Anda di halaman 1dari 6

RESUME FILSAFAT ILMU

ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU PENGETAHUAN

DISUSUN :

ASMAR (2300140301011)

PRODI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2023
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika

Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani yaitu, “ethos”, yang
berarti “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku
manusia, juga dapat berarti “karakter” manusia (keseluruhan cetusan perilaku
manusia dalam perbuatannya). Ethos mempunyai makna anaction that is one’s own,
atau suatu tindakan yang dilakukan seseorang menjadi miliknya makna ethos
semacam ini juga dimiliki oleh kata latin “mores”, yang darinya kata “moral”
diturunkan dengan demikian ethical dan moral sinonim. Etika adalah filsafat moral
(Dewantara, 1967).

Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya
tali temali dengan sopan santun. Belajar etiket berarti bagaimana bertindak dalam
cara-cara yang santun; sedangkan belajar etika berarti bagaimana bertindak baik.
Etika lebih bersifat umum dan mencakup prinsip-prinsip moral yang berlaku secara
luas dalam kehidupan sehari-hari. Etiket bersifat lebih spesifik dan terkait dengan tata
krama atau norma-norma perilaku dalam konteks sosial atau situasional tertentu.
Contoh etika dalam kehidupan sehari-hari misalnya jika seseorang menemukan
dompet yang terjatuh dan berisi uang, etika akan mencakup pertimbangan moral
apakah dia harus mengembalikan dompet tersebut kepada pemiliknya atau
mengambil uangnya. Sedangkan contoh etiket dalam kehidupan sehari-hari. Etiket di
meja makan mencakup cara penggunaan alat makan, tata cara berbicara, dan perilaku
di meja makan, seperti tidak berbicara dengan mulut penuh atau tidak bersendawa.
(Dewantara, 1967).

B. Karakter Normatif Etika

Etika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, fokus pada
tingkah laku manusia secara keseluruhan. Sebagai disiplin ilmiah, etika tunduk pada
standar keilmiahan. Sifat normatifnya membuat etika terkait erat dengan norma, nilai,

2
dan prinsip moral yang berkaitan dengan gagasan etis dalam kehidupan manusia.
Ketika dikatakan normatif, artinya etika bertujuan untuk membimbing individu
menuju kebaikan. Studi etika tidak hanya berusaha menyelidiki norma-norma
kebaikan, keutamaan, keadilan, dan sejenisnya, tetapi juga bertujuan untuk membawa
orang menuju perilaku yang baik. Belajar etika langsung memilki tujuan bukan hanya
menyelidikan norma-norma kebaikan, keutamaan, keadilan, dan sejenisnya
(Dewantara, 1967).

Disebut normatif karena mempelajari etika berarti memahami cara menjadi


baik. Mahasiswa filsafat etika tidak hanya terlibat dalam teori dan konsep mengenai
kebaikan, tetapi juga dalam praktik bagaimana bertindak dengan baik. Atau dengan
kata lain, mahasiswa etika menangani situasi kehidupan nyata dan mencari cara untuk
menjadi baik. Inilah yang menunjukkan sifat praktis selain normatif dalam studi etika
(Dewantara, 1967).

Disebut normatif karena etika tidak hanya bersifat "ilmiah," tetapi juga
memberikan penekanan pada norma-norma. Sebagai cabang filsafat, etika bersifat
spekulatif seperti cabang filsafat lainnya. Meskipun begitu, hal ini tidak mengabaikan
sepenuhnya beberapa pendekatan empiris. Dengan kata lain, tanpa tergesa-gesa
merangkul pemahaman langsung terhadap kebenaran ilmu empiris, etika memberikan
penilaian positif dan menerima kontribusi dari ilmu-ilmu empiris lainnya yang terkait
dengan tema tindakan manusia (Dewantara, 1967).

C. Pengertian Moral

Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata
mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa
moral merupakan penentuan baik buruk perbuatan dan kelakuan. Moral adalah suatu
istilah yang digunakan dalam menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak,
yang secara layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk (Dewantara, 1967).

3
Suseno (1997) mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik dan
buruknya manusia. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia menurut
situasi tertentu. Moral merupakan sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang
berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan
bertindak baik yang diwariskan dari generasi kegenerasi berikutnya.

D. Etika dan Moral Ilmu Pengetahuan

Etika sangat dibutuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Etika dan


moral adalah bagian dari filsafat yang membahas tentang tingkah laku atau perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan penilaian yang baik buruknya tingkah laku atau
perbuatan yang dimaksud. Dengan belajar etika agar kita mampu mengetahui dan
memahami tingkah laku apa yang baik dan buruk menurut suatu teori-teori tertentu
(Dewantara, 1967).

Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa


merendahkan martabat seseorang. Masalah moral tidak dapat dilepaskan dari diri
manusia di dalam menemukan kebenaran diperlukan keberanian moral. Etika
memberikan semacam batasan atau standard yang mengatur pergaulan manusia dalam
suatu lingkungan. Etika kemudian dibuat dalam bentuk aturan tertulis yang secara
sistematik dibuatkan berdasarkan prinsip moral yang ada dan difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala jenis tidakan yang logis-rasional dinilai menyimpang kode
etik. Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yaitu sebagai
universal bagi manusia dalam meningkatkan martabat manusia (Dewantara, 1967).
Antara moral dan etika dengan ilmu pengetahuan terdapat kaitan. Dalam penggunaan
ilmu pengetahuan dimana dalam perkembangannya harus sesuai dengan etika dan
norma yang sudah melekat pada masyarakat (Dewantara, 1967).

E. Esensi Nilai Moral

Esensi nilai moral mengacu pada inti yang menyentuh nilai-nilai moralnya.
Dengan esensi nilai, juga dimaksudkan hakikat, kodrat, dan natura dari nilai tersebut.

4
Pertanyaan di atas mencoba mengeksplorasi apakah nilai tersebut secara langsung
terkait dengan perbuatan manusia ataukah berasal dari hukum, kebiasaan, doktrin
agama, atau instansi normatif lain dalam masyarakat kita. Beberapa definisi atau
pendekatan teoritis yang terkait dengan esensi nilai moral akan diuraikan di bawah ini
:

1) Moralitas Ekstrinsik

Moralitas ekstrinsik merupakan pertimbangan terkait ketaatan terhadap


hukum itu sendiri. Untuk menilai apakah ketaatan terhadap hukum mencerminkan
nilai moral, perlu adanya pemahaman bahwa kepatuhan terhadap hukum sejalan
dengan kodrat manusia. Namun, tidak semua tindakan patuh terhadap hukum secara
otomatis memiliki nilai moral. Ketaatan terhadap hukum hanya bermakna secara
moral jika hukum yang bersangkutan dianggap adil. Oleh karena itu, aspek yang
perlu dipertimbangkan terlebih dahulu dalam moralitas ekstrinsik adalah keadilan
dari suatu hukum. Ketidakadilan suatu hukum membuat ketidakpatuhan terhadapnya
tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai moral (Dewantara, 1967).

2) Moralistik Intrinsik

Moralitas intrinsik menyatakan bahwa kebenaran dari tatanan moral manusia


ditentukan oleh sifat baik atau buruk, adil atau tidak, bukan karena keputusan atau
pertimbangan dari pihak yang berkuasa atau instansi yang memiliki kekuasaan.
Sebaliknya, kebenaran moral bersumber dari kesadaran kita sebagai manusia, yang
melibatkan pemahaman yang sangat dalam dan personal mengenai nilai-nilai moral
(Dewantara, 1967).

Sifat intrinsik dari nilai moral suatu tindakan manusia adalah sesuatu yang
secara langsung terkait dengan tindakan itu sendiri. Dalam pandangan umum, kita
dapat menyatakan bahwa hakikat intrinsik dari tindakan manusia adalah potensi
tindakan tersebut untuk secara langsung atau tidak langsung mengarah pada
kebahagiaan. Bukankah kehidupan manusia, secara nyata dan konkret, cenderung

5
berjalan dengan baik ketika menuju ke arah pencapaian kebahagiaan? Seorang
individu dianggap baik sejauh dia aktif mengejar dan mencapai apa yang dianggap
sebagai kebahagiaan (Dewantara, 1967).

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara. (1967). Filsafat Moral. In Angewandte Chemie International Edition,


6(11), 951–952. (Vol. 13, Issue April).

Anda mungkin juga menyukai