Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

ANALISIS ETIKA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DI BIDANG PENDIDIKAN


YANG BERKARAKTER KAN PANCASILA

Oleh :
Rezha Miftahul Fadilah
117200056

JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2021
Etika Sebagai Norma Tindakan Manusia
Rangkuman Halaman 7-66
A. Pengertian Etika, Moral, dan Norma
1. Pengertian Etika
a) Asal kata
Etika (etimologi) Bertens (1993: 4) berasal dari kata Yunani berarti watak
kesusilaan atau adat. Etika juga berasal dari istilah Etis menurut Franz Magnis Suseno
(1993: 9) yaitu "sesuai dengan tanggung jawab moral". Istilah ini digunakan untuk
mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme moral yang merupakan ciri khas
zaman sekarang Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran, dan
sebagai filsafat, etika menerima keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya
b) Objek Etika
Objek etika menurut Poedjawijatna (1986: 6), objek material etika adalah
manusia dan objek formalnya adalah tindakan manusia yang dilakukan dengan
sengaja. Menurut Franz Von Margin (1979:15-16) adalah pertanyaan moral yaitu
terdapat 2 jenis moral, pertanyaan tentang tindakan manusia dan pertanyaan tentang
manusia itu sendiri atau tentang unsur kepribadian manusia seperti motif, maksud, dan
watak
c) Definisi etika
Definisi tentang etika dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis definisi, yaitu:
1) Definisi yang menekankan aspek historis
2) Definisi yang menekankan secara deskriptif
3) Definisi yang menekankan pada sifat dasar etika sebagai ilmu yang normatif
dan bercorak kefilsafatan.
2. Pengertian Moral
Kata moral bearasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti
kebiasaan/adat. Kata “etika” sama dengan kata “moral”, karena keduanya berasal dari
kata yang berarti adat kebiasaan tetapi bahasa asalnya yang berbeda. “Etika” bearasal
dari Bahasa Yunani dan “Moral” Bahasa Latin. (Bertens, 1993: 6). Moral memiliki
maksud nilai dan norma yang menjadi pegangan untuk mengatur tingkah laku. Sedikit
perbedaan, moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai dan etika
dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.
3. Pengertian Norma
Achmad Charris Zubair (1987: 29) menjelaskan: "Norma berarti ukuran, garis
pengarah, atau aturan, kai dah bagi pertimbangan dan penilaian. Nilai yang menjadi
milik bersama dalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam
akan menjadi norma yang disepakati bersama." Segala hal yang diberi nilai, cantik, atau
berguna, diusahakan untuk diwujudkan dalam perbuatan dan mengandung sanksi dan
pahala (reinforcement) dimana jika dilakukan mendapat pujian dan balas jasa, jika tidak
akan mendapatkan hukuman dan celaan. Macam-macam norma menurut Bertens
(1993: 198) yaitu norma teknik dan permainan dan norma yang berlaku umum.
B. Macam-Maca Etika dan Jenis/Golongan Etika
1. Macam-Macam Etika
a) Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, baik dan buruk,
tindakan yang diperboleh kan atau tidak diperbolehkan.
b) Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang tempat
diskusi-diskusi yang paling me narik tentang masalah-masalah moral berlangsung.
Di sini ahli yang bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti
halnya dalam etika deskriptif, tapi harus melibatkan diri dengan mengemukakan
penilaiannya tentang perilaku manusia. Bertens (1993: 17) menjelaskan, etika
normatif dapat dibagi menjadi dua macam yaitu etika umum dan khusus. Etika
umum memandang tema-tema umum sedangkan etika khusus menerapkan prinsip
etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.
c) Etika Individu
Etika individu merupakan etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai
pribadi, misalnya: tujuan hidup manusia. (Sunoto, 1989: 41)
d) Etika Sosial
Etika sosial membicarakan tingkah laku dan perbu atan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain (Sunoto, 1984: 41).
e) Etika Terapan
Mengenai etika terapan, Bertens (1993: 268) menyoroti "Suatu profesi atau
suatu masalah, seperti etika kedokteran, etika politik, dan sebagainya." Cara lain
untuk membagi etika terapan adalah dengan membedakan antara makroetika dan
mikro etika.Makroetika meliputi masalah-masalah moral pada skala besar,
sedangkan mikroetika membicarakan pernyataan etis tempat individu terlibat.
f) Metaetika
Awalan "meta" mempunyai arti "melebihi", "melampaui". Istilah ini diciptakan
untuk menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah mentalitas secara
langsung, melainkan ucapan ucapan di bidang mentalitas. Metaetika seolah-olah
bergerak pada taraf yang lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf
"bahasa etis" atau bahasa yang digunakan di bidang mental. Dapat dikatakan juga
bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.
2. Jenis/Golongan Etika
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum
berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar manusia bertindak secara etis, manusia
mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik
atau buruknya suatu tindakan.
Etika khusus dibagi lagi menjadi dua, yaitu etika individu dan etika sosial. Etika
individu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika
sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai manusia.
(Burhanud din, 1997: 7).
C. Persoalan dan Pemecahan Etika
1. Persoalan nilai etika
Apa yang seharusnya dilakukan dalam persoalan nilai etika? Sebagai masalah
khusus etika mempersoalkan sifat-sifat yang menyebabkan seorang berhak untuk
disebut Susila atau bijak. Sifat itu dinamakan “kebajikan” dan lawannya “keburukan”.
Etika sendiri merupakan cabang filsafat atau cabang aksiologi yang membicarakan
manusia terutama tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan dengan sadar dan dilihat
dari kacamata baik buruk (Sunoto, 1983: 1).
2. Ruang lingkup etika
Etika menaruh perhatian pada pembicaraan mengenai prinsip pembenaran
tentang keputusan yang telah ada. Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah
yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang cara hidup dengan kebajikan.
3. Kesusilaan dan ketidaksusilaan
Kesusilaan dan ketidaksusilaan tidak hanya ber sangkutan dengan tingkah laku
dalam masalah seksual semata. Mencuri, berbuat tidak adil, dan kejam dapat dipandang
sebagai tindakan orang yang tidak susila.
4. Arti etika
Etika digunakan dalam dua arti, seperti dijelaskan oleh Suyono Sumargono
(1992: 35). Etika sebagai ilmu mungkin menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan.
Etika sebagai etika normatif bersangkutan dengan tanggapan. Dalam etika, dibedakan
yati berbicara mengenai istilah etika dan berbicara dalam istilah etika.
a) Etika Deskriptif
Ilmu pengetahuan (etika) semata-mata bersifat deskriptif dan hanya berusaha
untuk membuat deskripsi yang cermat. Etika deskriptif bersangkutan dengan
pencatatan terhadap corak-corak, predikat-predikat serta tanggapan-tanggapan
kesusilaan yang dapat ditemukan. Sehubungan dengan itu, ilmu ini tidak dapat
membicarakan ukuran-ukuran bagi tanggapan kesusilaan yang baik, meskipun
kadang-kadang etika deskriptif mencampur adukkan antara menerima suatu
tanggapan kesusilaan dengan kebenaran. Etika deskriptif hanya melukiskan
tentang predikat dan tanggapan kesusilaan yang telah diterima dan dipakai.
(Bertens, 1993; 15)
b) Etika Normatif
Etika dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang
dapat dipakai untuk menanggapi atau menilai perbuatan, menerangkan tentang apa
yang seharusnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan, dan memungkinkan
manusia untuk mengukur dengan apa yang seharusnya terjadi. Etika normatif
bersangkutan dengan penyelesaian ukuran kesusilaan yang benar. (Bertens, 1993:
17).
1) Etika Kefilsafatan
Etika kefilsafatan merupakan analisis tentang apa yang orang
maksudkan ketika menggunakan predikat-predikat kesusilaan. Analisis itu
diperoleh dengan mengadakan penyelidikan tentang penggunaan yang
sesungguhnya dari predikat-predikat yang terdapat di dalam pernyataan-
pernyataan.
2) Etika Praktis
Maksud dari etika praktis dimana bahwa dalam setiap masalah
kesusilaan yang praktis dan menyulitkan diperlukan cara mengambil
keputusan mengenai perbuatan yang harus dilakukan. Disinilah diperlukan
etika praktis.
5. Persoalan Etika Teoritis dan Normatif
a) Persoalan etika teoritis
Etika teoritis membahas tentang asas yang melandasi sistem kesusilaan. Etika
terapan membutuhkan banyak pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi
manusia sehari hari. Suatu penalaran yang bersifat kesusilaan mencakup premis
yang bercorak kesusilaan, maupun yang bercorak kenyataan empiris
1) Salah satu di antara persoalan yang terdapat dalam etika teoretis adalah yang
berbentuk pertanyaan.
2) Persoalan lain, ialah bersangkutan dengan kebebasan manusia dan persoalan
"determinisme". Determinisme mengatakan bahwa segala sesuatu sudah
ditentukan berdasarkan hukum sebab-akibat, dan ini harus pula diterapkan
dalam etika.
Di samping ada etika individu yaitu etika yang menyangkut manusia sebagai
perorangan saja, ada etika sosial yang menyangkut hubungan antar manusia.
b) Persoalan Etika Normatif
Etika normatif merupakan sebuah aturan yang mengarahkan secara kongkrit,
tentang bagaimana seharusnya bertingkah laku. Manusia tidak dapat hidup tanpa
pedoman. Benturan antara kebutuhan terhadap etika normatif dengan
keterbatasannya, mengisyaratkan adanya kaitan metaetika dalam persoalan etika
normatif. Kenyataan bahwa masalah metaetika memang tidak selalu menjamin
kelurusan etika normatif, tetapi paling tidak, dapat berfungsi sebagai petunjuk.
1) Tinjauan Teori Dasar Etika Normatif Menurut Von Magnis (1975: 79)
a. Ditunjau dari asal kejadiannya terbagi menjadi 2 pola dasar:
I. Teori Deotologis (Yunani: Deon “yang diharuskan, diwajibkan”)
Betul salahnya tindakan tidak ditentukan berdasarkan akibat-akibat
dari tindakan itu, melainkan dari cara bertindak yang begitu saja
terlarang atau begitu saja wajib.
II. Teori Teletologis (Yunani: Telos, tujuan) Betul tidaknya tindakan
justru tergantung dari akibat-akibatnya.
b. Ditinjau dari sudut aspirasinya terbagi menjadi 2 pola:
I. Sistem etika yang terbangun dari “aspira atas”, disusun dari sesuatu
yang transenden yang telah diakui kekuatan dan kebenarannya. Sifat
vertikal dan berlaknya mutlak. Sering ditemui dalam etika keagamaan
yang melibatkan tuhan.
II. Sistem etika yang disusun melalui “aspirasi bawah”. Yang menjadi
landasan adalah fenomena dan realita ekstensi manusia.
Persoalan etika heteronomous menjadi lain dengan tinjauan filosofis
karena tidak berlaku bagi orang yang tidak beriman, mempertanyakan
kehendakan tuhan, dan terperangkap dalam irasionalitas. Sistem etika
antonomos memiliki kelemahan yaitu kecenderungan humanisme mutlak yang
menonjolkan akal, sehingga cenderung menghilangkan dimensi transcendental
dan rasionalisasi yang menghilangkan aspek batiniah (Achmad Charris Zubair,
1986: 109).
Pemecahan sistem etika yang bersendikan rasionalitas mengandung resiko
kerelatifan dalam pemberlakuannya. Persoalan yang dihapai adalah bagaimana
cara agar etika keagamaan tidak terjebak pada sikap irasionalitas, Kerelatifan
tersebut dapat dihilangkan dengan sen di-sendi transendental.
2) Alternatif Sistem Normatif
Problem umum yang ada yaitu sejauh mana etika normatif
mencerminkan nilai dasarnya, sehingga terbentuk peta norma moral yang
bukan saja merupakan deretan rumus-rumus yang disodorkan secara baku
begitu saja, melainkan hasil olahan nilai dasar dan disajikan secara bijaksana.
Sistem etika, harus menghindarkan pengertian utopis (idealisme abstrak) yang
terputus dari aspirasi kenyataan. Nilai-nilai sebagai aspirasi yang meliputi dan
menjiwai norma. Dalam pelaksanaannya di perhitungkan syarat pendukung,
kemampuan,situasi dan kondisi pelaksanaan.
c. Pemecahan Etika Normatif
a) Kewajiban Sebagai Norma
Hukum alam adalah hukum akal, hukum akal tercermin didalam hukum
normal, yang timbul didalam batin manusia. Kemauan manusia diatur oleh
akalnya, sehingga hukum moral yang mengatur seseorang.
Rumusan katagorische imperative poespoprodjo (1986: 200) pertama,
perbuatan hukum moral itu menjadi dasar penentuan umum dari kemauan
manusia. Dua, objek alam sebagai manusia yang mempunyai nilai secara
intrinsic. Ketiga, hukum moral baru mendapat arti bila ada 3 postulat,
kemerdekaan, keabadian, jiwa dan tuhan.
b) Kesenangan Sebagai Normatif
- Aliran Hedonisme, oleh Democriticus (400 SM-370 SM) kesenangan
bagai tujuan pokok dalam kehidupan.
- Aliran Utilitirianisme
Oleh Jeremy Berthan (1748-1832) poitik, hukum, dan etika. Ketiga bidang
ini dimasksudkannya dalam prinsip “Utility”. Jhon Stuart Mill (1806-1873)
kesenangan batin lebih tinggi nilainya daripada kesenagan badaniah.
D. Kaidah Dasar Moral dan Perkembangan Kesadaran Moral
Manusia yang sebenarnya adalah jika menjadi manusia yang etis, dimana titik tolaknya
yaitu manusia percaya pada kebenaran, kebaikan dan keadilan serta manusia berusaha
sekuat tenaga untuk berbuat secara benar, baik, dan adil. Manusia yang disebut etis jika ia
secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan sosialnya.
1. Kaidah Dasar Moral
a) Kaidah sikap baik menurut Franz Von Magnis (1975: 103) adalah: "Diwajibkan
bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan dari akibat baik dibandingkan
akibat buruk (maksimalisasi). Kaidah ini hanya berlaku kalau manu sia menerima
kaidah yang lebih dasar lagi, yaitu ma nusia harus berbuat yang baik dan mencegah
yang buruk. Secara ideal manusia hanya menghasilkan akibat baik dan sama sekali
tidak menghasilkan yang buruk. Tetapi karena sering tidak mungkin, sekurang
kurangnya akibat buruk harus diminimalisasikan.
b) Kaidah Keadilan yaitu keadilan dalam membagi yang baik dan yang buruk. Kalau
berbicara tentang keadilan ialah apa bila dari dua orang yang sifatnya cukup mirip
dan yang berada dalam situasi yang mirip juga, yang satu diperlakukan dengan
lebih baik atau lebih buruk daripada yang lain atau dalam kata lain keadilan yang
relatif sama terhadap kebahagiaan mereka dan diukur berdasarkan kemampuan
mereka.
2. Perkambangan Kesadaran Moral
Menurut Kohlberg, seperti yang dijelaskan Bertens (1993: 80): "Enam tahap
(stage) dalam perkembangan moral dapat di kaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat
(level) sedemikian rupa sehingga setiap tingkat meliputi dua tahap."
a) Tingkat Prakonvensional, motif ini bersifat lahiriah. Terdiri dari 2 stage.
- Tahap 1: Orientasi hukuman dan Kepatuhan. Mendasarkan perbuatan atas
otoritas kongkrit dan membatasi diri tapi belum memandang kepentingan orang.
- Tahap 2: Orientasi relative instrumental.
b) Tingkat Konvensional, tidak hanya menyesuaikan diri dengan harapan orang tetapi
juga loyalitas kepadanya dan secara aktif menunjang seta mebenarkan keterlibatan
yang berlaku.
- Tahap 3: Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi “anak manis”
dimana mulai mementingkan maksud dan perbuatannya.
- Tahap 4: Orientasi hukum dan keterlibatan (law and order). Tekanan diberikan
pada aturan tetap dengan melakukan kewajiban, menghormati otoritas, dan
mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku.
c) Tingkat Pascakonvensional, tingkat otonom/berprinsip. Orang yang menyadari
bahwa kelompok tidak selalu benar.
- Tahap 5: Orientasi kontak-sosial legalitas. Adanya relativisme nilai-nilai dan
pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha untuk mencapai konsensus.
- Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal. Mengatur tingkah laku dan
penilaian moralnya berdasarkan hati nurani pribadi.
E. Permasalahan Etika Terapan
Kemajuan Ilmiah yang bersifat ambivalen dan Teknologi yang Tak Terkendali. Banyak
orang mendapat kesan bahwa proses perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal ter
hadap tuntutan etis. Memang benar, memperhatikan segi-segi etis tidak menjadi tugas ilmu
pengetahuan sendiri, melainkan tugas manusia dibalik ilmu dan teknologi. Jika kemampuan
manusia bertambah besar berkat kemajuan ilmu dan teknologi, maka kebijaksa naannya dalam
menjalankan kemampuan itu harus bertambah pula
F. Etika Lingkungan dan Teori Etika Lingkungan Johan Galtung
1. Etika lingkungan
a) Kerusakan lingkungan hidup
Kenyataan bahwa manusia sedang berada dalam proses perusakan lingkungan
kehidupannya, yang mulai disadari di seluruh dunia dari berbagai macam masalah
yang timbul.
b) Pola pedekatan yang merusak
Pola dasar pendekatan manusia modern terhadap alam yaitu teknokratik yang
berarti manusia hanya sekedar mau menguasai alam serta sikap manusia terhadap
lingkungan yaitu pada bidang ekonomi modern, bidang kehidupan sehari-hari,
dampak pendekatan terhadap lingkungan hidup biosfer dan terhadap generasi yang
akan datang.
c) Ciri-ciri etika lingkungan hidup yang baru
Pertama sikap dasar dengan menguasai tidak sebagai pihak luar akan tetap
merupakan bagian dari lingkungan. Kedua tanggung jawab terhadap lingkungan
dengan tidak menghasilkan pengrusakan. Ketiga, unsur-unsur etika lingkungan baru
yaitu manusia harus belajar meghormati alam, harus memberikan suatu perasan
tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal dan kelestarian biosfer, menuntut
larangan keras untuk merusak, mengotori, dan meracuni, serta solidaritas dengan
generasi yang akan datang.
2. Teori Etika Lingkungan Johan Galtung
a) Etika egosentris, etika yang mendasarkan diri pada kepentingan individu.
Memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya baik bagi
individu juga baik untuk masyarakat. Manusia sebagai pelaku rasional untuk
memperalkukan alam menurut insting netral.
b) Etika Homosentris, etika yang mendasarkan diri pada kepentingan sebagian
masyarakat.
c) Etika Ekosentris, etika yang mendasarkan diri pada kepentingan kosmos.
Lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Merupakan aliran etis
ekologi tingkat tinggi yakni deep ecologi. Bersifat holistic, mekanis atau metafisik.
ETIKA SEBAGAI NORMA TINDAKAN MANUSIA
A. Jelaskan istilah-istilah di bawah ini!
1. Etika: Etika (Etimologik), menurut Bertens (1993: 4), berasal dari kata Yunani ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika merupakan cabang utama dari ilmu
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas dalam penilaiaan moral. Etika lebih
menjelaskan tentang pantas dan tidaknya suatu tindakan atau perilaku.
2. Moral: Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti
adat kebiasaan. Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang buruk. Moral juga bisa
disebut dengan tindakan yang bernilai positif bagi orang lain.
3. Etis: Istilah “etis” (ethical) lebih terkait dengan moral, benar atau salah dan juga
hukum. Definisi etis yang paling umum adalah “prinsip-prinsip yang dipegang teguh”
(“rules of conducts”) dalam bekerja, melaksanakan tugas dan kewajiban dimana
berkaitan dengan moral atau prinsip-prinsip dari moralitas serta benar ataupun salahnya
dalam melaksanakan sesuatu.
4. Etos: berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan
karakter moral. Etos didefinisikan sebagai pandangan hidup yang khas seperti
kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu
atau kelompok golongan social.
5. Etiket: berasal dari kata “etiquette” dalam bahasa Perancis. Kata “etiket” lebih banyak
mencakup tentang aturan dan prosedur dalam bertingkah laku dalam berinteraksi
dengan orang lain. Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau aturan lainnya
yang mengatur hubungan antara kelompok manusia yang beradab dalam pergaulan.
Etiket sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan dari suatu suku atau bangsa.
6. Etikat: Etikat memiliki makna atau arti yang sama dengan etika yaitu suatu penilaian
sikap atau perilaku.
B. Jelaskan perbedaan Etika dan Moral
Moral dan etika memiliki perbedaan, tolak ukur yang dipakai dengan moral untuk
mengukur tingkah laku manusia, yaitu adat istiadat, kebiasaan, dll. Etika dan moral sama
artinya tetapi pemakaiannya dalam sehari-hari terdapat sedikit perbedaan. Moral digunakan
untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan etika digunakan untuk sistem nilai yang
ada. Secara singkat etika merupakan suatu penilaian dari moral.
C. Apa itu norma?
Achmad Charris Zubair (1987: 29) menjelaskan : "Norma berarti ukuran, garis
pengarah, atau aturan, kai dah bagi pertimbangan dan penilaian. Nilai yang menjadi milik
bersama dalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan
menjadi norma yang disepakati bersama." Norma merupakan pedoman yang mengatur
tingkah laku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
D. Apa itu teknologi?
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis. Trknologi juga dapat
dikatakan ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-
barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
E. Apa itu hakikat teknologi?
Teknologi berasal dari istilah teckne yang berarti seni (art) atau ketrampilan (skill).
Menurut Dictionary of Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada
masalah-masalah praktis. Manusia mengetahui penggunaan dan pemanfaatan teknologi
pada semua bidang kehidupan. (Arif Wibisono Adi, Dinamika Eko nomi dan IPTEK,
1992: 123). Menurut Kunto Wibisono: ”Merupakan hasil penerapan secara sistematik ilmu
pengetahuan, sebagai suatu himpunan rasionalistik empirik dari berbagai komponen
pendukungnya, dengan maksud hendak mengusai atau mengendalikan gejala-gejala yang
dihadapinya melalui proses produktif secara ekonomis.”
F. Apa makna terdalam (esensi) dari teknologi
Filsafat teknologi adalah salah satu cabang filsafat khusus yang melakukan analisis
filsafat tentang teknologi dan berbagai unsur serta seginya. Teknologi sendiri merupakan
hasil dari buah pikiran manusia yang disebut inovasi. Teknologi membuat segala sesuatu
nya menjadi lebih mudah dari berbagai inovasi, sehingga teknologi akan terus
berkembang.
G. Apa perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan merupakan dasar dari semua ilmu sehinnga memiliki pengembangan
kedepannya, sedangkan teknologi bisa saja berhenti tanpa dibantu dengan ilmu
pengetahuan. Karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikembangkan secara
bersamaan.
Paradigma Pembangunan Pendidikan yang Berkarakter Pancasila di Era Globalisasi
Pengaruh globalisasi dunia telah memberikan warna tertentu dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini dipandang sebagai pembangunan bangsa membagi ke
dalam bagian tertentu dengan penggunaan teknologi tingkat tinggi. Kemajuan teknologi tidak
bisa dihindari dalam budaya dan peradaban manusia. Dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi bisa positif dan negatif, dampak negatif adalah adanya hidup dan kehidupan
perilaku manusia yang menyimpang dari etika, nilai-nilai, norma-norma, dan moral. Aksi teror,
geng motor, perkelahian antara mahasiswa di berbagai tempat, penyalahgunaan narkoba,
banyak anggota Dewan yang tidak disiplin dalam etos kerja, dll. Realitas ini menunjukkan
bahwa ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan negara dalam semua aspek kehidupan. Hal
ini dianggap perlu untuk memiliki perbaikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama
di sistem pendidikan nasional. Paradigma pembangunan bangsa itu diarahkan dan terfokus
pada pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan bangsa, dalam upaya untuk
menghilangkan dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memperkuat karakter pendidikan dan nilai-nilai pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dengan pendekatan multidisiplin dan interdisipliner
Perubahan dalam semua aspek kehidupan harus disertai dengan visi, misi, dan konsep
kehidupan ke masa depan, peran saat ini perubahan yang dibawa oleh globalisasi dunia saat
ini, menunjukkan bahwa batas-batas antar negara semakin virtual. Dalam konteks negara
bangsa dan hegemoni kekuasaan negara akan sulit untuk berubah, tetapi dapat terjadi karena
efek dari polarisasi di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya yang di seluruh dunia.
Untuk visi ke depan bangsa yang berdaulat dan misi harus dirumuskan sedemikian rupa
sehingga arah pembangunan, khususnya generasi muda lebih efektif dan arah yang jelas.
Sebagai visi pembangunan nasional dari 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil
dan makmur. (UU No. 17 tahun 2007). Sedangkan misi pembangunan nasional (1)
menciptakan masyarakat yang memiliki moral yang tinggi, etika, budaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila; (2) mewujudkan bangsa Indonesia yang kompetitif; (3)
menciptakan masyarakat demokratis berdasarkan hukum; (4) membuat Indonesia aman, damai,
dan bersatu; (5) menciptakan pembangunan yang sama dan merata; (6) menciptakan Indonesia
yang indah dan berkelanjutan; (7) membuat Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri,
maju, dan kuat.
Dalam upaya untuk membangun bangsa dan karakter, warga negara yang baik, konsep
nasionalisme, dan identitas nasional, nilai-nilai pendidikan harus dilihat sebagai bagian sentral
dalam pendidikan strategis dan nasional. Universitas sebagai wahana pengembangan warga
negara yang demokratis melalui pendidikan dan kewarganegaraan yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan pendidikan karakter berdasarkan Pancasila. Dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 20. Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dalam Pasal 3 UU No.
20/2003 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
karakter perkembangan dan peradaban martabat dalam konteks kehidupan intelektual bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 20/2003).
Dapat dikatakan pembangunan karakter masih diperlukan dalam menghadapi
kehidupan yang semakin global dan adanya benturan semakin tajam dengan masalah
civilizations yang ada. Maka hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana integrasi nilai-nilai
Pancasila dalam pendidikan karakter bangsa berbasis budaya masyarakat. Konsep
pembangunan bangsa secara eksplisit menekankan perlu adanya pendidikan karakter nasional.
1. Kebijakan Tingkat Menteri
Surat Mendikbud No. 46962/MPK.A/HK/2020, tentang Pembelajaran secara Daring dan
Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada Perguruan Tinggi
a. Etika Individu
Kebijakan yang telah ditetapkan oleh seorang Menteri telah melalui berbagai macam
pertimbangan yang menghasilkan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan
Pendidikan di Indonesia. Pada pandemi Covid-19 contohnya terdapat kebijakan
pembelajaran secara daring guna menjaga kesehatan dan keselamatan siswa dan seluruh
tenaga kependidikan dari Covid-19.
b. Etika Profesi
Pada kebijakan melalui surat Mendikbud No. 46962/MPK.A/HK/2020, tentang
Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran
Covid-19 pada Perguruan Tinggi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengambil
kebijakan yang tepat dalam rangka upaya menjaga kesehatan dan keselamatan siswa dan
seluruh tenaga kependidikan dari Covid-19.
c. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah etika yang berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai
nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu kenyataan yang terkait dengan situasi dan
realitas konkrit yang membudaya. Pada kebijakan ini menurut pandangan etika deskriptif
yang mana suatu tindakan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, menurut analisis dasar
kebijakan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dengan menganut Keppres No. 11
Tahun 2020, tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Keppres
No. 12 Tahun 2020, tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus (Covid-
19) Sebagai Bencana Nasional.

d. Etika Terapan
Kebijakan yang dikeluarkan menteri pendidikan menurut makroetika yang berfokus pada
masalah Kesehatan di dunia Pendidikan, merupakan salah satu langkah prevventif yang
tepat.
2. Kebijakan Tingkat Daerah
a. Etika Individu
Seorang kepala daerah yang baik akan memikirkan kepentingan masyarakat didasarkan
dari peraturan atau kebijakan pemerintah pusat walaupun kepala daerah memiliki
kewenangan sendiri dalam memutuskan suatu masalah seperti mengikuti surat edaran
Menteri mengenai pembelajaran secara daring.
b. Etika Profesi
Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah harus didasarkan
kepentingan masyarakat demi mensejahterakan kehidupan masyarakat itu sendiri. Kebijakan
uyang diberlakukan dalam masa pandemi terutama dalam dunia Pendidikan harus benar-
benar diperhatikan. Kebijakan pembelajaran daring dari pemerintah pusat harus diterapkan
secara efektif dan sesuai pada siswa-siswa di daerah.
c. Etika Deskriptif
Pada kenyataanya etika deskriptif di tingkat daerah masih terjadi hal hal yang merugikan
siswa-siswi terutama pada daerah daerah terpencil dimana akses sinyal sangat sulit. Hal ini
menjadi kendala yang cukup besar bagi siswa-siswi tersebut dalam mengakses pembelajaran.
d. Etika Terapan
Kebijakan yang dikeluarkan menteri pendidikan menurut makroetika yang berfokus pada
masalah Kesehatan di dunia Pendidikan, merupakan salah satu langkah prevventif yang
tepat.
3. Pelaku Etika di Masyarakat
Pelaku etika seorang guru dengan siswanya.
a. Etika Individu
Eika individu yang objeknya merupakan tingkah laku manusia selain akan kesadaran
akan tanggung jawabnya, seorang guru mencotohkan kepada siswanya dengan berbuat baik
dan menghindari perbuatan yang buruk
b. Etika Profesi
Guru merupakan pelaku utama dalam dunia pendidikan, selain peserta didik. Guru yang
baik adalah yang memiliki kemampuan atau kompotensi yang bisa diberikan kepada anak
didik. Guru merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi
pengembangan segenap potensi peserta didik, dan menjadi orang yang paling menentukan
dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajarana di kelas. Selain itu
guru juga paling menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, menilai hasil
pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa.
c. Etika Deskriptif
Seorang guru memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya dalam
membimbing peserta didiknya. Program yang dibuatnya haruslah dapat mengembangkan
system pembelajaran yang ada agar sesuia dengan peserta didiknya sehingga tujuan dari
pembelajaran tersebut dapat dicapai.
d. Etika Terapan
Penerapan ilmu yang telah diberikan oleh seorang guru dapat diimplemaentasikan
dengan mengikuti berbagai macam perlombaan di bidang Pendidikan, baik secara nasional
maupun internasional dengan menunjukkan Pendidikan yang karakter Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai