Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN TINDAK PIDANA INCEST


PADA ANAK DI BAWAH UMUR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Penilaian Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode Penelitian & Penulisan
Hukum

OLEH:

RENA FAJRIANA BAHAR

NIM. 632002010057

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

2021
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, dan pesat,
Semakin banyak ditemukan penyimpangan dalam penyaluran hasrat seksual
seseorang. Salah satu bentuk penyimpangan atau kelainan seksual adalah incest. Incest
disini adalah suatu hubungan seksual yang dilakukan oleh 2 orang yang masih ada
hubungan atau pertalian sedarah maupun perkawinan yang dimana rata-rata korbannya
adalah anak dibawah umur. Anak sebagai generasi penerus bangsa menjadi salah satu
objek dan subjek pembangunan dalam bidang sumber daya manusia (SDM), yang harus
dijaga perkembangannya, agar tercipta kualitas penerus bangsa yang mampu
melanjutkan dan melaksanakan misi bangsa. Anak sebagai bagian dari generasi
penerus cita-cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa
dan negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab
itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Maka mereka
perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan.1 Hal yang cukup
memprihatinkan adalah kecenderungan makin maraknya kejahatan seksual yang tidak
hanya menimpa perempuan dewasa, tapi juga menimpa anak-anak di bawah umur.2
Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai
macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai
bidang kehidupan dan penghidupan, anak harus dibantu oleh orang lain dalam
melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisi, khususnya dalam kasus incest yang
terjadi pada anak. Salah satu bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan
meresehkan masyarakat adalah kejehatan incest yang merupakan salah satu kejahatan
seksual yang masih sangat tabu di dalam masyarakat dan merupakan salah satu dari
sekian banyak pelanggaran hak asasi manusia.3 Kejahatan seksual seperti ini bisa
terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja, yang salah satunya adalah hubungan darah
(incest) yang sebagian besar korbannya adalah anak-anak dibawah umur. Kasus ini
dapat membuat trauma psikologis yang sangat serius kepada anak karena hal ini

1 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa Cendekia, Bandung: 2012, hlm.11.
2 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi
Perempuan), Cet.Kesatu, PT Refika Aditama, Bandung, 2001, hal. 3
3 Gultom, Maidin, 2010, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung,

Refika Aditama. hlm. 23


merupakan pelecehan seksual yang paling ekstrim yang dapat berdampak buruk untuk
masa depan korban.
Pada pasal Pasal 2 ayat 3 dan ayat 4, Undang-Undang Republik Indonesia No. 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak berbunyi sebagai berikut: “Anak berhak atas
pemeliharaan dan Perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah
dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
dengan wajar”. Kedua ayat ini dengan jelas menyatakan dan mendorong perlu adanya
perlindugan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang
adil terhadap anak.4
Adapun Pengaturan perbuatan incest atau yang lebih dikenal dengan hubungan
seksual sedarah didalam KUHP Indonesia sangatlah penting, terutama mengenai
sanksi–sanksinya. UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT) mengatur pula masalah incest ini yakni pada Pasal 8 huruf
a UU PKDRT, yang berbunyi : Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c meliputi : pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut ; pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan /atau tujuan tertentu . UU No . 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak , mengatur masalah incest sesuai dengan U U Perlindungana anak di
pasal 59, dimana pemerintah dan / atau lembaga negara secara jelas menyebutkan
memberi kepastian perlindungan khususnya antara lain kepada anak dalam situasi yang
tereksploitasi secara ekonomi dan / atau seksual. Pada U U No . 2 3 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak , mengatur pertanggungjawaban pidananya terhadap
pelaku incest dalam Pasal 81 dan Pasal 82 . Pengertian perlindungan anak tersebut
diatur dalam Bab I Ketentuan Umum ayat 2. Pasal 81 diatas , sudah mengenal unsur
pidana penjara paling lama ( yakni 15 tahun) dan paling singkat (3 tahun) . Sedangkan
untuk dendanya paling banyak 300 juta dan paling sedikit 60 juta rupiah. Pasal 82
diatas , terdapat juga pidana penjara paling lama, yakni 15 tahun dan paling singkat ,
yakni 3 tahun. Selain itu , ada denda paling banyak 300 juta rupiah dan denda paling
sedikit 60 juta rupiah. bukan merupakan suatu tindak pidana perkosaan .Incest lebih
terkait dengan pasal-pasal yang ada di UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

4 Arif Gosita, 1985, Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan, Jakarta: Akademika Pressindo, halaman 171.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( UU PKDRT ). Apalagi kasus incest ini masih berada
dalam ruang lingkup rumah tangga, sehingga pantas saja, kalau UU PKDRT ini
diterapkan.
Pada pasal Pasal 5 ayat (3) huruf b ini masih meneruskan berlakunya
“perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana, akan
tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil” khususnya di Pengadilan-
pengadilan Negeri yang dalam wilayahnya dahulu ada Pengadilan Adsat atau Pengadilan
Swapraja. Dalam KUHPidana, pasal yang secara tersurat (eksplisit) menyebut hubungan
seksual antara seseorang dengan anaknya yaitu Pasal 294 ayat (1) KUHPidana yang
menentukan bahwa, Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya
yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.5 Pasal
294 ayat (1) KUHPidana mengancamkan pidana terhadap seorang yang melakukan
perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak angkatnya. Tetapi ini juga
dengan suatu ketentuan pembatasan bahwa anak itu belum dewasa. Menjadi
pertanyaan, bagaimana jika anak yang bersangkutan sudah dewasa pada saat peristiwa
terjadi; dengan kata lain jika dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga tertentu tetapi kedua belah pihak sudah dewasa. Selain itu adapun pada pasal
1 angka 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pada pasal ini
mendefinisikan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental
dan/atau kerugian ekoni yang diakibatkan oleh suatu tindakan pidana salah satunya
adalah korban insect pada anak dibawah umur yang sangat memerlukan perhatian dan
harus mendapatkan hak-haknya.
Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KORBAN KEJAHATAN TINDAK PIDANA INCEST PADA ANAK DI BAWAH
UMUR”.

5
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar Harapan,
Jakarta, 1983, hlm. 119.
B. Tabel Originalitas
”Perlindungan Hukum Bagi Korban incest pada anak di bawah umur”
menggunakan 3 (tiga) penelitian sebagai referensi. Beberapa peneliti yang ditelusuri
berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

No. Judul Peneliti Tujuan Metode Hasil

1. PENERAPA Wiranda Metode Keberadaan


N PASAL Firstanto Yuridis suatu
76 dan sosiologi perundang-
UNDANG- Pudji s undangan dalam
UNDANG Astuti suatu system
NOMOR hukum
23 TAHUN merupakan
2002 factor yang
TENTANG sangat penting
PERLINDU bagi tercapainya
NGAN suatu kepastian
ANAK hukum, karena
DALAM itu merupakan
MENANGA salah satu
NI KASUS tujuan
INCEST DI dibentuknya
LEMBAGA undangundang.
PERLINDU Penegakan
NGAN hukum yang
ANAK seharusnya
JAWA menjadi
TIMUR landasan yuridis
mengatur secara
jelas dalam
kasus perkosaan
incest. Fasilitas
sarana
prasarana
pendukung
dalam upaya
pemulian korban
incest yang
dirasakan oleh
Lembaga
Perlindungan
Jawa Timur.
Pusat Pelayanan
Terpadu yang
ada di Jawa
Timur
menangungi
berbagai
instansi atau
Lembaga dalam
satu tempat
sangalah kurang
2. KAJIAN Nisha Ama untuk Jenis Pemerintah
YURIDIS l mengetahui penelitian masih
PIDANA ia Pratiwi bagaimana yang menggunakan
DENDA I Ketut perlindungan digunakan KUHP
TERHADAP Sudantra yang dalam padahal sudah
KEKERASAN dilakukan penulisan ada peraturan
SEKSUAL oleh ini adalah perundang
PADA ANAK pemerintah jenis -
DIBAWAH terhadap anak penelitian undangan
UMUR yang normatif mengenai
mengalami perlindungan
tindak pidana anak.
persetubuhan
dan
pemanfaatan
denda yang
diatur dalam
undang
-
undang
perlindungan a
nak
3. ANALISIS Lilik Studi ini Pada konteks
DISKURSUS Endrawati menggunaka kasus hubungan
MEDIA PADA dan M. Jacky n metode seks incest,
KASUS kualitatif media memiliki
HUBUNGAN dengan kekuasaan untuk
SEKS INCEST menggunaka membangun
n pendekatan pengetahuan
analisis mengenai pelaku,
diskursus korban, keluarga
Michel (ibu) korban,
Foucault. respon warga,
dan juga
termasuk seks
(incest) serta
setting hubungan
seks incest
Dari tabel diatas, yang membedakan metode penelitian sebelumnya dengan
metode penelitian yang akan dilakukan oleh penulis terletak dalam tujuannya, dimana
penulis bertujuan untuk meneliti bagaimana wujud perlindungan dan kepastian hukum
terhadap upaya perlindungan korban incest pada anak di bawah umur saat ini melihat
baik dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang- Undang
perlindungan anak justru masih terdapat kekosongan Norma terhadap perlindungan
korban incest pada saat ini.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah:
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana incest pada anak di
bawah umur ?
2. Bagaimana Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Korban Incest pada anak?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumasan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana incest pada
anak di bawah umur.
2. Untuk menganalisis upaya perlindungan hukum terhadap korban incest pada anak
di bawah umur.
E. Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini menambah pengetahuan dan pemahaman penulis khususnya
mengenai masalah yang diteliti.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran bagi pemerintah
untuk memperbaharui aturan hukum yang ada di Indonesia.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi atau acuan bagi
mahasiswa yang ingin mengangkat permasalahan yang hampir sama dengan
penelitian ini.

F. Kajian Pustaka
I. Anak sebagai Korban Incest dalam peraturan hukum yang berlaku di
Indonesia
1. Perbuatan Insect Menurut KUHPidana
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia insect di definisikan sebagai
hubungan seksual atau pernikahan antara keduanya saudara atau
perkawinan antar 2 saudara dekat yang dianggap pelanggaran adat atau
agama.6 Perbedaan antara Negara dengan Negara lain terletak pada
keleluasaan perilaku incest. Perilaku incest ini adalah kejahtan yang dilarang
dan dapat dipidanakan. Di dalam “Hukum Pidana Indonesia mengatasi
perbuatan cabul diantar orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga,
diatur didalam pasal 294 ayat (1) KUHPidana. Hubungan seperti ini
diancamkan dalam KUHP pada pasal 249 ayat (1) ini adalah orang dengan
anak kandungnya, anak tiri, dan anak angkatnya. Bunyi dari pasal 294 ayat
(1) KUHPidana, yang terletak dalam Buku II Bab XIV: Kejahatan terhadap
Kesusilaan, menurut terjemahan BPHN, yaitu,

“Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya,


anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
dengan orang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau
bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun”.7

Terjemahan yang dibuat oleh P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir


terhadap Pasal 294 ayat (1) KUHPidana sebagai berikut, Barangsiapa
melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anaknya sendiri yang
masih di bawah umur, dengan anak tirinya atau dengan anak angkatnya
yang masih di bawah umur atau dengan anak di bawah umur yang
pengurusan, pendidikan atau penjagaannya dipercayakan kepadanya, atau
dengan pembantu atau bawahannya yang masih di bawah umur, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. Berdasarkan dua
terjemahan sebelumnya, dapat dikatkan bahwa unsur-unsur dari tindak
pidana Pasal 294 ayat (1) KUHPidana, yaitu:

1) Barang siapa;
2) Melakukan perbutan cabul/tindakan melanggar kesusilaan;

6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, loc.cit.
7
Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hlm.118.
3) Dengan: (1) anaknya sendiri yang belum dewasa/masih di bawah
umur, (2) anak tirinya yang belum dewasa/masih di bawah umur, (3)
anak angkatnya yang belum dewasa/masih di bawah umur, (4) anak di
bawah pengawasannya yang yang belum dewasa/masih di bawah
umur, atau (5) dengan orang belum dewasa/masih di bawah umur
yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan
kepadanya ataupun (6) dengan bujangnya atau bawahannya yang
belum dewasa/masih di bawah umur.

2. Perlindungan Hukum terhadap Anak


Perlindungan pada anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dpat hidup, tumbu, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan
diskriminasi ( pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ).
Yang dilindungi disini adalah semua anak tidak terkecuali anak yang
berhadapan dengan hukum (ABH). Tujuan dari perlindungan anak ini tak
lain untu terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera ( vide pasal 3 ). Dalam perlindungan ini mengandung
aspek penting, yaitu:8
1) Terjamin dan terpenuhinya hak-hak anak
2) Terpenuhinya harkat dan martabat kemanusiaan
3) Perlindungan anak dari kekerasaan dan diskriminasi
4) Terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan
sejahtera. Prinsip-prinsip perlindungan anak telah diatur dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, menyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut
menitikberatkan kepada beberapa hal berikut :9
a. Prinsip non diskriminasi Yaitu tidak ada perbedaan
(diskriminasi) perlakuan terhadap anak. Prinsip non
diskriminasi ini menegaskan bahwa setiap anak harus

8
Bambang Waluyo, Op. Cit., Halaman 70.
9
Mardi Candra, Op. Cit., Halaman 63.
dilindungi dari segala perlakuan diskriminasi, baik dari
suku, agama, ras, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan
kondisi fisik dan/atau mental.
b. Prinsip yang terbaik untuk anak (the best interest of the
child) Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak adalah
bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut apa yang
dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif
dan badan yudikatif maka kepentingan yang terbaik bagi
anak harus menjadi perlindungan utama, di mana harus
memprioritaskan hal yang terbaik untuk anak.
c. Prinsip hak untuk hidup (the right to life, survival and
development) Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan
hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling
mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua. Asas
penghargaan terhadap pendapat anak adalah
penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartipasi dan
menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan
terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi
kehidupannya. Hal ini merupakan hak asasi manusia,
setiap manusia berhak untuk hidup.
d. Prinsip menghormati pandangan anak (respect to the
views of the child) Prinsip penghargaan terhadap
pandangan/pendapat anak adalah penghormatan atas
hak-hak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika
menyangkut halhal yang mempengaruhi kehidupannya.
Hal ini juga merupakan hak asasi manusia, setiap manusia
berhak untuk hidup yaitu dengan menghormati serta
menghargai pandangan serta pendapat sehingga anak
merasa dirinya mendapatkan perhatian.
Dalam perlindungannya anak sebagai korban pemerkosaan incest
telah di atur Undang-undang untuk melindungi anak sebagai korban
pemerkosaan incest dengan cara menerapkan sanksi hukum kepada
pelaku, yang diatur dalam pasal 76 D dan Pasal 81 Undang-Undang
Perlindungan Anak yang berbunyi :10

Pasal 76 D

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman


Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.”

Pasal 81

(1.) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 76 D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah).
(2.) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak dalam
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3.) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Perlindungan hukum terhadap anak sendiri telah diatur dalam


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak. Tetapi sejak 30 Juli 2012, DPR telah mengesahkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Anak yang akan menggantikan Undang-Undang

10
Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :11

a.) Perlindungan hukum preventif Perlindungan yang diberikan


pemerintah untuk tujuan mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran.
b.) Perlindungan hukum represif Perlindungan yang berupa sanksi
seperti denda, kurungan, dan hukuman lainnya jika terjadi
perselisihan atau kejahatan.
3. Kajian insect mengenai penghapusan kekerasan dalam ruamh
tangga
Segala bentuk kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan rumah
tangga, di Indonesia di atur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini
merupakan upaya penjaminan yang dilakukan oleh negara untuk
mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam pasal 1
ayat 1 bahwa :
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam linngkup rumah tangga
Ketentuan pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat
dirumuskan : a. Setiap orang b. Melakukan perbuatan kekerasan seksual
c. Yang dimaksud dalam pasal 8 huruf (a) d. Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun e. Atau denda paling banyak
Rp.36.000.000,00.
Dalam UU Penghapusan KDRT ini diatur mengenai hak-hak
korban, yaitu terdapat dalam Pasal 1023di antaranya mendapat
perlindungan, pelayanan kesehatan, penanganan secara khusus dan

11
Muchsin.Arti perlindungan hukum. hlm.20
pendampingan oleh pekerja sosial, menurut Arif Gosita12 korban
mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a.) Mendapatkan ganti kerugian atas penderitaannya.
b.) Menolak restitusi untuk kepentingan pelaku (tidak mau diberi
restitusi karena tidak memerlukannya)
c.) Mendapatkan restitusi/kompensasi untuk ahli warisnya bila pihak
korban meninggal dunia karena tindakan tersebut.
d.) Mendapat pembinaan dan rehabilitasi
e.) Mendapat hak miliknya kembali
f.) Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor
dan menjadi saksi
g.) Mendapatkan bantuan penasihat hukum h.Mempergunakan upaya
hukum
II. Landasan Teori
pada penerapan perlindungan pada hak-hak korban kejahatan incest sebagai
akibat dari terlanggarnya Hak Asasi dari korban, maka dasar dari perlindungan
yang dipakai mengacu pada beberapa teori, yaitu :13
a.) Teori ulititas
Pada teori ini Konsep pemberian perlindungan pada korban kejahatan
dapat diterapkan selama memberikan kemanfaatan yang lebih besar
dibandingkan dengan tidak diterapkannya konsep tersebut, bukan untuk
korban kejahatan saja, bagi masyarakat, serta bagi negara juga sebagai
indikasi pelaksanaan penegakan sistem hukum pidana secara
keseluruhan.

b.) Teori tanggung jawab


Pada teori ini hakikatnya subjek hukum (orang maupun kelompok)
bertanggung jawab terhadap segala perbuatan hukum yang
dilakukannya sehingga apabila seseorang melakukan suatu kejahatan
yang mengakibatkan orang lain menderita kerugian (dalam arti luas),

12
Arif Gosita, Kedudukan Korban di Dalam Tindak Pidana, hal 74-75.
13
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2008, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita.
Jakarta: PT. Raja Grafindo, halaman 163.
orang tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkannya, kecuali ada alasan yang membebaskannya.

c.) Teori ganti kerugian


Pada teori ini merupakan sebuah perwujudan tanggung jawab karena
kesalahannya terhadap orang lain (korban) yang di rugikan, pelaku
kejahatan dibebani kewajiban untuk memberikan ganti kerugian pada
korban atau ahli warisnya.

G. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau yang
dikenal dengan istilah legal research yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma
hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan
prinsip hukum serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum
(bukan hanya sesuai dengan aturan hukum) atau prinsip hukum. Pertimbangan yang
dilakukan oleh penulis dalam mempergunakan jenis penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis Kekosongan Norma pada undang-undang yang
mengatur tentang tindak pidana incest pada anak di bawah umur.

H. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-Undangan (State


Approach) dan Pendekatan Kasus ( Case Approach). Pendekatan Perundang-Undangan
dilakukan dengan menelaah semua Peraturan Perundang-Undangan yang
bersangkutan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Pendekatan Kasus
dilakukan dengan menelaah kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dijadikan
topik pembahasan dalam sebuah penulisan.14

14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Penerbit Kencana, 2005), hal.134
I. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dikarenakan penelitian ini menggunakan penelitian normatif, maka jenis data yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelitian dengan cara
mempelajari dan mengkaji buku-buku, makalah, jurnal, hasil studi, dan/atau penelitian
terdahulu, surat kabar, maupun artikel-artikel, serta peraturan perundangan yang
berkaitan dengan permasalahan. Data yang didapat kemudian akan dipelajari dan
dianalisis lebih lanjut. Bahan hukum yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu:

1. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum berupa Peraturan Perundang-Undangan yang


berhubungan dengan objek penelitian, meliputi:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 1946, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1660;
c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209;
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
e) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga;
f) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban;
g) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
h) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari
bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti
rancangan Undang-undang, pakar para pakar hukum,15 buku-buku,
Penelitian hukum, surat kabar, artikel ilmiah, hasil penelitian, pendapat para
ahli atau sarjana hukum yang dapat mendukung pemecahan permasalahan
yang diteliti dalam penelitian ini.16

3. Bahan Hukum Tersier atau Bahan Non Hukum

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun


penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.

J. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Dalam pengumpulan data untuk penelitian hukum normatif digunakan Teknik


memperoleh bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

4. Studi Kepustakaan (library Research)

Penulis memperoleh data melalui mempelajari dan mengkaji peraturan


perundang – undangan, buku literatur hukum, artikel hukum, dan doktrin yang
ada kaitannya dengan isu hukum yang penulis bahas dalam penelitian ini.

5. Penelusuran Bahan dari Internet

Cara penulis untuk memperoleh data dengan mencari isu hukum dengan
penelusuran melalui internet, seperti mengakses situs-situs resmi, e-book,
maupun e-journal, serta artikel Online dari sumber yang terverifikasi
kebenarannya yang ada di internet dan yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian yang akan diteliti.

K. Teknik Analisis Bahan Hukum

15
Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta: 1996, hlm. 103
16
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, hlm. 23.
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,
asas-asas, norma-norma, doktrin dan Pasal-Pasal di dalam Undang-Undang yang relevan
dengan permasalahan, membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan
menghasilkan kualifikasi tertentu yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk
uraian secara sistematis pula, selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian
dinyatakan secara deskriptif sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan
yang dimaksud.

L. Definisi Konseptual

Definisi Konseptual yaitu suatu definisi yang berfungsi untuk membatasi makna dari
kata atau frase yang mempunyai makna yang luas digunakan dalam penelitian yang akan
digunakan oleh penulis.

a) Perlindungan Hukum
Yang dimaksud perlindungan hukum dalam penelitian ini adalah
Perlindungan hukum dalam arti preventif sebagaimana tertuang dalam UU
Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006
Mengenai Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 1 ayat (3) yaitu Perlindungan
adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib
dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
Undang- Undang ini.

b) Implikasi Yuridis
Yang dimaksud dengan implikasi yuridis dalam penelitian ini adalah akibat
hukum dari tidak adanya pengaturan secara jelas tentang kepastian hukum
terkait seseorang yang menjadi korban incest pada anak dibawah umur
untuk melindungi hak- hak korban dalam kasus incest.

c) Insect adalah hubungan sedarah antara anggota keluarga yang bisa


terjadi antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-
lakinya, atau antara kaka dan adik.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan


Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Cet.Kesatu, PT Refika
Aditama, Bandung, 2001.

Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum: Edisi Revisi, Jakarta: Kencana.

Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum: Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soeryono , 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Thaib, Dahlan, dkk., 2010, Teori dan Hukum Konstitusi: Jakarta: Rajawali
Press.Sambas., Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010

Bambang Waluyo, 2014, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Jakarta: Sinar
Grafika

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2008, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: PT. Raja Grafindo,

Maidin Gultom, 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, PT Refika Meditama,


Bandung

Mardi Candra, 2018, Aspek Perlindungan Anak Indonesia (Analisis tentang


Perkawinan di Bawah Umur), Jakarta: Prenadamedia Group,

Soerjono Soekanto, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Nursariani Simatupang dan Faisal, 2018, Hukum Perlindungan Anak, Medan:


Pustaka Prima Sudikno Mertokusumo,1999, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar, Yogyakarta: Liberty

Supriyadi Widodo Eddyono, 2016, Tindak Pidana Incest dalam Rancangan KUHP,
Jakarta: Institute for Criminal Justice Rerorm.
Thaib, Dahlan, dkk., 2010, Teori dan Hukum Konstitusi: Jakarta: Rajawali
Press.Sambas., Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010,

INTERNET

Anonim, “Angka Kekerasan terhadap Anak Selama 2018 Meningkat, ada


Pertambahan Sekitar 200 Kasus, Tribun Jabar.id”, diakses melalui
www.jabar.tribunnews.com,

Anonim, “Bahaya yang Mengintai Akibat Hubungan Sedarah”,


http://www.alodokter.com/bahaya-yang-mengintai-akibat-
hubungansedarah. Diakses 4 Mei 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
http://kbbi.web.id/inses. Diakses 11 April 2016.

JURNAL

FRISTANTO, WIRANDA, and Pudji Astuti. "PENERAPAN PASAL 76 UNDANG-


UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
DALAM MENANGANI KASUS INCEST DI LEMBAGA PERLINDUNGAN ANAK
JAWA TIMUR." Novum: Jurnal Hukum 6.3 (2019).

Pratiwi, Nisha Amalia, and I. Ketut Sudantra. "KAJIAN YURIDIS PIDANA DENDA
TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DIBAWAH UMUR." Kertha
Wicara: Journal Ilmu Hukum.

Anugrah, Adi Wahyu. Perkawinan Sedarah Yang Dilakukan Oleh Suku Polahi
Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. Diss. Universitas Brawijaya, 2017.

Yudaningsih, Lilik Purwastuti. "Pengaturan Tindak Pidana Inses dalam Perspektif


Kebijakan Hukum Pidana." INOVATIF| Jurnal Ilmu Hukum 7.2 (2014).

Swarianata, Vifi. "Kriminalisasi Inses (Hubungan Seksual Sedarah) Dalam


Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana." Kumpulan Jurnal Mahasiswa
Fakultas Hukum (2016).
Khairul, Muhammad, and Emilda Firdaus. Perlindungan Anak sebagai Korban
Incest dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Diss. Riau
University, 2015.

Noviana, Ivo. "Kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan


penanganannya." Sosio Informa 1.1 (2015).

Thamrin, Era Husni. Kajian Viktimologi Terhadap Anak Sebagai Korban Perkosaan
Incest Yang Dilakukan Oleh Ayah Kandungnya. Diss. 2019.

SHOLEHAH, ENDANG. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN


PERKARA PIDANA PERSETUBUHAN DENGAN ANAK Di BAWAH UMUR
(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta). Diss. Univerversitas
Muhammadiyah Surakarta, 2011.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Anda mungkin juga menyukai