Anda di halaman 1dari 17

Pengaruh Teman Sebaya Terhadap

Perilaku Menyimpang di SMA Negeri


Jakarta

X IIS 1
Kelompok 2
1. Alfa Indah Agustina
2. Ananda Ramadhanty
3. Anindita Puti R
4. Radita Azzahra
5. Vica Viviana
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku menyimpang bukan suatu hal yang baru terjadi di kalangan pelajar. Perilaku

menyimpang terkadang sudah menjurus kepada tindak kriminalitas seperti balapan liar,

bullying, tawuran, seks bebas, dan lain-lain. Persoalan ini selalu menyita perhatian para orang

tua, guru, dan lain-lain. Persoalan ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar tetapi juga terjadi

di daerah-daerah atau di banyak pelosok di negeri ini. Masalah pelaku menyimpang yang

dilakukan pelajar merupakan masalah yang tiada habis-habisnya untuk dibicarakan, hampir

setiap media masa yang ada memberitakan permasalahan pelaku menyimpang yang

dilakukan pelajar.

Terlebih lagi belakangan ini kasus bullying yang merupakan salah satu perilaku

menyimpang yang dilakukan pelajar telah banyak menimbulkan korban dari berbagai

pihakdan membuat para orang tua cemas.

Salah satu faktor penyebab masalah masalah tersebut ialah pengaruh teman sebaya.

Kondisi psikis remaja yang kurang stabil mengakibatkan dirinya mudah dipengaruhi oleh

lingkungan sekitar.

Berdasarkan gambaran pokok pikiran tersebut, kami ingin melakukan suatu kegiatan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pergaulan Siswa SMA Negeri

di Jakarta”
B. Rumusan Masalah dan Hipotesis

Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut.

1. Mengapa teman sebaya dapat mempengaruhi pergaulan?

2. Bagaimana pengaruh teman sebaya terhadap pergaulan?

Hipotesis yang bisa diperoleh dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut.

1. Hipotesis kerja (HA)

Semakin baik lingkungan teman sebaya, semakin rendah peluang seorang anak melakukan

perilaku menyimpang.

2. Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada keterkaitan lingkungan teman sebaya dengan perilaku menyimpang di lingkungan

SMA Negeri Jakarta

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh teman sebaya terhadap perilaku

menyimpang yang dilakukan siswa SMA Negeri di Jakarta

Manfaat penelitian secara teoretis, yaitu memberikan kontribusi untuk menambah wawasan

bagi pembaca yang ingin meneliti masalah perilaku menyimpang di kalangan remaja.

Manfaat penelitian secara praktis, yaitu untuk masukan kepada remaja agar tetap terus

menjaga pergaulannya.

Bab 2

Tinjauan Kepustakaan
Istilah remaja secara hukum normatif sulit dicari batasannya. Istilah yang umum dalam

hukum positif ialah belum cukup umur (minderjarijg) atau belum dewasa. Dua istilah

tersebut biasanya dikaitkan dengan batasan umur. Sayangnya terjadi dualisme pengaturan

dalam sistem hukum negeri ini saat menentukan batasan usia seseorang dikatakan belum

dewasa atau belum cukup umur. (Hadisuprapto, 2004:10).

Istilah remaja (adolescence) juga berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti

tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini

mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock 1980 : 206)
dengan mengatakan “secara psikologis masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) kurang lebih berhubungan dengan masa di waktu puber.
Termasuk di dalamnya adalah perubahan intelektual yang lebih dalam berpikir.
Perubahan intelektual dari cara berpikir remaja inilah yang memungkinkan
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosialnya dengan orang dewasa, yang
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan.”

Remaja pada akhirnya akan mengalami perubahan. Mereka akan mengalami

perubahan fisik yang sangat pesat dan perubahan itu juga bersamaan dengan

perubahan sikap dan juga perilaku. Perubahan menyeluruh yang terjadi pada setiap

remaja, pertama yaitu emosi yang meninggi, yang intensitasnya tergantung pada

tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua adalah perubahan pada fisik, minat dan

peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Ketiga adalah dengan adanya perubahan

minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Terakhir adalah mereka
menginginkan dan menuntut kebebasan namun mereka sendiri lebih sering takut

bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat

menangani tanggung jawab yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Kartono (1992 :

66) bahwa

“pada masa adolensi anak mulai menemukan nilai-nilai hidup baru, sehingga
semakin jelaslah pemahaman tentang keadaan sendiri. Ia mulai bersikap kritis
terhadap obyek-obyek di luar dirinya; dan ia mampu mengambil sintese antara
dunia luar dan dunia internal.”

Undang-undang tertentu menentukan batas usia seseorang belum dewasa bila

umurnya kurang dari 21 tahun (Burgelijk Wetboek, UU No. 4 tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak), sementara ketentuan peraturan perundang-undangan lain

menentukan batas usia seseorang belum dewasa adalah dibawah 18 tahun, (UU

tentang HAM, UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU No. 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak). Kondisi pengaturan perundang-undangan menyangkut

anak-anak yang demikian itu sudah barang tentu akan mempengaruhi langkah-

langkah perlindungan hukum bagi anak-anak pada umumnya dan anak-anak pada

khususnya.

Chaplin (1981:12) menjelaskan definisi remaja adalah periode antara

pubertas dan kedewasaan. Usia yang diperkirakan : 12-21 tahun untuk anak gadis,

yang lebih cepat menjadi matang daripada anak laki-laki, dan antara 13 hingga 22

tahun bagi anak laki-laki.

Remaja menurut Monks (2006 : 262) dibagi atas tiga tahapan yaitu remaja awal

usia 12-15 tahun, remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan remaja akhir usia
18-21 tahun. Remaja menurut WHO (dalam Sarwono 2011 : 12) membagi kurun usia

menjadi 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.

Sedangkan menurut pandangan dari masyarakat Indonesia sendiri dalam

menentukan definisi remaja secara umum agak sulit karena Indonesia terdiri dari

banyak suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Pedoman yang

dipakai adalah batasan usia remaja 11-24 tahun dan belum menikah. Hal itu dengan

adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (Sarwono 2011 : 18) :

1. Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder

mulai tampak.

2. Masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah akil baligh ,baik menurut

adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka

sebagai anak-anak.

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa

seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dan perkembangan

psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral.

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang

bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada

orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai 16 orang dewasa (secara

adat/ tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.

5. Status perkawinan sangat menentukan pada definisi di atas, karena arti

perkawinan masih sangat penting di masyarakat. Seorang yang sudah

menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa

penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.

Makadari itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.
Kemudian, Secara psikologis, Singgih Gunarso (1990:2) mengelompokkan

tingkatan usia dikaitkan dengan kondisi kejiwaan seseorang sebagai berikut :

a. Anak adalah seseorang yang berumur di bawah 12 tahun.

b. Remaja dini adalah seseorang yang berumur antara 12-15 tahun.

c. Remaja penuh adalah seseorang yang berumur antara 15-17 tahun.

d. Dewasa muda adalah seseorang yang berumur antara 17-21 tahun.

e. Dewasa penuh adalah seseorang yang berumur diatas 21 tahun.

Mempertimbangkan mengenai kerancuan akan pengaturan perundang-undangan

yang menyangkut batasan usia tentang anak, dan mempertimbangkan konsepsi anak

menurut kajian ilmu-ilmu perilaku, maka dalam studi ini remaja adalah seseorang

berumur antara 12-21 tahun.

1. Faktor-faktor Perilaku Menyimpang Remaja

Berdasarkan hasil observasi penelitian diperoleh kesimpulan bahwa perilaku remaja

sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimiliki oleh remaja tersebut. Jadi faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku remaja dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu:

a. Faktor Individu

Yaitu faktor yang berhubungan dengan remaja itu sendiri. Pelaku sulit

menyesuaikan diri atau proses adaptasi dengan perkembangan zaman dan susunan

lingkungan eksternal. Faktor individu juga berkaitan dengan kematangan faktor-

faktor usia, kronologis, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kecerdasan

emosional.

b. Ketidakharmonisan Dalam Keluarga


Ketidakharmonisan dalam keluarga di dalam struktur keluarga biasanya

anggota keluarganya saling mempertahankan egonya masing-masing sebagai

wujud merasa benar di antara mereka, sehingga banyak di antara mereka mencari

pelampiasan dengan melakukan tindakan penyimpangan.

Orang tua juga kurang kontrol terhadap anak. Ada didikan orang tua yang

keras sehingga menyebabkan tekanan pskilogis anak merasa terganggu akibatnya

jadi pemalu, dengan kondisi yang seperti ini ketika ke luar melihat kenyataan di

luar dirinya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.

c. Sikap Mental Yang Kurang Sehat

Yang dimaksud dengan mental adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan jiwa, kehendak, dan pikiran manusia. Sikap mental yang kurang sehat

berarti keadaan jiwa seseorang atau sekelompok orang yang tidak stabil sehingga

berperilaku di luar batas pemikiran manusia pada umumnya.

d. Faktor Eksternal

Pengaruh lingkungan tempat tinggal, adanya ilmu pengetahuan teman serta

pergaulan teknologi informasi dan komunikasi yang masuk ke ranah mereka.

Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari

dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan

teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma

tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan

gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara,

menengah sampai dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan
hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin

hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35),

ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif

menciptakan hubungan dimana masing-masing memajukan taraf kehidupannya dan saling

menyempurnakan martabatnya. Di samping itu pula ada pergaulan yang bentuknya

cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk

mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif,

misalnya hura-hura.

Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ

(1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan

kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi

orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat

menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian

baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu

dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau

generasi muda.

Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok

persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang

erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-

temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia

ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-

anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri

terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin
menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-

temannya berbuat begitu.

Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada

kelompok sosial. Kelompok sosial dapat digolong-golongkan pula ke dalam macam-macam

jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat

interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok

sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang

anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu

saling berhubungan erat. Contohnya adalah keluarga, kelompok bermain, kelompok

pergaulan dan sebagainya. Sedangkan kelompok pergaulan sekunder menurut Gerungan (

1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formal dan

kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.

Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok

informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan

interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan objektif rasional.

Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan

interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya

sekelompok kawan-kawan atau keluarga, dan kelompok pergaulan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam

kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan

merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi

pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi

orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai

peran yang positif pula.


Adapun peran positif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 :

75) antara lain :

1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok

tertentu, hal mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.

2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya

akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung

pada siapapun.

3. Di dalam kelompok tersebut individu dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa

takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang

wajar dari rekan-rekannya sekelompok.

4. Kelompok memungkinkan individu mengembangkan kemampuan dalam ketrampilan-

ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.

5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang

mendorong individu untuk bersikap tindak secara dewasa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara

baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.

Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa

kemungkinan tumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya

peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru

dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan

baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 :

76) antara lain :

1. Kelompok mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan

anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang

dikembangkan secara pribadi.

3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari

keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih

mampu.

4. Kesetiaan erhadap kelompok kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan

dengan orang tua, saudara atau kerabat.

5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali

ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh

pihak luar.

6. Suatu kelompok mendorong anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan

pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan

penyesuaian dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.

7. Kadang-kadang ada yang menghambat motivasi perkembangan yang dipengaruhi

kelompok.

8. Tuphemisme dipengaruhi kelompok tertentu.

Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para

pelakunya, karena dapat mengganggu kelancaran hidup, bahkan menimbulkan kegoncangan

jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan. Apalagi

di masa masa remaja dimana kondisi mental dan jiwanya sedang tidak stabil. Terkadang di

saat seperti ini, remaja hanya akan mengikuti arus tanpa melihat mana yang benar dan yang

salah.
BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini, metode penelitian yang kami gunakan adalah metode penelitian

kuantitatif.

Metode penelitian yang kami gunakan pada laporan hasil penelitian kami ini juga

meliputi beberapa indikator.

2.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang kelompok kami terapkan pada laporan hasil penelitian ini

adalah jenis penelitian kuantitatif. Kami memilih jenis penelitian tersebut karena

disebabkan jangka waktu yang kami miliki hanya sebentar sehingga tidak

memungkinkan kami untuk menerapkan jenis penelitian kualitatif.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat bagi kami untuk melakukan penelitian adalah

lingkungan SMA Negeri 28 Jakarta.

2.3 Objek Penelitian

Populasi untuk penelitian ini adalah semua siswa SMA Negeri 28. Akan tetapi, mengingat

heterogennya populasi, akan diambil sampel dari satu sekolah yang bisa mewakili responden

mulai dari status social ekonomi siswa. Sampel yang akan diambil lebih speseifik lagi adalah

siswa kelas I SMA Negeri 28 karena siswa tersebut dalam masa transisi remaja dan lebi

mudah mendapatkan data untuk penelitian.


2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling (sample acak sederhana)

artinya setiap subjek penelitian memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel.

Artinya, semua siwa kelas X SMA Negeri 28 bisa dijadikan responden. Alas an pengambilan

responden secara acak, mengingat sifat responden yang heterogen, maka diperlukan juga data

yang beragam pula.

2.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian survey sehingga memerlukan responden dalam jumlah

yang besar agar bisa menggeneralisasi permasalahan yang diujikan. Untuk itu akan

digunakan instrument penelitian berupa kuesioner.

Setelah diperoleh data dari responden akan dilakukan analisis data menggunakan

statistic sederhana, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang untuk bisa ditarik kesimpulan.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

3.1. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam pengumpulan data saya menggunakan sistem penyebaran angket,yaitu dengan

menuliskan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden. Angket terdiri dari 2 jenis

yaitu angket terbuka dan angket tertutup, pada kesempatan kali ini saya menggunakan angket

tertutup karena dalam menjawab pertanyaan yang diajukan responden memilih salah satu

pilihan jawaban yang diberikan yang paling sesuai dengan dirinya.

3.2. TEKNIK PENTABULASIAN DATA


Teknik pentabulasian data yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan tabel untuk mengakumulasikan dan menghitung jumlah jawaban responden

dengan menggunakan turus/taly.

3.3. KESIMPULAN HASIL ANGKET

*Pertanyaan 1

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 35 orang menjawab

“YA” dan 0 menjawab “TIDAK” , dapat disimpulkan bahwa seluruh responden memiliki

teman.

*Pertanyaan 2

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 0 orang menjawab

“TIDAK DEKAT” dan 22 orang menjawab “DEKAT“ dan 13 orang menjawab “SANGAT

DEKAT” dapat disimpulkan bahwa kebanyakan responden dengan temannya memiliki

hubungan yang dekat.

*Pertanyaan 3

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 7 orang menjawab “1-5

ORANG” dan 15 orang menjawab “6-10 ORANG” dan 13 orang menjawab “LAINNYA”

dapat disimpulkan bahwa kebanyakan responden memiliki 6-10 orang teman dekat.

*Pertanyaan 4

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban reponden dengan 17 orang menjawab

“BERMAIN” dan 10 orang menjawab “MELAKUKAN HOBI” dan 16 orang menjawab


“LAINNYA” dapat disimpulkan bahwa kebanyakan responden biasanya menghabiskan

waktu bersama teman dekatnya dengan bermain.

*Pertanyaan 5

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban reponden dengan 26 orang menjawab

“PERNAH” dan 8 orang menjawab “TIDAK PERNAH’ dapat disimpulkan bahwa

kebanyakan responden pernah melakukan perilaku menyimpang.

*Pertanyaan 6

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 27 orang menjawab

“MENCONTEK” dan 6 orang menjawab “BULLYING” dan 1 orang menjawab

“TAWURAN” dan 4 orang menjawab “LAINNYA” dapat disimpulkan bahwa perilaku

menyimpang yang pernah dilakukan kebanyakan responden adalah mencontek.

*Pertanyaan 7

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 34 orang menjawab

“PERNAH” dan 1 orang menjawab “TIDAK PERNAH” dapat disimpulkan bahwa hamper

semua responden pernah melihat temannya melakukan perilaku menyimpang.

*Pertanyaan 8

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 31 orang menjawab

“MENCONTEK” dan 14 orang menjawab “BULLYING” dan 5 orang menjawab

“TAWURAN” dan 4 orang menjawab “LAINNYA” dapat disimpulkan bahwa perilaku

menyimpang yang pernah dilakukan kebanyakan teman dari responden adalah mencontek
*Pertanyaan 9

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 21 orang menjawab

“MENEGUR” dan 0 orang menjawab “MENJAUHI” dan 4 orang menjawab

“MENGABAIKAN” dan 10 orang menjawab “LAINNYA” dapat disimpulkan bahwa hal

yang responden lakukan ketika melihat temannya melakukan perilaku menyimpang adalah

menegur.

*Pertanyaan 10

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 16 orang menjawab

“YA” dan 17 orang menjawab “TIDAK” dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang

yang dilakukan teman dari responden tidak turut andil dalam perilaku menyimpang yang

responden lakukan.

*Pertanyaan 11

Berdasarkan jumlah penghitungan jawaban responden dengan 3 orang menjawab

“KURANG DARI 20 %” dan 5 orang menjawab “20-30%” dan 6 orang menjawab “40-

50%” dan 2 orang menjawab “LEBIH DARI 50%” dan dapat disimpulkan bahwa besar

pengaruh perilaku teman terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan sebesar 40-50%.

BAB 5

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai