Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH KELOMPOK 1

Persepsi masyarakat terhadap implementasi mengenai negara hukum


Tema : Konsep dan Teori Negara Hukum
Dosen Pengampu : Dr. Dewi Haryanti, S.H., M.H

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

Arini Br Hutabarat (2105040010)


Deswita Alfiantri (2105040001)
Dimas Bima Saputra (2105040032)
Dini Oktavia Putri (2105040009)
Firdaus (2105040031)
Melpa Citra Bestari Sinaga (2105040008)
Nispa Octapiani (2105040002)
Pebi Fiyona (2105040034)
Rizky Dharma Putra (2105040033)
Siti Fatimah (2105040004)
Sumiati (2105040035)
Syafka Riska Wulandari (2105040005)
Wanda Hafisya (2105040003)
Yosua Parulian Pardede (2105040007)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik


Program studi : Ilmu Hukum
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2021
Lembar Daftar Anggota

1. Arini Br Hutabarat (2105040010)


2. Deswita Alfiantri (2105040001)
3. Dimas Bima Saputra (2105040032)
4. Dini Oktavia Putri (2105040009)
5. Firdaus (2105040031)
6. Melpa Citra Bestari Sinaga (2105040008)
7. Nispa Octapiani (2105040002)
8. Pebi Fiyona (2105040034)
9. Rizky Dharma Putra (2105040033)
10. Siti Fatimah (2105040004)
11. Sumiati (2105040035)
12. Syafka Riska Wulandari (2105040005)
13. Wanda Hafisya (2105040003)
14. Yosua Parulian Pardede (2105040007)

KETERANGAN PEMBAGIAN TUGAS


1. Tugas mengetik makalah ( pebi fiyona , arini br hutabarat )
2. Tugas kata pengantar ( yoshua parulian p )
3. Tugas latar belakang ( sumiati )
4. Tugas rumusan masalah ( nispa octapiani )
5. Tugas tujuan masalah ( deswita alifiantri )
6. Tugas mencari pembahasan atau isi ( firdaus, rizky dharma putra, dimas bima
saputra, melpa citra b.s, wanda hafisha )
7. Tugas membuat saran dan kesimpulan ( syafka riska, siti fatimah )
8. Tugas membuat ppt ( dini oktavia putri )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmay-Nya kami
dapat menyusun makalah ini sampai dengan selesai. Kami ucapkan juga terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bu Dewi Haryanti yang sudah memberikan kami tugas agar kami lebih
mengetahui mengenai konseep dan teori negara hukum.Tidak lupa kami berterimakasih kepada
teman-teman yang sudah berkontribusi karena sudah meluangkan waktu untuk membuat
makalah ini.
Pada kesempatan kali ini kami mengambil judul “Persepsi Masyarakat terhadap implementasi
mengenai Negara Hukum”.Kami menyadari pada penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna yang disebabkan oleh keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami.Oleh sebab itu
jika terjadi kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

TanjungPinang,19 November 2021

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................2
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN..................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN NEGARA HUKUM.....................................................................3
B.CIRI-CIRI NEGARA HUKUM............................................................................11
C.PRINSIP-PRINSIP NEGARA HUKUM..............................................................12
1.Supremasi Hukum................................................................................................12
2.Persamaandalam hukum.....................................................................................13
3.Asas legalitas.........................................................................................................13
4.Pembahasan kekuasaan.......................................................................................14
5.Organ-organ campuran yang bersifat independen...........................................14
6.Peradilan bebas dan tidak memihak..................................................................14
7.Peradilan tata usaha negara................................................................................15
8.Peradilan tata negara...........................................................................................15
9.Perlindungan hak asasi manusia.........................................................................16
10.Bersifat demokratis............................................................................................16
11.Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara.............................16
12.Transparansi dan kontrol sosial........................................................................17
13.Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.......................................................................17
D.Unsur-unsur negara hukum.................................................................................18
E.Penerapan hukum dalam masyarakat.................................................................18
1.Hukum tertulis......................................................................................................19
2.Hukum tidak tertulis............................................................................................20
ii
BAB 3 PENUTUP
1.Kesimpulan...............................................................................................................22
2.Saran..........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara hukum adalah sebuah teori hukum yang berasal dari kebiasaan atau tradisi hukum
eropa yang dipengaruhi Romawi. Konsep negara hukum harus bersandar pada keyakinan bahwa
kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Negara hukum pada
hakekatnya merupakan negara yang dalam aktifitasnya selau didasarkan pada hukum guna
menjamin dan mewujudkan keadilan bagi warganya.
Negara Indonesia melaksakan konsep negara hukum dan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahnya. Namun,belum semua warga negaranya mengerti maksud dari
negara hukum dan demokrasi. Negara hukum merupakan konsep yang berawal dari istilah
nomokrasi yang berkembang dari pemikira barat. Istilah nomokrasi tersebut berasal dari kata
nomos yang berarti norma, dan cratos yang artinya kekuasaan. Negara hukum merupakan suatu
konsep pemerintahan negara yang didasarkan atas hukum yang dalam
perkembangannya,penerapan paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dengan konsep
Rechtsstaat dan The Rule of Law.
Indonesia adalah termasuk negara hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka.
Berdasarkan teori negara Indonesia telah diakui bahwa tujuan bernegara negara Indonesia yang
dinyatakan dalam alinea ke-4 pembukaan UUD. Rumusan tersebut telah diuraikan bahwa tujuan
negara Indoneia adalah negara kesejahteraan yang mengandung pandangan luas dibandingkan
dengan hukum negara materialisme konsepsi barat. Dalam konsepsi barat denga tujuan yang
dicapai adalah cenderung kesejahteraan materialisme, tetapi dalam versi Indonesia adalah
kesejahteraan dalam ekonomi spiritualisme, keselamatan dan ksejahteraan dalam hidup dan
akhirat. Kedudukan hukum dinegara Indonesia dalam keadaan merupakan salah satu penunjang
yang harus dijalani melalui peran untuk mencapai tujuan negara disamping badan negara
lainnya.
Ide negara hukum telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman yunani kuno.
Plato pada awalnya dalam the republik berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara
ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus dipegang
oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof the philosopher king. Namun dalam
buku nya the statesman plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling
baik kedua the second best yang menempatkan supremasi hukum.
Perkembangan konsep negara hukum sendiri merupakan suatu produk dari sejarah.
Pengertiannya terus berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dari zaman yunani kuno
hingga zaman sekarang dalam suatu negara. Bisa dikatakan konsep negara hukum bersifat
dinamis.
1
Negara Hukum memiliki prinsip dasar yaitu prinsip dasar dari konsep negara hukum ini
adalah tindakan/perlakuan pemerintah harus berdasarkan atas hukum, bukan atas dasar
perseorangan. Artinya hukum lebih menekankan pada penegakan terhadap suatu
pengakuan,kebebasan individual,Hak asasi manusia,dan persamaan. Di dalam konsep dari negara
hukum terdapat dua model secara prinsip yaitu: model Eropa Kontiental dengan intinya rechstaat
dan model dari Anglo Saxon yang memiliki intinya rule of law. Namun Indonesia sendiri
memiliki konsep dari negara hukum dengan karakteristik dari pancasila, karena pancasila adalah
landasan hukum negara indonesia.
konsep hukum (genuine legal concepts) adalah konsep konstruktif dan sistematis yang
digunakan untuk memahami sebuah aturan hukum (misalnya konsep hak, kewajiban, hubungan
hukum, lembaga hukum, perikatan, perkawinan, waris dan jual beli). Menurut Julius Stahl,
konsep Negara Hukum atau rechtsstaat mencakup empat elemen penting, yaitu:

a. Perlindungan hak asasi manusia.


b. Pembagian kekuasaan.
c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
d. Peradilan tata usaha Negara

1.2 Rumusan Masalah


a. Jelaskan pengertian Negara Hukum ?
b. Ciri-ciri Negara Hukum?
c. Prinsip-prinsip negara hukum?
d. Bagaimana penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat?

1.3 Tujuan pembahasan


a. Untuk mengetahui pengertian dari Negara hukum
b. Untuk memahami bagaimana penerapan masyarakat terhadap negara hukum
c. Untuk memahami konsep dan teori negara hukum
2

BAB II
PEMBAHASAN

 Peta Konsep Negara Hukum

A. Pengertian Negara Hukum

Indonesia adalah negara hukum yang konsepnya sesuai dengan Pancasila, yang
dimaksud negara hukum adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan (akuntabel). Negara hukum berdasarkan pada Pancasila ini
berarti suatu sistem hukum yang didirikan berdasarkan asas-asas atau norma-norma
yang terkandung dari nilai yang ada dalam Pancasila sebagai dasar negara.
Istilah Negara Hukum di Negara-Negara Kontinental dikenal dengan Rehctstaat.
Kemunculan di Benua Eropa timbul tidak lepas dari reaksi adanya konsep Negara
polisi (Polizei Staat). Polizei Staat berarti Negara menyelenggarakan keamanan dan
ketertiban serta memenuhi seluruh kebutuhan masyarakatnya. Tetapi konsep Negara
ini lebih banyak diselewengkan oleh penguasa.
3

Istilah negara hukum termasuk istilah yang masih muda, baru muncul pada abad
ke- 19, jika dibandingkan dengan istilah-istilah terkenal lainnya dalam ketatanegaraan
seperti demokrasi, konstitusi, kedaulatan dan sebagainya (Fadjar, 2003: 10). Konsep
negara hukum terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) atau kedaulatan hukum
yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum.
Konsep negara hukum yang paling dikenal di dunia adalah konsep negara hukum
Rechtsstaat produk eropa Kontinental serta konsep negara hukum Rule of Law
produkAnglo Saxon (Asshiddiqie, 2005: 152).1
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum
itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan
dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan
social yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran
hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan
(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang
paling tinggi kedudukannya.
konsep Negara Hukum Immanuel Kant yang ditulis dalam karya ilmiahnya yang
berjudul Methaphysiche Ansfangsgrunde menyebutkan bahwa pihak yang bereaksi
terhadap Negara polizei ialah orang-orang kaya dan cendekiawan. Orang kaya
(borjuis) dan cendekiawan ini menginginkan agar hak-hak kebebasan bagi warganya
untuk mengurusi kepentingannya sendiri.
Konkritnya, permasalahan perekonomian menjadi urusan warga. Negara dan
Negara tidak ikut campur dalam penyelenggaraan tersebut. Jadi fungsi Negara dalam
konteks ini hanya menjaga ketertiban dan keamanan. Oleh karena itu konsep ini
biasanya disebut dengan Negara hukum liberal seperti yang ditawarkan oleh Kant
(Asshiddiqie 2005).
Konsep negara hukum menurut Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah
Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya.12 Keadilan tersebut memiliki arti bahwa setiap tindak tanduk negara serta
penguasa baik dalam rangka melakukan fungsi-fungsi kenegaraan ataupun
menciptakan produk-produk hukum haruslah selalu memperhatikan kondisi masyrakat
sekitar serta tidak boleh melenceng dari dimensi keadilan itu sendiri. Plato dan
Aristoteles mengungkapakan bahwa Negara Hukum adalah negara yang diperintah
oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung hdan menyebutkan
bahwa konsep negara hukum memiliki suatu cita-cita yang dapat disebutkan sebagai
berikut: Cita-cita untuk mengejar kebenaran.

1
Achmad Irwan Hamzani,” MENGGAGAS INdONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM YANG
MEMBAHAGIAKAN RAKYATNYA.” Yustisia Edisi 90 September - Desember 2014
4
pengertian negara hukum, yaitu: Negara hukum menurut F.R Bothlingk adalah “Detaatwaarin de
wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” (negara, dimana kebebasan
kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh suatu kehendak hukum).

Menurut Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa “negara
Indonesia adalah negara hukum”. Namun demikian, tidak ditemukan uraian lebih
lanjut tentang makna negara hukum menurut UUD NRI Tahun 1945. Sementara dalam
perjalanan historisnya, konsepsi negara hukum selalu bertitik tolak pada dua aliran
berbeda, yaitu negara hukum dalam arti rechtsstaat dan negara hukum dalam arti the
rule of law. Untuk menjawab apa sesungguhnya makna negara hukum menurut UUD
NRI Tahun 1945, maka perlu dipahami secara utuh dan mendalam substansi
Pembukaan, khususnya alinea keempat tentang tujuan yang hendak dicapai negara
Republik Indonesia.
Ide negara hukum telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani
Kuno. Gagasan negara hukum bermula dari Plato, ketika mengintroduksi konsep
nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuanya. Plato Pada awalnya
dalam the Republic berpendapat bahwa mungkin mewujudkan negara ideal untuk
mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus dipegang
oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof (the philosopher king).
Namun dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”, Plato menyatakan bahwa
yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua (the second best) yang
menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang mampu mencegah kemerosotan
kekuasaan seseorang adalah pemerintahan oleh hukum. Gagasan Plato ini didukung
oleh Aristoteles dalam bukunya Politica.
Pengertian negara hukum menurut Aristoteles dikaitkan dengan arti dan
perumusan yang masih melekat kepada “ Polis ” . Dalam polis segala urusan negara
dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana seluruh warga negaranya ikut serta
ambil bagian dalam urusan penyelenggaraan negara.2
Senada dengan Plato, tujuan negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai
kehidupan yang paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan
supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan kolektif warga negara
(collective wisdom), sehingga peran warga negara diperlukan dalam
pembentukkannya. Dengan adanya perkembangan konsep negara hukum dari konsep
negara hukum formil pada abad 19 menuju konsep negara hukum meteril pada abad
20 dan 21, maka konsep negara juga tidak saja untuk sekedar membatasi kekuasaan
negara saja, melain juga untuk mengawal pemerintahan negara agar melaksanakan
kewajibannya untuk mensejahterakan rakyat. Meskipun konsep negara hukum
menganut konsep universal, namun pada tataran implementasinya ternyata
dipengaruhi oleh karakteristik negara dan manusianya yang beragam. Atas dasar itu,
secara historis dan praktis konsep negara hukum banyak didasari oleh Al-Quran,
Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia.

2
pengertian-negara-hukum-menurut-para.html
5
Agar kewajiban negara untuk mensejahterakan rakyat dapat dipenuhi, maka
negara tersebut juga harus kuat. Dalam arti, tidak berada di bawah intervensi dari
kekuasaan apapun yang tidak menghendaki keberpihakan negara pada pencapaian
kesejahteraan rakyatnya.

Hukum Modern yang sejak 200 tahun lalu dilahirkan dan menjadi acuan bagi
penganut paham legislatif menganggap, bahwa hukum hanya memiliki efektifitas
apabila sesuai kepentingangan. Politik pemerintah, sehingga hukum di pisahkan dari
akar masyarakat (kultur, molralitas, dan religious). Memang hukum tertulis
merupakan pesan-pesan politik, tetapi jika sudah ditetapkan menjadi peraturan
perundang-undangan tidak boleh lagi ditafsirkan secara politik karena akan cenderung
bermuatan “kepentingan”, tetapi harus ditafsirkan secara yuridis. Bentuk negara
hukum modern terkait dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan
bersama dengan sistem yang demokratis. Bentuk kongkrit pertemuan negara dan
rakyat adalah pelayan publik, yaitu pelayanan yang diberikan negara kepada rakyat,
dan fungsi pelayanan yang paling mndasar adalah Negara yang menjalankan fungsi
pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat. Kenyataannya dasar-dasar klasifikasi
modern memang tidak Suatu komunitas bukanlah negara jika tidak berupa badan
politik yang berdaulatmungkin untuk membagi negara-negara ke dalam kelas-kelas
yang pada gilirannya menganggap tiap-tiap negara sebagai suatu keseluruhan sebab
totalitas kekuasaan semua negaraadalah sama; artinya setiap negara adalah suatu
badan politik yang berdaulat. Seperti yang di terangkan oleh penulis Amerika,
Willoughby, “satu-satunya cara untuk membedakan negara-negara adalah berdasarkan
kekhasan struktural organisasi pemerintahannya.” Segera setelah pernyataan ini
direnungkan dilihat dari evolusi konstitusionalisme modern yang sudah dijelaskan,
klasifikasi yang menarik dan relevan pun mulai terbentuk dengan sendirinya. Semua
komunitas di Dunia Barat telah dipengaruhi oleh pengaruh yang sama pada tingkatan
yang kurang lebih sama pula sehingga persamaan di antara mereka pasti menonjol
dengan sendirinya. Di sisi lain, nasionalisme telah terbukti sebagai kekuataan yang
nyata karena separatisme yang membedakan negara-negara itu sama-sama sangat
menonjol. Oleh karena itu, dalam membuat klasifikasi ini, harus ditemukan terlebih
dulu kesamaan atribut yang dimiliki oleh semua negara konstitusional modern dan
membagi negara-negara itu berdasarkan kekhasan organisasi pemerintahannya. Semua
pemerintahan negara konstitusional memiliki tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan
legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasan yudikatif atau kehakiman. Oleh sebab
itu, dasar pengklasifikasi negara harus ditemukan dalam lima bagian berikut:
(1) bentuk negara tempat konstitusi itu diberlakukan,
(2) bentuk konstitusi itu sendiri,
(3) bentuk lembaga legislative,
(4) bentuk lembaga eksekutif,
(5) bentuk negara yudikatif atau peradilan.

6
Berdasarkan pengertian dalam konsep Negara Hukum Modern ada beberapa bagian
yakni perlindungan hak-hak asasi manusia: adanya pembagian atau pemisahan
kekuasaan, pemerintahaan berdasarkan undang-undang, adanya peradilan administrasi.
Dan ada pula supremasi hukum (supremacy of law), persamaan didapan hukum
(equality before the law), tindakan peradilan dan parlemen.

Sistem hukum modern harus mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum
tersebut harus sesuai dengan kondisi masyarakat yang diaturnya. Hukum dibuat sesuai
dengan prosedur yang ditentukan. Hukum yang dapat dimengerti atau dipahami oleh
masyarakat. Konsep keadilan dalam system hukum modern di sini adalah keadilan
atau dalam bahasa inggris justice merupakan bagian dari nilai (value) yang bersifat
abstrak sehingga memiliki banyak arti dan konotasi. Dalam hubungannya dengan
konsep keadilan, kata justice diartikan sebagai berikut:
1. Kualitan bentuk menjadi pantas “righteous” (adil); “honesty” (kejujuran).
2. Tidak memihak “impartiality” (ketidakberpihakan).
3. Representasi yang layak “fair” (adil) atas fakta-fakta.
4. Kualitas untuk menjadi benar “correct, right” (benar).
5. Retribusi sebagai balas “vindictive” (pendendam); “reward” atau “punishment”
(hukuman) sesuai dengan prestasi atau kesalahan.
6. Alasan yang logis (sound reason); kebenaran (rightfulness); validitas.
7. Penggunaan kekuasaan untuk mempertahankan krbrnaran (right), adil (just), atau
sesuai dengan hukum (lawful) (Noah Webester 1979-993). Kata just diartikan sebagai
berikut: a.Tulus (upright); jujur (honest); (rectitude); layak (righteous). b. Adil
(equitable); tidak memihak (impartial); pantas (fair). c.Benar (correct, true). d. Patut
memperoleh (deserve); sesuai dengan prestasi (merited). e.Benar secara hukum
(legally right); sesuai dengan hukum (lawful), kebenaran (rightful). f.Benar (right);
patut (proper).
Ciri utama Type Negara Hukum ialah:
a) Kekuasaan tertinggi bersumber dari rakyat, (kedaulatn rakyat) yang dengan
sendirinya menimbulkan pemerintahan (oleh) rakyat.
b) Demokrasi dan menggunakan system dan lembaga.
c) Perwakilan.

Plato (429‐347 SM) misalnya, lewat karya‐karyanya (Politeia, Politicos dan


Nomoi), telah mencoba memformulasikan bagaimana bentuk suatu negara yang
dianggap ideal. Dalam Politeia, Plato berpendapat bahwa suatu negara yang ideal
harus menempatkan segala aspek penghidupan perorangan berada di bawah
pengawasan hukum. Karena menurutnya, hukum adalah aliran emas, penjelmaan dari
right reasoning (berfikir secara benar).3 Meskipun dalam hal ini ia belum memberikan
pengertian yang jelas mengenai konsep negara hukum lewat penjelmaan right
reasoning itu. Namun pada hari tuanya lewat buku Nomoi, ia dengan tegas
berpendapat bahwa adanya peraturan‐peraturan hukum dalam sebuah negara menjadi

3
Secara historis dapat ditemukan beberapa karya para filosuf Yunani sekitar dalam abad tersebut yang cukup
terkenal dalam membahas konsep negara hukum, di antaranya Politeia (The Republica), Politicos(The Stateman)
dan Nomoi (The Law) yang ditulis oleh Plato, dan Politica olehArisoteles.
7
suatu keharusan, sehingga dalam Nomoi tersebut dijelaskan secara rinci mengenai hal‐
hal yang diatur oleh hukum.4 Lewat pemikiran Plato tersebut dapat dipahami bahwa
konsep negara hukum yang ideal itu adalah suatu negara di mana penyelenggaraan
pemerintahannya diatur berdasarkan hukum. Konsep negara hukum Plato (lewat
Nomoi) itu kemudian dilanjutkan lagi oleh muridnya yang bernama Aristoteles (lahir
384 SM). Dalam karyanya Politica buku IV (baru ditemukan tahun 1891), Aristoteles
telah memperkenalkan keharusan adanya konstitusi dan kedaulatan hukum (recht
souvereniteit) dalam suatu negara. Berkenaan dengan konstitusi tersebut, sebagaimana
yang dikutif Azhari, Aristoteles mengatakan: “Konstitusi merupakan penyusunan
jabatan dalam suatu negara, dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan
pemerintahan, dan apa akhir dari setiap masyarakat, konstitusi merupakan aturan‐
aturan, dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan‐aturan tersebut.” 5 4Lebih
lanjut Aristoteles berpendapat bahwa adanya suatu pemerintahan yang berlandaskan
konstitusi akan terlihat dari tiga unsur, yaitu adanya pemerintahan yang dilaksanakan
untuk kepentingan umum, adanya pemerin‐tahan yang dilaksanakan menurut hukum
yang berdasarkan atas ketentuan‐ketentuan umum dan bukan dibuat secara semena‐
mena, dan adanya pemerin‐tahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat dan bukan
atas paksaan‐ tekanan. Kedua filosuf tersebut merupakan bagian dari sample yang
dapat dikaji bahwa diskusi mengenai negara hukum telah berada dalam usia yang
sangat panjang. Namun pada masa berkembangnya filsafat Yunani, konsep negara
hukum tidaklah serinci pemahaman yang ada pada perkembangan abad berikutnya,
karena konsep tentang negara hukum yang dikemukakan para filosuf Yunani itu baru
sebatas wacana pemikiran. Dengan demikian berarti konsep negara hukum yang
dimaksud masih berada dalam tahap idealisme para filosuf itu sendiri yang diharapkan
dapat memberikan nilai‐nilai keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itulah maka
negara hukum yang berkembang pada masa filsafat Yunani tersebut lebih tepat
dikatakan sebagai cita negara hukum, yang lebih didasari oleh fenomena kehidupan
bernegara pada waktu itu dan upaya menemukan hakikat kebenaran itu sendiri.
Konsep negara hukum yang disampaikan lewat cita negara hokum filosuf Yunani
tersebut lama berada dalam kondisi5 pasang surut, seiring dengan ditaklukkannya
Yunani oleh bangsa Romawi pada tahun 146 SM sampai masa Renaissance yang
dimulai abad XIV M. Dalam kurun waktu tersebut, yang terjadi adalah suatu bentuk
pergulatan sengit antara pengaruh gereja dan kerajaan serta peperangan antar berbagai
kerajaan. Kemudian baru sekitar awal abad XVII M, pemikiran atau konsep tentang
negara hukum muncul kembali di Barat.

Namun sebelum melihat perkembangan konsep negara hukum tersebut, lebih


dahulu dilihat bagaimana pemikiran beberapa tokoh sebelum lahirnya konsep negara
hukum tersebut, antara lain Niccolo Machiavelli (lahir 1469), Shang Yang dan
Thomas Hobbes (1588‐ 1679). Machiavelli lahir pada waktu bangsa Italia berada
dalam konflik yang berkepanjangan, terjadinya peperangan antar kerajaan, perebutan

4
Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur‐ unsurnya, (Jakarta: Ul‐Press, 1995),
hlm. 12.   
5
Ibid,hlm.21
8
kekuasaan dan sebagainya. Dengan kondisi yang demikian maka Machivelli
berkeinginan untuk menyatukan kembali bangsa Italia sekaligus menyelesaikan
konflik yang terjadi menuju bangsa Italia yang besar. Oleh karena itu, dalam karyanya
berjudul Il Principe, ia berpendapat bahwa untuk mempersatukan bangsa Italia harus
ada seorang pemimpin (raja) yang dapat memperbesar dan mempertahankan
kekuasaan, meskipun dalam melakukan upaya tersebut harus mengenyampingkan
nilai‐nilai moral dan kesusilaan. Seorang pemimpin (raja) harus menjadi kancil dan
singa, menjadi kancil untuk mengenali perangkap dan menjadi singa untuk menakuti
sarigala.6 Dengan demikian menurut Machiavelli bahwa guna terpaksa mencapai
tujuan negara maka tindakan‐tindakan amoral atau asusila pun dapat dibenarkan.
Sebagaimana kondisi yang terjadi di Italia, maka di negara China pun tak jauh
berbeda. Kondisi di China yang tidak kondusif tersebut telah mendorong lahirnya
seorang pemikir yang bernama Shang Yang (Shang adalah nama daerahnya), yang
juga sebagai salah seorang menteri negara China pada waktu itu. Menurut Shang
Yang, dalam kondisi negara yang mengalami konflik yang berkepanjangan sangat
diperlukan adanya seorang penguasa yang kuat yang dapat menaklukkan semua
kerajaan, panglima serta wilayah kekuasaan para pemberontak tersebut. Karena
apabila ingin memiliki negara yang kuat dan berwibawa, maka rakyatnya harus lemah
dan miskin. Pemikiran Shang Yang tersebut bermaksud untuk menciptakan suatu
negara yang kuat, yang tidak lain dilakukan dengan cara memperlemah posisi rakyat.
Jika rakyat berada pada posisi lemah maka ketergantungannya kepada negara menjadi
besar, pada saat itulah negara dapat memberlakukan berbagai kebijakannya sesuai
dengan tujuan negara. Perang saudara dan berbagai kondisi konflik juga terjadi di
Inggris sebelum abad XVII M. Perang dan berbagai kondisi konflik itu tidak jarang
berakhir dengan berbagai pelanggaran hak‐hak kemanusiaan. Thomas Hobbes
menggambarkan kondisi yang kacau tersebut dengan kondisi homo homini lupus
(manusia yang satu menjadi sarigala bagi yang lain) dan bellum omnium contra omnes
(perang antara manusia yang satu dengan yang lain). Kondisi tersebut melahirkan rasa
takut dan kekuatiran yang mendalam bagi manusia, dan untuk menghindarkan hal
tersebut maka harus ada suatu ikatan pemerintahan yang disebut Gezag melalui suatu
perjanjian yang dikenal dengan social contract. Menurut Hobbes, lewat perjanjian
masyarakat (social contract) itu, kekuasaan diserahkan rakyat kepada penerima kuasa
(raja) untuk menjalankan pemerintahan. Karena kekuasaan telah diserahkan kepada
raja, maka jadilah semua kekuasaan terpusat di tangan raja dan tidak dibagi‐bagi lagi. 7

Dengan kata lain bahwa raja adalah pemilik kedulatan absolut, setelah kedaulatan
tersebut diserahkan oleh rakyat seluruhnya melalui kontrak sosial. Lewat pemikiran‐
pemikiran tersebut, baik menurut Machiavelli, Shang Yang maupun Thomas Hobbes,
terungkap bahwa latar belakang pemikiran mereka karena adanya berbagai kondisi
yang tidak stabil dalam negera yang bersangkutan sendiri sebelumnya. Namun
pemikiran yang diberikan mereka akhirnya justru cenderung melahirkan suatu
kenyataan bahwa pemerintahan yang terwujud adalah pemerintahan yang absolut. Di

6
Ibid, hlm. 22 9
7
Azhari, Negara Hukum Indonesia…, hlm.24
9
mana raja‐raja yang kuat akan memiliki kedaulatan absolut tanpa ada mekanisme
pengontrolnya.
Kondisi tersebut ternyata tidak selamanya dapat diberlakukan secara baik, oleh
karena tidak adanya suatu mekanisme pengontrol kekuasaan pemerintah (raja) secara
jelas. Dengan demikian, lalu kemudian timbul suatu keinginan untuk kembali
membatasi kekuasaan pemerintah (raja), sehingga lahirlah suatu gagasan tentang
pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan. Keinginan atau gagasan itulah menurut
Azhari yang merupakan janin bagi konsep negara hukum sekitar abad XVII M. 8
Adapun tokoh‐tokoh penggagas konsep negara hukum ini ialah John Locke (1632‐
1704), Montesquieu (lahir 1689) dan J.J. Rousseau (lahir 1712). John Locke misalnya,
telah memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran negara hukum setelah abad
XVII M. Lewat karyanya yang terkenal yaitu Two Treaties on Civil Government, ia
banyak mengemukakan teori‐teori mengenai pemisahan kekuasaan, hak‐hak azazi dan
sebagainya. Sedangkan mengenai tugas negara, sebagaimana yang dikutif Azhari,
Locke berpendapat: “Negara secara alamiah diatur oleh hukum alam yang harus
dipatuhi oleh setiap orang sebagai hukurn, memberi arahan dalam kehidupan manusia
di mana setiap orang mempunyai kebebasan dan persamaan, tidak seorang pun boleh
mengganggu kehidupan, kemerdekaan atau memenjarakan orang lain.” 9 Inti dari buah
pikiran Locke tersebut, antara lain meliputi bahwa adanya penyelenggaraan negara
harus berdasarkan atas hukum karena hukum berada pada posisi yang supreme,
adanya pemisahan kekuasaan, dan adanya hukum yang inenjamin terhadap hak‐hak
azazi kemanusiaan. Dengan pemikiran‐pemi‐kiran tersebut, maka Locke tidak
langsung menghabisi kekuasaan yang berada pada pihak pemerintah (raja) sebelumya,
melainkan hanya berusaha untuk mengurangi kekuasaan absolut sebelumnya. Oleh
karena itu Locke dianggap berhasil dalam menjembatani pemikiran tentang negara dan
hukum sebelumnya (sebelum abad XVII) dengan pemikiran negara hukum abad XVIII
M. Selain Locke, Montesquieu (1689‐1755) seorang ahli hukum berke‐bangsaan
Francis dipandang sangat berjasa dalam memunculkan konsep negara hukum. Dengan
bukunya berjudul LʹEsprit des Lois (jiwa dari undang‐undang) yang terbit pada tahun
1748, Montesquieu seperti halnya Locke mengemukakan suatu pembagian kekuasaan
(fungsi) negara ke dalam tiga macam kekuasaan yang agak berbeda dengan teori
Locke. Menurut Montesquieu kekuasaan (fungsi) di dalam negara itu dibagi ke dalam
kekuasaan legislatif (membuat undang‐undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan
undang‐undang) dan kekuasaan yudikatif (mengadili atas pelanggaran‐pelanggaran
bagi undang‐undang). 10
Berkaitan dengan gagasan tentang negara hukum, maka menurut Mon‐tesquieu
negara hukum itu tercermin dari adanya pemisahan kekuasaan negara dalam tiga organ
kekuasaan, yang satu sama lainnya berada pada posisi seim‐bang, guna menjamin
kebebasan warga dan menghindari terjadinya kekuasaan pemerintah yang absolut.
8
Ibid.
9
Dalam bukunya itu John Locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan dalam negara yang harus
diserahkan kepada badan yang masing‐masingnya berdiri sendiri yaitu kekuasaan legislatif(membuatundang‐
undang), kekuasaan eksekutif(pelaksanaan undang‐undang atau pemerintah) dan kekuasaan federatif (keamanan
dan hubungan luar negeri). S.F. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok‐pokok Hukum Administrasi Negara.  
(Yogyakarta:  Liberty,2000),hlm.42.
10
.F.MarbundanMoh.MahfudMD,Pokok‐pokokHukumAdministrasiNegara,hlm..24
10
Negara hukum tersebut telah dimulai sejak zaman Yunani Kuno sekitar abad V SM,
tepatnya di saat perkembangan kehidupan filsafat mengalami puncaknya. Ketika itu
paling tidak dikenal dua orang filosuf yang cukup gemilang dengan ide‐idenya bagi
perkembangan peradaban ummat manusia berikutnya, kedua filosuf itu adalah Plato
dan Aristoteteles. Baik Plato maupun Aristoteles, merupakan penggagas pemikiran
tentang negara ideal, yakni suatu negara yang diatur dan diperintah berdasarkan
hukum. Cita negara hukum tersebut dalam waktu cukup lama dilupakan orang, hingga
kemudian sekitar awal abad XVII M barulah diskusi mengenai cita negara hukum
menghangat kembali. Sedikitnya tiga nama yang cukup dikenal sebagai penggagas
kembali cita negara hukum, yaitu John Locke, Montesquieu dan J. J. Rousseau. Ketiga
tokoh tersebut telah dianggap berhasil memberikan pemikiran tentang suatu negara
hukum secara lebih rinci. Oleh karena itu, berawal dari konsep‐ konsep mereka yang
pada masa berikutnya (sekitar abad XIX M) istilah negara hukum itu diperkenalkan di
beberapa negara, khususnya negara‐negara yang lebih dahulu mengalami
perkembangan yang sangat maju.

B. Ciri-ciri Negara Hukum


Dalam negara hukum terdapat beberapa ciri-ciri yang menjelaskan bahwa negara hukum
merupakan yang berkaitan :
1) Proses Hukum (Due process of law ) : Due process of law adalah jaminan
konstitusional yang mencegah pemerintah dari mempengaruhi warga negara dengan
cara yang sewenang-wenang. Seiring waktu, pengadilan di Amerika Serikat telah
memutuskan bahwa proses hukum juga membatasi undang-undang dan melindungi
area tertentu dari kebebasan individu dari regulasi.
2) Supremasi Hukum (Supremacy of Law): Adanya pengakuan normatif dan empirik
akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan
hukum sebagai pedoman tertinggi.
3) equality before the law Salah satu prinsip atau asas penting dari suatu negara hukum
ialah asas persamaan di hadapan hukum
4) Negara hukum bersumber pada pancasila yang akan berkedaulatan kepada rakyat
dengan pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dengan persamaan
kedudukan di dalam hukum pemerintahan pada kekuasaan kehakiman yang terbebas
dari pengaruh kekuasaan lainnya.
5) Adanya sistem ketatanegaraan yang mengatur urusan kenegaraan secara sistematis
dengan lembaga yang dibentuk dengan memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing
untuk membantu menjalankan pemerintahan negara tersebut agar nantinya dapat
sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
6) Adanya perlindungan juga pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia dengan memiliki
sistem peradilan yang bebas serta tidak memihak dan legalitas dalam arti hukum itu
sendiri adalah kekuasaan berlaku sesuai hukum yang berlaku dan adanya tuntutan
pembagian suatu kekuasaan.

11
7) Ciri-ciri Negara Hukum Menurut UUD 1945
Setelah meninjau bentuk negara hukum Indonesia yang telah disebutkan pasal 1 ayat
3 UUD 1945, Azhary dalam buku Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis
Normatif Tentang Unsur-unsurnya (1995), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
ciri yang dapat mendeskripsikan mengapa Indonesia termasuk dalam negara hukum.

C. Prinsip-prinsip Negara Hukum

Menurut Utrecht, prinsip-prinsip negara hukum berkembang sering dengan


perkembangan masyarakat dan negara. Utrecht membedakan dua macam negara
hukum, yaitu negara hukum formil atau negara hukum klasik dan negara hukum
materiil atau negara hukum yang bersifat modern.
Perbedaan kedua model negara hukum tersebut terletak pada tugas negara. Dalam
negara hukum formil, tugas negara adalah melaksanakan peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan ketertiban atau leih dikenal sebagai negara penjaga
malam ( nactwackerstaats). Sementara dalam negara hukum materiil, tugas negara
tidak hanya sekedar menjaga ketertiban saja, melainkan juga untuk mencapai
kesejahteraan rakyat untuk mencapai keadilan ( welfarestate ).

Cita Negara Hukum Indonesia Dalam rangka merumuskan kembali ide-ide pokok
konsepsi Negara Hukum itu dan pula penerapannya dalam situasi Indonesia dewasa
ini, menurut pendapat saya, kita dapat merumuskan kembali adanya tiga-belas prinsip
pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang.
Ketiga-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilarpilar utama yang menyangga
berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum
(The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya, yaitu:

1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law)


Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu
bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam
perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi
negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan
hukum yang tertinggi.
Pengakuan normative mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang
tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik
adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya
bahwa hukum itu memang ‘supreme’.

12
Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidential yang bersifat murni,
konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai ‘kepala negara’. Itu
sebabnya, dalam sistem pemerintahan presidential, tidak dikenal adanya pembedaan
antara kepala Negara dan kepala pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer.

2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):


Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan,
yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip
persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan
manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali
tindakantindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative
actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau
kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai
tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat
kebanyakan yang sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat
diberikan perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak termasuk
pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau
kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang. Sedangkan
kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang bukan
bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita ataupun anak-anak terlantar.

3) Asas Legalitas (Due Process of Law)


Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam
segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan
harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan
perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau
mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian,
setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules
and procedures’ (regels). Prinsip normative demikian nampaknya seperti sangat kaku
dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi lamban.

Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para pejabat administrasi
negara dalam menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula adanya
prinsip ‘frijs ermessen’ yang memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau
administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’ (‘policy
rules’) ataupun peraturan-peraturan yang dibuat untuk kebutuhan internal (internal
regulation) secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang
dibebankan oleh peraturan yang sah.

13
4) Pembatasan Kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara
menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan
secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti
memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenangwenang, seperti
dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely”. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-
misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’
dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu
sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke
dalam beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak
tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang
memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.

5) Organ-Organ Campuran Yang Bersifat Independen


Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula
adanya pengaturann kelembagaan pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti
bank sentral, organisasi tentara, dan organisasi kepolisian. Selain itu, ada pula
lembaga-lembaga baru seperti Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum
(KPU), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan
lain sebagainya.
Lembaga, badan atau organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya
berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang berkembang menjadi independen
sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif untuk
menentukan pengangkatan ataupun pemberhentian pimpinannya.

Independensi lembaga atau organ-organ tersebut dianggap penting untuk


menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk
melanggengkan kekuasaan. Misalnya, fungsi tentara yang memegang senjata dapat
dipakai untuk menumpang aspirasi prodemokrasi, bank sentral dapat dimanfaatkan
untuk mengontrol sumber-sumber kekuangan yang dapat dipakai untuk tujuan
mempertahankan kekuasaan, dan begitu pula lembaga atau organisasi lainnya dapat
digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Karena itu, independensi lembaga-lembaga
tersebut dianggap sangat penting untuk menjamin prinsip negara hukum dan
demokrasi.

6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak


Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial
judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap
Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi
oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan
uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan
adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik
intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari
kalangan masyarakat dan media massa.

14
Dalam menjalankan tugasnya. hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga
kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Namun demikian, dalam menjalankan
tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus bersifat terbuka, dan
dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati nilai-
nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hakim tidak hanya bertindak
sebagai ‘mulut’ undangundang atau peraturan perundang-undangan, melainkan juga
‘mulut’ keadilan yang menyuarakan perasaan keadilan yang hidup di tengah-tengah
masyarakat.

7) Peradilan Tata Usaha Negara


Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan
bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama
Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus
terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat
administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara
(administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara
ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga negara tidak
didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak
yang berkuasa.
Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang menyelesaikan tuntutan
keadilan itu bagi warga Negara, dan harus ada jaminan bahwa putusan hakim tata
usaha Negara itu benar-benar djalankan oleh para pejabat tata usaha Negara yang
bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan hakim peradilan tata usaha negara itu sendiri
harus pula dijamin bebas dan tidak memihak sesuai prinsip ‘independent and impartial
judiciary’ tersebut di atas.

8) Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)


Di samping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan
jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, Negara Hukum modern juga
lazim mengadopsikan gagasan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya,
baik dengan pelembagaannya yang berdiri sendiri di luar dan sederajat dengan
Mahkamah Agung ataupun dengan mengintegrasikannya ke dalam kewenangan
Mahkamah Agung yang sudah ada sebelumnya.

Pentingnya peradilan ataupun mahkamah konstitusi (constitutional court) ini


adalah dalam upaya memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang
kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya,
mahkamah ini diberi fungsi pengujian konstitusionalitas undang-undang yang
merupakan produk lembaga legislatif, dan memutus berkenaan dengan berbagai
bentuk sengketa antar lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan
negara yang dipisah-pisahkan. Keberadaan mahkamah konstitusi ini di berbagai
negara demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat
ditambahkan menjadi satu pilar baru bagi tegaknya Negara Hukum modern.
15

9) Perlindungan Hak Asasi Manusia


Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan
hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap
hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka
mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak
kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan
asasi. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu
Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi
kemanusiaan itu. Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-
hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang
disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia
terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak
dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai
Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.

10) Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat)


Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang
menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan
mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan
secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak dimaksudkan hanya menjamin
kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan
rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali.

Dengan demikian, cita negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah


‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau negara hukum yang
demokratis. Dalam setiap Negara Hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin
adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin
penyelenggaraannya berdasar atas hukum.

11) Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat)


Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita
hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi
(democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy)
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita
nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa
Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
16
Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat
tujuan bernegara Indonesia itu. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia
tidak terjebak menjadi sekedar ‘rule-driven’, melainkan ‘mission driven’, yang
didasarkan atas aturan hukum.

12) Transparansi dan Kontrol Sosial


Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses
pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat
dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh
peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin
keadilan dan kebenaran. Adanya partisipasi langsung ini penting karena sistem
perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-
satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’
dibedakan dari ‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum tentu
mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Demikian pula dalam penegakan
hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan
pejabat lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol sosial agar dapat
bekerja dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan dan kebenaran.

13) Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa


Khusus mengenai cita Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
ide kenegaraan kita tidak dapat dilepaskan pula dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
yang merupakan sila pertama dan utama Pancasila. Karena itu, di samping ke-12 ciri
atau unsur yang terkandung dalam gagasan Negara Hukum Modern seperti tersebut di
atas, unsur ciri yang ketigabelas adalah bahwa Negara Hukum Indonesia itu
menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Maha Esaan dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan.

Artinya, diakuinya prinsip supremasi hukum tidak mengabaikan keyakinan


mengenai ke-Maha Kuasa-an Tuhan Yang Maha Esa yang diyakini sebagai sila
pertama dan utama dalam Pancasila. Karena itu, pengakuan segenap bangsa Indonesia
mengenai kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam hukum konstitusi di satu segi tidak
boleh bertentangan dengan keyakinan segenap warga bangsa mengenai prinsip dan
nilai-nilai ke-Maha-Kuasa-an Tuhan Yang Maha Esa itu.
Dalam sistem konstitusi Negara kita, cita Negara Hukum itu menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan.
Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum perubahan, ide Negara hukum itu
tidak dirumuskan secara eksplisit, tetapi dalam Penjelasan ditegaskan bahwa Indonesia
menganut ide ‘rechtsstaat’, bukan ‘machtsstaat’. Dalam Konstitusi RIS Tahun 1949,
ide negara hukum itu bahkan tegas dicantumkan. Demikian pula dalam UUDS Tahun
1950, kembali rumusan bahwa Indonesia adalah negara hukum dicantumkan dengan
tegas. Oleh karena itu, dalam Perubahan Ketiga tahun 2001 terhadap UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai ini kembali dicantumkan tegas
dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Kiranya, cita negara hukum yang mengandung 13 ciri seperti uraian di atas itulah
ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya
kita pahami.
17

D. Unsur-unsur Negara Hukum


Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum (rechtstaat) adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
3. Pemerintahah berdasarkan peraturan perundang-undangan dan;
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

a. Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya adalah


negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum,
individu mempunyai hak terdapat negara atau rakyat mempunyai hak terhadap
penguasa.
b. Asas Legalitas yang berarti bahwa setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum
yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau
aparatnya
c. Pemisahan Kekuasaan.

E. Penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat


Penerapan hukum dimasyarakat pada saat ini sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari diatur oleh hukum baik hubungan antara seseorang dengan
seseorang,seseorag dengan badan hukum dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat
dengan adanya kelompok masyarakat yang memerlukan perlindungan terhadap
hukum,sehingga hukum tersebut dapat ditegakkan. Contohnya adanya Undang-undang
yang mengatur perlindungan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki setiap
individu.

Penerapan hukum dalam masyarakat kinerja hukum yang timbul dalam


pelaksanaan hukum di masyarakat kita, yang mana dari zaman ke zaman selalu
mengalami perubahan aspek sosiologis sehingga membutuhkan kepastian hukum
dalam mengatasi segala persoalan. Apakah perlu diadakannya unifikasi hukum agar
masyarakat sadar akan hukum? Hal ini dapat kita lihat melalui beberapa aspek
kehidupan di masyarakat yang mana dari kelompok perseorangan juga membutuhkan
perlindungan hukum, sehingga dari beberapa segi hukum tersebut dapat diunifikasikan
dan sekarang ini telah ditegakkan sebagai penerapan hukuman yaitu hukum pidana.
Sistematika dan mekanisme hukum yang ada didalam masyarakat Hukum
mempunyai beberapa segi yang mana perlu adanya tatanan yang dapat
memperlakukan atau mengatur kehidupan di masyarakat agar mendapat kepastian
hukum dan hidup yang tentram dan damai.
Cara-cara atau sistematis hukum itu hendaknya perlu di telaah oleh seluruh
lapisan masyarakat yang aturan-aturan mengenai perintah, larangan dan sanksi hukum
tersebut perlu adanya kejelasan disemua kalangan, tidak memandang itu siapa atau
siapa saja.

18
Keadaan inilah yang membuat berbagai pertanyaan apakah hukum itu untuk
kalangan menengah keatas, kebawah atau sebagainya. Dimana dari berbagai macam
bentuk peristiwa yang timbul dewasa ini membutuhkan kejelian di bidang hukum,
seperti banyaknya kasus-kasus misalkan penggusuran, penutupan kasus korupsi, kasus
pembunuhan dan lain sebagainya. Tuntutan-tuntutan inilah yang membutuhkan
sistematika dan mekanisme hukum yang ada pada saat ini.
Sistematika dan mekanisme hukum dalam masyarakat sekarang ini hendaklah
perlu adanya suatu perubahan sosial yang direncanakan, perubahan tersebut dibarengi
dengan pengendalian serta pengawasan dari pelapor perubahan tersebut. Terjadinya
Hukum Sebagai Kerangka Hidup di Masyarakat Dengan melihat uraian tersebut diatas
maka telah terjadilah suatu konsepsi-konsepsi di bidang hukum yang mana telah
disusun dan diatur demi terlaksananya ketentuan ataupun peraturan untuk
menentramkan kehidupan bermasyarakat, dengan demikian tercapainya suatu konsep
hukum yang dibuat oleh lembaga-lembaga tersebut memang mengalami banyaknya
hambatan yang dikarenakan banyaknya perbedaan kelompok atau struktur kehidupan
masyarakat yang sangat berbeda-beda dengan demikian lembaga perundang-undangan
membuat suatu aturan-aturan tersebut berlandaskan pada asas-asas keadilan di
masyarakat itu sendiri menginginkan atau membutuhkan keadilan.
Hukum yang terjadi pada dewasa ini mempunyai beberapa tujuan yang mana
telah dikemukakan oleh Drs. C.ST Kansil, SH, “Hukum bertujuan untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu sendiri harus pula
bersendikan padakeadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Dengan melihat
tujuan dari pada hukum itu sendiri maka kita tinjau bahwa salah satu kerangka hidup
agar terhindar dari segala macam pertikaian dalam kehidupan masyarakat sehingga
mampu mengatasinya adalah hukum. Maka dibuatlah suatu konsep bahwa hukum
yang ada dinegara kita yaitu Indonesia dilihat dari segi bentuknya dibedakan antara
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

Dari konsep-konsep tersebut diatas maka lembaga-lembaga berwenang telah


menciptakan ·beberapa hal mengenai hukum yang - mana dasar dari pada konsepsi
tersebut terletak pada dasar asas-asas masyarakat itu sendiri yang bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum.

1) Hukum Tertulis
Dari uraian tersebut maka salah satu yang dibuat oleh lembaga-lempaga
perundangan yang disusun dan diatur untuk menciptakan suatu kepastian hukum
adalah undang-undang, Maka segala peraturan yang dibuat lembaga tersebut
dicantumkan dalam belbagai peraturan-peraturan. lnilah yang dimaksud dengan
hukum tertulis dimana hukum tertulis dapat dibedakan menurut bentuknya yaitu
hukum tertulis yang dikodifikasikan seperti halnya hukum pidana, yang tercantum
dalam Kitab undang-undang pidana dan Kitab Undang-undang Acara Pidana.

19

Kitab Undang-undang tersebut diberlakukan ke semua kalangan diseluruh


Indonesia yang artinya semua bentuk dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
mencakup luas dan wajib dipatuhi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Hukum
tertulis yang tidak dikodifikasikan misalkan kitab
undang-undang Hukum Perdata, ini disebabkan adanya sedikit perbedaan dimana
bangsa Indonesia mempunyai beberapa pulau yang berbeda-beda adat istiadatnya.
Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan ini menimbulkan suatu konsepsi
tersendiri, dengan demikian timbullah peraturan tersendiri dari hukum tertulis,
misalnya dalam hal perkawinan, yang mana mempunyal asas monogamy dimana di
Indonesia mempunyai beberapa budaya, tradisi dan beberapa agama. Munculnya
beberapa agama di Indonesia dalam menangani hal perkawinan membuat beberapa
keputusan yang tidak dapat langsung dijalankan oleh semua kalan·gan, karena sumber
dari pada hukum untuk mengatasi hal yang menyangkut perkawinan tersebut tidak
berdasarkan dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hal ·ini timbul karena dari
masyarakat yang beragama Islam mengikuti dasar hukum yang ditetapkan oleh dasar
dari hukum Islam tersebut dan dalam pelaksanaannya dijalankan oleh peraturan
pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Departemen Agama yang berdasarkan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan dari agama selain Islam
berdasarkan Catatan sipil yangdiberlakukan berdasarkan kitab undang-undang hukum
perdata yang dicantumkan olehpemerintah.

2) Hukum Tidak Tertulis


Selain konsepsi yang dibuat oleh lembaga perundangan di masyarakat juga
mengenal dan menyakini terhadap hukum yang ada di kehidupan masyarakat tersebut.
Dimana hukum tersebut tidak dicantumkan ke dalam suatu peraturan tertentu akan
tetapi dilaksanakan oleh sebagian masyarakat karena terdapat unsur kepercayaan yang
mana berlandaskan pada moral dari masing-masing orang. Masyarakat lebih mengenal
pada hukum adat atau hukum kebiasaan, hukum memang tidak ada dalam perundang-
undangan tetapi masih diyakini oleh sebagian lapisan masyarakat karena hukum
tersebut berlandaskan pada norma-norma atau kaidah-kaidah di dalam masyarakat.
Mereka percaya pada hukum adat atau kebiasaan tersebut karena juga dapat mengatur
atau menjadi landasan bagi kehidupan mereka sehari-hari. Kepercayaan mereka
menimbulkan suatu tradisi dan sampai sekarang ini masih berlaku pada sebagian
lapisan masyarakat kita.
Meskipun hukum kebiasaan tidak tercantum didalam peraturan tersendiri akan
tetapi pemerintah tetap menjalankan hukum tersebut karena dilihat secara tidak
langsung menimbulkan suatu kebudayaan yang tidak dapat dimiliki oleh negara lain,
hal ini dibuktikkan dengan adanya berbagai persoalan atau masalah yang menyangkut
tradisi atau budaya dari daerah masing-masing dimana tradisi tersebut sangat berbeda-
beda. Hukum adat mempunyai sifat komunal yang kuat artinya manusia menurut
hukum adat merupakan makhluk dalam ikatankemasyarakatan yang erat, rasa
kebersamaan tersebut meliputi seluruh lapangan hukum adat.

20
Hukum adat mempunyai corak magisch religius yang berhubungan dengan
pandangan hidup alam Indonesia. Hukum adat diliputi oleh fikiran serba konkrit
dimana hukum adat sangat m'emperhatikan banyaknya dan berulang-ulang hubungan-
hubungan hidup yang kongkrit. Hukum adat mempunyai sifat yang sangat visual,
artinya hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan
dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.

Soerjono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Rajawali Press. Jakarta. 1988 Subekti, R.
Dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pradya Pramita. Jakarta. 1989
21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang
negara republik Indonesia pasal 1 ayat 3. Sebagai negara hukum, Indonesia menerapkan
supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat . Sebagai negara
hukum Indonesia memiliki sistem hukum seperti peradilan dan aturan-aturannya yang mengikat
seluruh warga negara.
Masyarakat sebagai warga negara wajib menaati aturan dan hukum yang berlaku diIndonesia.
Hukum di Indonesia harus ditegakkan dan dijalankan sebagaimana mestinya agar tercipta
kehidupan masyarakat yang adil dan tentram.
Penerapan hukum di Indonesia saat ini dalam pandangan masyarakat Indonesia seperti istilah
hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas maksudnya masih terdapat ketidakadilan para penegak
hukum terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada masyarakat dari golongan menengah ke
bawah dibandingkan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada para pejabat yang melakukan
kesalahan seperti korupsi
Ketidakadilan tersebut yang kini dirasakan oleh masyarakat Indonesia menyebabkan
masyarakat tidak percaya lagi terhadap hukum yang berlaku.
Namun,Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata
supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan social yang tertib dan teratur,
serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu
dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan
konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi dalam kedudukannya.

Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa “negara Indonesia adalah
negara hukum”. Namun demikian, tidak ditemukan uraian lebih lanjut tentang makna negara
hukum menurut UUD NRI Tahun 1945.
Untuk menjawab apa sesungguhnya makna negara hukum menurut UUD NRI Tahun 1945,
maka perlu dipahami secara utuh dan mendalam substansi Pembukaan, khususnya alinea
keempat tentang tujuan yang hendak dicapai negara Republik Indonesia

22

B. Saran

Hukum di Indonesia ini harus dilakukan sebaik baiknya oleh para penegakan
hukum. Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan merata sehingga
Masyarakat merasa bahwa hukum itu benar" dilaksanakan. Masyarakat benar-benar
merasakan keadilan yang hakiki.
Penegakan hukum di Indonesia harusnya lebih jujurdan adil pada setiap warga negara
tanpa memandang siapa pelanggar hukum tersebut. Dandiperlukan lebih banyak
sosialisasi mengenai aturan– aturan yang berlaku dan sanksi yang jelasserta proses
peradilan yang lebih terbuka sehingga masyarakat mengerti dengan aturan –
aturanyang berlaku dan membangun kesadaran diri untuk menaati dan melaksanakan
hukum yang berlaku.
23

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Isharyanto,S.H.,M.Hum.Juni 2016.Buku Ilmu Negara.Surakarta.Oase Pustaka.


Jumardi,Andi. Patamatta,Jeddah Dawi. 2020.Konsep Negara Hukum Di Indonesia Dalam
Perspektif Piagam Madinah. Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam. Vol.3,No 1.
Khairi,Mawardi.2017.Partisipasi Masyarakat Dalam Upaya Penegakan Hukum Peraturan
Daerah Perspektif Teori Negara Hukum.Selisik. Volume 3,No.5.
Musa Th,Farid.2010.Persepsi Masyarakat Terhadap Aparat Penegak Hukum Dan Lembaga
Pengadilan Di Indonesia.Jurnal Legalitas.Vol.3,No.2.
Ridlawan,Zulkarnain.2012.Negara Hukum Indonesia Kebalikan Nachtwachterstaat.Fiat
Justitia Jurnal Ilmu Hukum.Volume 5, No.2.
Siallagan,Haposan.2016.Penerapan Prinsip Negara Hukum Di
Indonesia.Sosiohumaniora,Volume 18,No 2,hal 131-137.
24

Anda mungkin juga menyukai