Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi
1111180419
6/J
FAKULTAS HUKUM
2021
PERTEMUAN KE-2 (8 MARET 2021)
NORMA HIDUP
Mahasiswa Fakultas Hukum adalah mahasiswa yang akan dicetak menjadi Sarjana Hukum
atau Ahli Hukum. Kelak mereka akan masuk menjadi komunitas ilmuwan yang berprofesi di
bidang hukum. Yaitu mereka terikat oleh batasan-batasan dalam lingkungan komunitasnya.
Manusia yang berkepribadian adalah manusia yang mampu berpikir, karena dengan
kemampuan berpikir itulah maka ia berpribadi. Sedang berpikir adalah upaya untuk
memecahkan permasalahan manusia atas dasar tuntutan dari dalam dirinya yang
berkehendak. Maka pengembangan kepribadian adalah peningkatan cara berpikir dalam
dirinya berkehendak.
Pada dasarnya kebutuhan manusia dikelompokkan kepada empat jenis :
1. Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan
jasmani, seperti pakaian, makanan, dan perumahan.
2. Kebutuhan phisikis yang bersifat immaterial untuk kesehatan dan keselamatan
rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, dan agama.
3. Kebutuhan biologis yang bersifat seksual untuk membentuk keluarga dan
kelangsungan hidup generasi secara turun temurun, seperti perkawinan dan berumah
tangga.
4. Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis
kebutuhan diatas, seperti perusahaan dan profesi.
Teonom murni mengajarkan bahwa suatu tindakan adalah benar, apabila susai
dengan kehendak Tuhan dan salah apabila tidak sesuai dengan kehendak atau yang
diajarkan oleh Tuhan.
C. AKHLAK
Dalam terminologi Islam (Bahasa Arab) sinonim etika adalah akhlak. Menurut
Rahmat Djatnika ilmu akhlak mengandung hal-hal :
1. Menjelaskan pengertian “baik” dan “buruk”.
2. Menernagkan apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau sebagian
manusia terhadap sebagianyang lainnya.
3. Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia perbuatan-
perbuatan manusia itu.
4. Menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat.
Menurut Qurais Shihab, akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan
dengan etika. Menurut Qurais Shihab, akhlak agama (Islam) bisa dibedakan :
1. Akhlak terhadap Allah SWT
Diwujudkan dalam bentuk formalitas ritual penyembahan kepada-Nya,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, puji-pujian, dan puja-pujaan lain sesuai
dengan petunjuk-Nya.
2. Akhlak terhadap sesama manusia
Akhlak yang berlaku bagi manusia diwujudkan dalam bentuk hubungan
antar manusia sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
3. Akhlak terhadap lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan pada dasarnya berisi tata aturan yang
berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan (alam, binatang, dan benda-
benda lain) agar tetap memberikan manfaat bagi manusia dan tidak
menjadi sumber malapetaka bagi kehidupan manusia.
HUBUNGAN MORAL, HUKUM, DAN AGAMA
B. FILSAFAT MORAL
Dalam kajian filsafat banyak sistem tentang filsafat moral, atau sistem etika, yang
membahas tentang hakikat moral. Filsafat moral membicarakan sesuatu yang
dipandang baik atau buruk. Dalam kajian ini ada beberapa sistem atau teori normatif,
sebagai berikut:
1. Hedonisme
Dari kata dasar Hedone yang berarti kesenangan. Teori ini berawal dari
pertanyaan Aristiopos pda gurunya Socrates, “Sebenarnya apa tujuan akhir
kehidupan manusia itu?” Socrates menjawab “mencari kesenangan”. Jawaban
tersebut kemudian direnungi oleh Aristippos kemudian melahirkan teori
hedonisme.
2. Eudemonisme
Dari kata dasar Eudemonia berarti kebahagiaan. Pencetus teori ini
adalah Aristoteles yang ditulis dalam bukunya “Ethika Nicomachela”.
Menurutnya setiap tindakan manusia itu selalu mengarah kepada dua hal :
Tujuan untuk menemukan tujuan selanjutnya dan tujuan demi clirinya sendiri.
Untuk melihat perilaku yang baik bagi dirinya, dapat dilihat dari tujuan diri
sendiri yang dicapainya.
3. Deontologisme
Dari kata dasar Deon, yang berarti kewajiban atau apa yang harus kita
lakukan. Menurut faham ini bahwa suatu tindakan dinilai bukan dari hasil atau
akibatnya, tetapi dinilai dari sifat-sifat tertentu atau tindakan serta peraturan
yang mengatur itu sendiri. Artinya tindakan itu dibolehkan atau tidak
dibolehkan dan tidak perlu melihat akibat yang dihasilkannya.
4. Utilitarisme
Dari kata dasar utilitis, artinya berguna. Faham ini berorientasi kepada
manfaat atau kegunaan untuk mencapai kebahagiaan. Menurut faham ini
sesuatu yang baik adalah yang memberi manfaat atau kegunaan kepada
manusia. Aliran ini dimotori oleh Filsuf Skotlandia David Hume, kemudian
disempurnakan oleh filsuf inggris Jeremy Bentham. Utilitarisme pada awalnya
berupa pemikiran yang dirujukan scbagai dasar etis untuk pembaharum hukum
lnggris, khususnya Hukum pidana.
5. Teonom
Dari kata dasar Theos, artinya Tuhan. Tenom berarti norma-norma
moral berdasarkan kehendak Tuhan. Faham ini terbagi menjadi: Etika Teonom
Murni dan Teori Hukum Kodrati.
C. AKHLAK
Dalam terminologi Islam (Bahasa Arab) sinonim etika adalah akhlak. Akhlak
menurut Al Ghazali dalam bukunya lhya-u 'Ulumiddin sebagaimana dikutip oleh
Rahmat Djatnika, disebutkan : Khuluq, perangai, ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa
yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan pikiran. Sedang Ahmad Amin dalam kitabnya Al Akhlak menyebutkan
bahwa ilmu akhlah atau ma etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap
sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendaknya dicapai oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan yang lurus yang harus diperbuat.
1. Rumusan Pancasila
Seluruh rumusan sila-sila dalam dasar negara Pancasila, menggambarkan
pengakuan bangsa Indonesia kepada hak asasi manusia. Menurut Ismail Sunni,
Pancasila yang termuat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945,
keseluruhannya mengandung penghormatan terhadap hak asasi manusia.
2. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam UUD 1945 hak asasi manusia termuat antara lain dalam Pembukaan
dan Batang Tubuh.
3. Tap MPR No. II/MPR/1998
4. Tap MPR N0. XVII/MPR/1998.
5. Keputusan Presiden No. 50/1993 dan Keputusan Presiden No. 181/1998
6. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam.
8. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
9. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia jis
Kepres No. 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM dan
Keppres No. 53 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc
pada Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat.
Kebebasan menurut Lorens Bagus dapat dibedakan sesuai dengan tidak adanya jenis-
jenis tekanan-tekanan, sebagai berikut :
1. Kebebasan hati nurani, yaitu hak untuk mengikuti suara hati sendiri tanpa
hambatan (yang tidak mengecualikan kewajiban untuk membentuk suara hati
sendiri sesuai dengan kaidah-kaidah objektif dan untuk menghargai hak-hak
dasar orang lain).
2. Kebebasan agama, (bagian dari kebebasan hati nurani); kebebasan akademis
(yang merupakan kemungkinan dalam bidang penelitian dan ajaran untuk
hanya taat-kepada kebenaran dan kepastian yang diketahui).
3. Kebebasan untuk mengungkapkan pendapaat sendiri di depan umum
(kebebasan bicara, kebebasan pers). Semua kebebasan ini mempunyai
pembatasan-pembatasan.
Pada zaman sekarang, sekalipun kebebasan merupakan hak asasi yang bersifat
kodrati, namun pada kenyataannya kebebasan secara penuh itu merupakan hal yang
sulit dicapai. Paham determinisme mengatakan bahwa dengan adanya berbagai hukum
yang mengatur tata hidup manusia; praktis manusia tidak bebas lagi.
Batas kebebasan, banyak dianalisa antara lain adalah filsuf Perancis Jean Paul
Sartre (1905-1980), penganut aliran eksistensialisme yang secara ekstrem
berpendapat; we are condemned to be free, kita dihukum untuk hidup bebas, atau
dengan kata lain kita ditakdirkan untuk tidak bebas. Walaupun dikatakan ekstrim
namun orang akhirnya melihat bahwa pendapat itu memang mengandung titik-titik
kebenaran. Karena sebenarnya kebebasan kita itu ada batas-batasnya, antara lain:
B. TANGGUNG JAWAB
1. Pengertian Tanggung Jawab
Kata Tanggung jawab berkaitan dengan kata Jawab atau response
(Inggris) atau antwoord (Belanda), atau Mas'uliyah (Arab) berkaitan dengan
jawaban dari pertanyaan Su’al (Arab).
Menurut Lorens Bagus tanggung jawab adalah konsukuensi niscaya
dari kehendak bebas manusia dan imputabilitas (ketergugatan) yang
berlandaskan kehendak bebas. Karena imputabilitas ini, pribadi moral selaku
sebab penentu perbuatannya yang baik dan jahat, harus memberikan jawaban
terhadap perbuatan itu dihadapan suara hatinya sendiri; di hadapan penilaian
(putusan) moral orang-orang lain dan khususnya di hadapan penilaian ilahi.
Dia juga harus menerima konsekuensi dari tindakannya yang tidak bisa
dielakkan. Yang memikul tanggung jawab adalah pribadi yang mampu
bertindak secara moral. Objek tanggung jawab ialah tindakan yang sungguh-
sungguh manusiawi yang bertolak dari bagian manusia yang rohani melalui
kehendak bebas.
2. Tanggung Jawab dan Penyebab
Dalam tanggungjawab terkandung pengertian penyebab orang
bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak
menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab. Bila teman saya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, saya tidak bertanggung jawab,
sekalipun ia menggunakan sepeda motor saya. Dalam hal ini saya tidak
bertanggung jawab, justru karena tidak menjadi penyebabnya. Kalau seorang
Bapak melakukan tindakan kriminal dan karena itu dihukum penjara seumur
hidup, maka hanya dialah yang bertanggung jawab, bukan istri atau anak-
anaknya (dengan pengandaian tentu bahwa ia memang bertindak sendirian).
Adalah sama sekali tidak adil, bila istri dan anak-anak dipersalahkan atau
didiskriminasi akibat kejahatan si Bapak itu, justru karena bukan merekalah
yang melakukan tindak kejahatan itu. Tetapi untuk bertanggung jawab, tidak
cukuplah orang menjadi penyebab, perlu juga orang menjadi penyebab bebas.
Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab.
Tanggung jawab itu bisa langsung atau tidak langsung. Tanggung
jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas
perbuatannya. Biasanya akan terjadi demikian. Tapi kadang-kadang orang
bertanggug jawab secara tidak langsung.
Tanggung jawab bisa dibedakan antara tanggung jawab retrospektif
dan tanggung jawab prospektif. Tanggung jawab retrospektif adalah tanggung
jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya.
Tanggung jawab prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang akan
datang.
3. Tingkat-tingkat Tanggung Jawab
Menentukan bertanggung jawab tidaknya seseorang adalah hal yang
tidak mudah. Kita semua akan sepakat bahwa seorang anak kecil berumur tiga
tahun belum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi pada umur
berapa ia mencapai kematangan psikis yang cukup sehingga bisa dianggap
bertanggung jawab? Tentu saja, proses mencapai kematangan psikis akan
berlangsung lama dan berangsur-angsur. Mustahil lah mengandaikan bahwa
pada suatu hari ia memenuhi semua syarat psikologis yang mengizinkan dia
dianggap bertanggung jawab, sedangkan hari sebelumnya belum. Hukum akan
menentukan umur tertentu dimana seorang muda dianggap bertanggung
jawab. Umur legal itu ditentukan supaya ada kepastian. Dalam keadaan
normal akan terjadi bahwa dari sudut etis orang muda sudah bertanggung
jawah lebih awal, sebelum mencapai umur legal yang telah ditetapkan.
Sebelum ia bertanggung jawab sepenuhnya dari sudut etis, bisa diandaikan
bahwa ada tahap-tahap di mana ia bertanggung jawab untuk sebagian. Tapi
sulit untuk memastikan tingkat-tingkat bertanggung jawab itu.
Pada orang dewasa juga kadang-kadang agak sulit untuk menentukan
ada tidaknya tanggung jawab, apalagi tingkatan-tingkatan tanggung jawab.
Sebenarnya hanya orang bersangkutan sendiri dapat mengetahui bahwa dalam
suatu kasus ia bertanggungjawab dan sejauh mana ia bertanggungjawab,
walaupun di sini juga ada orang yang lebih optimis dan orang yang lebih
pesimistis tentang dirinya sendiri. Namun demikian, kerap kali ada tidaknya
tanggungjawab perlu dipastikan juga oleh oran lain, khususnya pengadilan.
Bila seseorang melakukan perbuatan yang secara obyektif dinilai kriminal
(mencuri, misalnya), namun ia melakukan hal itu karena suatu dorongan batin
yang tidak bisa diatasi (kleptomani, misalnya), sehingga ia tidak bebas, maka
ia tidak bertanggungjawab juda dan tidak akan dihukum. Kleptomani adalah
kelainan yang harus diberi terapi (kalau bisa), bukan hukuman. Bisa terjadi
juga bahwa tanggung jawab seorang penjahat dikurangi karena untuk sebagian
ia tidak bebas. Kalau begitu, ia tetap akan dihukum, tapi hukumannya akan
lebih ringan. Untuk mendapat kepastian tentang ada tidaknya tanggung jawab
atau tingkatan tanggung jawab, instansi kehakiman akan menggunakan jasa
psikiatri. Dengan demikian para psikiater mendapat tugas yang penting dan
sangat berat. Yang paling-sulit untuk dipastikan ialah apakah seseorang pada
kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya atau tidak bisa melawan
dorongan batinnya. Dengan kata lain, yang paling sulit untuk dipastikan ialah
perbedaan antara “Budi pada kenyataannya tidak melawan dorongan batinnya”
dan “Budi tidak bisa melawan dorongan batinnya”.
4. Masalah Tanggung Jawab Kolektif
Apa yang dimaksudkan dengan tanggung jawab kolektif. Dengan
tanggung jawab kolektif tidak dimaksudkan penjumlahan tanggung jawab
beberapa individu. Bukan maksudnya bahwa orang A bertanggung jawab di
samping orang B, C dan D. Sebab, tanggungjawab seperti itu hanya
merupakan struktur lebih kompleks dari tanggung jawab pribadi dan tidak
menimbulkan kesulitan khusus.
C. TANGGUNG JAWAB DALAM SYARl'AT ISLAM
Ketentuan syari'at Islam dalam Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah, menegaskan
bahwa manusia dibekali hak dan dibebani kewajiban. Mereka mempunyai kebebasan
untuk berbuat atau tidak berbuat, namun mereka harus mempertanggungjawabkan apa
yang diperbuat atau tidak diperbuatnya.
Berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab, dalam syari'at Islam berlaku
ketentuan antara lain :
1. Menepati janji merupakan kewajiban. Orang yang tidak menepati janji berdosa
dan akan diminta pertanggungjawaban.
2. Setiap manusia adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya
terhadap kepemimpinannya.
3. Setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
4. Setiap perbuatan manusia akan diminta pertangggngjawabannya, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
5. Seorang tidak memikul dosa atau kesalahan yang dilakukan orang lain.
6. Setiap perkataan, perbuatan, dan gerakan serta apa yang tersirat dalam hati
tiap diri manusia yang baik atau yang buruk akan dicatat oleh Allah SWT
melalui malaikat yang mengawasi mahluk-nya dan semuanya akan diminta
pertanggungjawaban kelak di akhirat.
7. Setiap orang pasti akan mendapatkan balasan dari apa yang diperbuatnya,
sekecil apapun, baik yang baik maupun yang buruk.
A. PENGERTIAN PROFESI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, Profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan
sebagainya) tertentu. Dalam Kamus Populer disebutkan bahwa: Profesi adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian tetap.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiki cita-
cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga
karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian
yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang
mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus.
Karena memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi
menutup diri bagi orang dari luar dan menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus.
Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu dapat
mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat
mengimbangi negatif profesi ini.
a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis lntelektual yang terus menerus dan
berkembang dan diperluas.
b. Suatu teknis intelektual.
c. Penerapan praktis dari tehnis intelektual pada urusan praktis.
d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang
akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
h. Pengakuan sebagai profesi.
i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi.
j. Hubungan erat dengan profesi lain.
Kajian etika profesi termasuk dalam kajian etika sosial. Yaitu kajian tentang
kewajiban dan tanggungjawab moral manusia dalam kedudukan individunya sebagai
anggota (bagian) dari masyarakat (sosial).
Dalam kode etik bagi profesi umum setidak-tidaknya ada dua prinsip yang
ditegakkan:
KODE ETIK HAKIM, JAKSA, ADVOKAT, NOTARIS, KEPOLISI-AN DAN JABATAN LAIN