Disusun Oleh:
Pembimbing:
Judul Referat
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Forensik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 25 Februari - 13 Maret 2021.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya referat yang berjudul “Kekerasan Pada Anak” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Departemen Forensik RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr.Nur Adibah,
SpFM atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan referat ini.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7
2.1 Definisi....................................................................................7
2.2 Epidemiologi...........................................................................8
KESIMPULAN......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Kedokteran forensik dan medikolegal berguna untuk membantu
mengidentifikasi tindak kekerasan terhadap anak. Adanya peran yang maksimal
dari kedokteran forensik dan medikolegal dalam kasus kekerasan terhadap anak
akan membantu dalam penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak. Makalah
ini akan membahas peran kedokteran forensik dan aspek medikolegal pada kasus
kekerasan pada anak.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
A. Definisi Anak
Dalam hukum nasional Indonesia terdapat berbagai macam definisi
mengenai anak, karena dalam tiap perundang-undangan diatur kriteria
tersendiri mengenai pengertian anak. Hal tersebut dapat dilihat dari
beberapa perumusan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pengertian anak, sebagai berikut:7
a. Pasal 1 Convention on the Right of the Child
Anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 (delapan
belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak,
kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. Artinya yang dimaksud
dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi
dewasa karena peraturan tertentu sedangkan secara mental dan fisik
masih belum dewasa.
b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
c. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak
Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
7
d. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun termasuh anak yang masih dalam kandungan.
e. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak
Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun dan belum pernah kawin.
f. RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam Pasal 1 ayat (2)
Menyebutkan Anak yang berkonflik dengan hukum, yang
selanjutnya disebut anak adalah orang yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
yang disangka, didakwa atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana.
8
2.2 Epidemiologi
Angka kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun terus
meningkat. Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan oleh
Komisi Perlindungan Anak dari data induk lembaga perlindungan anak
yang ada di 30 provinsi di Indonesia, pada tahun 2020 jumlah kasus
pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 3.087 kasus kekerasan
terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848
kasus kekerasan seksual. Sedangkan menurut data dari World Health
Organization tahun 2016 menunjukkan bahwa sekitar 1.000.000 anak usia
2-17 tahun pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, emosi maupun
seksual. 2,4,5
2.3 Faktor Kekerasan Pada Anak
Terjadinya kekerasan terhadap anak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:9,10
1. Faktor Internal
a. Berasal dalam diri anak
Terjadinya kekerasan terhadap anak dapat disebabkan oleh
kondisi dan tingkah laku anak. Kondisi anak tersebut misalnya: Anak
menderita gangguan perkembangan, ketergantungan anak pada
lingkungannya, anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan
tingkah laku, anak yang memiliki perilaku menyimpang dan tipe
kepribadian dari anak itu sendiri.
b. Keluarga / orang tua
Faktor orang tua atau keluarga memegang peranan penting
terhadap terjadinya kekerasan pada anak. Beberapa contoh seperti orang
tua yang memiliki pola asuh membesarkan anaknya dengan kekerasan atau
penganiayaan, keluarga yang sering bertengkar mempunyai tingkat
tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan
keluarga yang tanpa masalah, orangtua tunggal lebih memungkinkan
melakukan tindakan kekerasan terhadap anak karena faktor stres yang
dialami orang tua tersebut, orang tua atau keluarga belum memiliki
9
kematangan psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap anak,
riwayat orang tua dengan kekerasan pada masa kecil juga memungkinkan
melakukan kekerasan pada anaknya.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan luar
Kondisi lingkungan juga dapat menjadi penyebab terjadinya
kekerasan terhadap anak, diantaranya seperti kondisi lingkungan yang
buruk, terdapat sejarah penelantaran anak dan tingkat kriminalitas yang
tinggi dalam lingkungannya.
b. Media massa
Media massa merupakan salah satu alat informasi. Media massa
telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dan media ini
tentu mempengaruhi penerimaan konsep, sikap, nilai dan pokok moral.
Seperti halnya dalam media cetak menyediakan berita – berita tentang
kejahatan, kekerasan, pembunuhan. Kemudian media elektronik seperti
radio, televisi, video, kaset dan film sangat mempengaruhi perkembangan
kejahatan yang menampilkan adegan kekerasan, menayangkan film action
dengan perkelahian, acara berita kriminal, penganiayaan, kekerasan
bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga. Pada hakekatnya media
massa memiliki fungsi yang positif, namun kadang dapat menjadi negatif.
c. Budaya
Budaya yang masih menganut pemikiran bahwa status anak yang
dipandang rendah sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan
orangtua maka anak harus dihukum. Bagi anak laki – laki, adanya nilai
dalam masyarakat bahwa anak laki – laki tidak boleh cengeng atau anak
laki – laki harus tahan uji. Pemahaman itu mempengaruhi dan membuat
orangtua ketika memukul, menendang, atau menindas anak adalah suatu
hal yang wajar untuk menjadikan anak sebagai pribadi yang kuat dan tidak
boleh lemah.
10
2.4 Klasifikasi Kekerasan Pada Anak
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan yang mengakibatkan cidera fisik nyata ataupun
potensial terhadap anak sebagai akibat dari tindakan kekerasan yang
dilakukan orang lain. Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang
mengakibatkan cedera fisik nyata ataupun potensial terhadap anak,
sebagai akibat dari interaksi atau tidak adanya interaksi, yang layaknya
berada dalam kendali orang tua atau orang dalam posisi hubungan
tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan. Bentuk kekerasan yang
sifatnya bukan kecelakaan yang membuat anak terluka. Contoh:
menendang, menjambak (menarik rambut), menggigit, membakar,
menampar.11,12,13
2. Kekerasan Seksual
Kekerasan terhadap anak dalam kegiatan seksual yang tidak
dipahaminya, tidak mampu memberikan persetujuan atau oleh karena
perkembangannya belum siap atau tidak dapat memberi persetujuan, atau
yang melanggar hukum atau pantangan masyarakat, atau merupakan
segala tingkah laku seksual yang dilakukan antara anak dan orang dewasa.
Contoh, pelacuran anak-anak, intercourse, pornografi, eksibionisme, oral
sex, dan lain-lain.11,12,14
3. Kekerasan Emosional
Suatu perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan atau sangat
mungkin akan mengakibatkan gangguan kesehatan atau perkembangan
fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Contohnya seperti pembatasan
gerak, sikap tindak yang meremehkan anak, mengancam, menakut-nakuti,
mendiskriminasi, mengejek atau menertawakan, atau perlakuan lain yang
kasar atau penolakan. Contoh: tidak pernah memberikan pujian/
reinforcemen yang positif, membandingkannya dengan anak yang lain,
tidak pernah memberikan pelukan antara orang tua dan anak.14
4. Penelantaran anak
11
Ketidakpedulian orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas
anak pada kebutuhan mereka. Kelalaian di bidang kesehatan seperti
penolakan atau penundaan memperoleh layanan kesehatan, tidak
memperoleh kecukupan gizi dan perawatan medis. Kelalaian di bidang
pendidikan meliputi pembiaran mangkir (membolos) sekolah yang
berulang, tidak menyekolahkan pada pendidikan yang wajib diikuti setiap
anak, atau kegagalan memenuhi kebutuhan pendidikan yang khusus.
Kelalaian di bidang fisik meliputi pengusiran dari rumah dan pengawasan
yang tidak memadai. Kelalaian di bidang emosional meliputi kurangnya
perhatian, penolakan atau kegagalan memberikan. perawatan psikologis,
kekerasan terhadap pasangan di hadapan anak dan pembiaran penggunaan
rokok, alkohol dan narkoba oleh anak. 12,14
5. Eksploitasi anak
Penggunaan anak dalam pekerjaan atau aktivitas lain untuk
keuntungan orang lain, termasuk pekerja anak dan prostitusi. Kegiatan ini
merusak atau merugikan kesehatan fisik dan mental, perkembangan
pendidikan, spiritual, moral dan sosial - emosional anak. 12,14
12
Gambar 1. Tanda Kekerasan fisik pada anak15
13
2.5.1 Perlukaan pada kulit
adalah :
1. Memar
Memar terdapat pada 90% kasus kekerasan pada anak. Memar muncul
karakteristik warna tertentu dapat mirip dengan cat atau tinta, pewarna
warna lain seperti merah, biru, ungu atau hitam dapat terjadi sejak 1
14
- Penis mungkin tetarik dan kadang-kadang diikat dengan karet
2. Gigitan
dan tonjolan tulang. Memar yang dihasilkan berbentuk bulan sabit dan
kontur area gigitan antara orang dewasa dengan anak <8 tahun harus
diingat bahawa jarak antara kedua gigi taring kiri dan kanan pada
< 3 cm.18
3. Luka Bakar
Luka bakar sering terjadi pada masa anak-anak baik karena kecelakaan
bulan sampai 5 tahun. Luka bakar pada anak harus dipikirkan karena
jika ditemukan luka bakar multiple pada daerah yang tidak mudah
dijangkau. Luka bakar pada tangan, kaki atau bokong akibat kontak
15
Hal yang sering dilakukan adalah memasukkan bagian tubuh anak
kedalam air panas, tindakan ini dilakukan dengan memegang paha atau
air panas. Luka bakar akibat merendam tangan dan kaki anak kedalam
a. Mata
Mata adalah organ yang sensitif, bila anak mendapat pukulan didaerah
kelopak mata.20
b. Hidung
c. Mulut
d. Telinga
16
menimbulkan robekan gendang telinga dan perdarahan. Adanya
tengkorak. 15
kepala. Rambut menjadi spiral dan terdapat ptekie di akar rambut diikuti
kulit kepala yang nyeri. Berbeda dengan alopecia areata yang terjadi pada
anak anak kurang gizi, dengan tidak atau hanya sedikit rambut di perifer,
inflamasi atau kerak pada kulit kepala. Tarikan kuat pada kepala seperti
hematom.21
Cedera pada organ dalam telah banyak ditemukan pada kasus kekerasan
17
sehingga menyebabkan iskemi pada iusus dengan perforasi lambat
menyebabkan robekan
Adanya robekan, lecet, dan memar pada daerah kelamin atau genital yang
vagina, saluran kencing, atau perlukaan pada penis dan kantong zakar
akibat diputar (twisting injuries). Selain itu anus juga diperiksa terutama
Gejala yang tampak pada kekerasan ini adalah kelainan bentuk tulang, rasa
sakit dan bengkak, kelumpuhan serta kesulitan bergerak. Hal ini dapat
18
- Semua patah tulang yang timbul sebelum usia 18 bulan atau sebelum 1
- Patah tulang dengan luka-luka yang jauh dari lokasi patah tulang
- Bila didapati patah tulang melingkar atau spiral fraktur pada tungkai
bawah bayi.
- Bila anggota gerak (lengan atau tungkai) anak dengan paksa ditarik
19
Gambar 3. Lokasi luka yang tidak disengaja dan luka yang dicurigai akibat
kekerasan
2.6.2 Jumlah luka
Dalam melakukan anamnesis perlu ditanyakan jika anak pernah
mengalami beberapa cedera yang terjadi pada satu waktu atau selama
periode waktu yang sama. Semakin banyak jumlah cedera, kemungkinan
kekerasan perlu dipertimbangkan, kecuali jika didapatkan riwayat
kecelakaan serius seperti kecelakaan lalu lintas. Pada umumnya seorang
anak tidak mungkin mengalami sejumlah cedera yang berbeda secara tidak
sengaja. Cedera pada tahap penyembuhan yang berbeda dapat menunjukkan
pola kronologis kejadiannya.22
2.6.3 Ukuran dan Bentuk luka
Pada saat melakukan pemeriksaan bentuk dan ukuran luka dapat
menjelaskan penyebab dari luka. Pada kasus kekerasan anak banyak luka
yang disebabkan oleh benda-benda yang sudah dikenal, seperti tongkat,
papan, ikat pinggang, atau sikat rambut. Tanda yang dihasilkan sangat mirip
dengan benda yang digunakan.
20
Gambar 4. Pola luka menyerupai benda.19
Selain bentuk luka yang mirip dengan benda, pada kekerasan anak
dapat juga ditemui memar yang menyerupai bentuk telapak tangan, buku-
buku tangan dan bekas gigitan.17,18,22
21
lutut yang diperoleh karena jatuh, akan tetapi pada anak usia dibawah 4
bulan pada umumnya jarang ditemukan luka karena belum dapat merangkak
maupun berjalan. 17,18,22
2.7 Aspek Medikolegal
Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan pada anak tertera
1. Pasal 351 ayat 1, pencederaan pada anak yang bersifat penganiayaan dan
2. Pasal 356, pencederaan pada anak (fisik) yang dilakukan orang tua,
penjara paling lama 4 tahun), pasal 304 (ancaman pidana penjara paling
(ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun), pasal 307 bagi orang tua
sebagai pelaku dikenakan ancaman pidana pasal 305 dan 306 ditambah
dengan sepertiganya.
paling lama 9 tahun), pasal 290 butir 3 (ancaman pidana penjara paling
lama 7 tahun).
22
Peran para dokter adalah menemukan kasus kekerasan terhadap anak dan
Untuk mencapai peran tersebut para dokter dan tenaga kesehatan harus
serta membentuk tim yang multidisiplin guna menangani kekerasan pada anak. 22
sebaiknya meliputi:23
a. Riwayat cedera
b. Pemeriksaan fisik
e. Pemotretan berwarna
h. Skrining perilaku
23
Disebutkan pula bahwa penanganan medis kasus kekerasan seksual
terhadap anak sedapat mungkin mencari bukti fisik (physical evidence) yang
diperlukan.16,23
yang mengetahui adanya tindak pidana (termasuk kekerasan terhadap anak) pada
ancaman pidana bagi setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak
dalam situasi darurat (termasuk anak korban kekerasan) padahal anak tersebut
24
BAB III
KESIMPULAN
Kekerasan pada anak adalah perlakuan terhadap anak yang tidak berdaya
yang dapat menimbulkan penderitaan, kesengsaraan bahkan cacat. Kekerasan
pada anak menurut keterangan WHO dibagi menjadi lima jenis, yaitu kekerasan
fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penelantaran anak, eksploitasi
anak.
Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan pada anak tertera dalam
kitab UU Hukum Pidana (KUHP) yang pasal-pasalnya berkaitan dengan jenis dan
akibat pencederaan anak.
Peran kedokteran forensik dan aspek medikolegal dalam kasus kekerasan
terhadap anak adalah menemukan kasus kekerasan terhadap anak dan menolong
anak tersebut beserta keluarganya dalam menempuh proses pemulihan.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
5. KPAI. Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-
2016. Bank data KPAI, 2016
6. Zeanah CH, Humphreys KL. Child Abuse and Neglect. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry. 2018 Sep;57(9):637-644.
7. Nathanael S, Henry O & Corine de R. The Relevance of Certain Case
Characteristics in the Successful Prosecution of Child Sexual Abuse Cases
in Indonesia. 2020. Journal of Child Sexual Abuse, 29:8, 984-1003
8. Merrick MT, Guinn AS. Child Abuse and Neglect: Breaking the
Intergenerational Link. Am J Public Health. 2018 Sep;108(9):1117-1118.
doi: 10.2105/AJPH.2018.304636. PMID: 30088995; PMCID:
PMC6085055.
9. Estroff SE. A cultural perspective of experiences of illness, disability, and
deviance. In: Henderson GE et al., eds. The social medicine reader.
Durham, NC, Duke University Press, 1997:6–11.
10. Korbin JE. Cross-cultural perspectives and research directions for the 21st
century. Child Abuse & Neglect, 1991, 15:67–77.
11. National Research Council. Understanding child abuse and neglect.
Washington, DC, National Academy of Sciences Press, 1993
12. Ketsela T, Kedebe D. Physical punishment of elementary school children
in urban and rural communities in Ethiopia. Ethiopian Medical Journal,
1997, 35:23–33.
13. Madu SN, Peltzer K. Risk factors and child sexual abuse among secondary
students in the Northern Province (South Africa). Child Abuse & Neglect,
2000, 24:259–268
14. Straus MA et al. Identification of child maltreatment with the Parent–Child
Conflict Tactics Scales: development and psychometric data for a national
sample of American parents. Child Abuse & Neglect, 1998, 22:249–270.
15. Ludwig S. Child Abuse and Neglect. Clinical Gate Pediatric. 2015
16. Kirschner RH. Wilson H. Pathology of fatal child abuse. In: Reece RM,
Ludwig S, eds. Child abuse: medical diagnosis and management, 2nd ed.
Philadelphia, PA, Lippincott Williams & Wilkins, 2001:467–516.
27
17. Reece RM, Krous HF. Fatal child abuse and sudden infant death
syndrome. In: Reece RM, Ludwig S, eds. Child abuse: medical diagnosis
and management, 2nd ed. Philadelphia, PA, Lippincott Williams &
Wilkins, 2001:517–543.
18. Fisher-Owens SA, Lukefahr JL, Tate AR; American Academy Of
Pediatrics, Section On Oral Health; Committee On Child Abuse And
Neglect; American Academy Of Pediatric Dentistry, Council On Clinical
Affairs, Council On Scientific Affairs; Ad Hoc Work Group On Child
Abuse And Neglect. Oral and Dental Aspects of Child Abuse and Neglect.
Pediatrics. 2017 Aug;140(2):e20171487.
19. Hallie J, Joshua P, Nima K, Chad T, Eduardo A, Juan. Identifying Abuse
and Neglect in Hospitalized Children With Burn Injuries. Journal of
Surgical Research. 2021; 257;232-238
20. Christian CW, Levin AV; Council On Child Abuse And Neglect; Section
On Ophthalmology; American Association Of Certified Orthoptists;
American Association For Pediatric Ophthalmology And Strabismus;
American Academy Of Ophthalmology. The Eye Examination in the
Evaluation of Child Abuse. Pediatrics. 2018 Aug;142(2):e20181411.
21. Delgado Álvarez I, de la Torre IB, Vázquez Méndez É. The radiologist's
role in child abuse: imaging protocol and differential diagnosis.
Radiologia. 2016 May;58 Suppl 2:119-28.
22. Paul AR, Adamo MA. Non-accidental trauma in pediatric patients: a
review of epidemiology, pathophysiology, diagnosis and treatment. Transl
Pediatr. 2014 Jul;3(3):195-207. doi: 10.3978/j.issn.2224-4336.2014.06.01.
PMID: 26835337; PMCID: PMC4729847.
23. Solís-García G, Marañón R, Medina Muñoz M, de Lucas Volle S, García-
Morín M, Rivas García A. Child abuse in the Emergency department:
Epidemiology, management, and follow-up. An Pediatr (Barc). 2019
Jul;91(1):37-41.
28