Anda di halaman 1dari 6

PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Disusun Oleh :
Clarissa Aurelia 2287025
Euniqe Nathalia 2287041

Dosen :
Rahel Octora S.H.,M.Hum.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA


BANDUNG 2023

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan karunia dan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada
orang tua yang memiliki harkat dan martabat dan dilindungi oleh hukum. Menurut
pasal 1 Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang -
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada Pasal 1 ayat (1)
menjelaskan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”1 Pendapat Ahli Psikologi
menyatakan bahwa anak - anak tidak sama dengan orang dewasa, anak - anak
memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang
dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan dan anak - anak lebih mudah belajar
dari contoh yang diterimanya.
Pada jaman modern saat ini, anak dapat mengakses berbagai informasi
melalui teknologi - teknologi dan internet. Jaman sekarang anak - anak rentan
dengan teknologi dimana anak dapat mempelajari, dan melihat berbagai hal baik
dan buruk. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak menutup kemungkinan
bahwa anak - anak dapat melakukan kejahatan - kejahatan yang salah di mata
masyarakat dan hukum.
Kejahatan atau kekerasan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali
oleh anak - anak dibawah umur. Namun, motif kejahatan yang dilakukan oleh anak
dibawah umur tidak sama dengan orang dewasa. Anak - anak bisa menjadi pelaku
kejahatan bisa dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya yaitu dari proses

1
https://jdihn.go.id/files/4/2002uu023.pdf
belajarnya dan anak - anak dapat mempelajari banyak motif kejahatan dari berbagai
cara. Misalnya dari media internet, film yang dilihatnya dan sebagainya.
Tujuan hukum pidana bukan perkara pemberian hukum tetapi juga bertujuan
untuk memperbaiki perbuatan. Untuk menangani kasus anak yang berkonflik dengan
hukum, Maka harus membantu anak untuk berkembang sesuai dengan
perkembangan manusia pada umumnya dan bersifat setara tidak memihak
siapapun, dan mengedepankan kesejahteraan dan kepentingan bersama.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama periode 2016 -
2020 terdapat 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena anak - anak
tersebut menjadi pelaku kekerasan dan kejahatan. Rinciannya sebanyak 506 anak
melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis. Pada tahun
2016 sebanyak 147 anak melakukan kekerasan fisik dan psikis. Pada tahun 2017
sebanyak 153 anak, Tahun 2018 sebanyak 139 anak, Tahun 2019 sebanyak 147
anak, dan pada tahun 2020 angkanya turun menjadi 69 anak, dengan rincian 58
anak sebagai pelaku kekerasan fisik dan 11 anak pelaku kekerasan psikis. Menurut
KPAI, masalah ini bukan hanya menjadi tanggungjawab orang tua dan keluarga,
melainkan juga tantangan besar bagi lembaga pendidikan.2
Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak dibawah umur seperti kasus
pembunuhan yang terjadi di daerah kabupaten Magelang. Kasus pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang remaja berusia 15 tahun terhadap siswa SMP Negeri 2
Grabag berinisial WSH yang berusia 13 tahun. Saat diperiksa pihak Kepolisian,
Pelaku mengaku melakukan pembunuhan berencana lantaran malu diejek dan
diminta mengganti ponsel oleh teman - teman sekolahnya karena kedapatan
mencuri gadget korban, lalu pelaku merasa dendam dan mulai menyusun strategi
untuk membunuh korban. Strategi tersebut terinspirasi dari film mengenai tawuran.
Saat dimintai keterangan pelaku tidak merasakan takut atau kasihan, bahkan pelaku
merasa puas karena telah membayar dendamnya.3
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur
mengenai pengaturan pengadilan Anak sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berada di lingkungan Peradilan Umum.4 Pada Pasal ayat (1) UU No 3 Tahun
1997 menjelaskan bahwa Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah

2
databoks.katadata.co.id pertama kali diindeks oleh Google pada Juli 2016.
3
https://radarjogja.jawapos.com/news/65760053/siswa-smp-pembunuh-temannya-divonis-8-tahun
4
https://peraturan.bpk.go.id/Details/45923/uu-no-3-tahun-1997#:~:text=Dalam%20UU%20ini%20diatu
r%20mengenai,tahun%20dan%20belum%20pernah%20kawin.
mencapai umum 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah kawin.5
Batas umur yang dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Nomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi :
Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak
yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Kemudian, untuk ancaman yang dapat dikenakan pada pelaku pembunuhan
oleh anak, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 80 ayat (3) Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang berbunyi: Dalam hal anak
sebagaimana dimaksud ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Serta dijelaskan dalam KUHP Bab XIX tentang
kejahatan terhadap nyawa pada Pasal 338 yang berbunyi: “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun “ Dalam hal pembunuhan pelaku bisa juga
diancam dengan Pasal 338 jo. Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dimana pelaku dapat dikenakan Pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana
penjara dalam waktu tertentu paling lama 20 tahun. Jika ternyata pelaku tersebut
memiliki gangguan kejiwaan, maka mengacu pada Pasal 44 KUHP.
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal yang dalam prosesnya anak dapat melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum pidana atau perbuatan yang salah di pandangan
masyarakat. Pada masa pubertas (kurang lebih usia 14 tahun) terjadi banyak
perubahan yang dialami anak sehingga anak menjadi lebih emosional dan bertindak
menuju gejala kenakalan remaja.
Suatu kepribadian orang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
lingkungan dan keluarga. Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, jika
seseorang memiliki ciri kepribadian yang menyimpang maka ada kemungkinan
orang tersebut mengalami gangguan mental.
Mental illness (mental disorder), disebut juga dengan gangguan mental atau
jiwa, adalah kondisi kesehatan yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku,

5
https://www.bphn.go.id/data/documents/97uu003.pdf
suasana hati, atau kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau
berlangsung dalam waktu yang lama (kronis). Gangguan ini bisa ringan hingga
parah, yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Ini termasuk melakukan kegiatan sosial, pekerjaan, hingga
menjalani hubungan dengan keluarga. Meski rumit, gangguan kesehatan mental
termasuk penyakit yang dapat diobati. Bahkan, sebagian besar penderita mental
disorder masih dapat menjalani kehidupan sehari-hari selayaknya orang normal.
Dalam kriteria diagnostik DSM - IV (Diagnostic and Statistical Manual Of
Mental Disorder Fourth Edition), menjelaskan bahwa gangguan kepribadian terbagi
menjadi tiga kategori. Kategori A, individu memiliki ciri sifat yang eksentrik, seperti,
Paranoid. Kategori B, memiliki ciri individu yang dramatis dan emosional, seperti,
psikopat atau antisosial. Kategori C, memiliki ciri individu yang mudah cemas atau
rasa takut yang berlebihan, seperti kepribadian yang menghindar.
Dalam hal ini, gangguan jiwa psikopat atau antisosial termasuk dalam
kategori B. Kriteria antisosial yang dijelaskan dalam DSM-IV, memiliki ciri suka
berbohong, sering melanggar norma hukum, serta tidak ada penyesalan seperti
yang ditunjukkan oleh sikap acuh tak acuh atau mencari-cari alasan telah disakiti,
dianiaya oleh orang lain, terdapat adanya gangguan tingkah laku dengan waktu
permulaan penyakitnya sebelum berusia 15 tahun. Seseorang yang memiliki
gangguan kepribadian psikopat ini memang tidak bisa diidentifikasi secara pasti,
namun gangguan ini diprediksi timbul karena pengaruh genetik dan pengalaman
traumatis masa kecil.
Dengan itu, sudah seharusnya orang yang berbuat tindak pidana untuk
diproses melalui hukum dan mendapatkan hukuman yang sesuai. Tetapi pada
kenyataannya, di kasus-kasus tertentu, penanganan dengan cara yang khusus
dapat dilakukan. Pengurangan, penambahan bahkan penghapusan pun dapat terjadi
dalam prosesnya. Pada praktiknya saat di persidangan, hakim juga dapat
menghadirkan ahli terkait masalah yang dihadapi. Ahli yang berpengalaman tersebut
dalam kasus ini ditugaskan untuk membuktikan seseorang mengidap gangguan
kejiwaan dan kemungkinan potensi-potensi kelainan lainnya.
Psikiater adalah salah satu ahli yang telah disebutkan diatas. Seseorang tidak
bisa menjadi psikiater tanpa kualifikasi sebagai dokter. Di dalam kedokteran, psikiatri
secara sederhana didefinisikan sebagai cabang yang menangani 'penyakit mental'
(sekarang lebih sering disebut gangguan 'psikiatri') (Burns, 2006). Psikiater dalam
hal ini memiliki kemampuan lebih dalam untuk mendeteksi suatu penyakit mental
dengan menilai beberapa gejala yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang
beragam.
Sebagai negara hukum, Indonesia tentu juga harus ikut serta dalam
meningkatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan seseorang yang sedang
mengalami gangguan jiwa, karena bagaimanapun, orang-orang dengan gangguan
jiwa sangat bergantung kepada dukungan dari negara pula, dari aturan- aturan dan
kebijakan yang dibuat. Disinilah peran hukum dan negara diperlukan untuk memutus
stigma, mensejahterakan, menjunjung tinggi keadilan dan mempertahankan hak-hak
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, bagaimana pertanggungjawaban pelaku
tindak pidana anak yang mengalami gangguan jiwa? Dan, bagaimana perlindungan
hukum terhadap pelaku tindak pidana anak yang mengalami gangguan jiwa?

Anda mungkin juga menyukai