Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP KENAKALAN

REMAJA (JUVENILE DELIQUENCY)

Nama Penulisa, Nama Penulisb


a
Fakultas Hukum, Universitas Mataram, bFakultas Hukum, Universitas Mataram
E-mail : penulis1@unram.ac.id E-mail : penulis2@unram.ac.id

ABSTRAK

Masa remaja merupakan masa transisi, dimana terjadi perubahan dalam diri
remaja baik dalam fisik, emosional, intelektual maupun sosial. Kenakalan remaja
(juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau
hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa
anak-anak dan dewasa. Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat
dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan (library research). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-
faktor apakah yang menyebabkan kenakalan remaja dan upaya penanggulangan
kejahatan dan kenakalan remaja. Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja / remaja antara lain faktor
kejiwaan atau psikologis dan struktur keluarga.

Kata kunci : Juvenile Delinguency, Remaja, Kriminologi

ABSTRACT

Adolescence is a transition period, where changes occur in adolescents both


physically, emotionally, intellectually and socially. Juvenile delinquency is an act
that violates norms, rules or laws in society that is committed during adolescence
or the transition between childhood and adulthood. Juvenile delinquency in the
study of social problems can be categorized into deviant behavior. This research
is library research. The aim of this research is to find out what factors cause
juvenile delinquency and efforts to overcome juvenile crime and delinquency.
Results The results of the research show that the factors that cause
juvenile/adolescent delinquency include psychological or psychological factors
and family structure.

Keywords : Juvenile Delinguency, Teenagers, Criminology


A. PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi dimana terjadi perubahan fisik,
emosional, intelektual, dan sosial.Berbagai perubahan tersebut dapat berujung
pada munculnya tahapan krisis.Artinya, jika tahap krisis ini tidak dapat diatasi
secara harmonis, maka gejala-gejala seperti keterbelakangan, ketegangan,
kesulitan beradaptasi dengan kepribadian yang terganggu, bahkan kegagalan total
dalam tugas menjadi pribadi dapat muncul.Mereka tampil sebagai makhluk sosial
yang membangun hubungan antar manusia. Seseorang yang dapat memuaskan
diri sendiri dan orang lain. Selain itu, karena beberapa perubahan psikologis yang
terjadi pada remaja, remaja cenderung menolak segala peraturan yang membatasi
kebebasannya (Karlina, 2020).
Kriminologi teoretis, seperti ilmu-ilmu sejenis lainnya, adalah ilmu
empiris yang berfokus pada fenomena dan menggunakan metode yang tersedia
untuk mencoba menyelidiki penyebab gejala-gejala tersebut. Menurut Sutherland:
“Kriminologi adalah suatu kumpulan pengetahuan tentang hal-hal yang tidak
dapat dipisahkan dari berbagai bidang penelitian yang menjadi fokusnya, seperti
antropologi, sosiologi, psikologi kriminal, serta perkembangan hukum pidana dan
kriminologi dalam analisis kejahatan. Secara hukum, Kejahatan bersifat sosial
Dapat diartikan sebagai segala perbuatan yang melanggar hukum atau hukum
pidana yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan dalam kriminologi, kejahatan
tidak hanya mencakup perbuatan yang melanggar hukum dan hukum pidana yang
berlaku di masyarakat, tetapi juga perbuatan yang melanggar undang-undang dan
hukum pidana yang berlaku di masyarakat diatur oleh peraturan perundang-
undangan dan hukum pidana, termasuk juga perilaku anti sosial yang
menimbulkan kerugian bagi orang di sekitar, meskipun tidak diatur atau diatur.
Kejahatan adalah perbuatan yang merugikan masyarakat sehingga menimbulkan
reaksi negatif.1
Hal ini menyebabkan banyak generasi muda melakukan tindakan yang
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat bahkan melanggar

1
Sahetapy J.E, Pisau Analisis Kriminologi (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2005), 23.
undang-undang yang ada, yang disebut dengan kenakalan remaja. Di Indonesia,
permasalahan kenakalan remaja nampaknya sudah mencapai tingkat yang cukup
mengkhawatirkan bagi masyarakat. Situasi ini memberikan tanggung jawab
terhadap masalah ini, termasuk kelompok pendidikan di lingkungan sekolah,
kelompok hakim dan jaksa di bidang penasehatan dan penegakan hukum, dan
bahkan pemerintah sebagai pengambil kebijakan secara keseluruhan dalam
mendorong, membangun dan memelihara keselamatan masyaraka untuk
menyemangati mereka yang terlibat. Faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah
peran masyarakat dan keluarga dalam mendukung hal tersebut.2
Kenakalan remaja merupakan pelanggaran terhadap norma, aturan, dan
hukum sosial yang dilakukan pada masa remaja atau masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa.Apabila mengkaji permasalahan sosial, kenakalan
remaja dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Dari sudut pandang
perilaku menyimpang, permasalahan sosial muncul karena adanya penyimpangan
perilaku terhadap berbagai aturan sosial atau nilai dan norma sosial yang berlaku. 3
Perilaku menyimpang dapat membahayakan pemeliharaan sistem sosial dan oleh
karena itu terkadang dipandang sebagai sumber masalah.Menggunakan konsep
perilaku menyimpang secara implisit berarti ada jalan baku yang harus ditempuh.
Perbuatan yang tidak mengikuti jalur ini berarti penyimpangan.
Kejahatan remaja menimbulkan keresahan yang besar di masyarakat.
Misalnya, kejahatan seksual sering dilakukan oleh anak-anak pada usia remaja,
dewasa, dan paruh baya. 70% perampokan, perampokan, dan perampokan
dilakukan oleh kaum muda berusia antara 17 dan 30 tahun.Kebanyakan generasi
muda yang dihukum atau dihukum karena kejahatan melakukan banyak tindakan
seperti pencopetan, perampokan, penipuan, perampokan, perampokan, dll karena
sifat serakah dan posesif. Menurut catatan polisi, diperkirakan 50 kali lebih
banyak anak laki-laki yang melakukan kejahatan dalam geng dibandingkan anak
perempuan pada umumnya, dan anak perempuan menjadi korban prostitusi,
pergaulan bebas (pesta pora dan seks bebas dengan banyak laki-laki), dan

2
Sudarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 2.
3
Kartini Kartono, Pathologi Sosial (Jakarta: CV. Rajawali, 1999), 6-7.
gangguan jiwa, kemungkinan besar itu , bukan sekadar kabur dari rumah dan
keluarga;.4

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) sebagai
pendukung dalam melakukan penelitian. Library research dilakukan dengan cara
membaca, menelaah, serta mencatat bahan dari berbagai literatur, seperti buku,
jurnal, undang-undang, serta literatur lainnya yang mempunyai relevansi dengan
permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini.

C. PEMBAHASAN
Konsep Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja artinya tingkah laku yang jahat (Dulsilla) atau
kenakalan atau kenakalan remaja, suatu penyakit sosial (patologi) pada remaja
yang disebabkan oleh semacam pengabaian sosial dan menyebabkan timbulnya
semacam gejala perilaku menyimpang. Remaja nakal dan jahat disebut juga anak
cacat sosial. Mereka menderita gangguan jiwa akibat pengaruh sosial
masyarakat.5 Kejahatan remaja mengacu pada tindakan yang melanggar status
remaja. Kenakalan remaja terjadi ketika nilai dan norma dilanggar. Peristiwa
kejahatan remaja sering terjadi di kalangan remaja. Atau biasa dikenal dengan
Anak Bar Gede (ABG) dimana kehidupan remaja masih sangat labil. Mereka
mengendalikan emosinya tanpa takut melakukan tindakan menyimpang. Pubertas
terjadi antara usia 11 dan 20 tahun untuk anak perempuan dan 12 dan 21 tahun
untuk anak laki-laki.6
Di sinilah remaja dapat menemukan jati dirinya setelah sekian lama
terkekang oleh orang tuanya dan lambat laun mulai menonjolkan keinginan
mandirinya. Remaja ini tidak mempunyai tempat yang jelas untuk ditinggali,
karena selain tidak termasuk dalam kelompok anak-anak, ia juga tidak termasuk
dalam kelompok orang dewasa atau orang tua. Remaja berada diantara anak-anak
4
Kartini Kartono, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011),
7.
5
Andika, Perkembangan Psikologi (RemajaJakarta: Rineka Cipta 2009), 100
6
Sudarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Bumi Aksara 2004), 70
dan orang dewasa. Masa remaja merupakan masa antara masa anak-anak dan
masa dewasa. Oleh karena itu, masa remaja diyakini dimulai ketika seorang anak
menjadi dewasa secara seksual dan mengejar karir setelah menjadi dewasa secara
hukum. Di Amerika, anak-anak dianggap dewasa ketika mereka mencapai usia 18
tahun. Namun masa remaja dapat dianalisa sebagai suatu tahap perkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosial.

Konsep Krimologi
Kriminologi merupakan ilmu yang mulai berkembang pada tahun 1850
seiring dengan ilmu-ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, dan cabang ilmu lain
yang membahas tentang gejala dan perilaku manusia dalam masyarakat.
Kriminologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan. Nama
kriminologi, ditemukan oleh antropolog Perancis P. Topinal (1830-1911), secara
harfiah terdiri dari kata ``crimen'' yang berarti kejahatan atau pidana, dan ``logos''
yang berarti ilmu pengetahuan, kriminologi dapat berarti ilmu pengetahuan.
kejahatan kejahatan atau pidana Bonger mengartikan kriminologi sebagai ilmu
yang tujuannya mempelajari berbagai fenomena kriminal.
Dengan definisi tersebut, Bonger membagi kriminologi menjadi
kriminologi murni sebagai berikut:
1. Antropologi kriminal adalah ilmu tentang orang jahat (fisik) Ilmu ini
memberikan jawaban atas pertanyaan tanda-tanda apa saja yang terdapat pada
tubuh orang jahat. Apakah ada hubungan antara etnis dan kejahatan?
2. Sosiologi kriminal adalah ilmu tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat.
Pertanyaan utama yang dipecahkan oleh bidang ilmiah ini adalah di mana
letak penyebab kejahatan dalam masyarakat.
3. Psikologi kriminal adalah ilmu tentang penjahat ditinjau dari jiwanya.
4. Psikopatologi kriminal dan neuropatologi kriminal adalah ilmu yang
mempelajari penjahat yang sakit jiwa atau saraf.
5. Penologi adalah ilmu tentang pertumbuhan dan perkembangan hukuman.
Selain itu, ada pula bentuk-bentuk kriminologi terapan lainnya, seperti:
1. Perusahaan kebersihan kejahatan yang tujuannya mencegah terjadinya
kejahatan. Misalnya, upaya pemerintah untuk memperkenalkan undang-
undang, asuransi jiwa, dan sistem kesejahteraan yang tujuan utamanya adalah
untuk mencegah kejahatan.
2. Kebijakan Kejahatan Upaya mencegah kejahatan apabila terjadi. Mari kita
pertimbangkan mengapa orang melakukan kejahatan. Faktor ekonomi
mungkin mencakup peningkatan keterampilan dan penciptaan lapangan kerja.
Jadi bukan hanya soal pemberian sanksi.
3. Kriminologi (ilmu kepolisian), ilmu penerapan teknik penyidikan kriminal
dan penyelesaian kejahatan

Faktor Yang Kenakalan Remaja


Dalam sejarah peradaban manusia sejak jaman dahulu, terdapat dua jenis
pendekatan yang berkembang untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya
kejahatan dan kemudian menjadi dasar munculnya teori kriminologi. Pendekatan-
pendekatan ini adalah: 7
- Spiritualisme, Ketika spiritualisme menjelaskan kejahatan, spiritualisme
berasumsi bahwa kebaikan berasal dari Tuhan dan kejahatan berasal dari
Setan.Seseorang yang melakukan kejahatan dianggap telah dicobai setan.
- Naturalisme, pendekatan ini muncul seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan alam sejak Abad Pertengahan dan seterusnya.Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan alam, masyarakat mencari penjelasan lain
yang lebih rasional dan dapat dibuktikan secara ilmiah untuk menemukan
penyebab terjadinya kejahatan.
Kenakalan remaja dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal atau endogen timbul dari proses internalisasi diri yang
menyebabkan remaja bereaksi salah terhadap lingkungan dan segala pengaruh
luar. Perilaku Anda merupakan respons yang salah atau tidak rasional terhadap
proses pembelajaran. Berupa tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan.

7
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 9.
Dengan kata lain, remaja menggunakan mekanisme pelarian dan pertahanan diri
yang salah atau tidak rasional dengan cara berikut: kebiasaan maladaptif, agresi,
dan pelanggaran norma sosial dan hukum formal. Kejahatan, kekerasan, kebiasaan
berkelahi kelompok, dll.
Adapun faktor-faktor internal antara lain:
Reaksi Frustasi negative ada pada individu itu sendiri, berupa
- Konflik batin, yaitu antara dorongan mental yang kekanak-kanakan dengan
pertimbangan yang lebih rasional.Selain itu, terdapat ketegangan dan
ketakutan psikologis yang besar yang menghambat dan mengganggu adaptasi
anak terhadap tuntutan lingkungan.
- Pemahaman dan kesimpulan yang salah tentang semua pengalaman mengarah
pada harapan, ekspektasi, fantasi, dan ketakutan yang salah (bersifat salah,
tetapi dialami oleh anak sebagai kenyataan). Akibatnya, anak berperilaku
salah berupa apatis, putus asa, lari, agresif, tantrum, gila, kekerasan, dan suka
berperang.
- Dengan reaksi frustasi negatif dan pengambilan keputusan yang tidak
rasional, anak berusaha melindungi dirinya dari kelemahan dan kekecilan
dirinya dengan berbagai alasan, reaksi dan tindakan yang tidak wajar.
- Gangguan Observasional dan Reaktif pada Remaja
2. Faktor Eksternal
Keluarga merupakan unsur pertama dan terpenting dalam menjalankan
proses sosialisasi dan peradaban pribadi anak. Anak belajar tentang cinta, kasih
sayang, kesetiaan, pandangan dunia, kepemimpinan, dan makna pendidikan dalam
keluarga, dan keluarga merupakan unit terkecil yang mempunyai pengaruh
menentukan terhadap perkembangan kepribadian anak dan menjadi landasan
dasar seorang anak. Menjadi perkembangan. Kualitas struktur keluarga juga
berperan.
Perkembangan mental dan fisik anak. Konflik yang terus-menerus,
perpecahan, dan akhirnya perceraian dalam sebuah keluarga mengawali
serangkaian kesulitan bagi seluruh keluarga, terutama anak-anak. Harmoni
terganggu dan keluarga serta anak-anak menjadi sangat bingung dan cemas secara
emosional. Perasaan takut, marah, dan khawatir yang dialami seorang anak
merupakan akibat dari pertengkaran antara ayah dan ibu yang tidak tahu harus
memihak mana. Jika orang tua terlalu melindungi anak-anaknya, terlalu
memanjakannya, menyelamatkannya dari berbagai kesulitan, dan menganggap
enteng hidup, maka anak-anaknya akan selalu terluka, tidak mampu mandiri,
selalu bergantung pada orang tua, gelisah dan bimbang, serta kalah bersentuhan
dengan ambisinya sendiri, harga dirinya tidak tumbuh.
Penolakan dari orang tua. Ada perasaan bahwa baik laki-laki maupun
perempuan tidak akan pernah mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai ayah
dan ibu. Mereka ingin melanjutkan gaya hidup tradisional mereka, mereka ingin
bersenang-senang sendirian seperti sebelum menikah, atau mereka terlalu sibuk
dengan kesibukan dan pekerjaan sehingga mereka tidak memperhatikan suami
atau memenuhi tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Pengaruh buruk,
perilaku kriminal dan sosial orang tua dan anggota keluarga dapat berdampak
menular pada anak. Anak-anak terlibat dalam kejahatan dan menjadi tidak
bermoral atau antisosial. Dengan demikian, kebiasaan buruk orang tua dapat
menyebabkan perilaku dan sikap anak.
Wujud perilaku delinquen ini adalah.
- Melebihi batas kecepatan lalu lintas dengan menghalangi kontrol lalu lintas
dan membahayakan nyawa Anda sendiri atau nyawa orang lain.
- Perbuatan sembrono, kriminal, sembrono yang mengganggu ketentraman
masyarakat sekitar. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh energi yang
berlebihan dan dorongan hati yang tidak terkendali, serta keinginan untuk
meneror lingkungan.
- Perkelahian antar geng, kelompok, dan sekolah, terkadang berakibat fatal.
- Dia bolos sekolah dan berkeliaran di sekitar kota, bersembunyi di tempat
terpencil sambil mencoba berbagai kejahatan dan tindakan tidak bermoral.
- Kejahatan antar anak/anak antara lain, namun tidak terbatas pada, kerusuhan,
pemerasan, pencurian, pencurian, pencopetan, penyerangan, penyerangan,
penyerangan, perampokan, penyerangan, pembunuhan, pencekikan,
peracunan, kekerasan, dan kejahatan lainnya
- Berpesta sambil mabuk, melakukan hubungan seks bebas, atau menciptakan
situasi kacau dimana Anda menjadi mabuk dan menimbulkan gangguan pada
orang lain.
- Pemerkosaan, bermotif seksual atau disebabkan oleh reaksi pengakuan karena
perasaan ditinggalkan, keinginan untuk mengenali diri sendiri, depresi berat,
kesepian, perasaan balas dendam, kekecewaan karena ditolak oleh wanita
atau orang lain; penyerangan seksual, pembunuhan.
- Kecanduan dan ketergantungan terhadap zat adiktif (narkoba) erat kaitannya
dengan kejahatan.
- Homoseksualitas dan kelainan seksual lainnya pada remaja.

Kenakalan Remaja dan Perkelahian Massal di Indonesia Dewasa Ini di


Dalam Pandangan Hukum Nasional
Beberapa ketentuan antara lain:
1. Menurut UU No. 23 tahun 2002 pasal 1.
2. Menurut Hukum Adat
3. Menurut KUH Perdata
4. Menurut KUH Pidana
5. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 pasal 1
Ad.1. Menurut UU No. 23 tahun 2002 Anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
ad.2. Menurut Hukum Adat Dalam Hukun Adat tidak dikenal anak/remaja, tetapi
yang dikenal adalah anak di bawah umur, yaitu mereka yang belum menunjukan
tanda-tanda pisik yang kongkrit bahwa ia telah dewasa. Jadi dalam Hukum Adat,
bukan umur yang menentukan seseorang telah dewasa atau belum, tetapi pisik
seseorang
Ad.3. Menurut KUH.Perdata Dalam Undang-undang ini pengertian remaja tidak
dijumpai melainkan hanya membedakan antara telahdewasa dengan belum
dewasa seperti terdapat dalam pasal 330 ayat 2 KUH Perdata, yang berbunyi
sebagai berikut: "Belum dewasa adalah belum mencapai umur genap 21 tahun dan
tidak terlebih dahulu kawin.”
ad.4. Menurut KUH.Pidana Menurut KUHP, berdasarkan pasal 45 KUHP,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seorang yang belum
berusia 16 (enam belas) tahun.
Selama persidangan
a. Sebagai Pelaku - Hak untuk mengetahui proses dan kejadian.
- Hak untuk mempunyai pendamping atau penasihat selama persidangan.
- hak atas fasilitas untuk berpartisipasi dalam prosedur yang dipercepat
(transportasi, perawatan medis) mengenai dirinya.
- Hak atas perlindungan dari tindakan merugikan yang menyebabkan
penderitaan mental, fisik dan sosial.
- Hak untuk mengungkapkan pendapat Anda.
- hak untuk menuntut ganti rugi atas pengobatan yang menimbulkan
penderitaan tanpa dasar hukum atau akibat penangkapan, penahanan,
penuntutan atau persidangan akibat kesalahan pribadi atau hukum,
dengan menggunakan cara-cara yang diatur dalam KUHAP; (Pasal 1
Paragraf 22).
- Hak atas pengobatan/pengembangan aktif untuk menjadi manusia
seutuhnya.
- Hak untuk menerima prosedur pribadi untuk kepentingan seseorang
b. Sebagai Korban
- Hak untuk mendapat keringanan hadir di pengadilan sebagai
saksi/korban.
- Hak untuk menerima penjelasan tentang proses dan perkara pengadilan.
- Hak atas perlindungan dari tindakan merugikan yang menyebabkan
penderitaan mental, fisik dan sosial pada siapa pun.
- Hak untuk menyatakan pendapat.
- Hak atas kompensasi atas kehilangan dan penderitaan
- Hak untuk meminta sidang pribadi.
c. Sebagai saksi
- Hak untuk mendapat keringanan untuk hadir di pengadilan sebagai saksi.
- Hak untuk mendapat informasi tentang proses hukum; - Hak atas
perlindungan dari tindakan merugikan yang menyebabkan penderitaan
mental, fisik atau sosial pada seseorang.
- Hak untuk mendapat izin dari sekolah untuk bersaksi sebagai saksi.

Setelah persidangan
a. Sebagai pelaku
- Pancasila UUD 1945, hak atas tindakan dan hukuman yang manusiawi
berdasarkan gagasan koreksi.
- Hak atas perlindungan dari semua orang terhadap tindakan yang
menyebabkan kerugian mental, fisik, atau sosial.
- Hak untuk memelihara kontak dengan orang tua dan keluarga.
b. Sebagai korban
- Hak untuk dilindungi dari tindakan merugikan yang menyebabkan
penderitaan mental, fisik, atau sosial pada seseorang.
- Hak atas manfaat mental, fisik dan sosial.
c. Sebagai Saksi
- Hak untuk dilindungi dari tindakan yang menyebabkan kerugian mental,
fisik, atau sosial pada seseorang.
Ini semua adalah hak-hak yang dapat dan memang dimiliki oleh anak-
anak ketika dibawa ke sidang pengadilan, baik mereka sebagai pelaku, korban,
atau saksi. Oleh karena itu, anak mempunyai hak-hak yang dilindungi dan dijamin
oleh undang-undang. Anak mempunyai status tertentu dan dilindungi oleh hukum
nasional. Anak tidak boleh diperlakukan semena-mena oleh orang tua atau orang
lain.8

Upaya Penanggulangan Kejahatan dan Kenakalan Remaja


Penanggulangan kejahatan Empirik, terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu sebagai
berikut:
1. Pre-Emtif
8
Lestari Victoria Sinaga, “Tinjauan Krimologi Terhadao Kenakalan Remaja dan Pencegahannya
Ditinjau dari UU Perlindungan Anak,” Jurnal Darma Agung 28, no. April 2020 (2020): 72–83.
Tindakan preventif merupakan upaya pertama kepolisian untuk mencegah
terjadinya kejahatan.Upaya pencegahan kejahatan preventif membantu
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang baik serta memastikan bahwa
norma-norma tersebut tertanam dalam diri seseorang. Sekalipun ada
kemungkinan untuk melakukan suatu tindak pidana, sekalipun tidak ada niat
untuk melakukannya, hal itu tidak termasuk suatu tindak pidana. Oleh karena
itu, ketika peluang masih ada, unsur niat dalam upaya pencegahan hilang.
Cara pencegahan ini berdasarkan teori NKK. Niat dan peluang untuk
melakukan kejahatan. Contoh: Larut malam, saat lampu merah menyala,
pengemudi berhenti dan menaati peraturan lalu lintas padahal saat itu tidak
ada petugas polisi. Hal ini sering terjadi di banyak negara seperti Singapura,
Sydney, dan kota-kota besar lainnya di dunia, sehingga unsur kesengajaan
tidak terjadi dalam upaya pra-publikasi.
2. Preventif
Upaya pencegahan tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya pencegahan
pada tingkat pencegahan sebelum suatu kejahatan terjadi. Upaya preventif ini
menitik beratkan pada menghilangkan kemungkinan terjadinya suatu
kejahatan. Misalnya saja seseorang ingin mencuri sepeda, namun sepeda yang
ada disimpan di gudang sepeda, sehingga kehilangan kesempatan dan tidak
terjadi kejahatan. Dalam upaya pencegahan, peluang sudah tertutup.
3. Represif Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau
kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemmenet)
dengan menjatuhkan hukuman.9
Dalam hal penanggulangan kenakalan remaja, Kartini Kartono mengemukakan
bahwa tindakan preventif yang dapat dilakukan antara lain :
1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga.
2. Perbaikan lingkungan, khususnya di desa-desa kumuh dan miskin.
3. Pendirian klinik konseling psikologis dan pendidikan untuk memperbaiki
perilaku dan menyelamatkan generasi muda dari kesulitan.
4. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja.

9
Alam, A.S. dan Amir Ilyas, Pengantar Kriminologi (Makassar: Pustaka Refleksi, 2010), 79-80.
5. Pembentukan otoritas kesejahteraan anak.
6. Pendirian panti asuhan.
7. Pendirian lembaga pemasyarakatan untuk memberikan dukungan kepada
anak-anak dan remaja yang membutuhkan pendidikan korektif, rehabilitasi,
dan kehidupan mandiri dan bermoral.
8. Pembentukan badan pengawas dan penatausahaan kegiatan anak nakal
dengan program pemasyarakatan.
9. Pengadilan remaja dibuka.
10. Menetapkan undang-undang khusus terhadap kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh anak-anak dan remaja.
11. Pendirian sekolah untuk anak yatim piatu.
12. Menyelenggarakan diskusi kelompok dan konseling kelompok untuk
membina hubungan kemanusiaan antara remaja nakal dan dunia luar.
Pembahasan ini sangat membantu untuk memahami jenis-jenis kesulitan dan
kendala yang dialami remaja.
Langkah pertama dalam upaya kompleks ini mungkin adalah memberikan
pendidikan yang komprehensif dan rinci kepada remaja tentang berbagai aspek
hukum terkait tindakan tidak senonoh yang mereka lakukan. Dengan cara ini,
generasi muda memperoleh pemahaman, apresiasi, dan perilaku hukum yang
sehat. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum generasi muda pada tingkat
tertentu dilakukan melalui berbagai kegiatan, namun yang paling sederhana dan
familiar dalam kehidupan generasi muda adalah konsultasi hukum yang dapat
divisualisasikan dalam berbagai bentuk dan metode. Melalui hal tersebut,
generasi muda akan mampu menginternalisasi dan mengembangkan nilai-nilai
positif yang akan membantunya hidup bermasyarakat dan lingkungan.10

10
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Cetakan ke-4, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 5.
D. KESIMPULAN
Kenakalan remaja dipahami sebagai perilaku jahat (Dulsila) atau
kejahatan, atau sebagai penyakit sosial (patologi) pada remaja, yang disebabkan
oleh semacam pengabaian sosial, sehingga menimbulkan munculnya semacam
gejala perilaku menyimpang. Remaja nakal dan nakal juga dikenal sebagai anak-
anak yang mengalami gangguan sosial. Mereka menderita gangguan jiwa akibat
pengaruh masyarakat. Kejahatan remaja mengacu pada perbuatan yang
melanggar KUHP Remaja. Kenakalan remaja terjadi ketika nilai dan norma
dilanggar.
Faktor penyebab kenakalan remaja antara lain banyak konflik internal dan
faktor kejiwaan atau kejiwaan yang menyebabkan tidak mampu atau lemahnya
pengendalian diri sehingga mengakibatkan anak/remaja tidak mampu
mengendalikan atau berinteraksi dengan lingkungan, sulit berfungsi. Struktur
keluarga yang sangat terganggu mempengaruhi perilaku nakal pada anak-anak
dan remaja. Sebab keluarga merupakan lingkungan terdekat yang membentuk
anak sejak dini dalam proses perkembangan fisik dan psikisnya.
Upaya dalam untuk memerangi kejahatan remaja. Polisi akan menangani
kejadian ini sebagai aparat penegak hukum yang bertanggung jawab atas
keselamatan dan keamanan masyarakat. Inisiatif-inisiatif tersebut meliputi upaya
preventif untuk meningkatkan kesadaran agar generasi muda tidak melakukan
kejahatan, upaya preventif untuk memperkecil peluang generasi muda melakukan
perbuatan menyimpang, dan upaya preventif yang dilakukan terhadap generasi
muda yang melakukan kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A.S. dan Amir Ilyas. Pengantar Kriminologi. Makassar: Pustaka Refleksi.
2010.

Andika. Perkembangan Psikologi. RemajaJakarta: Rineka Cipta 2009.

Kartono, Kartini. Pathologi Sosial. Jakarta: CV. Rajawali. 1999.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2011.

Rukmini, Mien. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi. Bandung: PT Alumni.


2006.

Sahetapy J.E. Pisau Analisis Kriminologi. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2005.

Santoso, Topo dan Zulfa, Eva Achjani. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada,. 2012.

Sudarsono. Kenakalan Remaja. Cetakan ke-4. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004.

Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004.

Sinaga, Lestari Victoria. “Tinjauan Krimologi Terhadao Kenakalan Remaja dan


Pencegahannya Ditinjau dari UU Perlindungan Anak.” Jurnal Darma Agung
28, no. April 2020 (2020): 72–83.

Sarwono, W, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


2012.

Anda mungkin juga menyukai