X IIS 1
Kelompok 2
1. Alfa Indah Agustina
2. Ananda Ramadhanty
3. Anindita Puti R
4. Radita Azzahra
5. Vica Viviana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku menyimpang bukan suatu hal yang baru terjadi di kalangan pelajar. Perilaku
menyimpang terkadang sudah menjurus kepada tindak kriminalitas seperti balapan liar,
bullying, tawuran, seks bebas, dan lain-lain. Persoalan ini selalu menyita perhatian para orang
tua, guru, dan lain-lain. Persoalan ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar tetapi juga terjadi
di daerah-daerah atau di banyak pelosok di negeri ini. Masalah pelaku menyimpang yang
dilakukan pelajar merupakan masalah yang tiada habis-habisnya untuk dibicarakan, hampir
setiap media masa yang ada memberitakan permasalahan pelaku menyimpang yang
dilakukan pelajar.
Terlebih lagi belakangan ini kasus bullying yang merupakan salah satu perilaku
menyimpang yang dilakukan pelajar telah banyak menimbulkan korban dari berbagai
Salah satu faktor penyebab masalah masalah tersebut ialah pengaruh teman sebaya.
Kondisi psikis remaja yang kurang stabil mengakibatkan dirinya mudah dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar.
Berdasarkan gambaran pokok pikiran tersebut, kami ingin melakukan suatu kegiatan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pergaulan Siswa SMA Negeri
di Jakarta”
B. Rumusan Masalah dan Hipotesis
Hipotesis yang bisa diperoleh dari rumusan masalah tersebut sebagai berikut.
Semakin baik lingkungan teman sebaya, semakin rendah peluang seorang anak melakukan
perilaku menyimpang.
Tidak ada keterkaitan lingkungan teman sebaya dengan perilaku menyimpang di lingkungan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh teman sebaya terhadap perilaku
Manfaat penelitian secara teoretis, yaitu memberikan kontribusi untuk menambah wawasan
bagi pembaca yang ingin meneliti masalah perilaku menyimpang di kalangan remaja.
Manfaat penelitian secara praktis, yaitu untuk masukan kepada remaja agar tetap terus
menjaga pergaulannya.
Bab 2
Tinjauan Kepustakaan
Istilah remaja secara hukum normatif sulit dicari batasannya. Istilah yang umum dalam
hukum positif ialah belum cukup umur (minderjarijg) atau belum dewasa. Dua istilah
tersebut biasanya dikaitkan dengan batasan umur. Sayangnya terjadi dualisme pengaturan
dalam sistem hukum negeri ini saat menentukan batasan usia seseorang dikatakan belum
Istilah remaja (adolescence) juga berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini
mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock 1980 : 206)
dengan mengatakan “secara psikologis masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) kurang lebih berhubungan dengan masa di waktu puber.
Termasuk di dalamnya adalah perubahan intelektual yang lebih dalam berpikir.
Perubahan intelektual dari cara berpikir remaja inilah yang memungkinkan
untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosialnya dengan orang dewasa, yang
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan.”
perubahan fisik yang sangat pesat dan perubahan itu juga bersamaan dengan
perubahan sikap dan juga perilaku. Perubahan menyeluruh yang terjadi pada setiap
remaja, pertama yaitu emosi yang meninggi, yang intensitasnya tergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua adalah perubahan pada fisik, minat dan
peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Ketiga adalah dengan adanya perubahan
minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Terakhir adalah mereka
menginginkan dan menuntut kebebasan namun mereka sendiri lebih sering takut
bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat
menangani tanggung jawab yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Kartono (1992 :
66) bahwa
“pada masa adolensi anak mulai menemukan nilai-nilai hidup baru, sehingga
semakin jelaslah pemahaman tentang keadaan sendiri. Ia mulai bersikap kritis
terhadap obyek-obyek di luar dirinya; dan ia mampu mengambil sintese antara
dunia luar dan dunia internal.”
umurnya kurang dari 21 tahun (Burgelijk Wetboek, UU No. 4 tahun 1979 tentang
menentukan batas usia seseorang belum dewasa adalah dibawah 18 tahun, (UU
tentang HAM, UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU No. 23 tahun 2002
anak-anak yang demikian itu sudah barang tentu akan mempengaruhi langkah-
langkah perlindungan hukum bagi anak-anak pada umumnya dan anak-anak pada
khususnya.
pubertas dan kedewasaan. Usia yang diperkirakan : 12-21 tahun untuk anak gadis,
yang lebih cepat menjadi matang daripada anak laki-laki, dan antara 13 hingga 22
Remaja menurut Monks (2006 : 262) dibagi atas tiga tahapan yaitu remaja awal
usia 12-15 tahun, remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan remaja akhir usia
18-21 tahun. Remaja menurut WHO (dalam Sarwono 2011 : 12) membagi kurun usia
menjadi 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.
menentukan definisi remaja secara umum agak sulit karena Indonesia terdiri dari
banyak suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Pedoman yang
dipakai adalah batasan usia remaja 11-24 tahun dan belum menikah. Hal itu dengan
1. Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder
mulai tampak.
2. Masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah akil baligh ,baik menurut
sebagai anak-anak.
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang
bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada
orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai 16 orang dewasa (secara
menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa
penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.
Makadari itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.
Kemudian, Secara psikologis, Singgih Gunarso (1990:2) mengelompokkan
yang menyangkut batasan usia tentang anak, dan mempertimbangkan konsepsi anak
menurut kajian ilmu-ilmu perilaku, maka dalam studi ini remaja adalah seseorang
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimiliki oleh remaja tersebut. Jadi faktor-faktor
a. Faktor Individu
Yaitu faktor yang berhubungan dengan remaja itu sendiri. Pelaku sulit
menyesuaikan diri atau proses adaptasi dengan perkembangan zaman dan susunan
emosional.
wujud merasa benar di antara mereka, sehingga banyak di antara mereka mencari
Orang tua juga kurang kontrol terhadap anak. Ada didikan orang tua yang
jadi pemalu, dengan kondisi yang seperti ini ketika ke luar melihat kenyataan di
dengan jiwa, kehendak, dan pikiran manusia. Sikap mental yang kurang sehat
berarti keadaan jiwa seseorang atau sekelompok orang yang tidak stabil sehingga
d. Faktor Eksternal
Menurut Sherif dan Sherik (1991 : 94), pergaulan adalah suatu unit sosial terdiri dari
dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan
teratur, sehingga individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma
tertentu yang khas bagi kelompok itu. Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan
gambaran yang berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang hanya bersifat sementara,
Demikian pula sifat pergaulan yang tidak selalu sama, ada pergaulan yang menggambarkan
hubungan reaktif saja, seolah-olah hubungan antara dua individu atau lebih hanya terjalin
hubungan yang bersifat aksi dan reaksi saja. Namun menurut Gunarsa Singgih ( 1977 : 35),
ada pula pergaulan dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif
cenderung bersifat ekspresif, artinya pergaulan yang terjadi karena keinginan untuk
mengekspresikan jiwa muda seseorang, yang dalam hal ini kecenderungannya kurang positif,
misalnya hura-hura.
Adapun peranan pergaulan dapat kita lihat seperti dikemukakan oleh Baruman PJ
(1981 : 21) bahwa, pergaulan itu mempunyai peranan sebagai seluruh pembaharuan
kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, jadi sebagi penolong terbentuknya pribadi
orang. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pentingnya pergaulan adalah dapat
menambah perbagai pengetahuan dan wawasan, sehingga terbentuk sikap dan kepribadian
baik itu bersifat positif maupun kurang positif. Jadi pengaruh interaksi dari berbagai individu
dalam suatu kelompok atau lingkungan pergaulan akan berpengaruh pada sikap individu atau
generasi muda.
Diantara wadah kelompok pergaulan antara lain adalah kelompok bermain, kelompok
persahabatan dan kelompok kerja yang kecil, dimana setiap anggota mempunyai ikatan yang
erat. Setiap individu dalam kelompok ini menyesuaikan pendapatnya dengan teman-
temannya, mungkin ia menyukai atau menghormati mereka atau mungkin pula karena ia
ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasikan anggota-
anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri
terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin
menjadi tertarik pada sesuatu perbuatan atau melakukan perbuatan tertentu karena teman-
Kelompok pergaulan merupakan salah satu dari beberapa kelompok yang ada pada
jenis yaitu kelompok primer dabn kelompok sekunder. Dalam kelompok primer itu terdapat
interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya daripada kelompok
sekunder. Kelompok primer ini juga disebut face to face group, yakni kelompok sosial yang
anggota-anggotanya sering berhadapan langsung, saling mengenal dari dekat, dan karena itu
1996 : 85), adalah kelompok yang berhubungan tidak langsung, berjauhan dan formal dan
kurang bersifat kekeluargaan, misalnya partai politik, serikat kerja dan sebagainya.
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal dan kelompok
informal atau kelompok resmi dan tidak resmi. Ciri-ciri kelompok formal lebih mirip dengan
Contohnya semua perkumpulan yang mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Sedangkan kelompok informal menurut gerungan, (1996 : 87) adalah mirip dengan
interaksi kelompok primer dan bersifat kekeluargaan dengan corak simpati. Contohnya
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok pergaulan masuk dalam
kelompok primer, dan memiliki ciri-ciri sebagai kelompok informal. Kelompok pergaulan
merupakan suatu hubungan antara manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi
pergaulan ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi
orang yang bersangkutan. Namun bila hubungan ini bisa dikendalikan, maka mempunyai
1. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu kelompok
2. Rasa aman yang ditimbulkan karena individu tersebut diterima oleh kelompoknya
akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri, artinya tidak tergantung
pada siapapun.
takutnya, rasa kawatir, rasa gembira dan lain sebagainya, dengan pendapatnya yang
ketrampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
5. Lazimnya suatu kelompok mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kelompok pergaulan itu dikelola secara
baik, maka akan mempunyai peran yang cukup baik bagi generasi muda.
Namun dibalik peranan-peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa
kemungkinan tumbuhnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya
peranan-peranan negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru
dan pihak-pihak lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan
baik. Adapun dampak negatif dari kelompok pergaulan menurut Soerjono Soekanto, (1992 :
anggota kelompok, hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil.
2. Kelompok mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan yang
3. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota kelompok yang berasal dari
keluarga kurang mampu, erhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih
mampu.
5. Kelompok merupakan suatu bentuk kelompok yang tertutup yang sulit sekali
ditembus, sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh
pihak luar.
pola kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan
kelompok.
Dengan demikian terkadang kelompok pergaulan juga menimbulkan kesulitan bagi para
jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan. Apalagi
di masa masa remaja dimana kondisi mental dan jiwanya sedang tidak stabil. Terkadang di
saat seperti ini, remaja hanya akan mengikuti arus tanpa melihat mana yang benar dan yang
salah.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini, metode penelitian yang kami gunakan adalah metode penelitian
kuantitatif.
Metode penelitian yang kami gunakan pada laporan hasil penelitian kami ini juga
Jenis penelitian yang kelompok kami terapkan pada laporan hasil penelitian ini
adalah jenis penelitian kuantitatif. Kami memilih jenis penelitian tersebut karena
disebabkan jangka waktu yang kami miliki hanya sebentar sehingga tidak
Lokasi yang menjadi tempat bagi kami untuk melakukan penelitian adalah
Populasi untuk penelitian ini adalah semua siswa SMA Negeri 28. Akan tetapi, mengingat
heterogennya populasi, akan diambil sampel dari satu sekolah yang bisa mewakili responden
mulai dari status social ekonomi siswa. Sampel yang akan diambil lebih speseifik lagi adalah
siswa kelas I SMA Negeri 28 karena siswa tersebut dalam masa transisi remaja dan lebi
Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling (sample acak sederhana)
artinya setiap subjek penelitian memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel.
Artinya, semua siwa kelas X SMA Negeri 28 bisa dijadikan responden. Alas an pengambilan
responden secara acak, mengingat sifat responden yang heterogen, maka diperlukan juga data
Penelitian ini merupakan penelitian survey sehingga memerlukan responden dalam jumlah
yang besar agar bisa menggeneralisasi permasalahan yang diujikan. Untuk itu akan
Setelah diperoleh data dari responden akan dilakukan analisis data menggunakan
statistic sederhana, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang untuk bisa ditarik kesimpulan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
menuliskan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden. Angket terdiri dari 2 jenis
yaitu angket terbuka dan angket tertutup, pada kesempatan kali ini saya menggunakan angket
tertutup karena dalam menjawab pertanyaan yang diajukan responden memilih salah satu
*Pertanyaan 1
“YA” dan 0 menjawab “TIDAK” , dapat disimpulkan bahwa seluruh responden memiliki
teman.
*Pertanyaan 2
“TIDAK DEKAT” dan 22 orang menjawab “DEKAT“ dan 13 orang menjawab “SANGAT
*Pertanyaan 3
ORANG” dan 15 orang menjawab “6-10 ORANG” dan 13 orang menjawab “LAINNYA”
dapat disimpulkan bahwa kebanyakan responden memiliki 6-10 orang teman dekat.
*Pertanyaan 4
*Pertanyaan 5
*Pertanyaan 6
*Pertanyaan 7
“PERNAH” dan 1 orang menjawab “TIDAK PERNAH” dapat disimpulkan bahwa hamper
*Pertanyaan 8
menyimpang yang pernah dilakukan kebanyakan teman dari responden adalah mencontek
*Pertanyaan 9
yang responden lakukan ketika melihat temannya melakukan perilaku menyimpang adalah
menegur.
*Pertanyaan 10
“YA” dan 17 orang menjawab “TIDAK” dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang
yang dilakukan teman dari responden tidak turut andil dalam perilaku menyimpang yang
responden lakukan.
*Pertanyaan 11
“KURANG DARI 20 %” dan 5 orang menjawab “20-30%” dan 6 orang menjawab “40-
50%” dan 2 orang menjawab “LEBIH DARI 50%” dan dapat disimpulkan bahwa besar
pengaruh perilaku teman terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan sebesar 40-50%.
BAB 5
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran