Abstract
Violence against children is a violation towards the rights of the children, particluarly
if the perpetrator of this violence is the parents of the children themselves. This is called
as a domestic violence. The government has issued a legislation on children’s rights
and on the protection for the children in Indonesia which imposes sanctions for the
offenders. Sanctions for parents who become the perpetrators of domestic violence are
not only criminal sanctions but also civil sanctions, where the parents can be imposed for
compensation because they have caused damage to the child as a victim by not fulfilling
the rights of the child.
Keywords: Violence, Children, Victims.
Intisari
Kekerasan pada anak merupakan pelanggaran hak anak, apalagi jika pelaku kekerasan
ini adalah orang tua anak itu sendiri. Hal ini disebut kekerasan dalam rumah tangga.
Pemerintah sudah mengesahkan peraturan tentang hak-hak anak dan perlindungan
bagi anak di Indonesia dengan adanya sanksi bagi pelaku yang melanggar. Sanksi bagi
orang tua yang menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya sanksi
pidana tetapi juga sanksi perdata, dimana orang tua sebagai pelaku dapat dituntut
ganti rugi karena sudah menimbulkan kerugian pada anak sebagai korban dengan
tidak memenuhi hak-hak anak.
Kata Kunci: Kekerasan, Anak, Korban.
1
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Darma Cendika, Alamat korespondensi: demasari2006@yahoo.co.id
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
198
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
kehidupan manusia, merasakan kasih yang dilanggar oleh orang tua yang
sayang, mendapatkan pendidikan, menjadi pelaku kekerasan dalam rumah
pertumbuhan fisik dan rohani, tempat tangga dan apakah sanksi bagi orang tua
berlindung, beristirahat, yang diterima yang menjadi pelaku yang melakukan
anggota keluarganya. Sehingga kerugian tindakan kekerasan dalam rumah tangga?
korban tindak kekerasan dalam keluarga
tidak saja bersifat material tetapi juga B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
immaterial antara lain berupa goncangan
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
emosional dan psikologis yang langsung
Dengan Anak Sebagai Korban
atau tidak langsung akan mempengaruhi
Adalah Pelanggaran Hak
kehidupannya.8
Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang
Terjadinya kekerasan pada anak
Hak Asasi Manusia menentukan bahwa
menunjukkan masih lemahnya
setiap anak berhak untuk mendapatkan
perlindungan hukum pada anak di
p e rl i ndung an hu kum d ar i s e g a l a
Indonesia, padahal dalam Pasal 28B
bentuk kekerasan fisik atau mental,
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
p enel ant araan, p erl a ku an bur u k,
ditentukan bahwa setiap anak berhak
dan pelecehan seksual selama dalam
atas kelangsungan hidup, tumbuh,
pengasuhan orang tua atau walinya, atau
dan berkembang serta berhak atas
pihak lain manapun yang bertanggung
p erlindungan dari kekerasan dan
jawab atas pengasuhan anak tersebut.
diskriminasi. Pemerintah Indonesia
Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) ini dapat
juga sudah mengesahkan Undang-
diketahui apabila pelaku kekerasan pada
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
anak adalah orang tua atau wali atau
Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut
pihak yang yang bertanggung jawab
Undang-Undang Hak Asasi Manusia),
atas pengasuhan anak, maka tindakan
bahkan yang terbaru juga sudah disahkan
tersebut disebut kekerasan dalam rumah
Undang-Undang Nomor 35 Tahun
tangga.
2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Pemerintah Indonesia mengesahkan
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Perlindungan Anak (selanjutnya disebut
2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dengan Undang-Undang Perlindungan
Dalam Rumah Tangga (selanjutnya
Anak). Hal ini menunjukkan adanya
disebut Undang-Undang Penghapusan
ketentuan hukum yang mengatur dan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
memberi perlindungan hukum pada
y a n g d a l a m k o n s i d e r a n hu r u f b
anak namun tidak berjalan efektif
disebutkan segala bentuk kekerasan,
di masyarakat. Oleh sebab itu dalam
terutama kekerasan dalam rumah
penulisan ini yang menjadi rumusan
tangga merupakan pelanggaran hak
masalah adalah hak-hak anak apa saja
asasi manusia dan kejahatan terhadap
8
Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum
Terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditama, martabat kemanusiaan serta bentuk
Bandung, hlm. 15.
199
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
diskriminasi yang harus dihapus. Oleh seorang anak, kepucatan dan dalam
sebab itu perlu dihapusnya segala keadaan kekurangan gizi.10
tindakan kekerasan dalam rumah tangga Pengertian kekerasan psikis ada
yang dipertegas dalam Pasal 4 adanya dalam Pasal 7 yaitu perbuatan yang
penghapusan kekerasan dalam rumah mengakibatkan ketakutan, hilangnya
tangga bertujuan untuk (a) mencegah rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
segala bentuk kekerasan dalam rumah untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
tangga; (b) melindungi korban kekerasan dan/atau penderitaan psikis berat pada
dalam rumah tangga; (c) menindak seseorang. Bentuk kekerasan psikis ini
pelaku kekerasan dalam rumah tangga; adalah dipelototi, digoda, diomeli, dicaci,
dan (d) memelihara keutuhan rumah diludahi, digunduli, diancam, diusir,
tangga yang harmonis dan sejahtera. disetrap, dijemur, disekap, dipaksa tulis
Bentuk kekerasan dalam rumah dan hafal, dipaksa bersihkan wc/kerja,
tangga berdasarkan Undang-Undang dipaksa cabut rumput/kerja.11
Pe n g h a p u s a n K e k e r a s a n D a l a m Kekerasan seksual dalam Pasal
Rumah Tangga ada empat macam 8 meliputi (a) pemaksaan hubungan
yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, seksual yang dilakukan terhadap orang
kekerasan seksual, dan penelantaran yang menetap dalam lingkup rumah
rumah tangga. Pasal 6 Undang-Undang tangga; (b) pemaksaan hubungan seksual
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah terhadap salah seorang dalam lingkup
Tangga menyebutkan yang dimaksud rumah tangganya dengan orang lain
kekerasan fisik adalah perbuatan yang untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, tertentu. Bentuk kekerasan seksual
atau luka berat. adalah dirayu, dicolek, dipeluk dengan
Bentuk-bentuk kekerasan fisik paksa, diremas, dipaksa onani, oral
dapat berupa dicekoki, dijewer, dicubit, seks, anal seks, diperkosa. 12 Salah
dijambak, dijitak, digigit, dicekik, satu bentuk kekerasan seksual adalah
direndam, disiram, diikat, didorong, adanya pelacuran anak dalam tindak
dilempar, diseret, ditempeleng, dipukul, human trafficking dimana korban
disabet, digebuk, ditendang, diinjak, diperdagangkan tidak hanya untuk
dibanting, dibentur, disilet, ditusuk, tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi
dibacok, dibusur/dipanah, disundut, seksual lainnya, tetapi juga mencakup
disetrika, disetrum, ditembak, berkelahi, bentuk eksploitasi lainnya misalnya kerja
dikeroyok, disuruh push up, lari, disuruh paksa atau pelayanan paksa, perbudakan
jalan dengan lutut. 9 Sebenarnya selain atau praktek serupa perbudakan itu.13
kekerasan fisik, ada juga pengabaian fisik Batasan bentuk kekerasan dalam rumah
yaitu kategori kekerasan pada anak yang
diidentifikasi secara umum dari kelesuan
10
Ibid, hlm. 3.
11
Ibid, hlm. 3.
12
Ibid, hlm. 3.
13
Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan
9
Ibid, hlm. 16.
Anak, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hlm. 200.
200
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
tangga khususnya kekerasan seksual ini kodratnya.15 Anak yang menjadi korban
pelakunya adalah orang tua dengan salah kekerasan dalam rumah tangga akan
satu alasannya adalah faktor ekonomi merasa dirugikan karena hak-hak dalam
keluarga, maksudnya minimnya lapangan hidupnya tidak terpenuhi.
pekerjaan bagi orang tua ataupun orang Seringkali orang tua dan orang
lain sehingga untuk memenuhi hidup dewasa lainnya membenarkan tindak
keluarga, para orang tua dengan sangat kekerasan yang dilakukan sebagai
mudahnya menjual anak kepada para bentuk dari penerapan disiplin kepada
trafficker sehingga akan mendapatkan anak dan hal ini menunjukkan bentuk
keuntungan dari perbuatan tersebut penyalahgunaan kekuasaan orangtua
tanpa memikirkan lagi kelangsungan atau orang dewasa yang lebih dewasa
hidup dan masa depan anak itu sendiri.14 usianya dari anak.16 Padahal Pasal 52
Sedangkan yang dimaksud dengan ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi
penelantaran rumah tangga diatur Manusia menentukan bahwa setiap anak
dalam Pasal 9 ayat (1) adalah setiap berhak atas perlindungan oleh orang
orang yang melalaikan kewajibannya tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
untuk memberikan kehidupan, Sehingga adanya anak sebagai korban
perawatan, atau pemeliharaan kepada kekerasan dalam rumah tangga berarti
orang yang ada dalam lingkup rumah ada pengabaian ketentuan Pasal 51 ayat
tangganya termasuk juga setiap orang (1) tersebut, yang dapat diartikan anak
yang mengakibatkan ketergantungan yang menjadi korban kekerasan tidak
ekonomi dengan cara membatasi dan/ mendapat perlindungan hukum.
atau melarang untuk bekerja yang layak Anak yang menjadi korban
di dalam atau di luar rumah sehingga kekerasan dalam rumah tangga akan
korban berada di bawah kendali orang mengalami trauma dalam hidupnya,
tersebut sebagaimana ditentukan Pasal secara psikologis hidupnya menjadi
9 ayat (2). Berdasarkan ketentuan Pasal tertekan, murung, dan menutup diri.
9, penelantaran dalam rumah tangga Sehingga anak tersebut tidak dapat
dapat dikatakan adanya pengabaian menjalankan haknya untuk beristirahat,
pemenuhan kebutuhan hidup khususnya bergaul dengan anak yang sebaya,
dalam hal ini pemenuhan kebutuhan bermain, berekreasi, dan berkreasi
hidup anak. sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
Menurut Abintoro Prakoso, anak kecerdasannya demi pengembangan
adalah generasi penerus bangsa yang dirinya sebagaimana diatur dalam
sangat menentukan nasib dan masa Pasal 61 Undang-Undang Hak Asasi
depan bangsa secara keseluruhan di Manusia Pasal 64 menentukan bahwa
masa yang akan datang, sehingga harus
15
Abintoro Prakoso, Op. Cit., hlm. 185.
dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan 16
M. Iqbal, “Perlindungan Hukum Terhadap
berkembang sesuai dengan fitrah dan Anak Korban Tindak Pidana”, Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, Nomor 54, Bulan Agustus, Tahun 2011,
14
Maidin Gultom, Op. Cit., hlm. 42. hlm. 99.
201
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
202
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
203
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
204
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
205
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
355, Pasal 338 – 341, Pasal 229, Pasal 347, penderitaan psikis seperti anak merasa
Pasal 269, Pasal 297, Pasal 330 – 332 dan ketakutan atau kehilangan rasa percaya
Pasal 301. Sanksi bagi pelaku kekerasan diri.
psikis dalam KUHPidana diatur dalam Orang yang melanggar ketentuan
Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 335. Pasal 76A bisa dikenai ketentuan sanksi
Sedangkan sanksi pelaku kekerasan Pasal 77 yaitu dipidana penjara paling
seksual diatur dalam Pasal 281 – 287, lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
Pasal 289, Pasal 290, Pasal 294, dan Pasal paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus
295 KUHPidana. juta rupiah). Pengaturan larangan
Undang-Undang Perlindungan kekerasan fisik juga hanya disebut
Anak sudah menegaskan larangan implisit dalam Pasal 76C yang lebih
setiap orang melakukan kekerasan tampak sebagai larangan untuk semua
terhadap anak, khususnya dalam hal bentuk kekerasan yang menimpa anak,
ini adalah bentuk kekerasan dalam yang tertulis setiap orang dilarang
rumah tangga. Melakukan tindakan menempatkan, membiarkan, melakukan,
penelantaran sudah dilarang dalam menyuruh melakukan, atau turut serta
Pasal 76B bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak.
menempatkan, membiarkan, melibatkan, Dari sini dapat diketahui pengaturan
menyuruh melibatkan anak dalam situasi larangan melakukan tindak kekerasan
perlakuan salah dan penelantaraan. bukan hanya pada pelaku yang langsung
Akibat mengabaikan larangan ini, maka melakukan tindak kekerasan tetapi
ada ketentuan sanksi yang diatur dalam juga pada orang yang turut membantu
Pasal 77B yaitu ketentuan sanksi pidana terjadinya tindak kekerasan tersebut.
penjara paling lama 5 (lima) tahun Ketentu an s an ksi b ag i p el ang gar
dan/atau denda paling banyak Rp. ketentuan Pasal 76C diatur dalam Pasal
100.000.000,- (seratus juta rupiah). 80 ayat (1) dengan pidana penjara
Sedangkan larangan melakukan paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)
tindak kekerasan fisik dan psikis bulan dan/atau denda paling banyak
tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Rp. 72.000.000,- (tujuh puluh dua juta
Undang-Undang Perlindungan Anak, rupiah). Pemberatan sanksi terjadi
hanya ada dalam Pasal 76A huruf a apabila anak mengalami luka berat
yang menentukan bahwa setiap orang dalam Pasal 80 ayat (2) dengan pidana
dilarang memperlakukan anak secara penjara lama 5 (lima) tahun dan/atau
diskriminatif yang mengakibatkan denda paling banyak Rp. 100.000.000,-
anak mengalami kerugian, baik materiil (seratus juta rupiah). Ada pemberatan
maupun moril sehingga menghambat sanksi lagi dalam Pasal 80 ayat (3) dalam
fungsi sosialnya. Perbuatan diskriminatif hal anak korban kekerasan fisik menjadi
ini merupakan bentuk kekerasan psikis meninggal maka pelaku dipidana dengan
karena bisa membuat anak mengalami pidana penjara paling lama 15 (lima
206
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
belas) tahun dan/atau denda paling pengasuh anak diatur dalam Pasal 82
banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar ayat (2) berupa pidananya ditambah 1/3
rupiah). (sepertiga) dari ancaman pidana yang
Larangan melakukan tindakan ada dalam Pasal 82 ayat (1).
kekerasan seksual tampak dari adanya Larangan melakukan eksploitasi
ketentuan Pasal 76D bahwa setiap orang s e k s u a l y a n g m e r up a k a n b a g i a n
dilarang melakukan kekerasan atau perbuatan kekerasan seksual juga diatur
ancaman kekerasan memaksa anak dalam Pasal 76I bahwa setiap orang
melakukan persetubuhan dengannya atau dilarang menempatkan, membiarkan,
dengan orang lain. Pelanggar ketentuan melakukan, menyuruh melakukan, atau
Pasal 76D dikenai sanksi Pasal 81 ayat turut serta melakukan eksploitasi secara
(1) yaitu pidana penjara paling singkat ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima Orang yang melanggar Pasal 76I ini
belas) tahun dan denda paling banyak akan dikenai sanksi pidana dalam Pasal
Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 88 yatu pidana penjara paling lama 10
Jika pelaku kekerasan seksual adalah (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
orang tua, wali, atau pengasuh anak banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
yang merupakan bagian lingkup rumah rupiah).
tangga ada tambahan sanksi pidana Pemerintah Indonesia mengesahkan
dalam Pasal 81 ayat (3) yaitu ditambah Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana yang 2016 tentang Penetapan Peraturan
sudah diatur Pasal 81 ayat (1). Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Lebih lanjut yang menjadi bagian Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
larangan perbuatan kekerasan seksual kedua atas Undang-Undang Nomor 23
ada dalam Pasal 76E yaitu setiap Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
orang dilarang melakukan kekerasan Menjadi Undang-Undang (selanjutnya
atau ancaman kekerasan, memaksa, disebut Undang-Undang Penetapan
melakukan tipu muslihat, melakukan Perpu Nomor 1 Tahun 2016). Dalam
serangkaian kebohongan, atau membujuk konsiderannya disebutkan terjadinya
anak untuk melakukan atau membiarkan kekerasan seksual terhadap anak dari
dilakukan perbuatan cabul dan yang tahun ke tahun semakin meningkat
melanggar sanksinya ada dalam Pasal dan mengancam peran startegis anak
82 ayat (1) berupa pidana penjara paling sebagai generasi penerus bangsa masa
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama depan bangsa dan negara, sehingga
15 (lima belas) tahun dan denda paling perlu memperberat sanksi pidana dan
banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar memberikan tindakan terhadap pelaku
rupiah). Pemberatan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual kepada anak. Sehingga
yang merupakan lingkup rumah tangga d e n g a n a d a ny a Un d a n g - Un d a n g
yaitu pelaku adalah orang tua, wali, dan Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016
207
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
ini mengubah isi ketentuan Pasal 81 dan dan dilaksanakan setelah terpidana
Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan menjalani pidana pokok sebagaimana
Anak. diatur dalam Pasal 81A ayat (1), namun
Peraturan Pemerintah Pengganti terhadap pelaku yang masih seorang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 anak dalam Pasal 81 ayat (9) pidana
tentang Perubahan kedua atas Undang- tambahan dan tindakan dikecualikan
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang darinya. Pelaksanaan kebiri kimia ini
Perlindungan Anak Menjadi Undang- disertai dengan rehabilitasi sebagaimana
Undang (selanjutnya disebut Perpu ditentukan Pasal 81A ayat (3).
Nomor 1 Tahun 2016) menambahkan Pe r p u No m o r 1 Ta h u n 2 0 1 6
Pasal 81 yang semula terdiri dari 3 ayat menambahkan Pasal 82 yang semula
menjadi 9 ayat. Dalam tambahannya terdiri dari 2 ayat menjadi 8 ayat.
Pasal 81 ayat (4) memberikan tambahan Penambahan sanksi pidana pelaku
1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana kekerasan seksual ter jadi apabila
jika pelaku pernah dipidana karena pelakunya adalah orang tua, wali, dan
melakukan tindak pidana sebagaimana pengasuh anak seperti yang diatur dalam
diatur dalam Pasal 76D. Pasal 82 ayat (2) berupa pidananya
Pasal 81 ayat (5) memperberat sanksi ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
jika anak yang menjadi korban kekerasan pidana yang ada dalam Pasal 82 ayat (1).
seksual lebih dari 1 (satu) orang, Selanjutnya Pasal 82 ayat (3) menentukan
mengakibatkan luka berat, gangguan ada penambahan sanksi pidana 1/3
jiwa, penyakit menular, terganggu atau (sepertiga) dari ancaman pidana juga
hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau diberikan kepada pelaku yang pernah
korban meninggal dunia dengan pelaku dipidana karena melakukan tindak
dipidana mati, seumur hidup, atau pidana pidana kekerasan seksual. Penambahan
penjara paling singkat 10 (sepuluh) pidana 1/3 (sepertiga) juga diberikan
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) pada pelaku kekerasan seksual dalam
tahun. Selain pengenaan sanksi, Pasal 81 Pasal 82 ayat (4) apabila korban lebih
ayat (6) menentukan pelaku kekerasan dari 1 (satu) orang, mengakibatkan
seksual dapat dikenai pidana tambahan luka berat, gangguan jiwa, penyakit
berupa pengumuman identitas pelaku. menular, terganggu atau hilangnya fungsi
Pelaku kekerasan seksual dapat reproduksi, dan/atau korban meninggal
dikenai tindakan berupa kebiri kimia dunia.
d an p e mas ang an a l at p e nd e tek s i Pe n g e n a a n s a n k s i t a m b a h a n
elektronik yang diatur dalam Pasal 81 dalam Pasal 82 ayat (5) adalah adanya
ayat (7). Pasal 81 ayat (8) menentukan pengumuman identitas pelaku kekerasan
tindakan tersebut diputuskan bersama- seksual. Terhadap pelaku juga dikenai
sama dengan pidana pokok dengan t inda kan b er up a rehabi lit asi dan
memuat jangka waktu pelaksanaan pemasangan alat pendeteksi elektronik
tindakan, yaitu paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana diatur Pasal 82 ayat (6).
208
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
Tindakan tersebut dalam Pasal 82 ayat adalah adanya efek jera pada pelaku
(7) akan diputuskan bersama-sama agar tidak mengulangi perbuatannya
dengan pidana pokok dengan memuat lagi. Tujuan yang ingin dicapai dengan
jangka waktu pelaksanaan tindakan, suatu pemidanaan, penindakan dan
pelaksanaannya dalam Pasal 82A ayat (1) kebijaksanaan terdapat hubungan yang
adalah selama dan/atau setelah terpidana sangat erat, karena lembaga pemidanaan,
menjalani pidana pokok. Tindakan ini penindakan dan kebijaksanaan pada
dalam Pasal 82 ayat (8) dikecualikan hakikatnya merupakan sarana yang
apabila pelakunya seorang anak. dapat digunakan untuk mencapai tujuan
Pengesahan Perpu Nomor 1 Tahun dari pemidanaan sebagaimana yang
2016 memperberat sanksi bagi pelaku diinginkan.21
kekerasan seksual baik yang dilakukan Sebagai perbandingan, di dalam
oleh keluarga terdekat korban yang dalam Un d a n g - Un d a n g Pe n g h apu s a n
hal ini merupakan bentuk kekerasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga
dalam rumah tangga maupun yang mengatur sanksi bagi pelaku kekerasan
dilakukan orang lain. Sanksi tersebut dalam rumah tangga. Hanya saja yang
adalah sanksi kebiri secara kimia yang disayangkan dalam Undang-Undang
pengawasannya secara berkala oleh Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
kementerian yang menyelenggarakan Tangga lebih berfokus pada pelaku
urusan pemerintahan di bidang hukum, adalah suami dan korban adalah istri
sosial dan kesehatan. atau sebaliknya.
Adanya sanksi kebiri menimbulkan S ebagai contoh sanksi p elaku
pro dan kontra di kalangan masyarakat. kekerasan fisik dalam lingkup rumah
Contoh pihak yang menolak adanya tangga yang diatur Pasal 44 ayat (1) bahwa
sanksi kebiri secara kimia ini Khoiron pelaku kekerasan fisik dapat dipidana
dari Komisi Hak Asasi Manusia dengan dengan pidana penjara paling lama 5
alasan adanya sanksi kebiri merendahkan (lima) tahun atau denda paling banyak
martabat seseorang sehingga berpotensi Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)
menghambat hak asasi manusia, selain dan dalam Pasal 44 ayat (4) disebutkan
itu pakar seksolog Boyke Dian Nugraha perbuatan kekerasan fisik yang dilakukan
mengatakan pelaku yang sudah dihukum suami terhadap istri atau sebaliknya
kebiri masih berpotensi melakukan aksi yang tidak menimbulkan penyakit atau
kejahatan selama kondisi mentalnya halangan untuk menjalankan pekerjaan
tidak diobati. 20 Apapun alasan yang jabatan atau mata pencaharian atau
menolak adanya sanksi kebiri kimia bagi kegiatan sehari-hari, dipidana dengan
pelaku kekerasan seksual, yang harus pidana penjara paling lama 4 (empat)
dipahami utama adanya pemidanaan bulan atau denda paling banyak Rp.
209
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
5.000.000,- (lima juta rupiah). Pasal pidana penjara maupun denda. Batasan
44 ayat (4) ini menunjukkan justru sanksi pidana secara minimal dan
ada peringanan hukuman pada pelaku maksimal tampak dari pengaturan
kekerasan fisik selama korbannya tidak sanksi pelaku kekerasan seksual dalam
mengalami penyakit atau tidak terhalang Pasal 81 ayat (1) dan ayat (5), serta
melakukan kegiatan sehari-harinya. Pasal 82 ayat (1), namun batasan pidana
Demikian juga sanksi pelaku kekerasan secara minimal dan maksimal hanya
psikis dalam lingkup rumah tangga yang untuk pidana penjara saja sedangkan
diatur dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana batasan untuk pidana denda hanya secara
dengan pidana penjara paling lama 3 maksimal saja.
(tiga) tahun atau denda paling banyak Selama ini pengaturan sanksi bagi
Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah). pelaku kekerasan hanya pada sanksi
Kemudian peringanan sanksi pada pidana saja yang merupakan aspek
pelaku kekerasan psikis ada dalam Pasal hukum pidana, padahal sebenarnya
45 ayat (2) yang menyebutkan apabila sanksi juga bisa diberikan dari aspek
perbuatan kekerasan psikis dilakukan hukum perdata dengan mengajukan
oleh suami terhadap istri atau sebaliknya gugatan pada pelaku kekerasan agar
yang tidak menimbulkan penyakit atau korban bisa mendapat ganti rugi.
halangan untuk melakukan pekerjaan Dalam hukum perdata, suatu kerugian
jabatan atau mata pencaharian atau yang ditimbulkan oleh orang lain,
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan perbuatan mana merupakan perbuatan
pidana penjara paling lama 4 (empat) melanggar hukum (onrecthtmatige daad,
bulan atau denda paling banyak Rp. tort), memberikan hak kepada orang
3.000.000,- (tiga juta rupiah). yang dirugikan dalam mengajukan
Penerapan sanksi dalam Undang- gugatan perbuatan melanggar hukum
Undang Perlindungan Anak menganut (onrecthtmatige daad, tort), disertai
sistem alternatif dan sistem kumulatif dengan ganti kerugian.22
yang tampak dari adanya kalimat dan/ Dari aspek keperdataan, perbuatan
atau dalam pengaturan sanksi pidananya. melawan hukum merupakan bagian
Dengan demikian Hakim mempunyai hukum perikatan yang lahir berdasarkan
pilihan untuk menggunakan sistem undang, namun perbuatan melawan
alternatif atau sistem kumulatif pada hukum harus dipahami dalam arti luas
saat menjatuhkan putusan pidana pada yaitu bukan hanya melanggar undang-
pelaku kekerasan. undang, namun melawan kesusilaan,
B at as an s an k s i pi d ana d a l am ketertiban umum, dan seterusnya.23
Undang-Undang Perlindungan Anak Perbuatan melawan hukum dalam
untuk pelaku kekerasan fisik, kekerasan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
psikis, dan penelantaran hanya diatur
batasan secara maksimal tanpa ada 22
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Op. Cit.,
hlm. 119.
batasan minimal baik untuk sanksi 23
Ibid, hlm. 125.
210
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
(selanjutnya disebut KUHPerdata) diatur kedua belah pihak, dan menurut keadaan.
dalam Pasal 1365 yang unsur-unsurnya Ketentuan paling akhir ini pada umumnya
adalah 24 (1) adanya suatu perbuatan; (2) berlaku dalam hal menilaikan kerugian,
perbuatan tersebut melawan hukum; (3) yang diterbitkan dari sesuatu kejahatan
adanya kesalahan dari pihak pelaku; (4) terhadap pribadi seseorang.”
adanya kerugian bagi korban; (5) adanya Ganti rugi menurut Munir Fuady
hubungan kausal antara perbuatan dan terbagi menjadi 3 yaitu:25
kerugian. Jika salah satu unsur tidak 1. Ganti rugi nominal yang diberikan
terpenuhi maka bukan merupakan jika adanya perbuatan melawan
bagian perbuatan melawan hukum. hukum yang serius, seperti
Anak yang menjadi korban kekerasan perbuatan yang mengandung
dalam rumah tangga tentunya tidak bisa unsur kesengajaan, tetapi tidak
mengajukan gugatan ganti rugi sendiri menimbulkan kerugian yang
dan karena pelaku adalah orang tuanya, nyata bagi korban, maka kepada
maka yang mengajukan gugatan adalah korban dapat diberikan sejumlah
orang tua yang lain jika pelaku hanya uang tertentu sesuai dengan
salah satu saja misalnya pihak ayah rasa keadilan tanpa menghitung
atau pihak ibu. Jika pelaku kekerasan berapa sebenarnya kerugian
dalam rumah tangga ini adalah kedua tersebut;
orang tuanya, gugatan bisa diajukan 2. G a n t i r u g i k o m p e n s a s i
oleh keluarga anak dalam garis lurus ke yang merupakan ganti rugi
atas atau saudara kandung yang sudah pembayaran kepada korban
dewasa atau pejabat yang berwenang sebesar kerugian yang benar-
dengan adanya putusan dari Pengadilan. benar telah dialami oleh pihak
Dasar adanya ganti rugi dalam korban dari suatu perbuatan
hal anak sebagai korban kekerasan melawan hukum;
dalam rumah tangga adalah Pasal 1371 3. G a n t i r u g i p e n g h u k u m a n
KUHPerdata yang menyebabkan anak merupakan suatu ganti rugi
mengalami luka atau cacat. Pasal ini dalam jumlah besar yang
menentukan bahwa, “menyebabkan luka melebihi dari jumlah kerugian
atau cacatnya sesuatu anggota badan yang sebenarnya. Ganti rugi
dengan sengaja atau karena kurang hati- penghukuman ini layak
hati memberikan hak kepada korban diterapkan terhadap kasus-
untuk menuntut penggantian biaya-biaya kasus kesengajaan yang berat
penyembuhan, dan penggantian kerugian dan sadis, misalnya diterapkan
yang disebabkan oleh luka atau cacat terhadap penganiayaan berat
tersebut. Penggantian kerugian ini dinilai at a s s e s e o r a n g t a np a r a s a
menurut kedudukan dan kemampuan perikemanusiaan.
Munir Fuady, 2013, Perbuatan Melawan Hukum
24
211
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
Pada anak korban kekerasan dalam anak diatur dalam Undang-Undang Hak
rumah tangga bisa mengajukan ganti rugi Asasi Manusia yaitu Pasal 52 ayat (1)
yang berbentuk ganti rugi penghukuman yang menentukan bahwa setiap anak
yang merupakan ganti rugi dalam jumlah berhak atas perlindungan oleh orang tua,
besar yang melebihi dari jumlah kerugian keluarga, masyarakat, dan negara.
yang sebenarnya, hal ini dikarenakan Pemerintah Indonesia memberikan
adanya kerugian immaterial dalam diri perlindungan pada anak secara khusus
korban yang tidak dapat dilihat secara d e n g a n a d a ny a Un d a n g - Un d a n g
nyata tetapi hanya dirasakan oleh korban Perlindungan Anak, meskipun sebenarnya
sendiri sehingga sifatnya sangat subyektif. dalam Undang-Undang Perlindungan
Contoh kerugian immaterial ini adalah Anak tidak secara spesifik menyebutkan
sulitnya memulihkan korban pada tentang anak korban kekerasan dalam
keadaan semula seperti memperbaiki rumah tangga, namun jika dilihat dari
mental korban dan menghilangkan penjabaran bentuk-bentuk kekerasannya
rasa trauma pada diri korban sehingga tampak adanya perlindungan bagi anak
membutuhkan biaya yang tidak sedikit korban kekerasan dalam rumah tangga.
jumlahnya. Jika dikabulkannya gugatan Pengaturan perlindungan khusus pada
ganti rugi penghukuman ini diharapkan anak korban kekerasan dalam rumah
bisa memberi efek jera pada pelaku agar tangga ini terbagi dalam dua upaya,
tidak mengulangi perbuatannya lagi dan yaitu upaya preventif yang bertujuan
masyarakat umum yang mengetahuinya untuk mencegah bertambahnya anak-
menjadi tidak berani melakukan tindakan anak yang menjadi korban kekerasan
kekerasan, khususnya kekerasan dalam dengan cara melakukan penyebaran
rumah tangga. dan sosialisasi ketentuan peraturan
p er undang-undangan. S edangkan
C. Penutup upaya represif dilakukan dengan tujuan
1. Simpulan untuk membantu dan mendampingi
anak korban kekerasan antara lain
Bentuk kekerasan dalam rumah
dengan melakukan tindakan rehabilitasi,
tangga yang diatur dalam Undang-
pendampingan psikososial, pemantauan,
Undang Penghapusan Kekerasan Dalam
pelaporan, dan pemberian sanksi pada
Rumah Tangga ada empat macam,
pelaku kekerasan.
yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual, dan penelantaran Adanya pengaturan dan pengenaan
rumah tangga. Anak yang menjadi sanksi pidana pada pelaku tujuannya
korban kekerasan dalam rumah tangga adalah agar ada efek jera pada pelaku
berarti mengalami pelanggaran hak- sehingga tidak mengulangi perbuatannya
hak yang seharusnya bisa dinikmati kembali, namun sayangnya pengaturan
oleh anak tersebut. Hak anak sudah s an k s i p a d a Und ang - Und ang
diatur dalam Pasal 28B ayat (2) Undang- Perlindungan Anak menganut sistem
Undang Dasar 1945. Secara spesifik hak alternatif dan sistem kumulatif yang
212
Volume 33, Nomor 2 Dian Ety Mayasari
Desember 2017 Tinjauan Normatif Tentang...
tampak dari adanya kalimat dan/atau yang diartikan secara luas tidak hanya
dalam pengaturan sanksi pidananya, terbatas melanggar pada undang-undang
sehingga Hakim mempunyai pilihan saja tetapi melanggar kesusilaan dan
untuk menggunakan sistem alternatif atau ketertiban umum. Terpenuhinya unsur-
sistem kumulatif pada saat menjatuhkan unsur perbuatan melawan hukum dalam
putusan pidana pada pelaku kekerasan. Pasal 1365 KUHPerdata membuat
Demikian juga batasan sanksi pidana korban yang dalam hal ini karena masih
untuk pelaku kekerasan fisik, kekerasan berusia dibawah umur harus diwakili
psikis, dan penelantaran dalam Undang- oleh walinya, agar dapat mengajukan
Undang Perlindungan Anak hanya gugatan penuntutan ganti rugi pada
diatur batasan secara maksimal tanpa pelaku. Ganti rugi yang diterapkan
ada batasan minimal baik untuk sanksi adalah ganti rugi penghukuman dengan
pidana penjara maupun denda. jumlah besar yang tujuannya agar ada
Namun ketegasan pengaturan dalam efek jera bukan hanya pada pelaku
rangka untuk mencegah bertambahnya tetapi juga kepada masyarakat Indonesia
anak yang menjadi korban kekerasan secara keseluruhan agar tidak melakukan
seksual Pemerintah telah mengesahkan kekerasan pada anak.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2016 tentang Penetapan Peraturan 2. Saran
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Dalam rangka agar anak terhindar
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan dari tindak kekerasan dalam rumah
kedua atas Undang-Undang Nomor tangga maka:
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
a. Pe m e r i nt a h m e l a l u i d i n a s
A n a k Me nj a d i Un d a n g - Un d a n g .
Pendidikan wajib melakukan
Undang-Undang ini memberikan sanksi
sosialisasi Undang-Undang
tambahan berupa kebiri kimia yang
Perlindungan Anak, Undang-
pengawasannya ada pada kementerian
Undang Hak Asasi Manusia,
y a n g m e ny e l e n g g a r a k a n u r u s a n
d a n j u g a Un d a n g - Un d a n g
pemerintahan di bidang hukum, sosial
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
dan kesehatan.
2016 kepada guru dan orang
Sanksi pelaku kekerasan dalam tua anak yang masih kategori
rumah tangga sebenarnya bukan hanya anak usia dibawah 18 tahun
dari aspek pidana saja, tetapi bisa juga yaitu di Sekolah Dasar, Sekolah
dari aspek perdata. Anak yang menjadi Menengah Pertama dan Sekolah
korban kekerasan yang mengalami luka Menengah Atas. Sosialisasi ini
atau cacat maka berdasarkan ketentuan lebih ditekankan pada hak-hak
Pasal 1371 KUHPerdata dapat menuntut anak yang dilindungi dan sanksi
ganti rugi, selain itu mengacu pada bagi yang melanggar;
ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata
tentang perbuatan melawan hukum
213
Volume 33, Nomor 2
Desember 2017
214