Anda di halaman 1dari 16

KEKERASAN TERHADAP ANAK

DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH


Disusun untuk memenuhi tugas Advokasi dan ADR
Dosen Pengampu :
AHMADI ABDUS SHOMAD FAIZ N., SHI, MH

Oleh :
1. Erlinda Adisa Rahmatika (126103212134)
2. Yogi Dwi Ariyanti (126103212231)
3. Zahrotun Ni’mah (126103212233)

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
APRIL 2024
A. Latar Belakang

Setiap pasangan yang sudah menikah pasti menginginkan keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Keluarga dengan penuh cinta kasih, damai dan tentram untuk
menciptakan generasi penerus yang berkualitas, berkarakter kuat sehingga terjadi
pelaku-pelaku kehidupan dalam masyarakat yang mengarah kepada kesejahteraan
bangsa. Tujuan disetiap lembaga perkawinan sendiri dimuat dalam penjelasan umum
UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa Tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan
melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu
dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.1

Akan tetapi, fakta dilapangan masih banyak keluarga yang jauh dari harmonis,
banyak kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi baik itu istri, suami,
atau bahkan anak yang menjadi korban, meskipun hal itu sangat dikecam baik dalam
agama maupun perundang-undangan. Kekerasan sendiri merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang merasa
kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah (yang di pandang
berada dalam keadaan lemah) bersaranakan kekuatannya baik fisik atau non fisik yang
superior dengan kesenjangan untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang mengalami
obyek kekerasan.

Anak adalah anugrah dan karunia tuhan, mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam suatu keluarga,
karena itu setiap anak berhak atas kelansungan hidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan pelakuan salah,
penelantaran dan eksploitasi serta memperoleh hak sipil dan kebebasan. Kekerasan
terhadap anak di Indonesia tidak pernah berhenti justru semakin kerap terjadi seiring
dengan jalannya waktu. Padahal seharusnya anak–anak mendapatkan kasih sayang
dengan penuh kelembutan dan pendidikasan sepantasnya.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


(KemenPPPA) mencatat, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak
1
Prof Dr. A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I Politik dan Hukum, (Jakarta: SINAR Grafika, 1995), hal.
188
di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Itu terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023.
Dari 9.645 kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak tersebut, korban anak
perempuan mencapai 8.615 kasus. Sementara jumlah korban anak laki-laki sebanyak
1.832 kasus. Jika diperinci berdasarkan jenisnya, kasus kekerasan seksual terhadap anak
menduduki peringkat pertama dengan 4.280 kasus. Lalu diikuti kekerasan fisik 3.152
kasus dan kekerasan psikis 3.053 kasus. Artinya, anak rentan menjadi korban kekerasan
justru di lingkungan rumah. Yang pelaku kekerasan mengenal anak-anak tersebut
dengan sangat dekat, hampir sebagian besar adalah orang terdekat korban, misalnya
misalnya suami terhadap istri, orang tua terhadap anak, kakak terhadap adik, dan
majikan.

Dengan data fakta ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak (KemenPPPA) menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia gencar melengkapi
berbagai instrument regulasi dan layanan terkait pencegahan serta penanganan tindak
kekerasan terhadap anak. Kekerasan pada anak tidak dapat ditolerir, sebab secara
konstitusional, dalam Pasal 28 Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
telah menetapkan bahwa anak adalah subyek dan warga negara yang berhak atas
perlindungan dari serangan orang lain. Selanjutnya dalam Pasal 28B ayat (2) Undang–
Undang Dasar 1945, dijelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup
(rights to life and survival), tumbuh, dan berkembang (rights to development), serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi.

Maka dari itu, KemenPPPA berupaya mencari solusi untuk menanggulangi masalah
tersebut. Adapun beberapa strategi dari solusi tersebut diantaranya sbb; Penyediaan
kebijakan, pelaksanaan peraturan, dan penegakan hukum. Penguatan norma dan nilai-
nilai sosial anti kekerasan. Penciptaan lingkungan yang aman. Meningkatkan kualitas
pengasuhan dan ketersediaan dukungan bagi orang tua dan pengasuh. Pemberdayaan
ekonomi keluarga rentan. Ketersediaan dan akses ke layanan terintegrasi. Pendidikan
kecakapan hidup, bagi ketahanan diri anak.

Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam


rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan.2 Bentuk kekerasan terhadap anak yang terus terjadi di Kabupaten
Tulungagung menyebabkan ketidakbebasan anak dalam mendapatkan hak-hak nya,
sehingga pemerintah Kabupaten Tulungagung mengeluarkan Peraturan daerah Nomor
23 tahun 2017 tentang sistem penyelenggaraan perlindungan anak, untuk solisi dari
masalah tersebut.

Sedangkan dalam sudut pandang fiqih siyasah Al-Mawardi mengatakan bahwa


imamah diletakkan untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengatur
urusan dunia. Al-Mawardi mengatakan bahwa syara’ datang dengan memasrahkan
urusan-urusan kepada seorang pemimipin dalam agama. Allah SWT berfirman, dalam
Al-Qur’an Q.S. An-Nisa ( 4 ) : 59. Kajian fiqih siyasah sendiri mengusahakan atas
segala sesuatu kebutuhan masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat dan pada giliran
mengarahkan kehidupan masyarakat sesuai dengan prinsip- prinsip syari‟ah yang umum
atau dalil-dalil yang kulliy. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa kekerasan
terhadap anak, merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum atau syariat Islam,
hukum Islam yang sebagian besarnya bersumber dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi,
dilihat dari konteks praktik jahiliyyah, merupakan suatu revolusi, karena AlQur’an
sebagai salah satu sumber hukum Islam sangat meningkatkan status sosial manusia dan
meletakan norma-norma yang jelas.

Permasalahan terkait kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang ada
kabupaten Tulungagung yaitu masih adanya berbagai bentuk kekerasan anak
sebagaimana yang telah dimuat dalam berita di polri.go.id. Menyikapi masalah yang di
uraikan di atas sudah seharusnya yang memiliki stakeholder di instansi dinas pengadilan
penduduk, keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Kabupaten Tulungagung lebih memberikan perhatian lebih terkait dengan kasus
kekerasan anak seperti pembinaan, pembimbingan, dan perlindungan anak di Kabupaten
Tulungagung. Maka dari itu untuk mengatasi atas permasalahan yang ada, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui serta menganalisis mengenai Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Fiqih Siyasah.

2
Purnianti, Apa dan Bagaimana Kekerasan dalam Keluarga, (Jakarta: Kongres Wanita Indonesia
(KOWANI), 2000), hlm. 2.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku korban
kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung ?
2. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku korban
kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung menurut fiqih siyasah ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku korban
kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung
2. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku korban
kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung menurut fiqih siyasah

D. KAJIAN TERDAHULU
Nama Universitas Judul Perbedaan Persamaan
Lia Yuliana Universitas Islam Kekerasan Berfokus pada Implementasi
Negeri Syarif Rumah Tangga identitas korban kekerasan rumah
Hidayatullah Terhadap Anak dan pelaku tangga terhadap
Jakarta Dalam anak
Perspektif Islam
Muhtar Universitas Perlindungan Berisi kekerasan Pengimplementasian
Hasanudin Hukum secara terkait hukum dan
Makassar Terhadap Anak menyeluruh, baik kendala yang sama
Selaku Korban kekerasan
Kekerasan terhadap anak
Dalam Rumah maupun
Tangga kekerasan
terhadap orang
dewasa
Yusnita IAIN Bengkulu Dampak Penelitian berada Menggunakan
Kekerasan dilokasi yang metode penelitian
Dalam Rumah berbeda. Berada yang sama
Tangga di Kabupaten
Terhadap Anak Empat Lawang
E. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau
kaitan antara konsep dan variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang
akan dilakukan. Maka dari itu, dalam penelitian ini ada beberapa konsep yang akan
dipaparkan sebagai acuan dalam permasalahan. Konsep tersebut antara lain;
1. Faktor dari kekerasan terhadap anak
Ada beberapa faktor pendorong terjadinya kekerasan terhadap anak. Faktor
tersebut antara lain3;
1) Anak yang berpotensi menjadi korban, yaitu anak nakal, bandel, tidak bisa diam,
tidak menurut, cengeng, pemalas, penakut. Anak-anak seperti inilah yang sangat
rentan oleh kekerasan fisik dan psikis. Karena ada faktor bawaan seperti anak
tersebut memang hiperaktif, selain itu ada faktor dari ketidaktahuan orangtua,
maupun guru sebagai pendidik anak-anak
2) Anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan disebabkan
oleh beberapa hal yaitu meniru atau mengimitasi dari orangtua, teman, siaran
televisi, video game, film. Selain itu, pernah mengalami sebagai korban bullying
dari sesama anak, korban kekerasan dari anak dewasa, dan adanya tekanan dari
kelompok. Sedangkan untuk orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku, Arist
menggolongkan menjadi dua yakni pelaku kekerasan fisik psikis dan pelaku
kekerasan seksual. Dalam golongan pelaku kekerasan fisik maupun psikis,
biasanya disebabkan oleh faktor kepribadian. Contohnya otoriter, kaku, kasar,
agresif. Selain itu, bisa disebabkan adanya tekanan pekerjaa, ekonomi, masalah
keluarga dan lain-lain. Dalam golongan pelaku kekerasan seksual, penyebabnya
terdiri dari faktor pengaruh pergaulan teman, kelainan biologis, problem seksual
dalam diri atau dalam keluarga, dan pengaruh akses pornografi maupun miras.
3) Adanya peluang kekerasan tanpa pengawasan atau perlindungan. Biasanya, hal
tersebut sering dialami oleh anak-anak yang tinggal dengan pembantu, ayah atau
ibu diri, maupun paman atau saudaranya. Peluang terjadinya kekerasan fisik,
psikis maupun seksual ada banyak sekali penyebabnya, karena memang tidak ada
pengajaran potensi bahaya, anak dibiarkan bermain dengan orang dewasa tanpa
3
Achmad Juntika Nurihsan, Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja,(Bandung:PT Repika Aditama,
2011),Hlm,40
diawasi sehingga mereka dengan bebas bisa dipeluk, dipangku oleh siapa saja dan
lain-lain.
4) Adanya pencetus dari korban dan pelaku. Contohnya, adanya pencetus dari
korban, biasanya anak-anak rewel, aktifitas mereka berlebihan, tidak menurut
perintah, merusak barang-barang. Perilaku tersebut umunya mencetuskan
kekerasan fisik dan psikis. Kalau ciri-ciri anak ke toilet sendiri, berpakaian seksi,
sering dipeluk dan dipangku, dapat mencetuskan kekerasan seksual. Sedangkan
terkait pencetus yang berasal dari pelaku, untuk kekerasan fisik dan psikis
biasanya disebabkan oleh kondisi dalam keadaan tertekan, ekonomi, masalah
rumah tangga. Lanjutnya, pencetus kekerasan seksual dikarenakan adanya
rangsangan oleh pornografi maupun pengaruh minuman keras dan dorongan
seksual yang tak tersalurkan.
2. Hukum Islam
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, berfungsi sebagai hudan (petunjuk)
bagi seluruh umat manusia untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat,
bagi orang-orang mukmin yang mengikuti petunjuknya dengan beramal saleh, akan
mendapatkan imbalan yang besar dari Allah (QS. al-Isra’/17: 9). Di antara petunjuk
yang dijelaskan oleh al-Qur’an dalam upaya menciptakan keamanan dan keselamatan
hidup di dunia adalah aturan-aturan berupa sanksi atau hukuman bagi pelaku
kejahatan.
Islam meletakkan dasar-dasar asasi dalam kehidupan umat manusia yang wajib
dilindungi hak-haknya oleh siapapun. Jika dasar-dasar asasi tersebut dilanggar, maka
pelakunya mendapat sanksi. Adapun asas-asas dalam kehidupan umat manusia harus
dijaga, adalah: jiwa atau harga diri, akal, harta, nasab, dan agama. Atas dasar ini, jika
jiwa seseorang terancam, maka ia dibenarkan membela diri, sungguhpun dalam
pembelaannya mencelakai pelaku kejahatan.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Pada pasal 28 B (2) yang berisi "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. Menurut saya ini adalah perlindungan HAM yang paling sering di
langgar oleh masyarakat. Karena masih banyaknya orang yang melakukan
pembunuhan, kekerasan, dan tidak menghargai pendapat orang lain/tidak adil
terhadap seseorang.
Setiap anak sejak lahir memiliki hak untuk hidup,tumbuh, berkembang dan
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jadi, sejak lahir anak
tersebut harus di asuh dan diperlakukan selayaknya manusia. tidak boleh ada yang
melakukan kekerasan atau pun diskriminasi, walaupun hal tersebut dilakukan oleh
keluarganya sendiri. Jika terjadi kekerasan atau diskriminasi atas anak tersebut oleh
keluarga sendiri, apalagi orang lain, maka orang yang melakukan kekerasaan atas
anak tersebut harus menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku di negara
Indonesia. Kekerasan terhadap anak merupakan bagian dari bentuk kejahatan manusia
yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Selain itu, pemerintah diharap
lebih ketat lagi untuk mengawasi HAM tentang perlindungan anak. Anak yang tidak
bersalah bisa menjadi korban orang tua. Orang tua juga harus menyayangi anaknya
dari kecil dan mendidiknya, agar tidak ada lagi kekerasan pada anak. Pemerintah juga
bisa memberi tambahan sanksi kepada tersangka kekerasan atau pembunuhan
terhadap anak. Agar berkurangnya kekerasan pada anak.
BERIKUT JERAT HUKUM BAGI PELAKU KEKERASAN TERHADAP
ANAK :
1) Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35
Tahun 2014 tentang perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
2) Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014
"Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak."
3) Pasal 80 (1) UU No. 35 Tahun 2014
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)."
Selain itu, apabila mengakibatkan luka berat maka pelaku dapat diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta ruapiah)
4) Pasal 80 (2) UU No. 35 Tahun 2014
"Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)"4

F. TEORI YANG RELEVAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH


Beberapa teori yang relevan terkait kekerasan terhadap anak dalam perspektif fiqih
siyasah antara lain:
1. Konsep Hifz al-Nasl (Perlindungan Generasi)
Konsep ini menekankan pentingnya melindungi generasi muda, termasuk anak-
anak, dari segala bentuk kekerasan dan perlakuan yang merugikan. Dalam perspektif
fiqih siyasah, perlindungan terhadap anak dianggap sebagai kewajiban sosial dan
moral.
2. Prinsip Keadilan dan Kesetaraan
Prinsip keadilan dan kesetaraan dalam Islam sangat relevan dalam konteks
kekerasan terhadap anak. Fiqih siyasah menekankan pentingnya memperlakukan anak
dengan adil dan setara, tanpa melakukan tindakan kekerasan atau diskriminasi
terhadap mereka.
3. Konsep Amal Ma’ruf dan Nahy Munkar (Mendorong Perbuatan Baik dan Mencegah
Perbuatan Jahat)
Dalam perspektif fiqih siyasah, upaya untuk mencegah kekerasan terhadap anak
termasuk dalam kategori amal ma’ruf dan nahy munkar. Hal ini menunjukkan
pentingnya memberikan perlindungan dan keamanan kepada anak-anak agar mereka
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

4. Prinsip Kepemimpinan Adil


Dalam fiqih siyasah, kepemimpinan yang adil memiliki peran penting dalam
menangani masalah kekerasan terhadap anak. Pemimpin yang adil diharapkan mampu
memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang berkeadilan bagi anak-anak
yang menjadi korban kekerasan.

4
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Dengan memperhatikan teori-teori tersebut dalam perspektif fiqih siyasah, penelitian
mengenai kekerasan terhadap anak dapat lebih mendalam dan memberikan pemahaman
yang komprehensif terhadap isu tersebut.

G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris, istilah lain yang
dipakai untuk penelitian ini adalah penelitian indoktriner atau hukum sosiologi dan
dapat juga disebut dengan penelitian lapangan5

2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik deskriptif
untuk menjelaskan dan melihat fenomena kekerasan yang terjadi pada anak di lokasi
penelitian.6 Sasaran dari penelitian ini adalah di Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur yang cukup banyak kasus terkait tindakan kekerasan terhadap anak.

3. Sumber Data
Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut:
a. Data primer
Data yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan. Data primer pada
penelitian ini terdiri dari observasi dan wawancara. Penelitian akan melakukan
observasi kelapangan dan melakukan wawancara kepada informan penelitian.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh melalui pengumpulan atau pengelolahan data yang
bersifat studi dokumentasi (analis dokumentasi) beruba penelaahnya terhadap
dokumen pribadi, resmi kelembagaan, referensi-referensi atau peraturan (literatur
laporan, tulisan dan lain-lain) yang memiliki relevasi dengan objek penelitian.7

4. Teknik Pengumpulan Data

5
Margono, Metode penelitian pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.51.
6
Sugiyono, Metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif , ( Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 246.
7
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif), hlm. 252.
a. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan ini dilakukan dengan wawancara langsung ke instansi
atau pihak-pihak yang terkait dilokasi penelitian dengan melakukan observasi
kasus dan wawancara untuk mengumpulkan data.
b. Studi Dokumen
Pengumpulan data pustaka diperoleh dari berbagai data yang berhubungan
dengan hal-hal yang diteliti, beberapa buku, literatur, dokumen-dokumen penting
maupun dari peraturan perundangundangan yang berlaku.

5. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses dimana peneliti harus membaca data
yang telah terkumpul dan peneliti menentukan analisis yang bagaimana yang
diterapkan. Setelah data yang diperlukan terkumpul, penulis melakukan analisis
secara sistematis terhadap pandangan dan pernyataan yang tertuang dalam data
tersebut yang berkaitan dengan obyek penelitian ini. Langkah yang penulis lakukan
dalam penulisan ini adalah dengan mulai memaparkan hal yang melatarbelakangi
kekerasan terhadap anak. Kemudian diolah menjadi suatu pembahasan untuk
menjawab persoalan yang ada dengan didukung oleh data lapangan dan teori.

H. RENCANA PEMBAHASAN
Dalam penyusunan penulisan penelitian ini, penulis membagi lima bagian
sistematis yang terdiri dari;
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini penulis membahas tentang pengertian, unsur-unsur dan bentuk-bentuk,
faktor, serta implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku korban kekerasan
dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, dan analisis data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan yang ada dalam bab ini yaitu penulis menyajikan hasil temuan yang
meliputi pemaparan mengenai implementasi perlindungan hukum terhadap anak selaku
korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Tulungagung
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.
Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai kesimpulan dan saran terkait
permasalahan yang ada.

I. PELAKSANAAN
Pelaksanaan terkait kekerasan terhadap anak dalam perspektif fiqih siyasah dapat
dilakukan melalui beberapa langkah atau strategi, antara lain:
1. Penegakan Hukum yang Adil
Salah satu langkah penting dalam perspektif fiqih siyasah adalah penegakan
hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Pemerintah dan lembaga
hukum diharapkan memberikan perlindungan dan keadilan bagi anak-anak yang
menjadi korban kekerasan.
2. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga merupakan faktor penting dalam
mencegah kekerasan terhadap anak. Dalam perspektif fiqih siyasah, upaya untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak anak dan bahaya kekerasan
perlu ditingkatkan.
3. Pembentukan Kebijakan Perlindungan Anak
Pemerintah dan lembaga terkait perlu membentuk kebijakan perlindungan anak
yang komprehensif dan efektif. Kebijakan tersebut harus mencakup upaya
pencegahan, penanganan kasus kekerasan, pemulihan korban, dan penegakan hukum
terhadap pelaku kekerasan.
4. Penguatan Institusi Keluarga
Keluarga memiliki peran sentral dalam perlindungan anak dari kekerasan. Dalam
perspektif fiqih siyasah, penguatan institusi keluarga melalui pendidikan agama,
pembinaan keluarga, dan dukungan sosial dapat membantu mencegah kekerasan
terhadap anak.
5. Kolaborasi antara Pemerintah dan Lembaga Masyarakat
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga masyarakat, dan organisasi non-
pemerintah juga diperlukan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak. Kerjasama lintas sektor ini dapat memperkuat upaya perlindungan anak
secara holistik.
Dengan melaksanakan langkah-langkah tersebut dalam perspektif fiqih siyasah,
diharapkan dapat meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan anak-anak serta
mengurangi kasus kekerasan terhadap mereka.

J. INSTANSI TERLIBAT
Dalam perspektif fiqih siyasah, beberapa instansi yang terlibat dalam penanganan
kekerasan terhadap anak meliputi:
1. Pemerintah
Pemerintah memiliki peran utama dalam menegakkan hukum dan kebijakan
perlindungan anak. Instansi pemerintah seperti Kementerian Sosial, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
serta lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan turut bertanggung
jawab dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak
2. Lembaga Perlindungan Anak
Lembaga perlindungan anak seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) juga memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak anak dan menangani
kasus kekerasan terhadap anak. Mereka melakukan pemantauan, advokasi, dan
memberikan bantuan kepada korban kekerasan.
3. Lembaga Pendidikan dan Agama
Lembaga pendidikan dan agama juga berperan dalam pencegahan kekerasan
terhadap anak. Mereka dapat memberikan edukasi, pembinaan moral, dan nilai-nilai
agama yang mendorong perlindungan anak.
4. Organisasi Non-Pemerintah
Organisasi non-pemerintah yang fokus pada isu perlindungan anak juga turut
berperan dalam penanganan kekerasan terhadap anak. Mereka menyediakan layanan
konseling, rehabilitasi korban, advokasi hak-hak anak, serta melakukan kampanye
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
5. Keluarga dan Masyarakat
Keluarga dan masyarakat juga memiliki peran penting dalam melindungi anak
dari kekerasan. Dalam perspektif fiqih siyasah, keluarga dianggap sebagai institusi
pertama yang bertanggung jawab atas perlindungan anak. Masyarakat juga dapat
membantu dengan memberikan dukungan sosial, melaporkan kasus kekerasan, dan
menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.
Dengan keterlibatan berbagai instansi tersebut dalam penanganan kekerasan terhadap
anak, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang aman dan perlindungan yang optimal
bagi anak-anak sesuai dengan prinsip-prinsip fiqih siyasah.
DAFTAR PUSTAKA

Farid, Zainal Abidin. 1995. Hukum Pidana I Politik dan Hukum. Jakarta: SINAR Grafika
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).
Margono. 2009. Metode penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurihsan, Achmad Juntika. 2011. Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: PT
Repika Aditama
Purnianti. 2000. Apa dan Bagaimana Kekerasan dalam Keluarga. Jakarta: Kongres Wanita
Indonesia (KOWANI)
Sugiyono. 2011. Metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif . Bandung: Alfabeta
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Anda mungkin juga menyukai