalangan profesi
hukum, yaitu mereka yang mempunyai profesi di bidang atau berkaitan dengan
hukum. Notohamidjojo menyebutnya dengan istilah penggembala hukum
(rechtshoeders).
Etika bagi mereka yang berprofesi dalam bidang hukum (seperti juga bagi
profesi dalam bidang lainnya) di Indonesia, pada dasarnya merupakan pencerminan
dari dan berlandaskan kepada nilai-nilai luhur pandangan, hidup bangsa dan dasar
negara Indonesia. Pandangan hidup dan dasar negara tersebut, yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam moral Pancasila. Nilai-nilai itu kemudian diwujudkan dalam norma
yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia yang ada
kaitannya dengan bidang hukum baik pembentukan, pelaksanaan penegakkan,
pembinaan maupun pengawasan serta etika profesi bidang hukum tersebut.

KODE ETIK HAKIM, JAKSA, ADVOKAT, NOTARIS, KEPOLISI-AN DAN JABATAN LAIN

A. KODE ETIK HAKIM


1. Niai-Nilai Luhur Profesi Hakim
Untuk membina dan memelihara fungsi dan tugas Hakim yang sangat
mulia serta untuk mencegah munculnya penyimpangan-penyimpangan, maka
perlu ditanamkan etika profesi bagi Hakim dan mereka yang berprofesi
hukum, dalam rangka mewujudkan negara hukum sesuai dengan kekuasaan
kehakiman di Indonesia.
Nilai-nilai yang mengikat dan wajib dihormati serta ditaati oleh
mereka yang berprofesi hakim dalam menjalankan kekuasaan kehakiman pada
Badan Peradilan disebutkan dalam UU No. 4 tahun 2004.
2. Pedoman Perilaku Hakim
Di samping kaidah normatif yang terdapat dalam perundang-undangan di atas,
tcrdapat pula sejumlah norma yang harus dihormati, dipedomani, diperhatikan
dan dilaksanakan oleh hakim, antara lain “Pedoman Perilaku Hakim”,
sebagaimana tertuang dalam keputusan Ketua Mahkamah Agung R.I No.
KMA/104A/SKIXII/2006 tanggal 22 Desember 2006.
Dalam pedoman perilaku Hakim tersebut dinyatakan bahwa hakirn
harus memiliki dan bersikap yang dilambangkan dalam : Kartika, Cakra,
Candra, Sari, Tirta, sebagai cerminan perilaku hakim yang harus senantiasa
berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil, bijaksana,
berwibawa, berbudi luhur dan jujur.
3. Kode Etik Profesi Hakim
Kode etik profesi hakim adalah norma, etika yang berlaku dan harus
ditaati oleh hakim. Kode etik ini dibuat oleh organisasi mereka yang
berprofesi sebagai hakim, yaitu lkatan Hakim Indonesia (IKAHI). Dalam
Munas IKAHI XIII di Bandung tanggal 30 Marer 2001, diputuskan kode etik
profesi hakim di Indonesia.

B. KODE ETIK JAKSA


1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Jaksa
Setelah Indonesia merdeka sampai sekarang lembaga jabatan ini tetap
dipertahankan dan pengaturannya terakhir tertuang dalam Undang-Undang
No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 2 ayat 1
undang-undang tersebut menyatakan bahwa "Kejaksaan adalah lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
serta kewenangan lain bcrdasarkan undang-undang". Sedangkan dalam Pasal 1
angka 1 dinyatakan bahwa "Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak scbagai penuntut umum dan
pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kuasa hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan. Undang-undang". Selanjutnya pada Pasal 1 angka
2 disebutkan bahwa: Penuntut umum adalah jaksa yang dibcri wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim. Nilai-nilai luhur profesi jaksa sebagaimana tercermin dalam undang-
undang No. 16 tahun 2004.
2. Kode Etik Profesi Jaksa
Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep. 052/J.A./8/1979 yang
disempurnakan oleh Keputusan Jaksa Agung No. Kep-030/J.A./1988
ditetapkan Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa, sebagai pedoman yang
menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian dijabarkan dalam
kode etik Jaksa yang diterbitkan oleh Pengurus Pusat Persatuan Jaksa pada
tanggal 15 Juni 1993 yang disebut Tata Krama Adhyaksa, yang terdiri atas
pembukaan dan 17 pasal.
3. Kode Perilaku Jaksa
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian
serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka
mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah Kode Perilaku
Jaksa sebagaimana tertuang dalam Peraturan Jaksa Agung R.I (PERJA)
Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.

C. KODE ETIK ADVOKAT


1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Advokat
Istilah Pengacara dan Advokat sering digandengkan penyebutannya.
Pengacara dan Advokat keduanya sama-sama bergerak dalam lapangan
bantuan hukum. Dalam Undang-undaug No. 14 tahun 1985 dan Undang-
undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, digunakan istilah
Penasihat Hukum, Sementara dalam rangka pengangkatan seseorang menjadi
advokat, istilah yang dicantumkan dalam keputusan Menteri Kehakiman
disebut advokat.
Nilai-nilai luhur etika profesi advokat yang tercantum dalam Undang-Undang
No.18 tahun 2003 :
Pertama : Advokat memegang teguh dan mengamalkan Pancasila bertindak
jujur, adil dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan
(sumpah Advokat dan persyaratan advokat).
Kedua : Advokat sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri. (Pasal 5).
Ketiga : Advokat objektif dalam menjalankan profesinya. (Pasal 18 ayat 1).
2. Kode Etik Profesi Advokat
Kode etik profesi advokat disebutkan dalam Pasal 26, Mengenai kode
etik advokat selanjutnya disebutkan dalam Pasal 33 Undang-Undang nomor
18 tahun 2003.

D. KODE ETIK NOTARIS


1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Notaris
Tugas notaris sangat berat dalam membuat akta otentik. Notaris adalah
profesi bebas dari pengaruh kekuasaan eksternal, umpama dari ekslutif. Oleh
karena itu jabatan ini menuntut profesionalisme yang tinggi, harus dikerjakan
secara profesional dan menuntut kualifikasi sendiri.
Saat ini undang-undang yang mengatur tentang Notaris adalah
Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-undang
ini mulai berlaku tanggal 6 Oktobcr 2004.
2. Kode Etik Profesi Notaris
Organisasi dan kode etik Notaris disebutkan dalam Pasal 82 dan 83.
Organisasi profesi notaris tergabung dalam Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Dalam kongres ke-XIV tahun 1990 di Denpasar Bali, INI telah membuat kode
etik yang lebih operasional dari kode etik yang dibuat dalam Kongres ke IX
tahun 1974 di Surabaya dan Kongres ke-XII 1987 di Bandung.

E. KODE ETIK KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA


1. Nilai-nilai Luhur Profesi Kepolisian
Korps Kepolisian Negara RI disebut bhayangkara. Sebutan ini diambil
dari nama salah satu pasukan pengawal Kerajaan Majapahit .
Perundang-undangan yang mengatur kepolisian Republik Indonesia
(Polri) adalah Undang-undang No. 2 Tahun 2002, yang mencabut Undang-
undang No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik lndonesia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai tahun 2000 adalah unsur
Angkatan bersenjata bersama unsur lainnya, yaitu Angkatan Darat, ,Angkatan
Udara, Angkatan Laut. Keadaan ini berlangsung sampai keluarnya Tap MPR
No. VI/MPR/2000 yang memisahkan TNI dengan Polri.
2. Kode Etik Profesi Kepolisian
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002, kode etik profesi kepolisian
antara lain disebutkan dalam Pasal 31 dan seterusnya. Untuk melaksanakan
Pasal 34 ayat 3 tentang kode Etik kepolisian Negara telah dikeluarkan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol 7 Tahun
2006 tcntang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

F. KODE ETIK PPAT


1. Dasar Hukum PPAT
Landasan hukum pengaturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 1998, yang merupakan
Peraturan pelaksaaan dari UU No.5 Tahun 1960 jo. PP No. 24 Tahun 1997.
2. Kode Etik profesi PPAT
Mengingat tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hampir sama dengan
tugas notaris, maka beberapa kode etik PPAT dapat diambilkan dalam kode
etik Notaris Indonesia dan kepribadian notaris, karena kedua jabatan adalah
sama-sama diartikan sebagai pejabat umum yang bertugas membuat
perjanjian-perjanjian tertentu terhadap tanah dalam peralihan hak atas
tanah/HM Sarusun maupun pembebanannya.

G. KODE ETIK JABATAN LAIN


terdapat Jabatan atau penugasan yang secara tidak langsung berhubungan
dengan profesi hukum. Jabatan itu umpama beberapa jabatan di lingkungan
kekuasaan kehakiman dan peradilan, kejaksaan, kepolisian, departemen kehakiman,
departemen dalam negeri, pemerintah daerah, kantor notaris, kantor advokat dan di
lingkungan legislatif. Beberapa jabatan atau tugas itu ada yang dipegang oleh TNI,
Polri, pegawai negeri sipil (PNS), atau oleh mereka yang tidak termasuk TNI, Polri
dan PNS.
Pada dasarnys terhadap mereka yang memegang jabatan atau tugas di atas,
berlaku juga kode etik. Bagi mereka yang bukan TNI bukan Polri dan bukan PNS
(bagaimana pula bagi seluruh bangsa Indonesia, apapun jabatan atau profesinya)
berlaku kode etik bangsa yaitu nilai-nilai luhur moral Pancasila. Bagi yang berstatus
TNI berlaku kode etik Sumpah Prajurit dan Sapta Marga serta kode etik lainnya yang
berlaku di lingkungan TNI tersebut. Selanjutnya bagi PNS berlaku kode etik sumpah
Pegawai Negcei, sumpah jabatan dan kode etik Korps Pegawai Republik Indonesia
(KORPRI) yang disebut Pancaprasetya Korpri.

H. ETIKA PROFESI HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM


Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh
mereka yang berprofesi di bidang hukum. Untuk membuat hukum yang baik
diperlukan orang-orang yang memiliki moral dan etika yang baik. Demikian juga
untuk melaksanakan dan menegakkannya.
Berkaitan dengan penegakan hukum ada tiga unsur yang harus ada : Pertama,
adanya hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kedua adanya aparat penegak
hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang terpuji. Ketiga, adanya
kesadaran hukum masyarakat.
ETIKA PROFESI HUKUM MENURUT ISLAM

A. HAKEKAT KEBENARAN DARI ALLAH SWT


Dalam pandangan Islam hakekat dan sumber kebenaran (hak) adalah Allah
SWT. Prinsip-prinsip kebenaran tersebut tertuang dalam firmanNya yaitu Al-Qur’an
sebagai wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat
manusia. Isi Al Quran tersebut kemudian dijelaskan oleh Rasul-Nya Muhammad
SAW dalam Al-Hadis (sunnah).
Oleh karena itu etika atau norma yang harus dipedomani dan dilaksanakan
oleh setiap orang dalam profesi apapun termasuk profesi hukum adalah seluruh nilai-
nilai yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Kebenaran
yang haikiki (al Haqq) hanyalah berasal dari Tuhan dan bahwa apa yang berasal dari
Tuhan adalah kebenaran yang pasti.
Allah adalah al Haqq (Kebenaran yang Hakiki). Oleh karena itu Dia menjadi
sumber dari segala kebenaran. Dengan demikian pula segala yang berasal dari Tuhan
mempunyai nilai kebenaran yang pasti yang tidak dapat dibantah atau diragukan oleh
siapapun.

B. KEBENARAN DAN KEADILAN MENEMPATI KEDUDUKAN SENTRAL


Masalah keadilan dalam hukum Islam menempati kedudukan sentral.
Melaksanakan, menegakkan dan membela keadilan merupakan perintah Allah SWT
kepada siapapun, terutama kepada mereka yang berprofesi hukum.
Hal ini membawa pengaruh bahwa kedudukan mereka yang mempunyai
profesi hukum unruk menegakkan keadilan dalam menempati kedudukan sangat
penting, umpamanya kedudukan hakim, Untuk menduduki jabatan hakim (Qadli) -
demikian juga bagi jabatan profesi hukum yang lain - diperlukan orang-orang yang
memenuhi syarat-syuat tertentu.
Pejabat (Imam) yang berlaku adil dalam salah satu hadis disebutkan bahwa dia
termasuk orang yang akan dikabulkan (tidak di tolak) doanya, sebagaimana doa orang
yang berpuasa dan mereka yang didzalimi.

C. ETIKA PROFESI REALISASI TAQWA


1. Ciri-ciri taqwa
Dalam surat Al-Baqarah 2-4 disebutkan bahwa orang-orang yang bertaqwa itu
adalah :
a. Yang beriman kepada yang gaib (seperti Allah SWT, Malaikat
dan yang gaib lainnya);
b. Yang mengerjakan shalat;
c. Yang menafkahkan sebagian rizki yang dianugrahi Allah
kepada mereka;
d. Yang beriman kepada al Quran;
e. yang beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-
nabi sebelum Muhammad (seperti Zabur, Taurat dan Injil);
f. Menyakini adanya kehidupan akhirat.
2. Janji Allah Bagi Yang Bertaqwa
Allah SWT mejanjikan bahwa orang yang bertaqwa akan mendapatkan
pahala dan berbagai kemudahan dalam hidupnya, sebagaimana disebutkan
dalam firman-Nya antara lain dalam Q.s. Al Anfal : 29
Selanjutnya dalam Q.S. al Thalaq, Allah menjanjikan bahwa orang
yang bertaqwa akan selalu mendapat jalan keluar kalau menghadapi kesulitan
dalam hidupnya, akan mendapat rizki di luar perhitungannya dan berbagai
kemudahan lain seperti firman-Nya. Al Thalaq ayat 2 dan 3.

Anda mungkin juga menyukai