Anda di halaman 1dari 20

PERLINDUNGAN KORBAN TERHADAP

TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DIDALAM


KELUARGA

MAKALAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Nilai Tugas Mandiri
yang diampu oleh :
Saji Sonjaya, S.H., M.H.Kes.

Oleh
NOPPALLY ADAM SUPRIYATNO
1173050089

BANDUNG
2019 M/1441 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................................................4
2.1 Pengertian Anak...........................................................................................................................4
2.2 Pengertian Kekerasan..................................................................................................................5
2.3 Kekerasan Terhadap Anak.........................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................................................9
3.1 Faktor Penyebab Kekerasan Anak dalam Keluarga.................................................................9
3.2 Upaya Perlindungan Hukum....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................16

ii
KATA PENGANTAR

Halaman Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Perlindungan Korban
Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga” sebagai salah satu tugas
mata kuliah Viktimologi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Saji
Sonjaya S.H., M.H.Kes., selaku dosen Viktimologi UIN Sunan Gunung Djati
Bandung yang sudah memberikan kepercayaan kepada Saya untuk menyelesaikan
tugas ini.

Saya sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan dalam memahami tindak pidana kekerassan terhadap anak
dan faktor yang menyebabkan tindakan itu terjadi dimasyarakat dan dampak yang
ditimbulkannya terhadap mental anak .

Saya pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan
saran demi perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata
yang kurang berkenan selama dalam proses penulisan resume ini.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak haknya sebagai manusa yang harus
dijunjung tinggi sebagai amanah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Hak terhadap anak
tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28b ayat 2 yang berbunyi “Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Anak merupakan masa depan bangsa dan sebagai
generasi penerus impian bangsa. Oleh karena itu, setiap anak memiliki hak haknya
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.”

Selain itu, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, lahir
atas pertimbangan untuk melindungi hak hak anak dalam semua aspek. Dalam pasal 1
ayat 1 dijelaskan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan sekalipun. Perlindungan disini dimaksudkan
untuk semua pihak baik itu dari pemerintah, orang tua, keluarga ataupun masyarakat
yang diwajibkan memberikan perlindungan dari tindakan tindakan yang akan
merugikan anak.

Namun fakta dilapangan membuktikan, walaupun peraturan yang memberikan


jaminan dalam hal perlindungan anak telah ada, akan tetapi peraturan itu pada
nyatanya belum dapat melindungi anak dari berbagai tindakan kekerasan. Banyaknya
anak yang menjadi korban kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga maupun
lingkungan pendidikan.

1
Anak anak Indonesia selalu dibayangi oleh ketakutan oleh tindakan kekerasan
dimanapun dan kapanpun yang selalu menghantui mereka baik dilingkungan rumah,
tempat bermain, bahkan sekolah. Kekerasan yang biasa diterima oleh anak biasanya
berupa kekerasan yang berupa kekerasan verbal, fisik, mental maupun pelecehan
seksual.

Namun sangat disayangkan, pelaku kekerasan terhadap anak yang terjadi


belakangan ini memiliki hubungan yang sangat dekat dengan anak, seperti teman
sepermainansi anak, keluarga, orang tua dan guru yang seharusnya memiliki peranan
sebagai pengganti posisi orang tua saat anak sedang menuntut ilmu di sekolah.

Khusus dalam makalah ini terhadap kasus kekerasan terhadap anak dilingkungan
keluarga belakangan ini marak terjadi di Indonesia. Walaupun beberapa orang tua
baik ayahnya atau ibunya tersebut secara tidak sadar melakukakan kekerasan
terhadap anak, seperti menghina dengan kata kata yang menyindir (misalnya : “Kamu
anak yang nakal, atau bodoh”) ataupun kekerasan secara langsung yang berupa
pelecehan seksual ataupun kekerasan secara fisik terhadap anaknya.

Walaupun orangtua yang melakukan tindak kekerasan tersebut menganggap pada


saat melakukan tindakan tersebut adalah untuk tujuan mendisiplinkan anak agar
memiliki karakter yang baik. Namun masyarakat akan bereaksi biasa saja terhadap
tindakan ini dan menganggap hal tersebut sebagai tindakan yang wajar dilakukan.

Dalam hal tersebut, saya sebagai pemakalah merasa tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai “TINDAK PIDANA KEKERASAN ANAK”. Makalah ini akan
menjelaskan secara umum faktor yang menyebabkan kekerasan terhadap anak,
dampak yang ditimbulkan, serta perlindungan hukum apa yang diberikan pemerintah
untuk melindungi segala tidakan tersebut.

2
1.2 Rumusan Masalah

Dari latarbelakang tersebut, hal yang dapat saya rumuskan terhadap masalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan dalam


keluarga ?
2. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap anak dalam Peraturan
Perundang Undangan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari Rumusan Permasalah yang dipaparkan diatas, pemakalah memiliki tujuan


yang ingin diperolah dari makalah ini yaitu :

1. Mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan tindakan kekerasan tersebut


didalam keluarga
2. mengetahui upaya perlindungan hukum yang dilakukan pemerintah dalam
bentuk kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Perundang-undangan

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Anak

Karena banyaknya pengertian tentang anak, oleh karena itu saya sebagai
pemakalah akan memakai mendefinisikan anak dari perspektif hukum yaitu :

1. Menurut UU RI No.21 Tahun 2007 yang mengatur mengenai


Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), yaitu dalam
Pasal 1 angka 5 berbunyi :
“Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih didalam kandungan
2. Menurut UU Nomer 44 tahun 2008 yang mengatur mengenai Pornografi,
pada Pasal 1 angka 4 berbunyi :
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
3. Undang Undang Nomer 25 Tahun 1997 mengenai Ketenagakerjaan,
definisi anak dijelaskan dalam Pasal 1 angka 20, yang berbunyi :
“Anak adalah laki-laki atau perempuan yang berumur kurang dari 15
tahun”
4. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, yang terdapat pada Pasal 1 angka 1, berbunyi
:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapanbelas tahun)
termasuk anak yang masih ada dalam kandungan”
5. Undang Undang Nomer 3 Tahun 1997 mengenai Pengadilan Anak, yang
terdapat pada Pasal 1 angka 1 berbunyi :
“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur

4
8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dan belum kawin.”
6. United Nations of Conventioon Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak
Anak), yang berbunyi :
“Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali
berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia
dewasa dicapai lebih awal”
7. Menurut Undang Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM), dijelaskan definisi anak dalam pasal 1 angka
5 yang berbunyi :
“Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas)
tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentinganya”1

Dari berbagai pengertian tersebut, dalam hukum anak bisa dikatakan adalah siapa
saja yang berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun dan bahkan janin yang masih
dalam kandungan sekalipun dapat dikategorikan anak dan memperoleh perlindungan
hukum dan sudah memiliki hak yang melekat didalamnya.

2.2 Pengertian Kekerasan

Istilah Kekerasan atau la violencia di Columbia, lavida vale nada di Elsalvador,


atau the vandetta barbarcinadi sardiniai dari bahasa Italia. yang kata kejahatan
kejahatan ditempatkan di belakang sering menyesatkan banyak orang. Dalam hal itu,
seolah olah segala sesuatu yang dilakukan dengan cara kekerasan merupakan
tindakan kejahatan. Namun para ahli berpendapat bahwa kekerasan yang dilakukan
dengan sedemikian rupa yang menyebabkan cidera/luka fisik ataupun psikis atau
mental lah yang merupakan tindakan kekerasan yang bertentangan dengan hukum.
1
Nita Ayunda, “PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAKMELALUIUU TENTANG SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK”, Jurnal Recht Vinding, hlm. 1

5
Dengan demikian makna kekerasan (violence) adalah sesuatu yang mengarah
pada suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang, baik berupa
ancaman maupun tindakan langsung, kerusakan terhadap harta benda maupun fisik,
atau bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.2

Kejahatan dengan kekerasaan merupakan salah satu dari submateri dari kejahatan
(violence). Hal tersebut dapat diketahui dari klasifikasi sebagai berikut :

1. Emotional and instrumental violence;


2. Random or individual violence
3. Collective violence

Bentuk kekerasan merupakan perbuatan kriminologi yang dapat dilakukan oleh


baik individu, keluarga maupun komunitas.Frances Chaput dan D. Douglas
mengklarifikasikan bentuk kekerasan menjadi bebera bagian yaitu :

1. Kekerasan Tertutup (convert), merupakan tindakan kekerasan secara tidak


langsung ataupun tersembunyi, seperti tindakan mengancam seseorang.
2. Kekerasan Terbuka, merupakan tindakan kekerasan yang dapat dilihat secara
langsung, misalnya saja saat terjadi perkelahian
3. Kekerasan Agresif (offensive), merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan
untuk memperoleh sesuatu, bukan untuk perlindungan
4. Kekerasan Defensif (defensive), merupakan kekerasan yang dilakukan sebagai
tindakan untuk perlindungan diri dari tindakan kekerasan lainnya. Baik itu
ancaman dari tindak kekerasan agresif maupun defensif dan baik itu
merupakan kekerasan terbuka ataupun tertutup.3

Paparan tersebut merupakan gambaran yang bersifat umum yang


menunjukan adanya kekerasan baik fisik dan non-fisik. Menurut Galtung,
kekerasan dipengaruhi ketimpangan pemikiran sehingga realisasi antara jasmani

2
Ende Hasbi Nasarudin, 2016, KRIMINOLOGI, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 130
3
Op. Cit., hlm. 131-132

6
dan dan mentalnya dibawah realisasi potensial. Maksudnya adalah faktor
penyebab kekerasan adalah karena terjadinya perbedaan antara potensial dan
aktual dalam individu ataupun masyarakat. Pemahaman tentang kekerasan ini
lebih diartikan dari segi akibat atau pengaruh pada manusia. Hal itu dapat pula
diartikan secara oprasional, yang dapat dikatakan bahwa kekerasan akan meledak
jika terdapat ketimpangan antara nilai nilai kapabilitas yang diperlukan untuk
harapan itu.

2.3 Kekerasan Terhadap Anak

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak diartikan sebagai segala bentuk tindakan
dan peristiwa yang dialami anak yang berupa pencederaan fisik, mental, maupun
secara seksual. Biasanya hal tersebut disetai dengan bentuk ancaman dan kerugian
terhadap kesejahteraan anak.

Henry Kempe menyebut gejala penelantaran dan penganiayaan anak ini dengan
istilah Batered Child Syndrome, atau : “ Adalah Suatu kondisi dimana orang tua
ataupun pengasuh lainnya kurang dalam memberikan perawatan atau bentuk
perlindungan terhadap anak”. Dalam hal ini yang dimasuk dengan kekerasan anak
yaitu tidak hanya bentuk kekerasan secara fisik yang menyebabkan anak cidera,
memar ataupun luka fisik lainnya, namun juga gagalnya anak untuk tumbuh
berkembang yang diakibatkan luka lebam ataupun bengkak yang dialaminya yang
menyebabkan terganggu secara intelektual ataupun kondisi mentalnya.

Menurut Sunaryo, terdapat lima bentuk kekerasan terhadap anak yaitu :

1. Kekerasan terhadap fisik, adalah bentuk kekerassan yang paling mudah


diketahui karena menimbulkan luka pada anggota tubuh tertentu diikuti
dengan lebam di tubuhnya dan terganggunya fungsi anggota tubuh yang
dilukai yang mengganggu aktifitas sehari hari.

7
2. Kekerasan Psikis, tidak mudah dikenali, karena wujudnya yang berupa kata
kata kasar, ejekan, ataupun hal yang menurunkan harga diri dan
merendahkan kepercaya dirian sang anak. Dampak dari kekerasan secara
psikis ini adalah timbulnya perasaan tidak aman dan nyaman, lemah dalam
mengambil keputusan, tidak percaya diri, dan turunya martabat dan harga
diri dari korban.
3. Kekerasan Seksual, dalam hal ini adalah bentuk kekerasan terhadap yang
berupa paksaan kepada anak untuk melakukan seksual dengan pelaku. Anak
adalah hal yang paling rentan terhadap tindak pidana kekerasan seksual
karena tidak tahu-menahunya mengenai education of sex. Sehingga pelaku
pelecehan seksual terhadap anak dengan mudah mengajak korban untuk
melakukan tindakan seksual bahkan tanpa paksaan sekalipun.
4. Kekerasan Ekonomi, Jenis kekerasan seperti ini paling sering terjadi di
lingkungan keluarga, dimana anak dipaksakan untuk membantu
perekonomian keluarga disaat anak tersebut masih memiliki hak untuk
bermain dan belajar. Sehingga kasus penjualan anak, pengamen jalanan,
pengemis anak dan lain lain kian merebak di Indonesia.
5. Kekerasan anak secara sosial, Kekerasan seperti ini merupakan tindakan
kekerasan dalambentuk penelantaran anak dan segala bentuk eksploitasi
anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.4

4
Shandi Pratama, Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga dalam Perspektif Fakta Sosial,
Universitas Sebelas Maret, hlm. 7-8

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor Penyebab Kekerasan Anak dalam Keluarga

Pada harkatnya, keluarga adalah tempat pertama bagi anak untuk memeperoleh
perlindungan, memperoleh pengetahuan, serta pembinaan karakter atau kepribadian
anak yang nantinya disempurnakan dilingkungan sekolah ataupun dilingkungan
tempat anak itu tumbuh dan berkembang.

Dalam hal ini keluarga memegang peranan yang amat penting dan segnifikan
terhadap perkembangan kepribadian dan juga masa depan anak. Orang tua yang
merupakan elemen dari keluarga memegang tanggung jawab yang maksimal dalam
menciptakan generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab terhadap agama, nusa
maupun bangsanya.

Namun pada kenyataannya dimasyarakat sangat berbanding terbalik dengan apa


yang telah diharapkan. Faktor faktor tindak kekerasan yang biasa dijumpai di
masyarakat adalah sebagai berikut :

1) Kekerasan yang diwariskan antar generasi


Disaat orang tua melakukan kekerasan terhadap anaknya, anak tersebut
akan belajar melakukan tindakan kekerasan dan ketika anak tersebut telah
dewasa akan melakukan tindakan yang sama kepada anaknya. Tindakan
kekerasan tersebut akan diwarisi antar generasi bagaikan mata rantai yang
tak pernah putus.
Banyak beberapa kasus ketika anak tersebut melakukan kesalahan,
orang tua tersebut akan langsung menjewer atau memukulnya anaknya, hal
itu dengan dalih mendidik anak tersebut. Dan hal ini diperparah ketika

9
banyak orang tua yang menganggap tindakan kekerasan tersebut merupakan
tindakan yang biasa dan wajar saja dilakukan.
Selain itu anak juga dihadapi dengan aturan yang ketat, dimana ketika
anak tersebut melakukan kesalahan akan diberikan tindakan keras berupa
bentakan atau sampai memukul. Tanpa disadari, bahwa aturan aturan yang
ketat tersebut yang membuat orang tua menjadi tambah kasar dalam
mendidik anaknya.
Praktek yang salah ini terus menurus berlangsung sejak dahulu hingga
saat ini dimasyarakat, dan masyarakat tidak menyadari bahwa akibat dari
prilaku ini akan berdampak pada perkembangan psikologis anak. Anak
memiliki tingkat kepekaan terhadap kondisi keluarga. Ketika suasana
keluarga sehat dan bahagia, maka anak akan memiliki kepribadian yang
cerah dan ceria. Begitu pula sebaliknya apabila anak selalu terlihat lelah dan
sedih, maka ada sesuatu yang bermasalah dikeluarganya baik perlakuan
orang tuanya ataupun suasana rumah yang tidak sehat bagi anak.
Oleh karena hal itulah, diperlukan perubahan terhadap cara mendidik
anak yang terbebas dari tindakan kekerasan. Karena nilai nilai yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anak anak mereka akan berpengaruh
terhadap kepribadian anak kelak.
2) Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit dipublikasi
Sangat jarang terdengar kasus kekerasan dalam keluarga yang dilakukan
orang tua terhadap anaknya yang terekspos. Kasus kekerasan hanya akan
terekspos ke publik apabila kasus tersebut merupakan tindak pidana
kekerasan yang berat seperti pembunuhan ataupun pelecehan seksual.
Bila kasus tersebut menyebar sekaligus ke publik, biasanya karena
terdapat peranan media massa yang mengangkat berita tersebut. Contoh
kasusnya misalnya apabila terdapat orang tua yang memukul kepala
anaknya, dan apabila tindakan tersebut tidak mengakibatkan luka yang serius
atau bahkan kematian, maka kasus tersebut akan dilupakan begitu saja.

10
Mengenai perihal sedikitnya kasus kekerasan terhadap di keluarga yang
dapat ditemukan karena sulitnya untuk mengnkap kasus tersebut. Menurut
Seharto, kesulitan dalam mengngkapkan kasus kekerasan didalam keluarga
itu terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal bersumber pada
korbannya sendiri yang menolak untuk melaporkan tindakan kekerasan
tersebut kepada masyarakat. Lalu terdapat pula faktor eksternal yang
bersumber dari perspektif masyarakat yang menganggap bahwa tindakan
kekerasan tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi sehingga
menganggapnya biasa saja dan bukanlah hal yang harus dipandang sebagai
tindakan serius.
Selain kedua faktor tersebut, terdapat pula faktor lainnya yang
menyebabkan sulitnya mengungkapkan kekerasan di lingkungan keluarga,
yaitu adalah karena lemahnya kontrol sosial didalam masyarakat terhadap
anak anak dilingkungannya. Karena menganggap keluarga adalah ranah
privat yang tidak ada seorangpun yang dapat ikut campur kedalam keluarga
tersebut. oleh karena itu, masyarakat menjadi sulit berinteraksi dengan suatu
keluarga dan mengidentifikasi telah terjadinya tindakan kekerasan dirumah
keluarga itu.
3) Budaya untuk menempatkan anak diposisi terendah.
Padangan yang menyatakan bahwa setiap anak harus patuh terhadap
orang tua telah berkembang luas dimasyarakat dan tidak jarang disalah
artikan oleh orang tua. Karena menurut pandangan ini apabila anak
melakukan kesalahan dalam melakukan tugas yang telah diberikan
orangtuanya, maka anak tersebut harus siap untuk mendapatkan berbagai
macam sanksi, yang kemudian akan berujung pada tindakan kekerasan
terhadap anak.
Menurut durkheim dalam teori fakta sosial, bahwa segala aktivitas yang
dilakukan oleh individu didalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal

11
dan eksternal diluar dirinya yang bersifat memaksa. Pernyataan itu juga
berkaitan dengan kenyataan anak didalam keluarganya.
Kaitan dengan pernyataan Durkheim adalah segala prilaku anak anak
hingga lahir hingga dewasanya selalu dipengaruhi oleh faktor diluar dirinya.
Anak tersebut akan memeperoleh hukuman atau sanksi apabila tindakan dan
perbuatannya itu tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh keluarga
maupun masyarakat disekitarnya.
Orang dewasa cenderung memperlakukan anak mereka dengan sesuka
hati mereka dikarenakan didalam masyarakat anak di posisi paling bawah
dalam anak tangga. Anak pun dikekang dalam hak untuk bersuara dan protes
terhadap aturan yang diterapkan oleh orang dewasa yang terkadang berupa
aturan yang keras dan tegas.
Hal ini karena dalam masyarakat terdapat norma, dimana apabila anak
yang membantah orang tua akan dicap sebagai anak yang durhaka. Dan
biasanya orang tua akan memperlakukan anak yang dicap durhaka itu
dengan tindakan kekerasan yang berupa makian, sumpah serapah, ataupun
pukulan untuk “mendidik” anak mereka.
Dalam kasus ini, anak yang telah dipukul dan dibentak oleh orang tua
mereka akan membuat anak tidak berani melawan lagi. Menurut Sumanji,
ketidak seimbangan terhadap anak dan orang tua ini ditanamkan oleh orang
deewasa kepada anak mereka.
Ketidak seimbangan antar budaya ini memproduksi hubungan asimetris
yang menguntungkan orang dewasa sekaligus merugikan anak di lingkungan
sekitarnya.5

3.2 Upaya Perlindungan Hukum

Keluarga sebagai bagian terkecil dari masyarakat tak lepas dari aturan atau
hukum, baik aturan dari negara yang berbentuk Undang undang ataupun hukum adat
5
Ibid, hlm 12- 15

12
yang berupa kebiasaan didalam masyarakat. Dalam UU No. 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak pada Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa Keluarga merupakan
satuan dari masyarakat terkecul yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak.Perlindungan
terhadap anak didasarkan pada fakta bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia
dari tuhan Yang Maha Esa, yang hak hak yang melekat didalam dirinya harus
dijungjung tinggi sebagai manusia. Hak hak tersebut merupakan hak asasi manusia
yang diatur dalam Undang undang Dasar tahun 1945.

Upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan hak asasi manusia anak


(fundamental rights and freedoms of children) merupakan perlindungan dari berbagai
kepentingan yang kerenggut kesejahteraan anak.

Dalam masyarakat, korban dari KDRT biasanya terdiri dari perempuan dan anak
anak dari tindakan suami/ayah sebagai pelaku. Walaupun kadang sebaliknya, namun
sangat jarang suami menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut
karena lemahnya ketahanan dari pihak perempuan ataupun anak anak dalam melawan
dan keberanian dalam menyebarkan kekerasan yang dialaminya kepada publik karena
tekanan ancaman yang kuat.

Kekerasan yang terjadi dirumah tangga disebut juga sebagai tindak pidana
tersembunyi (Hidden Crime) atau Kekerasan domestik (Domestic Violence), dimana
pelaku ataupun korban berusaha untuk merahasiakan hal yang dialami atau yang
diperbuatnya dari pandangan publik. Alasaannya pun beragam, namun yang paling
umum adalah karena tindakan tersebut merupakan ranah privat yang merupakan aib
apabila disebarkan atau diketahui oleh masyarakat.

UU No. 39 Tahun 1999 tantang HAM dan UU No. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak dan terakhir dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga. Peraturan-peraturan perundang-undangan diatas

13
banyak mengatur tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban tanggung jawab orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.6

Karena banyaknya fenomena kekerasan terhadap anak dalam keluarga, hal ini
merupakan menjadi sorotan karena buruknya instrumen hukum dan perlindungan
anak di Indonesia. Dalam UU No. 23 tahun 2002 Pasal 20 tentang perlindungan anak,
bahwa dijelaskan pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat dan keluarga atau orang
tua.

Negara dan Pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam usaha
perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 21 sampai
pasal 24 yaitu:

1) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum
anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental;
2) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak;
3) Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang
secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak;
4) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan
pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

6
Mahmud Kobondaha, “perlindungan hukum terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah tangga
Dalam Sistem hukum Indonesia”, jurnal Unsrat Vol.23 No.8, Januari 2017, hlm. 84

14
Bentuk nyata dari perlindungan anak dapat dilihat dari disahkannya UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam hukum di indonesia, terdapat
berbagai pengertian tentang anak dari berbagai ketentuan Perundang Undangan.
Selain itu ketentuan umur dan pengelompokan usia maksimum bagi anak merupakan
wujud status hukum atau kedudukan hukum bagi anak tersebut.

Tujuannya dari perlindungan anak adalah demi menjamin terpenuhinya hak-hak


anak agar dapat tumbuh dan berkembang, serta partisipasi secara optimal sesuai
dengan nilai nilai kemanusiaan, serta memperoleh akses perlindungan dari berbagai
jenis kekerasan dan bentuk diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, sejahtera, dan berakhlak mulia sesuai dengan cita cita bangsa yang
tertuang dalam Pancasila.7

7
Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 1

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada harkatnya, keluarga adalah tempat pertama bagi anak untuk memeperoleh
perlindungan, memperoleh pengetahuan, serta pembinaan karakter atau kepribadian
anak yang nantinya disempurnakan dilingkungan sekolah ataupun dilingkungan
tempat anak itu tumbuh dan berkembang.

Namun pada kenyataannya dimasyarakat sangat berbanding terbalik dengan apa


yang telah diharapkan. Faktor faktor tindak kekerasan yang biasa dijumpai di
masyarakat adalah sebagai berikut :

1) Kekerasan yang diwariskan antar generasi


2) Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit dipublikasi
3) Budaya untuk menempatkan anak diposisi terendah

Karena banyaknya fenomena kekerasan terhadap anak dalam keluarga, hal ini
merupakan menjadi sorotan karena buruknya instrumen hukum dan perlindungan
anak di Indonesia. Dalam UU No. 23 tahun 2002 Pasal 20 tentang perlindungan anak,
bahwa dijelaskan pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat dan keluarga atau orang
tua.

Tujuannya Akhir dari perlindungan anak adalah demi menjamin terpenuhinya


hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berkembang, serta partisipasi secara optimal
sesuai dengan nilai nilai kemanusiaan, serta memperoleh akses perlindungan dari
berbagai jenis kekerasan dan bentuk diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, sejahtera, dan berakhlak mulia sesuai dengan cita cita bangsa yang
tertuang dalam Pancasila.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ende Hasbi Nasarudin, 2016, KRIMINOLOGI , Bandung: Pustaka Setia


Mahmud Kobondaha, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan
Dalam Rumah tangga Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Jurnal Unsrat Vol.23 No.8,
Januari 2017
Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif
Yuridis Viktimologis, Jakarta : Sinar Grafika
Nita Ayunda, “PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU
TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK”, Jurnal Recht Vinding
Shandi Pratama, Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga dalam Perspektif Fakta
Sosial, Universitas Sebelas Maret

17

Anda mungkin juga menyukai