Anda di halaman 1dari 14

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


_____________________________________________________________________________________________
Nama Dokter Muda : - Resa Ayunindra Ditya Putri
- Fachsyar Hidayat
- Risti Pangestu
- Triana Amalia
- Alyda Choirunnisa
- Eka Putri Arditasari
- Tiara Setyoning Arum
- Ika Prihatiningsih

Stase : Ilmu Forensik

Identitas Pasien
Nama / Inisial : Nn. V No RM : -
Umur : 13 Thn Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosis/ kasus : Tindakan Pencabulan
Pengambilan kasus pada minggu ke: 1
Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya
wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Forensik

Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang
diambil ).
Pada tanggal 27 Februari 2014 telah diperiksa dan dirawat seorang yang
berdasarkan surat visum dari Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Semarang melalui
suratnya 28 Februari 2014, Nomor: R / 48 / II / 2014 / Reskrim yang ditandatangani oleh
Wika Hardianto, S.H., S.I.K Pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi NRP 72020469
telah dibenarkan oleh yang bersangkutan bernama Vriska Amanda Putri, umur 13
tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Jl. Kuwaron 2 Rt 07 Rw 02 Kel. Bangetayu
Kulon Kec. Genuk Kota Semarang. Berdasarkan surat permintaan itu, orang tersebut
diduga telah mengalami pencabulan pada hari Kamis tanggal 27 Februari 2014 di sekitar
sekolahan SMP PGRI 01 Medoho Gayamsari Kota Semarang.

FAKTA YANG DITEMUKAN :
1). KEADAAN UMUM
Tingkat Kesadaran : sadar penuh
Denyut Nadi : delapan puluh kali per menit
Pernapasan : dua puluh kali per menit
Suhu Badan: tiga puluh enam koma lima derajat celcius
Berat Badan : lima puluh enam koma lima kilo gram

2). KELAINAN-KELAINAN FISIK
o Status Lokalis:
Alat Kelamin:
- terdapat luka robek di selaput dara pada arah jam enam, tujuh dan sebelas
- luka lecet di antara liang senggama dan anus (perineum) warna
kemerahan
- terdapat cairan berwarna putih keruh (sisa sperma) di liang senggama.
KESIMPULAN
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari pemeriksaan orang tersebut, maka saya
simpulkan bahwa telah diperiksa seorang perempuan, umur tiga belas tahun, dari
pemeriksaan didapatkan luka akibat kekerasan tumpul berupa luka robek pada selaput
dara dan luka lecet pada alat kelamin

2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus
Dewasa ini kata-kata kekerasan pada anak sudah tidak asing lagi ditelinga kita
karena begitu banyaknya kasus dan kejadian yang menimpa anak-anak dan remaja
terutama remaja putri. Solihin (2004) dalam penelitiannya dengan Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for tourism research and development
Universitas Gadjah Mada melaporkan child abuse yang terjadi dari tahun 1999-2002 di
7 kota besar di kota besar di Indonesia ditemukan sebanyak 3.969 s dengan rincian
sexsual abuse 65,8%, physical abuse 19,6%, emotional abuse 6,3%, dan child neglect
8,3%.
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan
semena-mena yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan melindungi
seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi seperti tertera dalam pasal 1 UU
No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kekerasan seksual atau sexual abuse
meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga, selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap
perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan
orang lain untuk tujuan komersil. Dimana pelecehan seksual pada anak sangat
berdampak negatif bahkan kondisi dimana anak terlibat dalam aktifitas seksual, anak
sama sekali tidak menyadari dan tidak mampu mengkomunikasikan atau bahkan tidak
tahu arti tindakan yang diterimanya. Sehingga Kekerasan yang dilakukan terhadap anak
di bawah umur tentunya akan berdampak pada psikologis maupun perkembangan
lainnya terhadap anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan
trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti
minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat
pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu
kenangan buruk bagi anak korban pencabulan tersebut. Peran aktif dari para aparat
penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kesusilaan sangat diperlukan.
Dengan kompleksnya permasalahan di seputar kekerasan terhadap anak, khususnya
kekerasan seksual, penanganan atau tindakan legal terhadap korban tidak dapat
dilakukan secara sepenuhnya sama seperti terhadap korban tindak kriminal lain. Perlu
dipikirkan kemungkinannya seperti kehadiran saksi ahli menggantikan kehadiran korban
dalam sidang pengadilan, ataupun bentuk-bentuk lain untuk memungkinkan
dilakukannya tindakan hukum. Banyaknya kasus pencabulan yang belakangan
terungkap dinilai tak lepas dari lemahnya orangtua dan masyarakat, apalagi ketika
pelaku dan korban pencabulan adalah anak-anak. Semua ikut bertanggung jawab mulai
dari keluarga, masyarakat hingga pemerintahterkai kekerasan pada anak ini, tegas ketua
persatuan ulama Dayak Isafudin menurut Murtada, lemahnya pengawasan terhadap
tontonan anak merupakan salah satu contoh kelalaian orang tua.
3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan evidence

Moral menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral ini sendiri
dinilai dari berbagai aspek, dan bisa bersumber dari norma sosial di masyarakat maupun dari
tiap individu yang didapat dari ajaran atau nasihat dan petunjuk. Karena moral itu dapat
bersifat subjektif maka perlu adanya etika untuk membatasi atau menelaah kembali. Etika
itu sendiri berarti ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral. Berbeda dengan moral, etika sifatnya ilmu, yang mana dinilai dan ditimbang dari
pengetahuan dari suatu sistem yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Dari
segi etika dan moral, kasus ini dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu dari sudut pandang
korban dan dari sudut pandang dokter yang disini berperan sebagai ahli yang melakukan
pemeriksaan untuk diminta keterangannya.
Dari sudut pandang korban, kasus ini kemungkinan adalah kasus pencabulan atau
pemerkosaan di bawah umur. Dilihat dari segi moral jelas tidak ada norma atau moral yang
membenarkan perilaku pencabulan maupun pemerkosaan dibawah umur. Sama halnya
dengan segi etika, jika dilihat dari efek yang ditimbulkan, pencabulan atau pemerkosaan
dibawah umur memiliki dampak negatif terhadap fisik dan psikis korban. Kasus pencabulan
atau pemerkosaan dibawah umur menjadi kasus yang diperhatikan sejak beberapa dekade
ini dan menjadi salah satu the most high-profile crimes. Auguste Ambroise Tardieu,
seorang ahli patologi forensik asal perancis di kenal sebagai orang pertama yang
mempublikasikan masalah pelecehan seksual dibawah umur dari bukunya yang terbit di
tahun 1857, yang berjudul Medical-Legal Studies of Sexual Assault (Etude Mdico-Lgale
sur les Attentats aux Murs), di buku tersebut ditekankan bahwa pelecehan seksual dibawah
umur dapat memiliki dampak negatif bagi psikis dan fisik yang bisa berakibat fatal.
Dari sudut pandang dokter sebagai sorang ahli yang diminta keterangan ahlinya untuk
kasus ini, jika dilihat dari segi moral, mungkin dokter dinilai salah karena melakukan
pemeriksaan terhadap hal yang bersifat tabu atau pribadi dalam kasus pencabulan atau
pemerkosaan ini. Namun karena perlunya peran ahli disini dalam menegakkan keadilan,
maka perlu ditimbang kembali dari segi etika medis dan kedokteran. Dalam pelaksanaan
profesinya dokter harus mematuhi kode etika kedokteran yang tertuang dalam SK PB IDI no
221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran
Indonesia. Dari segi etika medis, dokter dituntut kepedulian dan tanggung jawabnya
terhadap hidup dan kesehatan pasiennya. Secara tradisional yang diambil dari hipocrates,
etika medis dijabarkan dari berbagai asas - asas yaitu:
1. Asas melakukan perbuatan baik untuk manusia (Beneficence)
2. Asas tidak melakukan hal-hal buruk atau merugikan untuk manusia (Non
Maleficence)
3. Asas Menghormati hidup manusia
4. Asas Menjaga kerahasian (Konfidentalis)
5. Asas Kejujuran (Veracity)
6. Asas Tidak mementingkan diri sendiri
7. Asas Budi pekerti

Selain dari asas asas tersebut, dijabarkan pula tiga asas untuk etika medis secara
kontemporer yaitu:

1. Asas menghormati otonomi pasien
2. Asas keadilan
3. Asas berkata benar

Jika dilihat dari aspek hukum, jelas diterangkan pada KUHAP pasal 179 ayat 1 bahwa setiap
orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Jadi dari segi etika, perbuatan dokter melakukan pemeriksaan tersebut adalah benar asal
telah sesuai dari kode etika kedokteran dan etika medis serta hukum yang berlaku.
Sedangkan dari segi etika hukum, dokter wajib melakukan pemeriksaan tersebut sesuai
dengan undang undang yang berlaku.

ASPEK MEDIKOLEGAL
Perlu diketahui beberapa definisi yang terkait dengan kejahatan seksual seperti
persetubuhan, perkosaan atau pencabulan beserta dengan ketentuan-ketentuan yang ada
didalamnya untuk lebih memahami dalam menganalisis kasus.
Persetubuhan/senggama adalah perpaduan antara 2 alat kelamin yang berlainan jenis
guna memenuhi kebutuhan biologis, yaitu kebutuhan seksual (Dahlan,2007). Perpaduan
tersebut tidak mengharuskan seluruh penis masuk ke dalam vagina, masuknya ujung penis
(glans penis) saja diantara 2 labium mayor (bibir luar) sudah dapat dikategorikan sebagai
senggama atau persetubuhan.
Persetubuhan atau senggama yang tidak melanggar hukum (legal) adalah senggama
yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Terdapat izin dari wanita yang disetubuhi
2. Wanita yang disetubuhi sudah cukup umur, sehat akal, tidak sedang dalam terikat
perkawinan dengan laki-laki lain, bukan merupakan anggota keluarga dekat
Secara hukum, izin (consent) yang sah dari wanita yang disetubuhi adalah izin yang
diberikan dengan sadar, wajar, tanpa keragu-raguan dan atas kemauan sendiri. Bila izin
yang diberikan berdasarkan paksaan, menciptakan ketakutan atau tekanan, dan berdasarkan
tipu daya seperti hipnotis maka izin tidah sah secara hukum. Sedangkan umur dalam soal
bersenggama dianggap cukup umur jika sudah berusia 15 tahun. Wanita yang belum genap
berusia 15 tahu dianggap belum mampu memahami risiko yang muncul sebagai akibat dari
melakukan perbuatan bersenggama. Bila sepasang suami istri dalam pernikahan yang sah
melakukan hubungan seksual tanpa mendapat izin dari sang istri maka dapat dimasukkan
dalam senggama atau persetubuhan yang melanggar hukum.
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin yaitu rapere yang berarti mencuri, memaksa,
merampas atau membawa pergi. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 285
didefinisikan sebagai barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya melakukan persetubuhan. Dalam pengertian tersebut
perkosaan hanya dapat dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita yang bukan istrinya dan
persetubuhannya harus bersifat intravagina coitus. Jadi tindak pidana perkosaan yang ada di
Indonesia harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur pelaku: harus laki-laki, mampu melakukan persetubuhan
2. Unsur korban: harus perempuan, nukan istri dari pelaku
3. Unsur perbuatan: persetubuhan dengan paksa, pemaksaan tersebut harus dilakukan
dengan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan. (Dahlan, 2007)
Sedangkan pencabulan didefinisikan sebagaikecenderungan untuk melakukan aktivitas
seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan
kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu
kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh), tidak susila,
bercabul: berzinah, melakukan tindak pidana asusila, mencabul: menzinahi, memperkosa,
mencemari kehormatan perempuan.
Peran dokter dalam kejahatan seksual adalah dalam hal pembuktian. Pada setiap kasus
baik persetubuhan, perkosaan maupun pencabulan harus dibuktikan di pengadilan. Yang
dapat dilakukan dokter dalam mengumpulkan bukti-bukti untuk kepentingan peradilan
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda kekerasan
3. Perkiraan umur
4. Menetukan pantas/tidaknya untuk dikawin
Namun dalam kasus perkosaan, tidak mungkin bagi dokter untuk mengungkap ada tidaknya
paksaan atau ancaman kekerasan karena kedua hal tersebut tidak meninggalkan bukti-bukti
medis. Pembuktian dilakukan oleh dokter baik terhadap korban maupun terhadap tersangka
(apakah tersangka benar-benar laki-laki dan dapat melakukan senggama/tidak impoten).

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang yang mengatur tentang Kejahatan terhadap Kesusilaanterdapat pada
Bab XIVKitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut merupakan bagan yang
dibuat untuk mempermudah pemahaman pasal-pasal mengenai tindakan asusila yang
berkaitan dengan persetubuhan

Persetubuhan
Dalam
perkawinan
(Pasal 288)
Diluar
perkawinan
Dengan
persetujuan
perempuan
Umur perempuan >
15 tahun (Pasal 284)
Umur perempuan
belum cukup 15
tahun (Pasal 287)
Tanpa
persetujuan
perempuan
Dengan kekerasan
atau ancaman
kekerasan (Pasal
285)
Perempuan dalam
keadaan pingsan
atau tidak berdaya
(Pasal 286)



Persetubuhan
Dalam
perkawinan
(Pasal 288)
Diluar
perkawinan
Dengan
persetujuan
perempuan
Umur perempuan >
15 tahun (Pasal 284)
Umur perempuan
belum cukup 15
tahun (Pasal 287)
Tanpa
persetujuan
perempuan
Dengan kekerasan
atau ancaman
kekerasan (Pasal
285)
Perempuan dalam
keadaan pingsan
atau tidak berdaya
(Pasal 286)
Pemerkosaan
Usia
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya bahwa umumya
belum lima belas tahun, atau kalau
umurnya tidak jelas, bawa belum
waktunya untuk dikawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas
pengaduan, kecuali jika umur wanita
belum sampai dua belas tahun atau
jika ada salah satu hal berdasarkan
pasal 291 dan pasal 294.
Perlakuan
Pasal 285
Barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua
belas tahun.
Kekerasan
Fisik
Pasal 89
Membuat orang pingsan atau
tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan.
Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahui
bahwa wanita itu dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya,
diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Pasal 291
(1) Jika salah satu kejahatan
berdasarkan pasal 286, 2 87, 289, dan
290 mengakibatkan luka-luka berat,
dijatuhkan pidana penjara paling lama
dua belas tahun;
(2) Jika salah satu kejahatan
berdasarkan pasal 285, 2 86, 287, 289
dan 290 mengakibatkan kematian
dijatuhkan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Kekerasan
Psikis
Refleksi dari Forensik
Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai kejahatan
seksual seorang dokter memiliki peran untuk membantu penyidik dalam hal :
Menentukan ada atau tidaknya tanda tanda persetubuhan
Menentukan ada atau tidaknya tanda tanda kekerasan
Menentukan usia
Menentukan pantas tidaknya korban untuk kawin
Guna menentukan hal hal diatas dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan
terhadap korban. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik,
pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan toksikologi. Sebelum dilakukan pemeriksaan
untuk pembuatan visum, dokter harus memastikan bahwa telah ada surat permintaan
visum untuk korban. Korban harus diantar oleh penyidik karena tubuh korban
merupakan barang bukti. Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin karena dengan
tertundanya pemeriksaan dapat mempengaruhi temuan temuan penting yang ada di tubuh
korban serta dapat mempengaruhi kondisi psikis korban. Korban juga harus diberikan
pemahaman alasan dan kepentingan dilakukan pemeriksaan. Dalam kasus ini korban
berusia 13 tahun, maka informed consent dan edukasi di berikan pada orang tua.
1. Menentukan ada atau tidaknya tanda tanda persetubuhan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada persetubuhan terjadi penetrasi
penis pada alat genital wanita. Akibat hal ini dapat dijumpai beberapa tanda
antara lain :
robekan pada himen/selaput dara pada wanita
Masuknya penis kedalam vagina dapat menyebabkan robeknya hymen.
Namun robekan pada hymen tidak selalu diakibatkan penetrasi penis.
Begitu pula penetrasi penis tidak selalu merobek hymen misalnya pada
hymen yang elastis, penetrasi tidak lengkap atau ukuran diameter penis
kecil. Oleh karena itu robekan pada hymen ini bukan merupakan tanda
pasti persetubuhan. Dalam kesimpulan pemeriksaan, robekan pada himen
menandakan terdapat benda padat atau kenyal yang masuk dalam vagina.
Ejakulat (sperma dan air mani) pada liang senggama/ vagina. Adanya
ejakulat merupakan tanda pasti terjadinya persetubuhan. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan asam fosfatase, spermin
dan kolin. Keberadaan sperma juga dapat memberikan informasi sudah
berapa lama kejadian persetubuhan terjadi. Namun bila tak ditemukan
sperma/ mani bukan berarti tidak terjadi persetubuhan. Pertimbangkan
apakah pelaku menggunakan kondom, pelaku steril atau terjadi coitus
interuptus.

Perlukaan di daerah genital
Perlukaan pada daerah genital dapat berupa lecet dan memar. Hal ini
diakibatkan persetubuhan yang kasar serta tak ada lubrikasi vagina.
Normalnya saat koitus wanita mengeluarkan secret untuk lubrikasi
sebagai akibat respon seksual. Namun karena kasus perkosaan biasanya
wanita tidak berespon seksual maka lubrikasi tak terjadi.
Penularan Infeksi Menular Seksual
Hal ini dapat terjadi pada korban yang disetubuhi pelaku yang menderita
penyakit menular seksual seperti GO, sifilis, dll. Pemeriksaan secret
vagina dan servik perlu dilakukan untuk memastikan hal ini.
Terjadinya kehamilan
Kehamilan merupakan tanda pasti terjadinya persetubuhan. Guna
mengetahui apakah kehamilan disebabkan oleh terdakwa perlu dilakukan
pemeriksaan DNA.
2. Menentukan ada atau tidaknya tanda tanda kekerasan
Tanda tanda kekerasan yang dimaksud adalah tanda tanda kekerasan
diluar daerah genital. Kekerasan yang dimaksud bukan hanya kekerasan fisik
yang terlihat namun termasuk juga didalamnya kekerasan menggunakan zat
tertentu seperti obat obatan yang menyebabkan pasien tak sadar. Bila dalam
pemeriksaan ditemukan adanya perlukaan maka identifikasi luka harus dilakukan
dengan cermat dan disimpulkan jenis luka, penyebab luka serta derajat luka.
Pemeriksaan toksikologi perlu dilakukan bila dicurigai pelaku menggunakan zat
tertentu misalnya alkohol atau obat obatan yang menyebabkan korban tak
sadarkan diri.
3. Menentukan usia
Penentuan usia diperlukan untuk menentukan apakah korban sudah
dewasa atau belum. Namun pada korban yang tak berdaya pemeriksaan ini tak
perlu dilakukan. Penentuan usia diperiksa dengan melihat perkembangan fisik,
alat kelamin sekunder, pertumbuhan gigi dan fusi tengkorak.
4. Menentukan pantas tidaknya korban untuk kawin
Secara biologis seorang wanita pantas untuk kawin bila telah mengalami
menstruasi. Sedangkan dalam Undang Undang Perkawinan Bab II pasal 7 ayat 1
disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai usia 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Pemerikasaan pada
tersangka dilakukan untuk menentukan apakah pelaku mampu melakukan
persetubuhan. Pelaku tidak dapat melakukan persetubuhan bilamana terjadi
impotensi.



Oleh karena itu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan apakah benar
pasien mengalami impotensi serta penlusuran penyakit yang diderita yang dapat
menyebabkan pasien impotensi. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan epitel vagina yang menempel pada penis.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadapi korban kejahatan seksual antara
lain :
Jenis pemeriksaan Barang bukti
yang diperiksa
(sampel)
Metode Hasil yang diharapkan
Penentuan ada
atau tidaknya
sperma
Cairan vaginal Tanpa pewarnaan Sperma yang bergerak
Pewarnaan
Malachitgreen
Basis kepala sperma
berwarna ungu, bagian
hidung berwarna merah
muda
Pakaian Pewarnaan Beeci Kepala sperma berwarna
merah, bagian ekor biru
muda

Penentuan ada
tidaknya air mani
Cairan vaginal Reaksi asam fosfatase Warna ungu timbul <30
detik : indikasi besar,
warna ungu <65 detik :
indikasi sedang
Reaksi florence Terbentuk Kristal kholin
peryiodida (karena mani
mengandung kholin)
Reaksi Berberio Terbentuk spermin pikrat
(terdapat spermin dalam
mani)
Pakaian Inhibisi asam fosfatase
dengan asam tartrat
Bercak mani berbeda
dengan bercak lain
Reaksi asama fosfatase Warna ungu pada pakaian
: mani (+)
Toksikologi Darah dan urin Thin Layer
Chromatograph,
mikrodifusi, dll
Adanya obat obatan yang
dapat menurunkan/
menghilangkan kesadaran
Penentuan
golongan darah
Cairan vaginal
yang berisi mani
dan darah,
jaringan
dibawah kuku
korban
(pencakaran
pelaku)
Serologis A-B-O
grouping test
Golongan darah yang
berbeda dengan golongan
darah korban.


3. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Kejahatan seksual merupakan tindakan yang melanggar norma baik norma
kesusilaan dan norma agama. Dalam islam banyak ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits
yang menerangkan tentang hukum kejahatan seksual maupun pemerkosaan. Perkosaan
dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan).
Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat
perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali
maupun hukuman rajam. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm.
364; Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al
Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu Syarah Al
Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Perkosaan termasuk perbuatan haram, faktanya berbeda dengan perzinaan.
Perzinaan adalah hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang tidak memiliki
ikatan pernikahan yang sah menurut syariat, dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan,
dan kelamin keduanya telah bertemu, seperti masuknya ember ke dalam sumur. Adapun
perkosaan, adalah hubungan seksual yang dilakukan laki-laki dan wanita yang tidak
memiliki ikatan pernikahan yang sah, tidak dengan suka sama suka, alias paksaan oleh
salah satu pihak ke pihak lain. Dalam Alquran surat Al-Israa ayat 32 : Dan janganlah kamu
mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.


[ ]

Para ulama telah bersepakat diberlakukannya hadd bagi pelaku pemerkosaan apabila
terdapat bukti yang mewajibkan baginya hadd atau si pelaku mengakui perbuatannya.
Jika tidak memenuhi dua hal tersebut (adanya bukti atau pengakuan
Abul-Jauzaa
), maka
baginya hukuman (tazir). Tidak ada hukuman baginya (si wanita) apabila terbukti tidak
menginginkannya dan dipaksa. Hal itu diketahui dengan suaranya, permintaan
tolongnya, dan teriakannya [Al-Istidzkaar, 7/146].
At-Tirmidziy rahimahullah membawakan riwayat :

"

"


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin yahyaa An-Naisaabuuriy : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuusuf, dari Israaiil : Telah menceritakan
kepada kami Simaak bin Harb, dari Alqamah bin Waail Al-Kindiy, dari ayahnya : Ada
seorang wanita di jaman Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam yang keluar rumah
hendak melakukan shalat. Lalu ia berjumpa dengan seorang laki-laki, yang kemudian ia
(laki-laki) memperkosanya. Setelah selesai memperkosanya, wanita itu berteriak-teriak.
Laki-laki tadi pun kabur. Lalu ada seseorang yang melewatinya. Wanita itu berkata
kepadanya : Sesungguhnya ada seorang laki-laki melakukan begini dan begitu
kepadaku. Lalu lewat pula sekelompok orang dari kaum Muhaajiriin, dan wanita itu
berkata kepada mereka : Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melakukan begini
dan begitu kepadaku. Mereka pun pergi, yang kemudian menangkap seorang laki-laki
yang diduga memperkosa si wanita tadi, lalu mereka pun membawa laki-laki tersebut
kepadanya (si wanita). Wanita itu berkata : Benar, dialah orangnya. Mereka pun
membawa laki-laki itu kepada Rasulullahshallallaahu alaihi wa sallam. Ketika
beliau shallallaahu alaihi wa sallam memerintahkan agar laki-laki itu dirajam, maka
berdirilah seorang laki-laki yang sebenarnya memperkosa si wanita. Ia berkata : Wahai
Rasulullah, akulah orangnya (yang memperkosa wanita itu). Beliau shallallaahu alaihi
wa sallam berkata kepada si wanita : Pergilah, Allah telah mengampunimu (karena
salah tuduh). Dan beliau shallallaahu alaihi wa sallam berkata kepada laki-laki pertama
yang dituduh tadi dengan perkataan yang baik. Lalu beliaushallallaahu alaihi wa
sallam berkata kepada laki-laki yang memperkosa : Rajamlah ia. Beliau kemudian
bersabda : Sungguh, ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penduduk
Madiinah bertaubat dengannya, niscaya akan diterima (oleh Allah)[Diriwayatkan oleh
At-Tirmidziy no. 1454, dan ia berkata : Hadits ini hasan ghariibshahih].





Umpan balik dari pembimbing







.,...
TTD Dokter Pembimbing TTD Dokter Muda


----------------------------------- ----------

Anda mungkin juga menyukai