Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Judul : Perlindungan Hak Anak Melalui KPAI dan Relevansinya Dengan HAM

Dosen Pengampu :
Endri, S.H., M.H
Kelompok 3 :
Wanda Hafisya 2105040003
Siti Fatimah 2105040004
Syafka Riska Wulandari 2105040005
Yosua Parulian Pardede 2105040007
Melpa Citra Bestari Sinaga 2105040008
Dini Oktavia Putri 2105040009
Arini Br Hutabarat 2105040010
Firdaus 2105040031
Rizky Dharma Putra 2105040033
Sumiati 2105040035

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan
satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-
cita bangsa. Anak berdasarkan definisi dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun
2014 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa “Anak adalah seorang yang belum
berusia 18 tahun dan bahkan masih dalam kandungan”. Penjelasan selanjutnya dalam
Undang-Undang N0 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menjelaskan
bahwa “Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Peran seorang anak sebagai
satu-satunya penerus bangsa telah menunjukkan bahwa hak-hak anak yang ada di Indonesia
telah secara tegas dinyatakan dalam konstitusi. Hak anak yang dimaksud adalah suatu
kehendak yang dimiliki oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan (macht) dan yang
diberikan oleh sistem hukum/tertib hukum kepada anak yang bersangkutan. Salah satu hak
anak tersebut tercantum dalam pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, dimana dalam Undang-Undang tersebut
menjelaskan bahwa “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa
kandungan maupun sesudah dilahirkan”. Selanjutnya dalam ayat (4) berbunyi bahwa “Anak
berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar”. Demi terwujudnya hak-hak
anak tersebut sudah seharusnya upaya perlindungan anak dimulai sedini mungkin, agar kelak
dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan bangsa dan negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak serta apa dampak yang
ditimbulkan dari hal tersebut ?
2. Bagaimana peran KPAI dalam penyelenggaraan perlindungan pada Hak Anak ?
3. Bagaimana relevansi antara KPAI dengan HAM ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk- bentuk dan Dampak Kekerasan terhadap Anak

1. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak


Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya bukan hanya berupa kekerasan fisik
saja, seperti penganiayaan, pembunuhan maupun pemerkosaan, melainkan juga
kekerasan nonfisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Pembuat
UU, melalui perundangundangan (hukum positif), seperti Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), UU Perlindungan Anak, dan UU Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (UU KDRT), meski tidak menyebutkan secara khusus ruang lingkup kekerasan
terhadap anak, telah menetapkan beberapa bentuk kekerasan terhadap anak sebagai
tindak pidana, yaitu: mencakup kekerasan fisik, psikis,dan seksual.1
Dalam bentuk pelecehan seksual dapat berupa pencabulan, atau perkosaan,
trafficking atau perdagangan anak, pembunuhan, pembacokan atau pemukulan. Dari
peristiwa tersebut dapat diketahui pelaku tindak kekerasan terhadap anak bukan saja
orang yang tidak dikenal korban, akan tetapi juga pelaku yang dikenal korban dan
mempunyai hubungan darah dengan korban, atau dengan kata lain pelaku merupakan
salah satu anggota keluarga korban sendiri.
Tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak dapat terwujud
setidaknya dalam empat bentuk.
1) Kekerasan Fisik. Bentuk ini paling mudah dikenali. Terkategorisasi sebagai
kekerasan jenis ini adalah; menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik,
mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan
sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik
korban seperti: luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang
kondisinya lebih berat.2

1
Dwi Puji Lestari. “Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dalam Perlindungan Korban
Kekerasan Anak” jurnal perempuan dan anak, Vol. 2, No. 1, 2018, PP. 317-338.
2
Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Ariadi, Krisis & Child Abuse, Surabaya: Airlangga University, 2002,
hlm.114.
2) Kekerasan Psikis. Kekerasan jenis ini, tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat
yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang
lain. kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan
nyaman, menurunkan harga diri serta martabat korban. Wujud konkret kekerasan atau
pelanggaran jenis ini adalah: penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan
kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum,
melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya.3
3) Kekerasan Seksual. Segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau
mengancam untuk melakukan hubungan seksual (sexual intercource), melakukan
penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang, termasuk mereka yang
tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan hubungan seksualitas. Segala
perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak baik di
sekolah, di dalam keluarga, maupun di lingkungan sekitar tempat tinggal anak juga
termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak jenis ini.
Kasus pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru, orang lain bahkan
orangtua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan berbagai media massa
merupakan contoh konkret kekerasan bentuk ini.
4) Kekerasan Ekonomi. Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi di lingkungan
keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan
pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah
belanja bulanan merupakan contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak-
anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orangtua memaksa anak yang masih
berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga,
sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak dan lain-lain
kian merebak terutama di perkotaan.4

3
Ibid, hlm. 115
4
Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Ariadi, Krisis & Child Abuse, Surabaya: Airlangga University, 2002,
hlm. 115.
Menurut komnas perlindungan anak menyebutkan pemicu kekerasan terhadap
anak dilatar belakangi oleh:
1) Kekerasan dalam rumah tangga yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang
melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara lainnya.
2) Disfungsi keluarga yaitu peran orangtua yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
3) Faktor ekonomi yaitu kekerasan timbul karena ekonomi. Tertekannya kondisi
keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi merupakan faktor yang banyak terjadi.
4) Pandangan keliru terhadap posisi anak dalam keluarga yaitu kondisi perekonomian
keluarga yang sulit membuat tingginya tingkat stres dimana anak menjadi
pelampiasan atau dengan membiarkan anak dan tidak memenuhi kebutuhannya
5) Latar belakang keluarga yaitu kekerasan yang dilakukan bertujuan agar anak
menghormati orangtua dan melakukan seluruh perkataan yang dikatakan orangtua.5

2. Dampak kekerasan terhadap anak


Dampak kekersan pada anak yang dilakukan secara terus-menerus oleh orangtua
terhadap anak-anaknya, sudah pasti menyebabkan anak-anak menderita gangguan
psikologis yang serius. Patut diketahui bahwa anak-anak akan merekam di dalam bawah
sadar mereka semua tindakan kekerasan yang pernah mereka alami. Konsekuensinya,
perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut akan dibawa sampai kepada masa dewasa
bahkan terus-menerus sepanjang hidup mereka.

B. Peran KPAI dalam Penyelenggaraan Perlindungan pada Hak Anak


Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak itu merupakan salah satu
tugas fungsinya bahwa KPAI melaporkan apabila ada dugaan terjadinya pelanggaran.6

KPAI bekerjasama dengan pihak kepolisian dan apabila di KPAI tidak dapat
menyelesaikan secara mediasi, tidak ada jalan keluarnya dan yang bersengketa mau melanjutkan

5
Dwi Puji Lestari. “Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dalam Perlindungan Korban
Kekerasan Anak” jurnal perempuan dan anak, Vol. 2, No. 1, 2018, PP. 317-338.
6
Ibid.
kejalur hukum maka KPAI langsung menindaklanjuti ke P2TP2A karena P2TP2A yang bisa
mendampingi korban, sebab komisioner di KPAI tidak bisa mendampingi korban akan tetapi
apabila tidak ditindaklanjuti ke P2TP2A bisa langsung ke kepolisian setelah itu KPAI meminta
laporan perkembangan kasusnya sampai sejauh mana kasus tersebut ditangani oleh pihak
kepolisian dan apabila diselesaikan di Pengadilan KPAI bisa secara langsung memantau apakah
hak-hak anak terpenuhi atau tidaknya karena anak disini tidak boleh dilanggar haknya, karena
anak merupakan korban, korban dari keadaan, dari televisi, media dan lain-lain yang pada
akhirnya anak melakukan berbagai kekerasan baik dia sebagai pelaku maupun sebagai korban.
Lembaga KPAI melindungi keduanya karena KPAI tidak membedakan antara pelaku dan korban
yang terpenting disini ialah ia seorang anak baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan.
Dengan demikian di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
sebagaimana dijelaskan pada Pasal 76 bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia mempunyai
tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak,
memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan
Perlindungan Anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak, menerima
dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak,
melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak,
dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini.7Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup,tumbuh,berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,berakhlak mulia dan sejahtra. Mandat KPAI adalah
mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku
kewajiban perlindungan anak senagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 yakni :
“Negara,Pemerintah ,Masyarakat,Keluarga dan Orangtua di semua starata,baik pusat maupun
daerah,dalam ranah domestic maupun public,yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan
perlindungan khusus.8KPAI sebagai lembaga lembaga pengawas diharapkan mampu berperan
optimal dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemenuhan hak anak.Selain itu,KPAI
7
Ibid.
8
Dwi Puji Lestari. “Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dalam Perlindungan Korban
Kekerasan Anak” jurnal perempuan dan anak, Vol. 2, No. 1, 2018, PP. 317-338.
sebagai sebagai komisi independen harus bebas dari intervensi dari berbagai pihak dalam rangka
pemenuhan hak dasar perlindungan secara nasional dan daerah. Terbentuknya KPAI
memperlihatkan suatu realita bahwa pemerintah menaruh perhatian dan berupaya untuk
memberikan perlidungan terhadap anak-anak agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang
merugikan baik secara fisik maupun sosial.9

C. Relevansi KPAI Dengan HAM


Dalam melakukan perlindungan terhadap hak anak,Indonesia telah membentuk
Komisi Perlindungan Anak(KPAI). KPAI sendiri merupakan salah satu dari tiga Institusi
Nasional yang mengawal dan mengawasi implementasi HAM di Indonesia bersama Komnas
HAM dan Komnas Perempuan. Pemerintah Indonesia pun memiliki kewajiban yang cukup
besar dalam melindungi anak dari kekerasan.Perlindungan anak sebagai salah satu jaminan
dari Hak Asasi Manusia merupakan wujud nyata dari perkembangan sebuah negara.Dalam
menata perlindungan anak dari bahaya kekerasan maka diperlukan reformasi penegakan
hukum terhadap ancaman kekerasan anak. Dapat kita lihat salah satunya di dalam Undang-
undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1) menerangkan hak untuk hidup,hak untuk tidak
disiksa ,hak untuk tidak diperbudak,hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun serta berbagai Undang-undang
turunannya.Pemahaman dan pemberian makna terhadap anak dapat dilihat pada pasal 34
Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara”. Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional
yang harus dilindungi,dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahtraan anak. 10.Hak Asasi
Manusia tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang keadlian. Menurut Undang-undang
Perlindungan Anak ,prinsip-prinsip perlindungan anak salah satunya adalah menghargai
pendapat anak. Banyak peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi dalam waktu
bersamaan mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang lainnya. Dinamika pembelaan HAM
akan sangat berpengaruh utamanya bagi ruang lingkup dan pembatasan-pembatasan aspek

9
Sherly Nivinus,Mety Rahmawati. “Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Rindak Pidana Penganiayaan’’ Jurnal Hukum Adigama.
10
Soemitro,Irma Setyowati.1990.Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara.Jakarta,hlm 18.
pencegahan dan perlindungan HAM sesuai mekanisme dan prinsip-prinsip perlindungan
anak. Dalam kasus perlindungan anak,seringkali informasi yang didapatkan sangat terbatas
sehingga akan berdampak pada kejahatan atau pidana yang menimpa anak. Maka dalam hal
ini Koalisi Perlindungan Pembela HAM perlu memiliki kerjasama dengan Lembaga Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan tujuan melindungi pembela hak anak dan anak
pembela HAM. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin,dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua,keluarga,masyarakat,Negara,Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.Tujuannya untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup,tumbuh,bekembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,berakhlak mulia dan sejahtra.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai