Anda di halaman 1dari 4

Nama : Gilang Purnama Azi

NIM : 1111180419

Kelas : 6/J

MK : Viktimologi

Dosen : Reine Rofiana, SH.,MH

Buatlah penyelesaian kasus dan pemenuhan hak korban kejahatan dari kasus actual!

Contoh Kasus :

Kasus Pemerkosaan oleh Anak Anggota Dewan, Ayah Korban Tolak Anaknya Dinikahi
Pelaku

Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh AT (21), anak dari anggota DPRD Kota Bekasi
memasuki babak baru. Sebelumnya, keluarga tersangka berencana menikahkan anaknya dengan
korban, meski proses hukum terus berjalan. Keinginan keluarga tersangka langsung ditolak keras
oleh keluarga korban. Ayah korban, D (42) tidak ingin melanggar UU Perkawinan karena
putrinya berinisiap PU masih remaja, yakni berusia 15 tahun.

A. Penyelesaian kasus pemerkosaan anak dibawah umur oleh anak anggota dewan

Dalam kasus pemerkosaan anak di bawah umur ini tidak bisa di selesaikan secara musyawarah
maupun secara kekeluargaan, apa lagi melibatkan anak yang menjadi korban. Penyelesaian kasus
pemerkosaan anak di bawah umur ini diselesaikan secara Litigasi yaitu penyelesaian yang
dilakukan melalui pengadilan, dikarenakan akan sangat berdampak buruk bagi siapapun yang
mengalaminya terutama kepada anak yang akan sangat berdampak sekali untuk masa depan
mereka, belum lagi kesehatan mental anak dan akan trauma yang sangat mendalam sekali bagi
anak, sehingga itu akan selalu membekas sampai ia tumbuh dewasa. Di dalam undang-undang
pidana sendiri telah diatur dan bagaimana cara yang tepat untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Hukum ini digunakan agar masyarakat mendapat kepastian hukum dan terhindar dari perbuatan
yang sewenangwenang yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dari tindak pidana pemerkosaan terhadap anak atau penyimpangan seksual terhadap anak telah
ditentukan hukumannya dalam pasal 287 KUHP:

Ayat (1)

“Barang siapa bersetubuh dengan seseorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak
ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun”.

Ayat (2)

“Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum sampai dua
belas tahun atau jika ada slah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294”.

Penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP meliputi 3 (tiga) tahapan, sebagai berikut:

1. Tahap Pemeriksaan di Tingkat Penyidikan


2. Tahap Penuntutan
3. Pemeriksaan Disidang Pengadilan

Penyelesaian kasus pemerkosaan anak di bawah umur pelaku dikenakan hukuman penjara
sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat (1) dan (3) undang-undang Republik indonesia No 35
tentang Perlindungan Anak.

Pasal 81 Ayat (1)

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Pasal 81 Ayat (3)

“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang tua, wali,
pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
Dalam kasus Pemerkosaan anak di bawah umur ini tidak bisa di maafkan karena merusak
moralitas dalam masyarakat. setiap tahun kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur
semakin meningkat, dan pelaku pemerkosaan terhadap anak sering kali terjadi justru di
lingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan
sosialnya.

Dalam kasus ini pelaku harus dijatuhi hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Pelaku pemerkosaan terhadap anak dibawah umur diberi Sanksi pidana dengan Pasal 81 Ayat (1)
dan (3) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yaitu :

Pasal 81 Ayat (1)

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). “

Pasal 81 Ayat (3)

“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang tua, wali,
Pengasuh Anak, Pendidilk, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Pasal ini mengatur bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. setidaknya akan
membuat pelaku geram dan menyadari benar perbuatan apa yang telah dilakukan. Peraturan pada
pasal ini adalah cukup efisien dalam menjerat para pelaku untuk dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya di Hadapan hukum.

B. Pemenuhan hak korban

Para korban tindak kejahatan seksual sangat memerlukan rehabilitasi karena bagaimanapun
kejadian yang menimpanya merupakan sebuah trauma. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 64-65 menegaskan bahwa seorang anak yang menjadi
korban tindak pidana berhak mendapat rehabilitasi dari pemerintah baik secara fisik maupun
secara mental, spiritual dan sosial, selain itu privasinya wajib untuk dilindungi, nama baiknya
dijaga dan dipelihara, keselamatannya juga sebagai saksi korban menjadi tanggung jawab
pemerintah, dan anak yang jadi korban tersebut berhak untuk senantiasa mengetahui
perkembangan perkara yang dihadapinya. Begitu juga, dalam UndangUndang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa rehabilitasi seharusnya diberikan kepada
semua korban tindak pidana yang memerlukan pemulihan baik secara fisik maupun mental.

Anda mungkin juga menyukai